Anda di halaman 1dari 30

GAS DAN TERMODINAMIKA

Disusun Oleh :

NAMA : SANTI LAMUSE


NIM. : 1909200413211021

PROGRAM STUDI GIZI


INSTITUT TEKNOLOGI DAN KESEHATAN AVICENNA
KENDARI
2019
KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim
Puji syukur kehadirat Allah SWT Dzat penguasa alam semesta yang telah
memberikan taufiq, rahmat, hidayah serta inayahnya sehingga saya dapat
beraktivitas untuk menyusun dan menyelesaikan makalah yang berjudul “gas dan
termodinamika “ ini. Walaupun banyak isi dari rangkuman karya ilmiah ini saya
kutip langsung dari sumber. Tapi saya berharap karya ilmiah ini dapat membantu
dan menambah wawasan saudara-saudari yang ingin lebih memahami atau
mengetahui sekilas tentang “teori kinetik gas dan termodinamika “.

Makalah ini berisi informasi tentang “teori kinetik gas dan


termodinamika “. Yang kami harapkan pembaca dapat mengertahui berbagai
aspek yang berhubungan dengan teori kinetik gas dan termodinamika yang akan
kami bahas ini.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh
karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami
harapkan demi kesempurnaan makalah ini di masa yang akan datang.
Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah
berperan serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir.Semoga
Tuhan Yang Maha Esa senantiasa meridhoi segala usaha kita.Amin.
Dan akhirnya semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua terutama
bagi pembaca. Terima kasih,

Unaaha, Oktober 2019

Penulis
DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL ……………………………………………………………………...

KATA PENGANTAR …………………………………………………….

DAFTAR ISI ……………………...……………………………………………1

BAB I PENDAHULUAN………………………………………………........... 2

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Gas Ideal …………….............………..……………………………..3

2.2 Hukum boyle …………………........………………………………..6

2.3 Hukum gay lussac …………………………………………………..6

2.4 Hukum Charles ………………………...…………………………..7

2.5 Teorema Ekipartisi Energi…………….....………………………..8

2.6 Laju rms ……………………………………..............……………..10

2.7 Energi Dalam Gas Nyata ………………………………………….12

2.8 Persamaan Untuk Gas Nyata………………………..…………….13

2.9 Hukum Ke Nol Termodinamika…………………….…………….14

2.10 Sistem dan lingkungan …………………………….……………..15

2.11 Diagram P-V ……………………………………….................…..20

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan…………………………………………………………..27

3.2 Saran………………………………………………………………….27

DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………...28

1
BAB I

PENDAHULUAN

Gas merupakan suatu zat yang molekul atau partikelnya bergerak bebas.

pada makalah ini akan dipelajari mengenai sifat mikroskopik dari suatu gas

dengan meninjau dari tekanan, volum dan suhu yang sering disebut dengan teori

kinetik gas.

Teori kinetik gas menjelaskan tentang perilaku gas ideal. Gas ideal akan

mengalami perubahan keadaan jika diberi perlakuan mengikuti proses proses

termodinamika. Teori kinetic adalah teori yang menjelaskan perilaku system-

sistem fisis yang menganggap bahwa system-sistem fisis tersebut terdiri atas

sejumlah besar molekul yang bergerak sangat cepat.

Partikel gas dalam ruang berhubungan dengan tekanan, volume dan suhu.

Berapapun partikel gas, dapat diletakkan dalam suatu ruangan dengan volume

tertentu, begitupula sebaliknya. Gas terdiri atas gas ideal dan gas sejati

Selain itu akan dipelajari juga ilmu tentang energi yang sering disebut

termodinamika, yang secara spesifik membahas tentang hubungan antara energi

panas dengan kerja. energi dapat berubah dari satu bentuk ke bentuk lain, baik

secara alami maupun hasil rekayasa teknologi.

Selain itu energi di alam semesta bersifat kekal, tidak dapat

dibangkitkan atau dihilangkan, yang terjadi adalah perubahan energi dari

satu bentuk menjadi bentuk lain tanpa ada pengurangan atau penambahan. hal

ini erat hubungannya dengan hukum – hukum dasar pada termodinamika.

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Gas Ideal

Dalam hal ini yang disebut gas ideal adalah gas yang memenuhi

asumsi-asumsi sebagai berikut :

a. Terdiri atas partikel dalam jumlah yang banyak dan tidak ada gaya

tarik-menarik antar patikel.

b. Setiap partikel gas selalu bergerak dengan arah acak (sembarang).

c. Ukuran partikel diabaikan terhadap ukuran wadah.

d. Setiap tumbukan yang terjadi secara lenting sempurna.

e. Partikel-partikel gas terdistribusi merata pada seluruh ruang dalam

wadah.

f. Gerak partikel gas memenuhi hukum newton tentang gerak.

g. Tidak ada energi yang hilang.

h. Ukuran lebih kecil dari jari – jari.

i. Masih berlaku hukum – hukum newton

Berdasarkan eksperimen persamaan keadaan gas yang telah

dilakukan dengan mengubah besaran tekanan, volum, dan suhu ternyata

ada kesebandingan antara hasil kali tekanan dan volum terhadap suhu yaitu

sebagai berikut :

PV α T
Demikian juga dengan massa sistem gas setelah divariasi dengan tekanan,

volum, dan suhu terdapat kesebandingan yaitu sebagai berikut :

PV α MT

3
Untuk membuat persamaan diatas menjadi sempurna maka

diperlukan suatu konstanta pembanding yang nilainya sama untuk semua

gas. Dari hasil eksperimen nilai konstanta pembanding adalah berbeda

untuk setiap gas jika kita menggunakan satuan massa tetapi menggunakan

mol. 1 mol didefinisikan sebagai jumlah zat yang ada pada 12 gram atom

karbon-12 yaitu sebanyak 6,02 x 1023 partikel. Bilangan 6,02 x 1023 disebut

bilangan avogrado (No).

Dengan demikian mol zat dapat dinyatakan dalam jumlah partikel n

seperti berikut :

n= atau N = n No

Dengan :

n = Jumlah zat (mol)

N = Banyaknya partikel (molekul)

No = Bilangan avogrado (6,02 x 1023)

Konstanta perbandingan universal, yang berlaku untuk semua gas adalah r

(konstanta gas universal) sehingga persamaan keadaan gas ideal dapat

ditulis manjadi seperti berikut:

Pv=nrt

Dengan :

P = Tekanan gas (atm atau n/m2)

v = Volum gas (m3 atau liter)

n = Jumlah mol gas (mol)

r = Tetapan gas universal (8,31 j/mol k)

4
t = Suhu gas (k)

pv = r t

pv = n k t
Oleh karena n = maka persamaan keadaan gas ideal dapat dinyatakan

dalam jumlah molekul.

Dengan k = = tetapan boltzman (1,38x10-23 j/k)

p = Tekanan gas (n/m2)

v = Volum gas (m3)

n = Jumlah molekul

t = Suhu gas (k)

Jika ditinjau dari sudut pandang mikroskopik, partikel-partikel zat

saling memberikan gaya tarik berasal dari sifat elektris maupun

gravitasinya (hukum newton tentang gravitasi). Selain gaya tarik

antarpartikel juga terdapat gaya tolak antarpartikel yang berasal dari sifat

elektris inti atom yang bermuatan positif. Massa atom terpusat pada inti

atom sehingga jika jarak atom terlalu dekat maka akan terjadi gaya tolak

yang cukup besar dari atom-atom tersebut. Dengan demikian, terdapat

jarak minimum yang harus dipertahankan oleh atom-atom tersebut agar

tidak terjadi gaya tolak.

2.2 Hukum boyle


Hukum boyle yang berbunyi bila massa dan suhu suatu gas dijaga

konstan maka volum gas akan berbanding terbalik dengan tekanan mutlak,

yang dikemukakan oleh robert boyle (1627-1691).

5
Pernyataan lain dari hukum boyle adalah bahwa hasil kali antara tekanan

dan volum akan bernilai konstan selama massa dan suhu gas dijaga

konstan. Secara matematis dapat di tulis:

Pv=

c
Keterangan:

p = Tekanan gas (n/ m2 atau pa)

v = Volum gas (m3)

c = Tetapan berdimensi usaha

2.3 Hukum gay lussac

Pada volume konstan, tekanan gas berbanding lurus dengan suhu

mutlak gas. Hubungan ini dikenal dengan julukan hukum gay-lussac,

dinyatakan oleh joseph gey lussac (1778-1850).

Untuk gas dalam suatu wadah yang mengalami pemanasan dengan volum

dijaga tetap, pada proses 1 dan 2 hukum gay-lussac dapat ditulis seperti

berikut:

= c ===> v = tetap atau p = c.t

= ===> v = tetap

Dengan :

p1 = Tekanan mula-mula (atm)

p2 = Tekanan akhir (atm)

t1 = Suhu mutlak mula-mula (k)

t2 = Suhu akhir (k)

Hukum boyle-gay lussac

6
Suatu rumus turunan dari perkembangan dari hukum boyle dan gay lussac

yaitu persamaan keadaan gas yang lebih umum yang menghubungkan

besaran tekanan, volum, dan suhu dalam berbagai keadaaa, sehingga

memperoleh persamaan berikut :

= c apabila dalam dua keadaan maka dapat ditulis dengan =

Keterangan :

p1 = Tekanan gas mula-mula (n/m2)

v1 = Volum gas mula-mula (m3)

t1 = Suhu mutlak gas mula-mula (k)

p2 = Tekanan gas akhir (n/m2)

v2 = Volum gas akhir (m3)

t2 = Suhu mutlak gas akhir (k)


2.4 Hukum Charles

Hukum charles berbunyi volum gas berbanding lurus dengan suhu

mutlak, selama massa dan tekanan gas dijaga konstan, dikemukakan oleh

Jacques charles tahun 1787. Dengan demikian volum dan suhu suatu gas

pada tekanan konstan adalah berbanding lurus dan secara matematis

kesebandingan tersebut dapat dituliskan sebagai berikut:

v = kt

Dengan, k adalah konstanta

Kemudian untuk gas dalam suatu wadah yang mengalami

perubahan volum dan suhu dari keadaan 1 ke keadaan 2 saat tekanan dan

massa dijaga konstan, dapat dirumuskan berikut :

v1 = v2
t1 t2

7
Dengan :

v1 = Volum gas mula-mula (m3)

v2 = Volum gas akhir (m3)

t1 = Suhu gas mula-mula (k)

t2 = Suhu gas akhir (k)

2.5 Teorema Ekipartisi Energi

Dalam mekanika statistika klasik, teorema ekuipartisi adalah

sebuah rumusan umum yang merelasikan temperatur suatu sistem

dengan energi rata-ratanya. Teorema ini juga dikenal sebagai hukum

ekuipartisi, ekuipartisi energi, ataupun hanya ekuipartisi. Gagasan dasar

teorema ekuipartisi adalah bahwa dalam keadaan kesetimbangan termal,

energi akan terdistribusikan secara merata ke semua bentuk-bentuk energi

yang berbeda; contohnya energi kinetik rata-rata per derajat kebebasan

pada gerak translasi sebuah molekul haruslah sama dengan gerak

rotasinya.

Teorema ekuipartisi mampu memberikan prediksi-prediksi yang

kuantitatif. Seperti pada teorema virial, teorema ekuipartisi dapat

memberikan hasil perhitungan energi kinetik dan energi potensial rata-rata

total suatu sistem pada satu temperatur tertentu, yang darinya kapasitas

kalor sistem dapat dihitung. Namun, teorema ekuipartisi juga memberikan

nilai rata-rata komponen individual energi tersebut, misalnya energi

kinetik suatu partikel ataupun energi potensial suatu dawai. Contohnya,

teorema ini dapat memberikan prediksi bahwa setiap molekul dalam

8
suatu gas ideal monoatomik memiliki energi kinetik rata-rata sebesar

(3/2)kBT dalam kesetimbangan termal, dengan kB adalah tetapan

Boltzmann dan T adalah temperatur. Secara umum, teorema ini dapat

diterapkan ke semua sistem-sistem fisika klasik yang berada

dalam kesetimbangan termal tak peduli seberapa rumitnya sekalipun

sistem tersebut. Teorema ekuipartisi dapat digunakan untuk

menurunkan hukum gas ideal dan hukum Dulong-Petit untuk kapasitas

kalor jenis benda padat. Teorema ini juga dapat digunakan untuk

memprediksi sifat dan ciri bintang-bintang, bahkan berlaku juga

untuk katai putih dan bintang neutron, karena teorema ini berlaku pula

ketika efek-efek relativitas diperhitungkan.

Walaupun teorema ekuipartisi memberikan prediksi yang sangat

akurat pada kondisi-kondisi tertentu, teorema ini menjadi tidak akurat

ketika efek-efek kuantum menjadi signifikan, misalnya pada temperatur

yang sangat rendah. Ketika energi termal kBT lebih kecil daripada

perjarakan energi kuantum pada suatu derajat kebebasan, energi rata-rata

dan kapasitas kalor dari derajat kebebasan ini akan lebih kecil daripada

nilai energi yang diprediksi oleh teorema ekuipartisi. Derajat kebebasan ini

dikatakan menjadi "beku" ketika energi termal lebih kecil daripada

perjarakan energi kuantum ini. Contohnya, kapasitas kalor suatu benda

padat akan menurun pada temperatur rendah seiring dengan membekunya

berbagai jenis gerak yang dimungkinkan. Hal ini berlawanan dengan

prediksi teorema ekuipartisi yang memprediksikan nilai kapasitas kalor

yang konstan. Fenomena menurunnya kapasitas kalor ini memberikan

9
tanda awal bagi para fisikawan abad ke-19 bahwa fisika klasik tidaklah

benar dan diperlukan model ilmiah baru yang lebih akurat dalam

menjelaskan fenomena ini. Selain itu, teorema ekuipartisi juga gagal dalam

memodelkan radiasi benda hitam (juga dikenal sebagai bencana

ultraviolet). Hal ini mendorong Max Planck untuk mencetuskan gagasan

bahwa energi yang dipancarkan oleh suatu objek terpancarkan dalam

bentuk terkuantisasi. Hipotesis revolusioner ini kemudian memacu

perkembangan mekanika kuantum dan teori medan kuantum.

2.6 Laju rms

Pada atmosfir planet bumi tidak ada gas helium dan hidrogen

bebas. Yang ada hanya nitrogen (78 %), oksigen (21 %), argon (0,90 %),

karbondioksida dll. Atmosfir Venus hampir seluruhnya berisi

karbondioksida (CO2). Atmosfir Yupiter mempunyai banyak helium dan

hidrogen bebas. Bulan tidak mempunyai atmosfir. Mengapa jenis atmosfir

setiap planet berbeda‐beda ? Mengapa helium dan hidrogen bebas tidak

ada di atmosfir bumi ?

Kecepatan akar kuadrat rata‐rata = root mean square = vrms. Kita

bisa menurunkan persamaan vrms dengan mengubah persamaan Suhu dan

Energi Kinetik translasi.

10
Keterangan :

v rms = kecepatan atau laju akar kuadrat rata‐rata (m/s)

k = Konstanta Boltzman n (k = 1,38 x 10‐23 J/K)

T = Suhu mutlak (K = Kelvin)

m = massa (kg)

Keterangan :

11
v rms = kecepatan atau laju akar kuadrat rata‐rata (m/s)

R = Konstanta gas universal (R = 8,315 J/mol.K = 8315 kJ/kmol.K)

2.7 Energi Dalam Gas Nyata

Energi dalam (U) adalah total energi yang dikandung dalam sebuah

sistem dengan mengecualikan energi kinetik (Ek)

pergerakan sistem sebagai satu kesatuan dan energi potensial (Ep) sistem

akibat gaya-gaya dari luar. Oleh karena itu energi dalam bisa dirumuskan

dengan persamaan E = Ek + Ep (ini salah. Rumus ini untuk mencari energi

mekanik ni) . Namun karena besar energi kinetik dan energi potensial pada

sebuah sistem tidak dapat diukur, maka besar energi dalam sebuah sistem

juga tidak dapat ditentukan, yang dapat ditentukan adalah

besar perubahan energi dalam suatu sistem.

Perubahan energi dalam dapat diketahui dengan

mengukur kalor (q) dan kerja (w), yang akan timbul bila suatu sistem

bereaksi. Oleh karena itu, perubahan energi dalam dirumuskan dengan

persamaan E = q - w.

Jika sistem menyerap kalor, maka q bernilai positif. Jika sistem

mengeluarkan kalor, maka q bernilai negatif.

Jika sistem melakukan kerja, maka w pada rumus tersebut bernilai

positif. Jika sistem dikenai kerja oleh lingungan, maka w bernilai negatif.

Jadi bila suatu sistem menyerap kalor dari lingkungan sebesar 10

kJ, dan sistem tersebut juga melakukan kerja sebesar 6 kJ, maka perubahan

energi dalam-nya akan sebesar 4 kJ.

12
Perubahan energi dalam bernilai 0 jika jumlah kalor yang masuk

sama besar dengan jumlah kerja yang dilakukan, dan jika kalor yang

dikeluarkan sama besar dengan kerja yang dikenakan pada sistem. Artinya,

tidak ada perubahan energi dalam yang terjadi pada sistem.dan sop 2 botol

bier 1 botol.

2.8 Persamaan Untuk Gas Nyata

Hukum-hukum gas antara lain hukum Boyle, hukum Charles dan

hukum Gay‐Lussac tidak berlaku untuk semua kondisi gas maka analisis

kita akan menjadi lebih sulit. Untuk mempermudah analisis, dibuat suatu

model gas ideal. Gas ideal tidak ada dalam kehidupan sehari‐hari, gas ideal

hanya bentuk sempurna yang sengaja dibuat untuk mempermudah analisis.

Adanya konsep gas ideal ini juga sangat membantu kita dalam meninjau

hubungan antara ketiga hukum gas tersebut.

Hubungan antara suhu, volume dan tekanan gas

Dengan berpedoman pada ketiga hukum gas di atas, kita bisa

menurunkan hubungan yang lebih umum antara suhu, volume dan tekanan

gas.

Jika persamaan 1, persamaan 2 dan persamaan 3 digabung menjadi

satu, maka akan tampak seperti ini : PV ∝ T → Perbandingan 4

Perbandingan ini menyatakan bahwa tekanan (P) dan volume (V)

sebanding dengan suhu mutlak (T).

13
2.9 Hukum Ke Nol Termodinamika

Sejauh ini kita baru meninjau kesetimbangan termal yang dialami

oleh dua benda yang bersentuhan. Untuk memahami konsep

kesetimbangan termal secara lebih mendalam, mari kita tinjau tiga benda

(sebut saja benda A, benda B dan benda C). Misalnya benda B dan benda

C tidak saling bersentuhan, tetapi benda A bersentuhan dengan benda B

dan benda A bersentuhan dengan benda C. Amati gambar di bawah.

Karena saling bersentuhan maka benda A dan benda B berada

dalam kesetimbangan termal, demikian juga benda A dan benda C berada

dalam kesetimbangan termal. Apakah benda B dan benda C yang tidak

saling bersentuhan juga berada dalam kesetimbangan termal ?

Jika hanya menggunakan logika, kita bisa mengatakan bahwa

benda B dan benda C juga berada dalam kesetimbangan termal, sekalipun

keduanya tidak bersentuhan. Benda A dan benda B berada dalam

kesetimbangan termal, berarti suhu benda A = suhu benda B. Benda A dan

benda C juga berada dalam kesetimbangan termal, suhu benda A = suhu

benda C. Karena TA = TB dan TA = TC, maka TB = TC.

Berhubung fisika tidak hanya mengandalkan logika, maka perlu

dibuktikan melalui percobaan. Berdasarkan hasil percobaan, ternyata

benda B dan benda C juga berada dalam kesetimbangan termal. Dalam hal

ini, suhu benda B = suhu benda C. Jadi walaupun benda B dan benda C

tidak saling bersentuhan, tapi karena keduanya bersentuhan dengan benda

A, maka benda B dan benda C juga berada dalam kesetimbangan termal.

14
Hal ini disimpulkan dalam sebaris kalimat indah berikut ini : Jika dua

benda berada dalam kesetimbangan termal dengan benda ketiga, maka

ketiga benda tersebut berada dalam kesetimbangan termal satu sama

lain.

Hukum ke nol termodinamika menjelaskan prinsip

kerja termometer, alat pengukur suhu. Tinjau sebuah termometer raksa

atau termometer alkohol. Alkohol atau raksa bersentuhan dengan kaca dan

kaca bersentuhan dengan benda yang diukur suhunya, misalnya udara, air

atau tubuh manusia. Walaupun raksa tidak bersentuhan dengan udara atau

air atau tubuh manusia, tetapi karena raksa bersentuhan dengan kaca maka

ketika kaca dan udara atau air atau tubuh manusia berada dalam

kesetimbangan termal, maka raksa dan udara atau air atau tubuh manusia

juga berada dalam kesetimbangan termal.

Hukum-hukum fisika biasanya dimulai dari 1, jarang dimulai dari

nol. Disebut hukum ke-0 termodinamika karena setelah hukum ke-1

termodinamika, hukum ke-2 termodinamika dan hukum ke-3

termodinamika dirumuskan, para ilmuwan menyadari bahwa ada sebuah

hukum yang lebih mendasar yang belum dirumuskan. Karenanya para

ilmuwan menyebut hukum ini sebagai hukum ke-0 termodinamika.

2.10 Sistem dan lingkungan

Mesin pendingin merupakan mesin kalor yang bekerja terbalik.

Jadi mesin kalor mengambil kalor dari tempat yang bersuhu rendah dan

membuang kalor tersebut ke tempat yang bersuhu tinggi. Agar proses ini

bisa terjadi maka mesin harus melakukan kerja. Bagaimanapun kalor

15
secara alami hanya mau mengalir dari tempat bersuhu tinggi menuju

tempat bersuhu rendah. Kalor tidak mungkin mengalir dengan sendirinya

dari tempat bersuhu rendah menuju tempat bersuhu tinggi. Hal ini sesuai

dengan penyataan Clausius yang telah diulas sebelumnya. Untuk proses

yang terjadi pada mesin pendingin, pernyataan Clausius sebelumnya bisa

ditulis dalam pernyataan berikut :

Tidak mungkin ada mesin pendingin (yang bekerja dalam suatu

siklus) yang dapat memindahkan kalor dari tempat bersuhu rendah

menuju tempat bersuhu tinggi, tanpa disertai dengan usaha (Hukum

kedua termodinamika – pernyataan Clausius).

Tulisan yang dicetak miring ini merupakan salah satu pernyataan

khusus hukum kedua termodinamika. Pernyataan ini hanya berlaku untuk

mesin pendingin. Proses perubahan bentuk energi dan perpindahan energi

16
pada mesin pendingin tampak seperti diagram

di bawah.

Mesin melakukan kerja (W) untuk mengambil kalor dari tempat

bersuhu rendah (QL) dan membuang kalor tersebut ke tempat bersuhu

tinggi (QH). Berdasarkan kekekalan energi bisa disimpulkan bahwa QL +

W = QH.

Kalau dalam mesin kalor digunakan istilah efisiensi, maka dalam

mesin pendingin digunakan istilah koefisien kinerja (KK). Koefisien

kinerja (KK) mesin pendingin merupakan perbandingan antara Kalor yang

dipindahkan dari tempat bersuhu rendah (QL) dengan kerja (W) yang

dilakukan untuk memindahkan kalor tersebut. Secara matematis bisa

ditulis seperti ini :

17
Jika ingin menyatakan koefisien kinerja mesin pendingin dalam

persentase, kalikan saja persamaan ini dengan 100 %. Koefisien Kinerja

mesin pendingin ideal (Koofisien kinerja pendingin Carnot) :

Terdapat beberapa mesin pendingin yang biasa kita gunakan,

antara lain kulkas, AC (pendingin ruangan) dan pompa kalor.

a. Kulkas

Kondensor = pengubah uap menjadi cair, kompresor = penekan.

Gulungan pendingin biasanya berada di dalam kulkas, sedangkan

gulungan kondensor berada di luar kulkas (di belakang kulkas).

18
Di dalam gulungan terdapat fluida yang berada dalam

keseimbangan fase (berada dalam wujud cair dan uap). Fluida tersebut

dikenal dengan julukan refrigeran. Refrigeran yang biasa digunakan

pada masa lalu adalah freon. Saat ini freon tidak digunakan lagi karena

pelepasan zat ini dapat merusak lapisan ozon.

Motor kompresor (digerakkan oleh listrik) menyedot refrigeran

(dalam wujud uap) dan menekannya secara adiabatik. Karena ditekan

secara adiabatik maka suhu uap meningkat. Karena suhu meningkat

maka tekanan uap juga meningkat. Adanya perbedaan suhu antara

kompresor (suhu tinggi) dan kondensor (suhu rendah) menyebabkan

uap yang bersuhu tinggi dan bertekanan tinggi mengalir melewati

gulungan kondensor yang berada di belakang kulkas.

Suhu uap lebih tinggi daripada suhu udara sekitar sehingga

ketika mengalir melalui gulungan kondensor, uap melepaskan kalor ke

udara sekitar. Karena dikondensasi oleh kondensor maka uap

mendingin dan berubah menjadi cair. Ketika mengalir melalui katup

pemuai, refrigeran yang sudah berubah menjadi cair dimuaikan secara

adiabatik. Adanya pemuaian adiabatik menyebabkan cairan menjadi

semakin dingin (suhunya menurun). Cairan dingin mengalir di dalam

gulungan yang berada di dalam kulkas. Karena cairan dalam gulungan

lebih dingin daripada udara dalam kulkas maka kalor diserap cairan

hingga refrigeran berubah wujud menjadi uap (cairan menyerap kalor

dalam kulkas). Refrigeran yang sudah menjadi uap disedot oleh motor

kompresor dan ditekan secara adiabatik. Dan seterusnya… (prosesnya

19
diulangi lagi). Karena kalor yang berada di dalam kulkas bergerak

menuju cairan yang berada di dalam gulungan maka kulkas menjadi

dingin.

b. AC (penyejuk ruangan)

Walaupun rancangan alatnya berbeda, pada dasarnya prinsip kerja

penyejuk ruangan mirip seperti kulkas. Untuk kasus ini,

isi kulkas adalah sebuah ruangan. Biasanya gulungan pendingin berada

di dalam ruangan sedangkan gulungan kondensor berada di luar

ruangan. Pada bagian belakang gulungan kondensor terdapat kipas.

Tugas kipas hanya mengatur sirkulasi udara dan meniup gulungan

kondensor sehingga perpindahan kalor dari gulungan kondensor dan

udara sekitar bisa terjadi lebih cepat. Sebaliknya, di bagian belakang

gulungan pendingin terdapat blower alias peniup. Tugasnya mirip

seperti kipas.. Kalau kipas meniup gulungan kondensor yang ada di luar

ruangan sehingga kalor menuju udara sekitar, maka blower meniup

gulungan pendingin yang ada di dalam ruangan sehingga udara dingin

bisa menyebar dalam ruangan.

c. Pompa Kalor

Pompa kalor biasanya digunakan di daerah bermusim dingin.

Prinsip kerja pompa kalor mirip seperti mesin pendingin. Bedanya,

mesin pendingin merupakan alat yang digunakan untuk mendinginkan

ruangan, sedangkan pompa kalor digunakan untuk menghangatkan

ruangan. Kalau mesin pendingin melakukan kerja untuk mengambil

kalor di dalam ruangan (QL) dan membuangnya ke luar ruangan (QH),

20
maka pompa kalor mengambil kalor di luar ruangan (QL) dan

membuangnya ke dalam ruangan (QH). Adanya tambahan kalor

menyebabkan ruangan menjadi lebih hangat. Ketika musim panas tiba,

pompa kalor bisa dibalik menjadi penyejuk ruangan (AC)

2.11 Diagram P-V

Diagram P-V adalah suatu diagram yang menyatakan hubungan

antara perubahan volume dengan perubahan tekanan yang terjadi di dalam

silinder, pada setiap langkah torak selama satu siklus.

Secara umum guna keperluan analisa motor bakar, diagram P-V

dianggap sebagai siklus ideal. Siklus udara menggunakan beberapa

keadaan yang sama dengan siklus aslinya. Misalnya mengenai proses,

perbandingan kompresi, pemilihan temperatur dan tekanan pada suatu

keadaan dan penambahan kalor yang sama persatuan berat udara.

a. Diagram P-V Motor Otto Dua Langkah dan Empat Langkah

Siklus motor otto merupakan siklus udara pada volume konstan,

siklus ini digambarkan dengan grafik P vs V (P versus V). Sifat ideal

yang dipergunakan serta keterangan mengenai proses siklusnya adalah

sebagai berikut:

1) Fluida kerja dianggap sebagai gas ideal dengan kalor spesifik yang

konstan.

2) Langkah isap (0 – 1) merupakan proses dengan tekanan konstan

(isobarik).

3) Langkah kompresi (1– 2) adalah proses isentropik (entropi = c)

21
4) Proses pembakaran volume konstan (2– 3) dianggap sebagai proses

pemasukkan kalor pada volume konstan.

5) Langkah kerja (3– 4) adalah proses isentropik.

6) Proses pembuangan (4– 1) dianggap sebagai proses pengeluaran

kalor pada volume konstan.

7) Langkah buang (1– 0) adalah proses tekanan konstan (isobarik).

Siklus dianggap tertutup artinya siklus ini berlangsung dengan

fluida kerja yang sama atau gas yang berada didalam silinder pada titik (1)

dapat dikeluarkan dari dalam silinder pada waktu langkah buang, pada

langkah isap berikutnya akan masuk sejumlah fluida kerja yang sama.

Diagram P– V Motor Otto Dua Langkah

Keterangan:

1-2 = Langkah Kompresi tekanan bertambah, Q = c (adiabatik)

2-3 = Pembakaran, P naik, V = c (isokhorik)

3-4 = Langkah Kerja V bertambah, P turun (adiabatik)

4-5 = Awal Pembuangan

5-6 = Awal Pembilasan

6-7 = Akhir Pembilasan

DIAGRAM P - V

22
Diagram P-V Motor Otto 4 Langkah

Keterangan :

0-1 = Langkah hisap pada P = c (isobaric)

1-2 = Langkah kompresi, P bertambah, Q = c (adiabatic)

2-3 = Pembakaran, P naik, V = c (isochoric)

3-4 = Langkah kerja P bertambah, V = c (adiabatic)

4-1 = Pengeluaran kalor sisa pada V = c (isochoric)

1-0 = Langkah buang pada P = c

b. Diagram P-V Motor Diesel Dua Langkah dan Empat Langkah

Siklus motor diesel merupakan siklus udara pada tekanan

konstan. Pada umumnya jenis motor bakar diesel dirancang untuk

memenuhi siklus ideal diesel yaitu seperti siklus otto tetapi proses

pemasukkan kalornya dilakukan pada tekanan konstan. Perbedaannya

23
mengenai pemasukkan sebanyak qm pada siklus diesel dilaksanakan

pada tekanan konstan.

Diagram P–V Motor Diesel 2 Langkah

Keterangan:

1-2 = Langkah kompresi tekanan bertambah, Q = c (adiabatik)

2-3 = Pembakaran, P naik, V =c (isokhorik)

3-4 = Langkah kerja V bertambah, P turun (adiabatk)

4-5 = Awal pembuangan

5-6 = Awal pembilasan

6-7 = Akhir pembilasan

Diagram P-V Motor Diesel 4 Langkah

Keterangan :

0-1 = Langkah hisap pada P = c (isobarik)

1-2 = Langkah kompresi, P bertambah, Q = c (adiabatic)

2-3 = Pembakaran, pada tekanan tetap (isobaric)

3-4 = Langkah kerja P bertambah, V =c (adiabatic)

4-1 = Pengeluaran kalor sisa pada V = c (isokhorik)

1-0 = Langkah buang pada P = c

3 IAGRAM P - V

c. Diagram P-V Motor Gabungan dan Supercharger

24
Siklus gabungan merupakan siklus udara pada tekanan terbatas.

Apabila pemasukkan kalor pada siklus dilaksanakan baik pada volume

konstan maupun tekanan konstan, siklus tersebut dinilai sebagai siklus

tekanan terbatas atau siklus gabungan. Dalam siklus ini gerak isap (0-1)

dimisalkan berimpit dengan garis buang (1-0) sedangkan proses

pemasukkan kalor berlangsung selama proses (2-3a) dan 3-3a).

Sebenarnya kedua gris tersebut tidak perlu berimpit, garis buang berada

diatas atau dibawah garis isap. Pada Naturally Aspirated Engine garis

buang berada diatas garis isap. Pada Engine Supercharger udara pada

waktu langkah isap dipaksa masuk ke silinder oleh pompa udara yang

digerakkan oleh mesin itu sendiri, disitu garis buang akan berada

dibawah garis isap.

Gambar diagram siklus Diesel 2 langkah dan 4 langkah

25
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Pada kinetik gas terdapat beberapa hukum yaitu :

1. Hukum Gas Ideal


2. Hukum Boyle
3. Hukum Gay lussac

26
4. Hukum Charles

Pada termodinamika terdapat empat proses yaitu :

1. Isobaric
2. Isothermal
3. Isokhorik
4. Adiabatik

3.2 Saran
Dalam penulisan makalah ini mungkin jauh dari kesempurnaan, hal ini
disebabkan oleh kurangnya Referensi yang dimiliki penulis, maka untuk itu
penulis mengharapkan kritik dan saran dari dosen pembimbing dan teman-teman
demi kesempurnaan dimasa yang akan datang.

27
DAFTAR PUSTAKA

Hilman, setiawan. 2007. fisika untuk sma dan ma kelas xi. piranti darma kalokatama:
Jakarta.http://www.wikipedia.com

Anda mungkin juga menyukai