Anda di halaman 1dari 12

CATATAN LAPANGAN

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Metodologi Penelitian Kualitatif


Dosen Pengampu: Hieronimus Sujati, M.Pd

Disusun oleh:
Tri Noviani 16108244020
Kelas 4D

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR


JURUSAN PENDIDIKAN SEKOLAH DASAR
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2018
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Catatan Lapangan
Catatan lapangan merupakan alat yang sangat penting dalam penelitian
kualitatif. Yin (2011: 159) dalam bukunya yang berjudul Qualitative Research from
Start to Finish mengungkapkan : “Besides observing and interviewing, a third common
source of field notes comes from written materials”. Hal ini menunjukkan bahwa selain
mengamati dan mewawancarai, sumber catatan lapangan ketiga datang
dari bahan tertulis. Penelitian kualitatif mengandalkan pengamatan dan wawancara
dalam pengumpulan data di lapangan. Pada waktu berada di lapangan dia membuat
catatan, setelah pulang kerumah atau tempat tinggal barulah menyusun catatan
lapangan. Menurut Moleong (2014: 208) catatan yang dibuat di lapangan sangat
berbeda dengan catatan lapangan. Catatan itu berupa coretan seperlunya yang sangat
dipersingkat, berisi kata-kata kunci, frasa, pokok-pokok isi pembucaraan atau
pengamatan, mungkin gambar, sketsa, sosiogram, diagram, dan lain-lain.
Catatan itu berguna hanya sebagai alat perantara yaitu antara apa yang dilihat,
didengar, dirasakan, dicium, dan diraba dengan catatan sebenarnya dalam bentuk
catatan lapangan. Catatan itu baru diubah ke dalam catatan lengkap dan dinamakan
catatan lapangan setelah peneliti tiba di rumah. Proses itu dilakukan setiap kali selesai
mengadakan pengamatan atau wawancara, tidak boleh dilalaikan karena akan
tercampur dengan informasi lain dan ingatan seseorang itu sifatnya terbatas.
Idrus (2007:85) juga berpendapat bahwa catatan lapangan merupakan catatan
yang ditulis secara rinci, cermat, luas, dan mendalam dari hasil wawancara dan
observasi yang dilakukan peneliti tentang aktor, aktivitas ataupun tempat
berlangsungnya kegiatan tersebut. Selanjutnya alam bukunya yang berjudul Qualitative
Research for Education An Introduction to Theories and Methods, Bogdan dan Biklen
(2007:72) mengemukakan:
“After returning from each observation, interview, or other research session,
the researcher typically writes out, preferably on a word processor or computer,
what happened. He or she renders a descriptions of people, objects, places,
events, activities, and conversations. In addition, as part of such notes, the
researcher will record ideas, strategies, reflections, and fieldnotes: the written
account of what the researcher hear, sees, experiences, and think in the course
of collecting and reflecting on the data in a qualitative study.”
Dijelaskan bahwa setelah peneliti melakukan observasi atau wawancara,
peneliti harus menulis kembali baik dalam bentuk tulisan maupun dalam komputer
menceritakan tentang apa yang terjadi. Peneliti mendeskripsikan tentang orang-orang,
objek, tempat, kejadian, aktivitas, dan percakapan. Dalam hal ini bisa membantu
peneliti dalam menuangkan ide-ide, strategi, refleksi yang berupa catatan-catatan. dapat
disimpulkan bahwa catatan lapangan adalah catatan tulisan tentang apa yang didengar,
dilihat, dialami, dan dipikirkan dalam rangka pengumpulan data dan refleksi terhadap
data dalam penelitian kualitatif
Lebih lanjut Bogdan dan Biklen (2007: 119) mengemukakan: “…he written
account of what the researcher hears, sees, experiences, and thinks in the course of
collecting and reflecting on the data in a qualitative study”. Hal ini berarti catatan
lapangan merupakan catatan tertulis tentang apa yang di dengar, dilihat, dialami, dan
dipikirkan dalam rangka pengumpulan data refleksi terhadap data dalam penelitian
kualitatif. Pada dasarnya, catatan lapangan berisi dua bagian. Pertama bagian deskriptif
yang berisi gambaran tentang latar pengamatan, orang, tindakan, dan pembicaraan.
B. Bentuk Catatan Lapangan
Yin (2011: 162) menjelaskan bahwa ketika peneliti mengambil catatan
lapangan maka ia harus mendengarkan, menonton, dan mengasimilasi peristiwa
kehidupan nyata pada saat yang bersamaan. . Sebagai bagian dari catatan tersebut,
peneliti akan mencatat ide, strategi, ref1ections, dan firasat, serta perhatikan pola yang
muncul. Bogdan dan Biklen (2007: 119) mengemukakan bahwa keberhasilan hasil dari
studi observasi partisipan pada khususnya, tetapi lainnya bentuk penelitian kualitatif
juga bergantung pada catatan lapangan yang rinci, akurat, dan ekstensif.
Catatan lapangan memiliki bentuk yang beragam, dapat berupa kartu, notebook,
looseleaf, note kecil atau buku ukuran biasa. Yin (2011: 161) mengemukakan
“..resemble your classroom (lecture) notes, so everyone already has some formatting
style that also will work in taking field notes”. Hal ini menunjukkan bahwa setiap orang
memiliki bentuk dan format masing-masing dalam menulis sebuah catatan lapangan.
Catatan lapangan juga dapat menyertakan gambar atau sketsa peneliti itu sendiri.
Karena gambar akan membantu peneliti melacak hubungan tertentu saat peneliti masih
di lapangan, serta untuk mengingat hubungan ini setelah peneliti menyelesaikan
pekerjaan lapangan peneliti.
Menurut Moleong (2014: 210) secara keseluruhan bentuk dari catatan lapangan ini
merupakan wajah catatan lapangan yang terdiri dari halaman depan dan halaman-halaman
berikutnya yang disertai petunjuk paragraf dan baris tepi. Selanjutnya Bogdan dan Biklen
(2007: 124) memberikan saran berkaitan dengan bentuk catatan.
1. Halaman pertama. Meskipun bentuk dan konten yang teoat dapat bervariasi,
disarankan bahwa halaman pertama dari setiap rangkaian catatan berisi tajuk
dengan informasi seperti ketika pengamatan dilakukan (tanggal dan waktu), siapa
yang melakukannya, di mana pengamatan berlangsung, dan jumlah set catatan ini
dalam studi total. di mana pengamatan berlangsung, dan jumlah set catatan ini
dalam studi total. Kemudian memberikan judul untuk setiap set catatan. Judul
membantu Anda menyimpan catatan dalam urutan dan mempertahankan catatan
kondisi di mana catatan itu diambil.
2. Paragraf dan Margin. Sebagian besar metode menganalisis data kualitatif
memerlukan prosedur yang disebut coding. Pengkodean dan aspek lain dari
analisis data lebih mudah dicapai jika catatan lapangan terdiri dari banyak paragraf.
Saat menulis catatan, setiap kali terjadi perubahan-dalam topik percakapan, ketika
orang baru memasuki pengaturan, atau apa pun-memulai paragraf baru. Jika ragu,
mulailah paragraf baru. Cara lain untuk membuat catatan peneliti berguna untuk
analisis adalah dengan meninggalkan margin besar di sisi kiri halaman. Ini
menyediakan ruang untuk notasi dan pengkodean.

Gambar 2.1. Contoh Catatan Lapangan (Yin, 2011: 163)


Bogdan dan Biklen (2007: 120) mengatakan “…fieldnotes consist of two kinds
of materials. The first is descriptive-the concern is to provide a word-picture of the
setting, people, actions, and conversations as observed. The other is reflective…”. Hal
ini berarti bahwa pada dasarnya, catatan lapangan berisi dua bagian. Pertama, bagian
deskirptif, yang berisi gambaran tentang latar pengamatan, orang, tindakan, dan
pembicaraan. Kedua, bagian reflektif yang berisi kerangka berpikir dan pendapat
peneliti, gagasan dan kepeduliannya.
1. Bagian Deskriptif.
Bagian ini adalah bagian terpenjang yang berisi semua peristiwa dan
pengalaman yang didengar yang dilihat serta dicatat secara lengkap dan seobyektif
mungkin.Atinya, uraiannya sangat rinci dan jelas. Di samping itu, harus dihindari
pernggunaan kata-kata yang abstrak, seperti “disiplin, baik, bermain” dan lainnya,
akan tetapi harus kata-kata yang menguraikan apa yang diperbuat oleh obyek. Baian
ini berisi hal-hal berikut:
a. Gambaran diri subyek.Yang dicatat adalah penampilan fisik, cara berpakaian,
cara bertindak, gaya berbicara dan bertindak. Kita harus menemukan sesuatu
yang mugin berbeda dengan yang lainnya. Jika pada bagian pertama catatan
plapangan telah dicatat gambaran diri secara lengkap, maka pada bagian
selanjutnya tidak perlu diberikan lagi gambaran cattan secara lengkap, tetapi
cukup dengan perubahan-perubahan yang terjadi.
b. Rekontruksi Dialog.
c. Deskripsi pengaturan fisik. Deskripsi ini dapat digambarkan dengan
menggunakan pensil. Gambaran atau sketsa singkat yang secara verbal itu dapat
pula dilakukan tentang segala sesuatu yang ada pada latar fisik tesebut. Jika
keadaan ruangan tempat wawancara misalnya ada perasaan yang berbeda, maka
harus dituangkan dalam kolom tanggapan peneliti atau pengamat.
d. Catatan tentang Peristiwa Khusus. Jika ada catatan tentang peristiwa khusus,
catatlah apa yang ada di situ, apa yang dilakukannya, dan dengan cara
bagaimana peristiwa itu berlangsung. Harus dicatat pula apa hakikat dari
peristiwa itu.
e. Penggambaran aktivitas. Untuk kategori ini peneliti memasukkan deskripsi
perilaku yang terperinci, mencoba untuk mereproduksi urutan dari kedua
perilaku dan tindakan tertentu.
f. Perilaku Pengamat. Gambaran ini merupakan gambaran tentang penampilan
fisik, reaksi, tindakan serta segala sesuatu yang dilakukan oleh pengamat
sebagai instrumen penelitian.
2. Bagian Reflektif.
Dalam bagian ini disediakan tempat khusus untukmenggambarkan sesuatu yang
berkaitan dengan pengamat itu sendiri. Bagian ini berisi spekulasi, perasaan,
masalah, ide dan kesandari pengamat dan sesuatu yang diusulkan untuk dilakukan
dalam penelitian yang akan datang. Tanggapan peneliti, berisi hal-hal berikut:
a. Refleksi mengenai analisis.
Berisi sesuatu yang dipelejari, tema yang mulai muncul, kaitan dengan berbagai
penggal data, gagasan tambahan dan pemikiran yang timbul.
b. Refleksi mengenai metode.
Catatan lapangan berisi penerapan metode yang dirancang dalam usulan
penelitian. Berisi prosedur, strategi, dan taktik yang dilakukan dalam studi, serta
tanggapan atas pencapaian sesuatu yang dialami subyek. Kemudian pengamat
memasukkan gagasan penyelesaian masalah tersebut.
c. Refleksi mengenai dilema etik dan konflik.
Masalah etik dan konflik perlu perlu dicatat dalam bagian reflektif ini. Gunanya
adalah untuk membantu peneliti menguraikan persoalan dan kemudian dapat
memberikan cara bagaimna sebaiknya dalam menghadapinya.
d. Refleksi mengenai kerangka berpikir peneliti.
Menjadikan bekal intriksik peneliti, seperti pengalaman, latar belakang, etika,
pendidikan dan lainnya dalam mengajukan pendapat, tanggapan, asumsi, dan
sebagainya terkait dengan permasalahaan yang terdeskripsikan dalam
pengambilan data.
e. Klarifikasi.
Dalam bagian ini peneliti dapat menyajikan butir-butir yang dirasakan perlu
untuk lebih menjelaskan sesuatu yang meragukan atau sesuatu yang
membingungkan yang ada pada catatan lapangan.
C. Membuat Transkip Catatan Lapangan
Seperti telah diuraikan sebelumnya bahwa data dapat berupa angka, kata,
gambar, ataupun bentuk lainnya. Setelah diperoleh melalui berbagai metode
pengumpulan (wawancara, observasi, dan lainnya), data perlu diolah sebagai bahan
untuk melakukan proses interpretasi. Tahapan pengolahan data antara lain:
1. Transkrip
a. Hasil Wawancara
Wawancara yang dilakukan pada penelitian kualitatif semestinya dengan
metode yang tidak terstruktur. Metode ini dimaksudkan untuk menjaga
kealamiahan proses wawancara sehingga peneliti dapat menangkap fenomena
sebenarnya. Untuk menjaga kealamiahan ini peneliti harus memungkinkan
terteliti merasa tidak sedang diteliti sehingga terteliti menyampaikan tindakan,
sikap, dan keputusannya tanpa ditutupi. Alat utama dari proses ini adalah si
peneliti itu sendiri. Namun kemampuan mengingat dengan tepat pernyataan dan
ekspresi terteliti tentu terbatas. Untuk itu, alat rekam menjadi alat bantu penting.
Hasil pengumpulan data melalui wawancara yang tersimpan pada alat rekam
kemudian perlu diolah menjadi transkrip. Proses transkrip adalah proses untuk
mengubah rekaman menjadi bentuk tertulis. Pada proses ini, peneliti hanya
melakukan penulisan atas rekaman tanpa mengubah, menyesuaikan atau
menyimpulkan.
b. Hasil Observasi
Seperti halnya proses transkrip hasil wawancara, hasil observasi sebisa mungkin
menggambarkan secara ‘apa adanya’ informasi penelitian. Peneliti sebisa
mungkin tidak melakukan penyesuaian apapun.
2. Pengkodean
Pengkodean (coding) adalah proses pengolahan data yang sekaligus merupakan
tahap awal analisis. Setelah proses membaca dan peneliti telah mengenali muatan
dari teks/ catatan lapangan, maka proses coding dapat dilakukan. Dengan
menggunakan kata-kata atau bagian dari kata-kata yang ada pada transkrip, analisis
terhadap file data yang sangat banyak akan dapat dilakukan dengan lebih mudah
akurat. Coding digunakan sebaga alat analisis pada banyak jenis penelitian.
Terdapat tiga bentuk coding yang dapat dilakukan menurut Sarantoks
(Poerwandari, 1998) yaitu:
a. Open Coding: adalah proses merinci, menguji, membandingkan,
konseptualisasi, dan melakukan kategorisasi data. Data yang dimaksud dapat
berupa kata-kata, kalimat, maupun paragraf.
b. Axial Coding: adalah suatu perangkat prosedur dimana data dikumpulkan
kembali bersama dengan cara baru setelah open coding, dengan membuat
kaitan antara kategori-kategori. Ini dilakukan dengan memanfaatkan landasan
berpikir (paradigma) coding yang meliputi kondisi-kondisi, konteks-konteks,
aksi strategi-strategi interaksi dan konsekuensi-konsekuensi. Mencari tahu
hubungan sebab akibat, pola interaksi, kategori dan kelompok konsep
sehingga kemudian dapat dibentuk kategori atau dimensi baru atas suatu
pemahaman.
c. Selective Coding: adalah proses seleksi kategori inti, menghubungkan secara
sistematis ke kategori-kategori lain, melakukan validasi hubungan-hubungan
tersebut, dan dimasukkan ke dalam kategori-kategori yang diperlukan lebih
lanjut untuk perbaikan dan pengembangan.

Transkrip wawancara ataupun catatan lapangan dibuat sejelas dan sesimpel


mungkin sehingga mudah untuk dipahami. Langkah-langkah penyusunan transkrip
hasil observasi dan wawancara meliputi pengumpulan data, mencari kata kunci,
kemudian menentukan tema yang dikategorikan menjadi beberapa sub tema dan
dihubungkan dengan menggunakan pola. Setelah itu semua selesai barulah dilakukan
pengembangan teori. Langkah ini semua dapat terpenuhi, maka peneliti harus:
1. Membaca transkip berulang-ulanguntuk mendapatkan pemahaman tentang kasus-
kasus atau masalah, kemudian menggunakan salah satu bagian kosong untuk
menuliskan pemadatan fakta-fakta, tema- tema yang muncul maupun kata-kata
kunci yang dapat esensi data dari teks yang dibaca.
2. Peneliti menggunakan satu sisi yang lain untuk menuliskan apapun yang muncul
saat peneliti membaca transkip tersebut. Peneliti dapat menuliskan kesimpulan
sementara, suatu hal yang tiba-tiba muncul di pikirannya, interpretasi sementara,
atau apapun. Pada tahap ini belum dilakukan penyimpulan konseptual apapun
karena jika dilakukan penyimpulan yang terlalu cepat dapat menghalangi peneliti
memperoleh pemahaman utuh mengenai realitasyang ditelitinya.
3. Di lembaran terpisah, peneliti dapat mendaftar tema-tema yang muncul tersebut,
dan mencoba memikirkan hubungan antar tema.
4. Setelah peneliti melakukan proses di atas pada tiap-tiap transkrip atau catatan
lapangannya, ia dapat menyusun ‘master’ yang berisi daftar tema-tema dan
kategori-kategori, yang telah disusun sehingga menampilkan pola hubungan antar
kategori (‘cross cases’,bukan lagi kasus tunggal).
5. Dalam penyusunan ranskrip observasi, wawancara ataupun catatan lapangan
sebelumnya telah dilakukan analisis tematik dalam mengolah informasi yang
menghasilkan daftar tema, model tema atau indicator yang kompleks, kualifikasi
yang biasanya terkait dengan tema atau hal-hal lain yang masih memiliki hubungan
dengan analisis. Boyatzis (1998: 8) menyatakan untuk dapat menganalisis
penelitian kualitatif dengan baik sesuai dengan transkrip diperlukan kemampuan
dan kompetensi tertentu, adalah sebagai berikut.
a. Kemampuan mengenai pola (pattern recognition).
b. Kemampuan melakukan perencanaan dan penyusunan system terhadap data
(planning and systems thinking).
c. Pengetahuan mengenai hal-hal relevan dengan yang diteliti merupakan hal
krusial, yang seringkali disebut sebagai pengetahuan tacit (tacit knowledge).
d. Memiliki kompleksitas kognitif dalam benak peneliti yang mencakup
kemampuan mempersepsi sebab-sebab ganda (multiple causality),
menemukan variable-variabel yang berbeda sejalan dengan waktu dan variasi
lain, juga kemampuan untuk mengkonseptualisasi hubungan.
e. Hal-hal yang diperlukan antara lain adalah empati dan objektivitas social, juga
kemampuan mengintegrasikan.
Menurut Smith (Linda dan Claire, 2006:144-145) menyarankan agar transkrip
wawancara ataupun catatan lapangan dibuat sejelas dan sesimpel mungkin sehingga
mudah untuk dipahami. Langkah-langkah penyusunan transkrip hasil observasi dan
wawancara meliputi pengumpulan data, mencari kata kunci, kemudian menentukan
tema yang dikategorikan menjadi beberapa sub tema dan dihubungkan dengan
menggunakan pola. Setelah itu semua selesai barulah dilakukan pengembangan teori.
Agar ini semua dapat terpenuhi, maka peneliti harus:
1. Membaca transkip berulang-ulanguntuk mendapatkan pemahaman tentang kasus-
kasus atau masalah, kemudian menggunakan salah satu bagian kosong untuk
menuliskan pemadatan fakta-fakta, tema- tema yang muncul maupun kata-kata kunci
yang dapat esensi data dari teks yang dibaca.
2. Peneliti menggunakan satu sisi yang lain untuk menuliskan apapun yang muncul saat
peneliti membaca transkip tersebut. Peneliti dapat menuliskan kesimpulan
sementara, suatu hal yang tiba-tiba muncul di pikirannya, interpretasi sementara,
atau apapun. Pada tahap ini belum dilakukan penyimpulan konseptual apapun karena
jika dilakukan penyimpulan yang terlalu cepat dapat menghalangi peneliti
memperoleh pemahaman utuh mengenai realitasyang ditelitinya.
3. Di lembaran terpisah, peneliti dapat mendaftar tema-tema yang muncul tersebut, dan
mencoba memikirkan hubungan antar tema.
4. Setelah peneliti melakukan proses di atas pada tiap-tiap transkrip atau catatan
lapangannya, ia dapat menyusun ‘master’ yang berisi daftar tema-tema dan kategori-
kategori, yang telah disusun sehingga menampilkan pola hubungan antar kategori
(‘cross cases’,bukan lagi kasus tunggal).
Semua catatan, transkrip wawancara dan dokumen lainya harus tersedia
salinannya (fotokopi). Data kemudian disusun ke dalam system kategori yang telah
ditentukan sebelumnya, misalnya, berdasarkan teori yang sudah ada, atau berdasarkan
penelitian yang telah dilakukan sebelumnya. Sebagian peneliti lebih suka membaca
data yang sudah terkumpul, dan mencantumkan kategori tertentu pada data
bersangkutan. Missal, suatu penelitian kualitatif untuk mengetahui alasan remaja
mendengarkan suatu siaran radio tak jarang akan menghasilkan berlembar-lembar
transkrip wawanncara (Morissan, 2012:27).
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Catatan lapangan, menurut Bogdan dan biklen (2007: 119) adalah catatan
tertulis tentang apa yang di dengar, dilihat, dialami, dan dipikirkan dalam rangka
pengumpulan data refleksi terhadap data dalam penelitian kualitatif. Pada dasarnya,
catatan lapangan berisi dua bagian, yaitu bagian deskriptif dan bagian reflektif.
Catatan lapangan memiliki bentuk yang beragam, dapat berupa kartu, notebook,
loose leaf, note kecil atau buku ukuran biasa. Isi catatan lapangan secara garis besar
dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu bagian deskriptif dan bagian reflektif.
Kegiatan setelah mencatat lapangan adalah melakukan transkip. Transkrip
wawancara ataupun catatan lapangan dibuat sejelas dan sesimpel mungkin sehingga
mudah untuk dipahami. Langkah-langkah penyusunan transkrip hasil observasi dan
wawancara meliputi pengumpulan data, mencari kata kunci, kemudian menentukan
tema yang dikategorikan menjadi beberapa sub tema dan dihubungkan dengan
menggunakan pola. Setelah itu, barulah dilakukan pengembangan teori.

B. Saran
Disarankan kepada peneliti untuk lebih memperhatikan tentang pencatatan
lapangan, agar data yang diperoleh lebih valid dan akurat. Karena keberhasilan hasil
penelitian kualitatif juga, bergantung pada catatan lapangan yang rinci, akurat, dan
ekstensif.
DAFTAR PUSTAKA

Bogdan dan Biklen. (2007). Qualitative Research for Education: An Introduction to Theory
and Methods fifth edition. New York: Pearson Education
Boyatzis, Richard, E. (1998). Transforming Qualitative Information: Thematic Analysis and
Code Development. Thousand Oaks: Sage Publication
Idrus, Muhammad. (2007). Metode Penelitian Ilmu Sosial. Yogyakarta: Erlangga
Linda dan Claire. (2006). Qualitative Research for Allied Health Professional: Challenging
Choices. London: John Wiley & Sons, Ltd.
Moleong, Lexy. J. (2014). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya
Morissan. (2017). Metode Penelitian Survei. Jakarta: Kencana.
Poerwandari, E. K. 1998. Pendekatan Kualitatif dalam Penelitian Psikologi. LPSP3: F.
Psikologi Universitas Indonesia.
Yin, Robert K. (2011). Qualitative Research from Strat to Finish. New York: The Guilford
Press.

Anda mungkin juga menyukai