Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN

ASMA BRONCHIALE

A. KONSEP MEDIS
1. Definisi
Asma adalah penyakit paru dengan ciri khas yakni saluran nafas sangat mudah
bereaksi terhadap berbagai rangsangan atau pencetus dengan manifestasi berupa
serangan asma (Ngastiyah, 2014)
Asma disebut juga sebagai reactive air way disease (RAD), adalah suatu penyakit
obstruksi pada jalan nafas secara riversibel yang ditandai dengan bronchospasme,
inflamasi dan peningkatan sekresi jalan napas terhadap berbagai stimulan ( Padila,
2013)
Asma bronchial adalah penyakit jalan nafas obstruktif intermitten, reversibel dimana
trakheobronkhial berespon secara hiperaktif terhadap stimuli tertentu ( Morton, 2014)
Asma bronchial adalah suatu penyakit dengan ciri meningkatnya respon tracheadan
bronkhus terhadap berbagai rangsangandengan manifestasi adanya penyempitan jalan
nafas yang luas dan derajatnya dapat berubah-ubah baik secara spontan maupun hasil
daripengobatan.Asma adalah suatu peradangan pada bronkus akibat reaksi hipersensitif
mukosa bronkus terhadap bahan alergen (Amin Huda, 2015).
2. Anatomi dan Fisiologi Pernafasan
Organ-organ pernafasan
a. Hidung
Merupakan saluran udara pertama yang mempunyai 2 lubang, dipisahkan oleh sekat
hidung. Di dalamnya terdapat bulu-bulu yang berfungsi untuk menyaring dan
menghangatkan udara
b. Tekak (faring)
Merupakan persimpangan antara jalan nafas dan jalan makanan, terdapat di dasar
tengkorak, di belakang rongga hidung dan mulut sebelah depan ruas tulang leher.
Terdapat epiglotis yang berfungsi menutup laring pada waktu menelan makanan.
c. Laring (pangkal tenggorok)
Merupakan saluran udara dan bertindak sebagai pembentukan suara terletak di depan
bagian faring sampai ketinggian vertebra servikalis dan masuk ke dalam trakea di
bawahnya.
d. Trakea (batang tenggorok)
Merupakan lanjutan dari laring yang dibentuk oleh 16-20 cincin yang terdiri dari
tulang-tulang rawan yang berbentuk seperti kuku kuda (huruf C). Sebelah dalam
diliputi oleh sel bersilia yang berfungsi untuk mengeluarkan benda-benda asing yang
masuk bersama-sama dengan udara pernafasan. Percabangan trakea menjadi bronkus
kiri dan kanan disebut karina.
e. Bronkus (cabang tenggorokan)
Merupakan lanjutan dari trakea yang terdiri dari 2 buah pada ketinggian vertebra
torakalis IV dan V.
f. Paru-paru
Merupakan sebuah alat tubuh yang sebagian besar terdiri dari gelembung-
gelembung hawa (alveoli). Alveoli ini terdiri dari sel-sel epitel dan endotel. Jika
dibentangkan luas permukaannya ± 90 meter persegi, pada lapisan inilah terjadi
pertukaran udara.
Pernafasan (respirasi) adalah peristiwa menghirup udara yang mengandung oksigen dan
menghembuskan udara yang banyak mengandung CO2 sebagai sisa dari oksidasi keluar
dari tubuh. Adapun guna dari pernafasan yaitu mengambil O2 yang dibawa oleh darah
ke seluruh tubuh untuk pembakaran, mengeluarkan CO2 sebagai sisa dari pembakaran
yang dibawa oleh darah ke paru-paru untuk dibuang, menghangatkan dan melembabkan
udara. Pada dasarnya sistem pernafasan terdiri dari suatu rangkaian saluran udara yang
menghangatkan udara luar agar bersentuhan dengan membran kapiler alveoli. Terdapat
beberapa mekanisme yang berperan memasukkan udara ke dalam paru-paru sehingga
pertukaran gas dapat berlangsung. Fungsi mekanis pergerakan udara masuk dan keluar
dari paru-paru disebut sebagai ventilasi atau bernapas. Kemudian adanya pemindahan
O2 dan CO2 yang melintasi membran alveolus-kapiler yang disebut dengan difusi
sedangkan pemindahan oksigen dan karbondioksida antara kapiler-kapiler dan sel-sel
tubuh yang disebut dengan perfusi atau pernapasan internal.
Proses pernafasan : Proses bernafas terdiri dari menarik dan mengeluarkan nafas. Satu
kali bernafas adalah satu kali inspirasi dan satu kali ekspirasi. Bernafas diatur oleh otot-
otot pernafasan yang terletak pada sumsum penyambung (medulla oblongata). Inspirasi
terjadi bila muskulus diafragma telah dapat rangsangan dari nervus prenikus lalu
mengkerut datar. Ekspirasi terjadi pada saat otot-otot mengendor dan rongga dada
mengecil. Proses pernafasan ini terjadi karena adanya perbedaan tekanan antara rongga
pleura dan paru-paru. Proses fisiologis pernafasan dimana oksigen dipindahkan dari
udara ke dalam jaringan-jaringan dan karbondioksida dikeluarkan ke udara ekspirasi
dapat dibagi menjadi tiga stadium. Stadium pertama adalah ventilasi, yaitu masuknya
campuran gas-gas ke dalam dan ke luar paru-paru. Stadium kedua adalah transportasi
yang terdiri dari beberapa aspek yaitu difusi gas-gas antara alveolus dan kapiler paru-
paru (respirasi eksterna) dan antara darah sistemik dengan sel-sel jaringan, distribusi
darah dalam sirkulasi pulmonar dan penyesuaiannya dengan distribusi udara dalam
alveolus-alveolus dan reaksi kimia, fisik dari oksigen dan karbondioksida dengan
darah. Stadium akhir yaitu respirasi sel dimana metabolit dioksida untuk mendapatkan
energi dan karbon dioksida yang terbentuk sebagai sampah proses metabolisme sel
akan dikeluarkan oleh paru-paru (Morton,2014).
3. Etiologi
Penyebab pasti penyakit ini belum diketahui secara pasti. Namun ada beberapa hal yang
merupakan faktor predisposisi dan presipitasi timbulnya serangan asma bronchial yaitu
a. Faktor Predisposisi
 Genetik : Yang diturunkan adalah bakat alergi meskipun belum diketahui
bagaimana cara penurunannya. Penderita dengan penyakit alergi biasanya
mempunyai keluarga dekat yang juga menderita penyakit alergi. Karena adanya
bakat alergi ini, penderita sangat mudah terkena penyakit asma bronkhial jika
terpapar dengan faktor pencetus.
b. Faktor Presipitasi
 Alergen
Alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu:
 Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan. Contoh: debu, bulu binatang,
serbuk bunga, spora jamur, bakteri, dan polusi.
 Ingestan, yang masuk melalui mulut. Contoh: makanan dan obat-obatan
 Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit. Contoh: perhiasan,
logam, dan jam tangan.
 Perubahan cuaca
Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering mempengaruhi asma.
Kadang-kadang serangan berhubungan dengan musim, seperti musim hujan,
musim kemarau, musim bunga. Hal ini berhubungan dengan arah angin, serbuk
bunga, dan debu.
 Stress
Stress/gangguan emosi dapat menjadi pencetus asma dan memperberat serangan
asma yang sudah ada. Penderita diberikan motivasi untuk menyelesaikan masalah
pribadinya karena jika stressnya belum diatasi maka gejala asmanya belum bisa
diobati.
 Olah raga/aktivitas jasmani yang berat
Sebagian besar penderita akan mendapat serangan juka melakukan aktivitas
jasmani atau olahraga yang berat.lari cepat paling mudah menimbulkan serangan
asma.
Berdasarkan penyebabnya, asma bronkhial dapat diklasifikasikan menjadi 3 tipe, yaitu:
a. Ekstrinsik (alergik)
Ditandai dengan reaksi alergi yang disebabkan oleh faktor-faktor pencetus yang
spesifik, seperti debu, serbuk bunga, bulu binatang, obat-obatan (antibiotik dan
aspirin), dan spora jamur. Asma ekstrinsik sering dihubungkan dengan adanya suatu
predisposisi genetik terhadap alergi.
b. Intrinsik (non alergik)
Ditandai dengan adanya reaksi non alergi yang bereaksi terhadap pencetus yang
tidak spesifik atau tidak diketahui, seperti udara dingin atau bisa juga disebabkan
oleh adanya infeksi saluran pernafasan dan emosi. Serangan asma ini menjadi lebih
berat dan sering sejalan dengan berlalunya waktu dan dapat berkembang menjadi
bronkhitis kronis dan emfisema. Beberapa pasien akan mengalami asma gabungan.
c. Asma yang berkaitan dengan penyakit paru obstruksi kronik
( Amin Huda, 2015 )
Klasifikasi Asma pada anak menurut Ngastiya (2014)
a. Asma episodik jarang.
Golongan ini merupakan 70–75% dari populasi asma anak. Biasanya terdapat pada
anak umur 3–6 tahun. Serangan umumnya dicetuskan oleh infeksi virus saluran
napas atas. Banyaknya serangan 3–4 kali dalam satu tahun. Lamanya serangan
paling lama hanya beberapa hari saja dan jarang merupakan serangan yang berat.
Gejala-gejala yang timbul lebih menonjol pada malam hari. Mengi dapat
berlangsung sekitar 3–4 hari dan batuknya dapat berlangsung 10–14 hari. Waktu
remisinya bermingu-minggu sampai berbulan-bulan. Manifestasi alergi lainnya
misalnya eksim jarang didapatkan. Tumbuh kembang anak biasanya baik. Di luar
serangan tidak ditemukan kelainan lain.
b. Asma episodik sering.
Golongan ini merupakan 28% dari populasi asma anak. Pada dua pertiga golongan
ini serangan pertama terjadi pada umur sebelum 3 tahun. Pada permulaan, serangan
berhubungan dengan infeksi saluran pernapasan atas. Pada umur 5–6 tahun dapat
terjadi serangan tanpa infeksi yang jelas. Biasanya orang tua menghubungkannya
dengan perubahan udara, adanya alergen, aktivitas fisik dan stress. Banyaknya
serangan 3−4 kali dalam satu tahun dan tiap kali serangan beberapa hari sampai
beberapa minggu. Frekuensi serangan paling banyak pada umur 8−13 tahun. Pada
golongan lanjut kadang-kadang sukar dibedakan dengan golongan asma kronik atau
persisten. Umumnya gejala paling buruk terjadi pada malam hari dengan batuk dan
mengi yang dapat mengganggu tidur..
c. Asma kronik atau persisten.
Pada 25% anak serangan pertama terjadi sebelum umur 6 bulan, 75% sebelum umur
3 tahun. Pada 50% anak terdapat mengi yang lama pada 2 tahun pertama dan pada
50% sisanya serangan episodik. Pada umur 5−6 tahun akan lebih jelas terjadinya
obstruksi saluran napas yang persisten dan hampir selalu terdapat mengi setiap hari.
Dari waktu ke waktu terjadi serangan yang berat dan memerlukan perawatan di
rumah sakit. Obstruksi jalan napas mencapai puncaknya pada umur 8–14 tahun.
4. Patofisiologi
Faktor-faktor penyebab seperti virus, bakteri, jamur, parasit, alergi, iritan, cuaca,
kegiatan jasmani dan psikis akan merangsang reaksi hiperreaktivitas bronkus dalam
saluran pernafasan sehingga merangsang sel plasma menghasilkan imonoglubulin E
(IgE). IgE selanjutnya akan menempel pada reseptor dinding sel mast yang disebut sel
mast tersensitisasi. Sel mast tersensitisasi akan mengalami degranulasi, sel mast yang
mengalami degranulasi akan mengeluarkan sejumlah mediator seperti histamin dan
bradikinin. Mediator ini menyebabkan peningkatan permeabilitas kapiler sehingga
timbul edema mukosa, peningkatan produksi mukus dan kontraksi otot polos
bronkiolus. Hal ini akan menyebabkan proliferasi akibatnya terjadi sumbatan dan daya
konsulidasi pada jalan nafas sehingga proses pertukaran O2 dan CO2 terhambat
akibatnya terjadi gangguan ventilasi. Rendahnya masukan O2 ke paru-paru terutama
pada alveolus menyebabkan terjadinya peningkatan tekanan CO2 dalam alveolus atau
yang disebut dengan hiperventilasi, yang akan menyebabkan terjadi alkalosis
respiratorik dan penurunan CO2 dalam kapiler (hipoventilasi) yang akan menyebabkan
terjadi asidosis respiratorik. Hal ini dapat menyebabkan paru-paru tidak dapat
memenuhi fungsi primernya dalam pertukaran gas yaitu membuang karbondioksida
sehingga menyebabkan konsentrasi O2 dalam alveolus menurun dan terjadilah
gangguan difusi, dan akan berlanjut menjadi gangguan perfusi dimana oksigenisasi ke
jaringan tidak memadai sehingga akan terjadi hipoksemia dan hipoksia yang akan
menimbulkan berbagai manifestasi klinis (Peate, 2015).
5. Manifestasi klinis
Tanda dan gejala asma bervariasi sesuai dengan derajat bronchospasme. Ada beberapa
tingkatan penderita asma yaitu :
a. Tingkat I
Secara klinis normal tanpa kelainan pemeriksaan fisik dan fungsi paru. Timbul bila
ada faktor pencetus baik di dapat alamiah maupun dengan test provokasi bronkial di
laboratorium.
b. Tingkat II
Tanpa keluhan dan kelainan pemeriksaan fisik tapi fungsi paru menunjukkan adanya
tanda-tanda obstruksi jalan nafas. Banyak dijumpai pada klien setelah sembuh
serangan.
c. Tingkat III
Pemeriksaan fisik dan fungsi paru menunjukkan adanya obstruksi jalan
nafas.Penderita sudah sembuh dan bila obat tidak diteruskan mudah diserang
kembali.
d. Tingkat IV
Klien mengeluh batuk, sesak nafas dan nafas berbunyi wheezing. Pemeriksaan fisik
dan fungsi paru didapat tanda-tanda obstruksi jalan nafas.
e. Tingkat V
Status asmatikus yaitu suatu keadaan darurat medis berupa serangan asma akut yang
berat bersifat refrator sementara terhadap pengobatan yang lazim dipakai. Asma
pada dasarnya merupakan penyakit obstruksi jalan nafas yang reversibel. Pada asma
yang berat dapat timbul gejala seperti : Kontraksi otot-otot pernafasan, cyanosis,
gangguan kesadaran, penderita tampak letih, takikardi.
Secara spesifik didapatkan tanda :
 Auskultasi : Wheezing, ronki kering musikal, ronki basah sedang.
 Dyspnea dengan lama ekspirasi; penggunaan otot-otot asesori pernafasan, cuping
hidung, retraksi dada,dan stridor, b.atuk kering (tidak produktif) karena sekret kental
dan lumen jalan nafas sempit.
 Tachypnea, orthopnea.
 Diaphoresis
 Nyeri abdomen karena terlibatnya otot abdomen dalam pernafasan.
 Fatigue : tidak toleransi terhadap aktivitas; makan, bermain, berjalan, bahkan bicara.
( Ngastiyah, 2014 )
6. Pemeriksaan Diagnostik
a. Riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik
b. Foto rontgen
c. Pemeriksaan fungsi paru; menurunnya tidal volume, kapasitas vital, eosinofil
biasanya meningkat dalam darah dan sputum
d. Pemeriksaan alergi
e. Pulse oximetri
f. Analisa gas darah.
g. Pemeriksaan tes kulit : dilakukan untuk mencari faktor alergi dengan berbagai
alergen yang dapat menimbulkan reaksi yang positif pada asma.
h. Elektrokardiografi
( Ngastiyah, 2014 )
7. Penatalaksanaan Medis
Prinsip umum dalam pengobatan pada asma bronhiale :
a. Menghilangkan obstruksi jalan nafas
b. Mengenal dan menghindari faktor yang dapat menimbulkan serangan asma.
c. Memberi penerangan kepada penderita atau keluarga dalam cara pengobatan
maupun penjelasan penyakit.
Penatalaksanaan asma dapat dibagi atas :
a. Pengobatan dengan obat-obatan seperti beta agonist (beta adrenergik agent),
methylxanlines (enphy bronkodilator), anti kolinergik (bronkodilator),
kortikosteroid, mast cell inhibitor (lewat inhalasi)
b. Tindakan yang spesifik tergantung dari penyakitnya :
 Oksigen 4-6 liter/menit.
 Agonis B2 (salbutamol 5 mg atau veneteror 2,5 mg atau terbutalin 10 mg)
inhalasi nabulezer dan pemberiannya dapat di ulang setiap 30 menit-1 jam.
Pemberian agonis B2 mg atau terbutalin 0,25 mg dalam larutan dextrose 5%
diberikan perlahan.
 Aminofilin bolus IV 5-6 mg/kg BB, jika sudah menggunakan obat ini dalam 12
jam.
 Kortikosteroid hidrokortison 100-200 mg itu jika tidak ada respon segera atau
klien sedang menggunakan steroid oral atau dalam serangan sangat berat.
 Antibiotik diberikan berdasarkan etiologi dan uji resistensi
 Pemberian obat ekspektoran untuk pengenceran dahak yang kental
 Bronkodilator untuk menurunkan spasme bronkus/melebarkan bronkus
( Ngastiyah, 2014 )
8. Komplikasi
Komplikasi yang mungkin timbul adalah:
a. Status asmatikus dimana setiap serangan asma berat atau yang kemudian menjadi
berat dan tidak memberikan respon (refrakter) adrenalin dan atau aminofilin
suntikan dapat digolongkan pada status asmatikus. Penderita harus dirawat dengan
terapi yang intensif.
b. Atelektasis adalah pengerutan sebagian atau seluruh paru-paru akibatpenyumbatan
saluran udara (bronkus maupun bronkiolus) atau akibat pernafasanyang sangat
dangkal.
c. Hipoksemia
d. Pneumotoraks
e. Emfisema yang gejala utamanya adalah penyempitan (obstruksi)saluran nafas karena
kantung udara di paru menggelembung secara berlebihan danmengalami kerusakan
yang luas.
( Morton, 2014 )
9. Pencegahan Serangan Asma pada Anak
a. Menghindari pencetus
Cara menghindari berbagai pencetus serangan pada asma perlu diketahui dan
diajarkan pada keluarganya yang sering menjadi faktor pencetus adalah debu rumah.
Untuk menghindari pencetus karena debu rumah dianjurkan dengan mengusahakan
kamar tidur anak:
 Sprei, tirai, selimut minimal dicuci 2 minggu sekali. Sprei dan sarung bantal lebih
sering. Lebih baik tidak menggunakan karpet di kamar tidur atau tempat bermain
anak. Jangan memelihara binatang.
 Untuk menghindari penyebab dari makanan bila belum tau pasti, lebih baik
jangan makan coklat, kacang tanah atau makanan yang mengandung es, dan
makanan yang mengandung zat pewarna.
 Hindarkan kontak dengan penderita influenza, hindarkan anak berada di tempat
yang sedang terjadi perubahan cuaca, misalnya sedang mendung.
b. Kegiatan fisik
Anak yang menderita asma jangan dilarang bermain atau berolah raga. namun
olahraga perlu diatur karena merupakan kebutuhan untuk tumbuh kembang anak.
Pengaturan dilakukan dengan cara:
 Menambahkan toleransi secara bertahap, menghindarkan percepatan gerak yang
mendadak
 Bila mulai batuk-batuk, istirahatlah sebentar, minum air dan setelah tidak batuk-
batuk, kegiatan diteruskan.
 Adakalanya beberapa anak sebelum melakukan kegiatan perlu minum obat atau
menghirup aerosol terlebih dahulu.
( Ngastiyah, 2014 )
B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Identitas
Pada asma episodik yang jarang, biasanya terdapat pada anak umur 3-8
tahun.Biasanya oleh infeksi virus saluran pernapasan bagian atas. Pada asma
episodik yang sering terjadi, biasanya pada umur sebelum 3 tahun, dan berhubungan
dengan infeksi saluran napas akut. Pada umur 5-6 tahun dapat terjadi serangan tanpa
infeksi yang jelas.Biasanya orang tua menghubungkan dengan perubahan cuaca,
adanya alergen, aktivitas fisik dan stres.Pada asma tipe ini frekwensi serangan paling
sering pada umur 8-13 tahun. Asma kronik atau persisten terjadi 75% pada umur
sebeluim 3 tahun.Pada umur 5-6 tahun akan lebih jelas terjadi obstruksi saluran
pernapasan yang persisten dan hampir terdapat mengi setiap hari.Untuk jenis
kelamin tidak ada perbedaan yang jelas antara anak perempuan dan laki-laki.
b. Keluhan utama : batuk-batuk dan sesak napas.
c. Riwayat penyakit sekarang : Batuk, bersin, pilek, suara mengi dan sesak napas.
d. Riwayat penyakit terdahulu : anak pernah menderita penyakit yang sama pada usia
sebelumnya, kaji riwayat pribadi atau keluarga tentang penyakit paru sebelumnya,
kaji riwayat reksi alergi atau sensitivitas terhadap zat/faktor lingkungan
e. Riwayat kesehatan lingkungan
f. Bayi dan anak kecil sering berhubungan dengan isi dari debu rumah, misalnya
tungau, serpih atau buluh binatang, spora jamur yang terdapat di rumah, bahan
iritan: minyak wangi, obat semprot nyamuk dan asap rokok dari orang dewasa,
perubahan suhu udara, angin dan kelembaban udara dapat dihubungkan dengan
percepatan terjadinya serangan asma
g. Riwayat tumbuh kembang
h. Riwayat imunisasi
i. Riwayat nutrisi
j. Dampak Hospitalisasi
k. Pengkajian Persistem
 Sistem Pernapasan / Respirasi
Sesak, batuk kering (tidak produktif), tachypnea, orthopnea, barrel chest,
penggunaan otot aksesori pernapasan, Peningkatan PCO2 dan penurunan
O2,sianosis, perkusi hipersonor, pada auskultasi terdengar wheezing, ronchi
basah sedang, ronchi kering musikal.
 Sistem Cardiovaskuler : Diaporesis, tachicardia, dan kelelahan.
 Sistem Persyarafan / neurologi
Pada serangan yang berat dapat terjadi gangguan kesadaran : gelisah, rewel,
cengeng → apatis → sopor → coma.
 Sistem perkemihan
Produksi urin dapat menurun jika intake minum yang kurang akibat sesak nafas.
 Sistem Pencernaan / Gastrointestinal
Terdapat nyeri tekan pada abdomen, tidak toleransi terhadap makan dan minum,
mukosa mulut kering
 Sistem integumen
 Berkeringat akibat usaha pernapasan klien terhadap sesak nafas.
( Suriadi, 2013 )
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang dapat muncul (Amin Huda, 2015 ) :
a. Ketidakefktifan bersihan jalan napas berhubungan dengan hipersekresi mucus;
bronchospasme
b. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan keletihan otot pernapasan
c. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan aspek
biologis
d. Gangguan pertukaran gas berubungan dengan perubahan membran alveolar kapiler
e. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum, ketidakseimbangan
antara suplay dan kebutuhan oksigen.
f. Ansietas (orang tua) berhubungan dengan ancaman integritas biologis
3. Intervensi keperawatan ( Amin Huda, 2015 )

Diagnosa Keperawatan Tujuan / Kriteria Hasil Intervensi


Ketidakefktifan bersihan Respiratory status : Airway suction
jalan napas berhubungan Ventilation  Pastikan kebutuhan oral /
Respiratory status : tracheal suctioning
dengan hipersekresi mucus; Airway patency  Auskultasi suara nafas sebelum
bronchospasme Aspiration Control dan sesudah suctioning.
Kriteria Hasil :  Informasikan pada klien dan
 Mendemonstrasikan keluarga tentang suctioning
batuk efektif dan suara  Minta klien nafas dalam
nafas yang bersih, tidak sebelum suction dilakukan.
ada sianosis dan dyspneu  Berikan O2 dengan
(mampu mengeluarkan menggunakan nasal untuk
sputum, mampu bernafas memfasilitasi suksion
dengan mudah, tidak ada nasotrakeal
pursed lips)  Gunakan alat yang steril sitiap
 Menunjukkan jalan nafas melakukan tindakan
yang paten (klien tidak  Anjurkan pasien untuk istirahat
merasa tercekik, irama dan napas dalam setelah kateter
nafas, frekuensi dikeluarkan dari nasotrakeal
pernafasan dalam rentang  Monitor status oksigen pasien
normal, tidak ada suara  Ajarkan keluarga bagaimana
nafas abnormal)
cara melakukan suksion
 Mampu
 Hentikan suksion dan berikan
mengidentifikasikan dan oksigen apabila pasien
mencegah factor yang menunjukkan bradikardi,
dapat menghambat jalan peningkatan saturasi O2, dll.
nafas
Airway Management
 Buka jalan nafas, guanakan
teknik chin lift atau jaw thrust
bila perlu
 Posisikan pasien untuk
memaksimalkan ventilasi
 Identifikasi pasien perlunya
pemasangan alat jalan nafas
buatan
 Pasang mayo bila perlu
 Lakukan fisioterapi dada jika
perlu
 Keluarkan sekret dengan batuk
atau suction
 Auskultasi suara nafas, catat
adanya suara tambahan
 Lakukan suction pada mayo
 Berikan bronkodilator bila
perlu
 Berikan pelembab udara Kassa
basah NaCl Lembab
 Atur intake untuk cairan
mengoptimalkan
keseimbangan.
 Monitor respirasi dan status O2

Ketidakefektifan pola napas Respiratory status : Airway Management


berhubungan dengan Ventilation  Buka jalan nafas, guanakan
Respiratory status : teknik chin lift atau jawthrust
keletihan otot pernapasan Airway patency bila perlu
Vital sign Status  Posisikan pasien untuk
Kriteria Hasil : memaksimalkan ventilasi
 Suara nafas yang bersih,  Identifikasi pasien perlunya
tidakada sianosis dan pemasangan alat jalan nafas
dyspneu buatan
 Menunjukkan jalan nafas  Pasang mayo bila perlu
yang paten (irama  Lakukan fisioterapi dada jika
nafas,frekuensi perlu
pernafasandalam rentang  Keluarkan sekret dengan batuk
normal, tidak ada suara atau suction
nafas abnormal)
 Auskultasi suara nafas, catat
 Tanda-Tanda vital dalam adanya suara tambahan
rentang normal(tekanan
 Lakukan suction pada mayo
darah, nadi, pernafasan)
 Berikan bronkodilator bila perlu
 Berikan pelembab udara Kassa
basah NaCl Lembab
 Atur intake untuk cairan
mengoptimalkan keseimbangan.
 Monitor respirasi dan status O2
Terapi Oksigen
 Bersihkan mulut, hidung dan
secret trakea
 Pertahankan jalan nafas yang
paten
 Atur peralatan oksigenasi
 Monitor aliran oksigen
 Pertahankan posisi pasien
 observasi adanya tanda tanda
hipoventilasi
 Monitor adanya kecemasan
pasien terhadap oksigenasi
Vital sign Monitoring
 Monitor TD, nadi, suhu, dan RR
 Catat adanya fluktuasi tekanan
darah
 Monitor VS saat pasien
berbaring, duduk, atau berdiri
 Auskultasi TD pada kedua
lengan dan bandingkan
 Monitor TD, nadi, RR,
sebelum, selama, dan setelah
aktivitas
 Monitor kualitas dari nadi
 Monitor frekuensi dan irama
pernapasan
 Monitor suara paru
 Monitor pola pernapasan
abnormal
 Monitor suhu, warna, dan
kelembaban kulit
 Monitor sianosis perifer
 Monitor adanya cushing triad
(tekanan nadi yangmelebar,
bradikardi, peningkatan sistolik)
 Identifikasi penyebab dari
perubahan vital sign

Ketidakseimbangan nutrisi Nutritional status : food Nutrition Manajemen


kurang dari kebutuhan and fluid status,  kaji adanya alergi makanan
tubuh berhubungan dengan nutritition intake, weight  kaji kemampuan pasien
aspek biologis control mendapatkan nutrisi yang
Kriteria Hasil: dibutuhkan
 Adanya peningkatan  kolaborasi ahli izi
berat badan  yakinkan diet yang dikonsumsi
 Mampu mengandung tinggi serat
mengidentifikasikan Nutrition Monitoring
kebutuhan nutrisi  monitor penurunan berat badan
 turgor kulit baik  monitor lingkungan selama
 tidak ada tanda malnutrisi makan
 peningkatan fungsi  jadwalkan pengobatan dan
menelan tindakan tidak saat makan
 tidak terjadi penurunan  monitor turgor kulit
berat badan yang berarti  monitor mula muntah
 monitor kadar albumin, hct, total
protein dan hb

Gangguan pertukaran gas Respiratory Status : Gas Airway Management


berubungan dengan exchange  Buka jalan nafas, guanakan
Respiratory Status : teknik chin lift atau jaw thrust
perubahan membran ventilation bila perlu
alveolar kapiler Vital Sign Status  Posisikan pasien untuk
Kriteria Hasil : memaksimalkan ventilasi
 Mendemonstrasikan  Identifikasi pasien perlunya
peningkatan ventilasi dan pemasangan alat jalan nafas
oksigenasi yang adekuat buatan
 Memelihara kebersihan  Pasang mayo bila perlu
paru paru dan bebas dari  Lakukan fisioterapi dada jika
tanda tanda distress perlu
pernafasan  Keluarkan sekret dengan batuk
 Mendemonstrasikan atau suction
batuk efektif dan suara  Auskultasi suara nafas, catat
nafas yang bersih, tidak adanya suara tambahan
ada sianosis dan dyspneu
 Lakukan suction pada mayo
(mampu mengeluarkan
sputum, mampu bernafas  Berikan bronkodilator bila perlu
dengan mudah, tidak ada  Berikan pelembab udara Kassa
pursed lips) basah NaCl Lembab
 Tanda tanda vital dalam  Atur intake untuk cairan
rentang normal mengoptimalkan keseimbangan.
 Monitor respirasi dan status O2
Respiratory Monitoring
 Monitor rata-rata, kedalaman,
irama dan usaha respirasi
 Catat pergerakan dada,
pengggunaan otot tambahan,
retraksi supraclavicular dan
intracostal
 Monitor suara napas
 Monitor pola napas, bradipnea,
takipnea, kussmaul,
hiperventilasi
 Monitor kelelahan diafragma
 Auskultasi suara napas, catat
area penurunan

Intoleransi aktivitas Energy conservation Activity therapy


berhubungan dengan Activity tolerance  Catat frekuensi jantung, irama
Self care : ADL dan perubahan tekanan darah
kelemahan umum, Kriteria Hasil : sebelum, selama dan sesudah
ketidakseimbangan antara  Berpartisipasi dalam aktivitas.
suplay dan kebutuhan aktivitas fisik tanpa  Bantu klien mengidentifikasi
oksigen. disertai peningkatan aktivitas yang mampu dilakukan
tekanan darah, nadi dan  Bantu untuk memilih aktivitas
RR konsisten yang sesuai dengan
 Mampu melakukan kemampuan fisik, psikologis dan
aktivitas sehari hari sosial
(ADLs) secara mandiri  Tingkatkan istirahat / batasi
 Nyeri berkurang aktivitas.
 Tidak mudah lelah  Berikan penguatan positif ketika
aktif beraktivitas
 Monitor respon fisik, emosi saat
beraktivitas
 Anjurkan klien menghindarkan
peningkatan tekanan abdomen.
 Jelaskan pola peningkatan
bertahap dan tingkat aktivitasnya
 Kolaborasi dengan tenaga
rehabilitasi medik dalam
merencanakan program terapi

Ansietas (orang tua) Anxiety self control Anxiety Reduction


berhubungan dengan Anxiety level  Kaji tingkat kecemasan
Coping  Dengarkan dengan penuh
ancaman integritas biologis kriteria hasil: perhatian
 mampu mengidentifikasi  Ciptakan hubungan saling
dan mengungkapkan percaya
gejala cemas  Evaluasi tingkat ansietas, catat
 mampu verbal dan non verbal pasien.
mengindentifikasi,  Pahami prospektif klien terhadap
mengungkapkan dan stress
menunjukan teknik  Jelaskan dan persiapkan untuk
mengontrol cemas tindakan prosedur sebelum
 postur tubuh, ekspresi dilakukan
wajah menunjukan  Anjurkan keluarga untuk
kecemasan berkurang menemani disamping klien
 Bantu klien untuk mengenal
situasi yang menimbulkan
kecemasan
 Dorong klien untuk
mengungkapkan perasaan,
persepsi dan ketakutan
 Ajarkan teknik relaksasi
 Berikan informasi tentang
diagnosa, prognosis dan tindakan
 dampingi pasien untuk
mengurangi kecemasan dan
meningkatkan kenyamanan
 beri dukungan spiritual
DAFTAR PUSTAKA

Amin Huda. 2015. Diagnosis Keperawatan, Definisi Dan Klasication, 2015-2017. Edisi 10.
EGC, Jakarta

___________, Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis Dan Nanda Nic-
Noc. Jilid 1. EGC. Jakarta
Morton, G. 2014. Kapita Selekta Kedokteran jilid 1 dan 2. Media Aesculapius. Jakarta

Ngastiya. 2014. Perawatan Anak Sakit. Edisi 2. EGC. Jakarta

Padila. 2013. Asuhan Keperawatan Penyakit Dalam. Nuha Medika. Yogyakarta

Peate, M. N. 2015. Dasar-dasar Patofisiologi Terapan edisi 2. Bumi Medika. Jakarta


Suriadi dkk, 2013. Asuhan Keperawatan pada Anak. Edisi 1. CV Sagung Seto. Jakarta

Anda mungkin juga menyukai