Kelompok 1 Hakikat MTK
Kelompok 1 Hakikat MTK
Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga kami mampu menyelesaikan makalah dengan judul “Hakekat Matematika”. Makalah
ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah dasar Belajar dan Pembelajaran
Matematika. Matematika merupakan mata pelajaran yang ada diberbagai tingkat sekolah dari
Sekolah Dasar sampai Perguruan Tinggi. Matematika juga bisa menyelesaikan permasalahan
dalam kehidupan sehari-hari. Akan tetapi, kebanyakan masyarakat bahkan hampir semua
kalangan masyarakat menganggap bahwa matematika adalah salah satu mata pelajaran yang
sangat sulit. Untuk menghilangkan paradigma tersebut, maka kami menyusun makalah ini yang
membahas tentang Hakekat Matematika. Kami menyadari bahwa dalam proses penulisan
makalah ini banyak mendapatkan bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu,
kami mengucapkan terima kasih yang sebanyak-banyaknya. Akhir kata, semoga makalah ini
dapat bermanfaat bagi kami khususnya dan pembaca umumnya. Kami menyadari bahwa
makalah ini jauh dari kesempurnaan, karena kesempurnaan hanyalah milik Allah SWT. Oleh
karena itu, saran dan kritik yang membangun tetap kami nantikan demi kemajuan penulisan
makalah berikutnya.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
Apakah matematika itu? hingga saat ini belum ada kesepakatan yang bulat di antara para
matematikawan tentang apa yang disebut matematika itu. Untuk mendiskripsikan definisi kata
matematika para matematikawan belum pernah mencapai satu titik “puncak” kesepakatan yang
“sempurna”. Banyaknya definisi dan beragamnya deskripsi yang berbeda dikemukakan oleh para
ahli, mungkin disebabkan oleh ilmu matematika itu sendiri, dimana matematika termasuk salah
satu disiplin ilmu yang memiliki kajian sangat luas sehingga masing-masing ahli bebas
mengemukakan pendapatnya tentang matematika berdasarkan sudut pandang, kemampuan,
pemahaman, dan pengalaman masing-masing. Oleh sebab itu matematika tidak akan pernah
selesai untuk didiskusikan, dibahas, maupun diperdebatkan. Penjelasan mengenai apa dan
bagaimana sebenarnya matematika itu, akan terus mengalami perkembangan seiring dengan
pengetahuan dan kebutuhan manusia serta laju perubahan zaman.
Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi sangat pesat terutama dalam bidang
informasi begitu cepat, sehingga informasi yang terjadi didunia dapat kita ketahui dengan
segera yang mengakibatkan batas Negara dan waktu sudah tidak ada perbedaan lagi. Akibat
globalisasi, dalam era globalisasi ini diperlukan sumber daya manusia yang handal dan mampu
berkompetisi secara global, sehingga diperlukan sumber daya manusia yang kreatif, berpikir
sistematis, logis, konsisten, dapat bekerja sama serta tidak cepat putus asa. Untuk memperoleh
sifat yang demikian perlu diberikan pendidikan yang berkualitas dengan berbagai macam
pelajaran. Salah satu mata pelajaran yang merefleksikan sifat di atas adalah mata pelajaran
Matematika, karena matematika merupakan ilmu dasar dan melayani hampir setiap ilmu.
Sehingga ada ungkapan bahwa matematika itu adalah ratu dan pelayan ilmu, matematika juga
merupakan ilmu yang deduktif dan ilmu yang terstruktur. Berdasarkan hal-hal yang
dikemukakan diatas, maka kami menyusun makalah tentang “HAKEKAT MATEMATIKA”.
Adapun rumusan masalah berdasarkan latar belakang di atas, adalah sebagai berikut:
a) Apa pengertian Matematika?
1.3. Tujuan
a) Pengertian Matematika
PEMBAHASAN
Istilah Matematika berasal dari bahasa Yunani, mathein dan mathenem yang berarti
mempelajari. Kata matematika diduga erat hubungannya dengan kata sansekerta, medha atau
widya yang artinya kepandaian, ketahuan atau intelegensi. (Nasution, 1980: 2). Kata matematika
berasal dari perkataan latin matematika yang mulanya diambil dari perkataan yunani
mathematike yang berarti mempelajari. Perkataan itu mempunyai asal katanya mathemayang
berarti pengetahuan dan ilmu (knowledge, science). Kata matheimatike berhubungan pula
dengan kata lainnya yang hampir sama, yaitu mathein atau mathenein yang artinya belajar
(berpikir). Pendefinisian matematika sampai saat ini belum ada kesepakatan yang bulat, namun
demikian dapat dikenal melalui karakteristiknya.
a. Matematika adalah salah satu pengetahuan tertua yang terbentuk dari penelitian
bilangan dan ruang. Matematika adalah suatu disiplin ilmu yang berdiri sendiri dan tidak
merupakan cabang dari ilmu pengetahuan alam. Kata matematika berasal dari perkataan
Latin mathematika yang mulanya diambil dari perkataan Yunani mathematike yang
berarti mempelajari. Perkataan itu mempunyai asal katanya mathema yang berarti
pengetahuan atau ilmu (knowledge, science). Kata mathematike berhubungan pula
dengan kata lainnya yang hampir sama, yaitu mathein atau mathenein yang artinya
belajar (berpikir). Jadi, berdasarkan asal katanya, maka perkataan matematika berarti
ilmu pengetahuan yang didapat dengan berpikir (bernalar).
a. Matematika merupakan ilmu deduktif yang tidak menerima generalisasi yang didasarkan
kepada observasi (induktif) tetapi generalisasi yang didasarkan pada pembuktian secara
deduktif. Dasar penalaran deduktif yang berperan besar dalam matematika adalah
kebenaran. Suatu pernyataan haruslah didasarkan pada kebenaran pernyataan-
pernyataan sebelumnya. Pernyataan awal atau pernyataan pangkal dalam matematika
dikenal dengan istilah aksioma atau postulat.
c. Sebagai ratu atau ibunya ilmu dimaksudkan bahwa matematika adalah sebagai sumber
dari ilmu yang lain. Dimana matematika tumbuh dan berkembang untuk dirinya sendiri
sebagai suatu ilmu. Matematika juga sebagai pelayan ilmu karena melayani kebutuhan
ilmu pengetahuan dalam pengembangan dan operasionalnya.
d. Disebut sebagai ilmu tentang pola karena pada matematika sering dicari keseragaman
seperti keterurutan, keterkaitan pola dari sekumpulan konsep-konsep tertentu atau
model yang merupakan representasinya untuk membuat generalisasi dan matematika
disebut ilmu tentang hubungan karena konsep matematika satu dengan lainnya saling
berhubungan.
f. Matematika konsisten dengan sistemnya artinya dalam matematika banyak sistem yang
saling berkaitan satu sama lainnya dan ada juga yang tidak saling berkaitan. Didalam
masing-masing sistem berlaku konsistensi artinya bahwa dalam system tidak boleh
terdapat kontradiksi. Suatu teorema ataupun definisi harus menggunakan istilah atau
konsep yang diterapkan terlebih dahulu. Konsistensi itu baik dalam makna maupun
dalam hal nilai kebenaran.
g. Matematika merupakan ikatan yang mengikat untuk menghindari pembuktian yang
berputar-putar baik dalam pembuktian maupun dalam pendefinisian. Kesepakatan yang
mendasar adalah aksioma dan konsep primitive.
h. Matematika memiliki symbol yang kosong dari arti maksudnya adalah ia akan bermakna
sesuatu bila kita mengaitkannya dengan konteks tertentu. Secara umum, hal ini pula
yang membedakan symbol matematika dengan symbol bukan matematika. Kosongnya
arti dari model-model matematika itu merupakan “kekuatan” matematika, yang dengan
sifat tersebut ia bisa masuk pada berbagai macam bidang kehidupan.
i. Matematika tumbuh dan berkembang karena proses berfikir, oleh karena itu logika
adalah dasar untuk terbentuknya matematika. Logika adalah masa bayi dari matematika,
sebaliknya matematika adalah masa dewasa dari logika.
Sejalan dengan berkembangnya matematika, maka banyak para ahli yang mengemukakan
pendapatnya mengenai matematika.
Menurut Lunchins (dalam Suherman, 2001), matematika dapat dijawab secara berbeda-beda
tergantung pada bilamana pertanyaan itu dijawab, dimana dijawabnya, siapa yang
menjawabnya, dan apa sajakah yang dipandang termasuk dalam matematika.
Mustafa (dalam Wijayanti, 2011) menyebutkan bahwa matematika adalah ilmu tentang
kuantitas, bentuk, susunan, dan ukuran, yang utama adalah metode dan proses untuk
menemukan dengan konsep yang tepat dan lambang yang konsisten, sifat dan hubungan antara
jumlah dan ukuran, baik secara abstrak, matematika murni atau dalam keterkaitan manfaat
pada matematika terapan.
Elea Tinggih (dalam Suherman, 2001), matematika berarti ilmu pengetahuan yang diperoleh
dengan bernalar. Hal ini dimaksudkan bukan berarti ilmu lain diperoleh tidak melalui penalaran,
akan tetapi dalam matematika lebih menekankan aktivitas dalam dunia rasio (penalaran),
sedangkan dalam ilmu lain lebih menekankan hasil observasi atau eksperiment disamping
penalaran.
James dan James (1976) mengatakan bahwa matematika adalah ilmu tentang logika mengenai
bentuk, susunan, besaran, dan konsep-konsep yang berhubungan satu dengan yang lainnya
dengan jumlah yang banyak yang terbagi kedalam tiga bidang, yaitu : aljabar, analisis dan
geometri. Namun pembagian yang jelas amatlah sukar untuk dibuat, sebab cabang-cabang itu
semakin bercampur. Adanya pendapat yang mengatakan bahwa matematika itu timbul karena
pikiran-pikiran manusia yang berhubungan dengan ide, proses, dan penalaran yang terbagi
menjadi 4 wawasan yang luas yaitu aritmatika, aljabar, geometri dan analisis.
Johnson dan Rising (1972) berpendapat bahwa matematika adalah pola berfikir, pola
mengorganisasikan, pembuktian yang logis, matematika itu adalah bahasa yang menggunakan
istilah yang didefinisikan dengan cermat, jelas dan akurat, representasinya dengan symbol dan
padat, lebih berupa bahasa symbol mengenai ide daripada mengenai bunyi.
Reys dkk (1984) mengatakan bahwa matematika adalah telaah tentang pola dan hubungan,
suatu jalan atau pola berfikir, suatu seni, suatu bahasa, dan suatu alat.
Kline (1973) mengemukakan bahwa matematika itu bukanlah pengetahuan menyendiri yang
dapat sempurna karena dirinya sendiri, tetapi adanya matematika itu terutama untuk
membantu manusia dalam memahami dam menguasai permasalahan social, ekonomi, dan
alam.Masih banyak lagi defenisi-defenisi tentang matematika tetapi tidak satupun perumusan
yang dapat diterima umum atau sekurang-kurangnya dapat diterima dari berbagai sudut
pandang.
Dengan memperhatikan definisi matematika di atas, maka menurut Jihad (dalam Prastiwi,
2011: 33-34) dapat diidentifikasi bahwa matematika jelas berbeda dengan mata pelajaran lain
dalam beberapa hal berikut, yaitu :
b. Pembahasan mengandalkan tata nalar, artinya info awal berupa pengertian dibuat
seefisien mungkin, pengertian lain harus dijelaskan kebenarannya dengan tata nalar
yang logis;
c. Pengertian/konsep atau pernyataan sangat jelas berjenjang sehingga terjaga
konsistennya;
e. Dapat dipakai dalam ilmu yang lain serta dalam kehidupan sehari-hari.
Matematika dikenal sebagai ilmu deduktif, karena proses mencari kebenaran (generalisasi)
dalam matematika berbeda dengan ilmu pengetahuan alam dan ilmu pengetahuan yang lain.
Metode pencarian kebenaran yang dipakai adalah metode deduktif, tidak dapat dengan cara
induktif. Pada ilmu pengetahuan alam adalah metode induktif dan eksperimen. Walaupun
dalam matematika mencari kebenaran itu dapat dimulai dengan cara induktif, tetapi seterusnya
generalisasi yang benar untuk semua keadaan harus dapat dibuktikan dengan cara deduktif.
Dalam matematika suatu generalisasi dari sifat, teori atau dalil itu dapat diterima kebenarannya
sesudah dibuktikan secara deduktif.
Contoh dalam ilmu fisika, bila seorang melakukan percobaan (eksperimen) sebatang logam
dipanaskan maka memuai dan dilanjutkan dengan logam-logam yang lainnya, dipanaskan
ternyata memuai juga, maka ia dapat membuat kesimpulan (generalisasi) bahwa setiap logam
yang dipanaskan itu dapat memuai. Generalisasi yang dibuat secara induktif tersebut dalam
ilmu fisika dapat dibenarkan contoh dalam ilmu fisika di atas , pada matematika contoh-contoh
seperti itu baru dianggap sebagai generalisasi jika kebenarannya dapat dibuktikan secara
deduktif.
Berikut adalah beberapa contoh pembuktian dalil atau generalisasi pada matematika. Dalil atau
generalisasi berikut dibenarkan dalam matematika karena sudah dapat dibuktikan secara
deduktif.
Misalnya kita ambil beberapa buah bilangan ganjil, baik ganjil positif, atau ganjil negatif yaitu 1,
3, -5, 7
Nnti membuatvtabel
Dari tabel di atas, terlihat bahwa untuk setiap dua bilangan ganjil jika dijumlahkan hasilnya
selalu genap. Dalam matematika hasil di atas belum dianggap sebagai suatu
generalisasi,walaupun anak membuat contoh-contoh dengan bilangan yang lebih banyak lagi.
Pembuktian dengan cara induktif ini harus dibuktikan lagi dengan cara deduktif.
Misalkan: a dan b adalah sembarang bilangan bulat, maka 2a bilangan genap dan 2b bilangan
genap, maka 2a +1 bilangna ganjil dan 2b + 1 bilangan ganjil.
Jika dijumlahkan :
(2a + 1) + (2b + 1) =
2a + 2b + 2 =
2 (a + b + 1) =
Karena a dan b bilangan bulat maka (a + b + 1) juga bilangan bulat, sehingga 2 (a + b +1) adalah
bilangan genap.
Contoh seorang siswa yang akan mempelajari sebuah volume kerucut haruslah mempelajari
mulai dari lingkaran, luas lingkaran, bangun ruang dan akhirnya volume kerucut. Untuk dapat
mempelajari topik volume balok, maka siswa harus mempelajari rusuk / garis, titik sudut, sudut,
bidang datar persegi dan persegi panjang, luas persegi dan persegi panjang, dan akhirnya
volume balok.
Misal : titik, garis, lengkungan, bidang, bilangan dll. Unsur-unsur ini ada, tetapi kita
tidak dapat mendefinisikannya.
Dari unsur-unsur yang tidak didefinisikan dan unsur-unsur yang didefinisikan dapat
dibuat asumsi-asumsi yang dikenal dengan aksioma atau postulat.
Misal:
Melalui sebuah titik hanya dapat dibuat sebuah garis yang tegak lurus ke
Sebuah segitiga tumpul hanya mempunyai sebuah sudut yang lebih besar
dari 900.
Misal:
Jumlah kuadrat sisi siku-siku pada sebuah segitiga siku-siku sama dengan
kuadrat sisi miringnya.
Matematika disebut sebagai ilmu tentang pola karena pada matematika sering dicari
keseragaman seperti keterurutan, keterkaitan pola dari sekumpulan konsep-konsep tertentu
atau model yang merupkan representasinya untuk membuat generalisasi. Matematika disebut
ilmu tentang hubungan karena konsep matematika satu dengan lainnya saling berhubungan.
Misalnya : Antara persegi panjang dengan balok, antara persegi dengan kubus, antara kerucut
dengan lingkaran, antara 5 x 6 = 30 dengan 30 : 5 = 6. Demikian juga cabang matematika satu
dengan lainnya saling berhubungan seperti aritmatika, aljabar, geometri dan statistika, dan
analisis.
Matematika yang terdiri dari simbol-simbol yang sangat padat arti dan bersifat internasional.
Padat arti berarti simbol-simbol matematika ditulis dengan cara singkat tetapi mempunyai arti
yang luas.
Matematika sebagai ratu ilmu dimaksudkan bahwa matematika adalah sebagai sumber dari ilmu
yang lain. Banyak sekali cabang ilmu pengetahuan yang pengembangan teori-teorinya
didasarkan pada pengembangan konsep matematika. Sebagai contoh, banyak teori-teori dan
cabang-cabang dari fisika dan kimia (modern) yang ditemukan dan dikembangkan melalui
konsep kalkulus, khususnya tentang persamaan differensial. Contoh lain, teori ekonomi
mengenai permintaan dan penawaran yang dikembangkan melalui konsep fungsi dan kalkulus
tentang differensial dan integral. Dari kedudukan matematika sebagai pelayan ilmu
pengetahuan, tersirat bahwa matematika sebagai suatu ilmu yang berfungsi pula untuk
melayani ilmu pengetahuan. Dapat dikatakan bahwa matematika tumbuh dan berkembang
untuk dirinya sendiri sebagai suatu ilmu dan sebagai penyedia jjasa layanan untuk
pengembangan ilmu-ilmu yang lain pula. (Erman Suherman, dkk, 2001:29).
Pada hakikatnya matematika itu adalah sebuah simbol, dan bersifat deduktif (dari umum ke
khusus) dan merupakan ilmu yang logis dan sistematis. Dalam ilmu matematika terdapat istilah-
istilah diantaranya:
a. Aksioma : suatu pernyataan yang dijadikan dalil atau dasar pemula yang
kebenarannya tidak perlu dibuktikan lagi.
Dari uraian diatas dapat di ambil sebuah kesimpulan bahwa matematika merupakan ilmu yang
pasti dan bersifat sistematis. Dan tujuan mempelajari matematika adalah :
Mengetahui matematika adalah melakukan matematika. Dalam belajar matematika perlu untuk
menciptakan situasi-situasi di mana siswa dapat aktif, kreatif dan responsif secara fisik pada
sekitar. Untuk belajar matematika siswa harus membangunnya untuk diri mereka. hanya dapat
dilakukan dengan eksplorasi, membenarkan, menggambarkan, mendiskusikan, menguraikan,
menyelidiki, dan pemecahan masalah (Countryman, 1992: 2). Selanjutnya Goldin (dalam
Wardhani, 2004: 6) matematika dan dibangun oleh manusia, sehingga dalam pembelajaran
matematika, pengetahuan matematika harus dibangun oleh siswa. Pembelajaran matematika
menjadi lebih efektif jika guru memfasilitasi siswa menemukan dan memecahkan masalah
dengan menerapkan pembelajaran bermakna.
Dalam pembelajaran matematika, konsep yang akan dikonstruksi siswa sebaiknya dikaitkan
dengan konteks nyata yang dikenal siswa dan konsep yang dikonstruksi siswa ditemukan sendiri
oleh siswa. Menurut Freudental (Gravemeijer, 1994: 20) matematika merupakan aktivitas insani
(human activities) dan pembelajaran matematika merupakan proses penemuan kembali.
Ditambahkan oleh de Lange (Sutarto Hadi, 2005: 19) proses penemuan kembali tersebut harus
dikembangkan melalui penjelajahan berbagai persoalan dunia real. Masalah konteks nyata
(Gravemeijer,1994: 123) merupakan bagian inti dan dijadikan starting point dalam pembelajaran
matematika. Konstruksi pengetahuan matematika oleh siswa dengan memperhatikan konteks
itu berlangsung dalam proses yang oleh Freudenthal dinamakan reinvensi terbimbing (guided
reinvention).
Pembelajaran matematika sebaik dimulai dari masalah yang kontekstual. Sutarto Hadi (2006:
10) menyatakan bahwa masalah kontekstual dapat digali dari: (1) situasi personal siswa, yaitu
yang berkenaan dengan kehidupan sehari-hari siswa, (2) situasi sekolah/akademik, yaitu
berkaitan dengan kehidupan akademik di sekolah dan kegiatan-kegiatan dalam proses
pembelajaran siswa, (3) situasi masyarakat, yaitu yang berkaitan dengan kehidupan dan
aktivitas masyarakat sekitar siswa tinggal, dan (4) situasi saintifik/matematik, yaitu yang
berkenaan dengan sains atau matematika itu sendiri.
Terkait dengan aktivitas matematisasi dalam belajar matematika, Freudenthal (dalam Heuvel,
1996: 11) menyebutkan dua jenis matematisasi, yaitu matematisasi horizontal dan vertikal
dengan penjelasan sebagai berikut “Horizontal mathematization involves going from the world
of life into the world of symbol, while vertical mathematization means moving within the world
of symbol”. Pernyataan tersebut menjelaskan bahwa matematisasi horizontal meliputi proses
transformasi masalah nyata/sehari-hari ke dalam bentuk simbol, sedangkan matematisasi
vertikal merupakan proses yang terjadi dalam lingkup simbol matematika itu sendiri.
Gravemeijer (1994: 93) mengemukakan bahwa dalam proses matematisasi horizontal, siswa
belajar mematematisasi masalah-masalah kontekstual. Pada mulanya siswa akan memecahkan
masalah secara informal (menggunakan bahasa mereka sendiri). Kemudian setelah beberapa
waktu dengan proses pemecahan masalah yang serupa (melalui simplifikasi dan formalisasi),
siswa akan menggunakan bahasa yang lebih formal dan diakhiri dengan proses siswa akan
menemukan suatu algoritma. Proses yang dilalui siswa sampai menemukan algoritma disebut
matematisasi vertikal.
Menurut Sutarto Hadi (2005: 21) dalam matematisasi horizontal, siswa mulai dari masalah-
masalah kontekstual mencoba menguraikan dengan bahasa dan simbol yang dibuat sendiri oleh
siswa, kemudian menyelesaikan masalah kontekstual tersebut. Dalam proses ini, setiap siswa
dapat menggunakan cara mereka sendiri yang mungkin berbeda dengan siswa yang lain,
sedangkan dalam matematisasi vertikal, siswa juga mulai dari masalah-masalah kontekstual,
tetapi dalam jangka panjang siswa dapat menyusun prosedur tertentu yang dapat digunakan
untuk meyelesaiakan masalah-masalah sejenis secara langsung, tanpa menggunakan bantuan
konteks. Contoh matematisasi horizontal adalah pengidentifikasian, perumusan, dan
pemvisualisasian masalah dengan cara-cara yang berbeda oleh siswa. Contoh matematisasi
vertikal adalah presentasi hubungan-hubungan dalam rumus, menghaluskan dan menyesuaikan
model matematika, penggunaan model-model yang berbeda, perumusan model matematika
dan penggeneralisasian.
Zulkardi (2006: 6) menyatakan pembelajaran seharusnya tidak diawali dengan sistem formal,
melainkan diawali dengan fenomena di mana konsep tersebut muncul dalam kenyataan sebagai
sumber formasi konsep. Menurut de Lange (1987: 2) proses pengembangan konsep-konsep dan
ide-ide matematika berawal dari dunia nyata dan pada akhirnya merefleksikan hasil-hasil yang
diperoleh dalam matematika kembali ke dunia nyata.
Berdasarkan uraian di atas maka secara umum Hakekat Pembelajaran Matematika sebagai
berikut:
Belajar matematika adalah suatu proses yang mengakibatkan perubahan tingkah laku yang
berkaitan dengan matematika. Bila kita tahu konsep matematika yang sebelumnya tidak tahu
maka dalam benak kita akan terjadi perubahan dan hal ini akan berguna untuk mempelajari
materi selanjutnya. Dalam pembelajaran matematika perlu diketahui karekteristik matematika.
Matematika merupakan ilmu yang abstrak, aksiomatik dan deduktif (Herman Hudoyo, 1990: 3).
Proses berpikir matematika disebut proses berpikir aksiomatik karena pada dasarnya landasan
berpikir matematika adalah kesepakatan-kesepakatan yang disebut aksioma. Matematika
dikatakan bersifat deduktif, karena matematika disajikan secara aksiomatik menggunakan logika
deduktif.
Di dalam matematika, suatu soal atau pertanyaan akan merupakan masalah apabila tidak
terdapat aturan atau hukum tertentu yang akan segera dapat dipergunakan untuk menjawab
atau menyelesaikannya. (Herman Hudoyo, 1990: 84). Hal ini berarti suatu soal matematika akan
menjadi suatu masalah apabila soal itu tidak langsung memberikan penyelesaian.
Menurut Hudoyo (1979:96), hakekat matematika berkenaan dengan ide-ide struktur- struktur
dan hubungan-hubungannya yang diatur menurut urutan yang logis. Jadi matematika
berkenaan dengan konsep-konsep yang abstrak. Jika matematika dipandang sebagai struktur
dari hubungan-hubungan maka simbol-simbol formal diperlukan untuk membantu
memanipulasi aturan-aturan yang beroperasi di dalam struktur-struktur. Beberapa hakekat atau
definisi dari matematika adalah sebagai berikut:
a. Matematika sebagai cabang ilmu pengetahuan eksak atau struktur yang teroganisir secara
sistematik.
Agak berbeda dengan ilmu pengetahuan yang lain, matematika merupakan suatu bangunan
struktur yang terorganisir. Sebagai sebuah struktur, ia terdiri atas beberapa komponen, yang
meliputi aksioma/postulat, pengertian pangkal/primitif, dan dalil/teorema (termasuk di
dalamnya lemma (teorema pengantar/kecil) dan corolly/sifat).
Contoh :
Matematika merupakan pengetahuan yang memiliki pola pikir deduktif, artinya suatu teori atau
pernyataan dalam matematika dapat diterima kebenarannya apabila telah dibuktikan secara
deduktif (umum).
Contoh :
Kegiatan pembelajaran dapat dimulai dengan menyajikan beberapa contoh atau fakta yang
teramati, membuat daftar sifat-sifat yang muncul, memperkirakan hasil yang mungkin, dan
kemudian siswa dapat diarahkan menyusun generalisasi secara deduktif. Selanjutnya, jika
memungkinkan siswa dapat diminta membuktikan generalisi yang diperolehnya secara deduktif
Matematika dapat pula dipandang sebagai cara bernalar, paling tidak karena beberapa hal,
seperti matematika memuat cara pembuktian yang sahih (valid), rumus-rumus atau aturan yang
umum, atau sifat penalaran matematika yang sistematis.
Contoh :
Matematika memuat cara pembuktian yang sahih (valid), rumus-rumus atau aturan yang umum,
atau sifat penalaran matematika yang sistematis.
Contoh :
Jika kita mempelajari kecepatan berjalan dari sebuah benda, maka objek “kecepatan gerak
benda” dapat kita lambangkan dengan x. Dalam hal ini, x hanya mempunyai arti “kecepatan
gerak benda”. Di samping itu, lambing x tidak memiliki arti majemuk lainnya. Jika kita ingin
menghubungkan “kecepatan gerak benda” dengan “jarak yang di tempuh benda” (dalam hal ini
dilambangkan dengan ‘y’), maka kita dapat melambangkan hubungan tersebut dengan lambang
x = y/z di mana z melambangkan “waktu yang ditempuh”.
Penalaran yang logis dan efisien serta perbendaharaan ide-ide dan pola-pola yang kreatif dan
menakjubkan, maka matematika sering pula disebut sebagai seni, khususnya merupakan seni
berpikir yang kreatif.
Contoh :
1x8+1=9
12 x 8 + 2 = 98
123 x 8 + 3 = 987
1234 x 8 + 4 = 9876
12345 x 8 + 5 = 98765
123456 x 8 + 6 = 987654
1234567 x 8 + 7 = 9876543
12345678 x 8 + 8 = 98765432
123456789 x 8 + 9 = 987654321
Proses pembelajaran pada hakekatnya untuk mengembangkan aktivitas dan kreativitas peserta
didik, melalui berbagai interaksi dan pengalaman belajar (Mulyasa, 2002: 106). Oleh karena itu,
situasi kegiatan pembelajaran perlu diusahakan agar aktifitas dan kreativitas peserta didik dapat
berkembangkan secara optimal. Menurut Gibbs (dalam Mulyasa, 2002: 106) peserta didik akan
lebih kreatif jika:
a) Dikembangkannya rasa percaya diri pada peserta didik, dan mengurangi rasa takut,
b) Memberi kesempatan pada seluruh peserta didik untuk berkomunikasi ilmiah secara
bebas dan terarah,
e) Melibatkan mereka secara aktif dan kreatif dalam proses pembelajaran secara
keseluruhan.
Untuk menciptakan kondisi-kondisi tersebut, maka dalam proses pembelajaran perlu diciptakan
suasana kondusif yang mengarah pada situasi di atas. Selanjutnya, Sardiman (2006, 21)
menyatakan bahwa proses belajar pada prinsipnya bertumpu pada struktur kognitif, yakni
penataan fakta, konsep serta prinsip-prinsip, sehingga membentuk satu kesatuan yang memiliki
makna bagi peserta didik. Agar proses pembelajaran dapat bermakna maka aktifitas dan
kreatifitas siswa harus lebih dominan dari pada guru. Dalam hal ini diperlukan pemilihan model
pembelajaran yang dapat membangkitkan aktifitas dan kreatifitas siswa sehingga proses
pembelajaran menjadi bermakna.
2.4. Karakteristik Matematika
b. Pada Kesepakatan.
c. Berpola pikir Deduktif namun pembelajaran dan pemahaman konsep dapat diawali
secara induktif melalui pengalaman peristiwa nyata atau intuisi.
d. Simbol yang Kosong dari Arti. Rangkaian simbol-simbol dapat membentuk model
matematika.
e. Memperhatikan Semesta Pembicaraan. Konsekuensi dari simbol yang kosong dari arti
adalah diperlukannya kejelasan dalam lingkup model yang dipakai.
f. Konsisten Dalam Sistemnya. Dalam matematika terdapat banyak sistem. Ada yang saling
terkait dan ada yang saling lepas. Dalam satu sistem tidak boleh ada kontradiksi. Tetapi
antar sistem ada kemungkinan timbul kontradiksi.
Di dalam matematika objek dasar yang dipelajari adalah abstrak, sering juga disebut sebagai
objek mental. Di mana objek-objek tersebut merupakan objek pikiran yang meliputi fakta,
konsep, operasi ataupun relasi, dan prinsip. Dari objek-objek dasar tersebut disusun suatu pola
struktur matematika. Adapun objek-objek tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Fakta (abstrak) berupa konvensi-konvensi yang diungkap dengan simbol tertentu. Contoh
simbol bilangan “3” sudah di pahami sebagai bilangan “tiga”. Jika di sajikan angka “3”
maka sudah dipahami bahwa yang dimaksud adalah “tiga”, dan sebalikya. Fakta lain
dapat terdiri dari rangkaian simbol misalnya “3+4” sudah di pahami bahwa yang
dimaksud adalah “tiga di tambah empat”.
2. Konsep (abstrak) adalah ide abstrak yang dapat digunakan untuk menggolongkan atau
mengklasifikasikan sekumpulan objek. Apakah objek tertentu merupakan suatu konsep
atau bukan. ”segitiga” adalah nama suatu konsep abstrak, “Bilangan asli” adalah nama
suatu konsep yang lebih komplek, konsep lain dalam matematika yang sifatnya lebih
kompleks misalnya “matriks”, “vektor”, “group” dan ruang metrik”. Konsep berhubungan
erat dengan definisi. Definisi adalah ungkapan yang membatasi suatu konsep. Dengan
adanya definisi ini orang dapat membuat ilustrasi atau gambar atau lambang dari konsep
yang didefinisikan. Sehingga menjadi semakin jelas apa yang dimaksud dengan konsep
tertentu.
4. Prinsip (abstrak) adalah objek matematika yang komplek. Prinsip dapat terdiri atas
beberapa fakta, beberapa konsep yang dikaitkan oleh suatu relasi ataupun operasi.
Secara sederhana dapatlah dikatakan bahwa prinsip adalah hubungan antara berbagai
objek dasar matematika. Prinsip dapat berupa “aksioma”, “teorema”, “sifat” dan
sebagainya.
Dalam matematika kesepakatan merupakan tumpuan yang amat penting. Kesepakatan yang
amat mendasar adalah aksioma dan konsep primitif. Aksioma diperlukan untuk menghindarkan
berputar-putar dalam pembuktian. Sedangkan konsep primitif diperlukan untuk menghindarkan
berputar-putar dalam pendefinisian. Aksioma juga disebut sebagai postulat (sekarang) ataupun
pernyataan pangkal (yang sering dinyatakan tidak perlu dibuktikan). Beberapa aksioma dapat
membentuk suatu sistem aksioma, yang selanjutnya dapat menurunkan berbagai teorema.
Dalam aksioma tentu terdapat konsep primitif tertentu. Dari satu atau lebih konsep primitif
dapat dibentuk konsep baru melalui pendefinisian.
c. Berpola pikir deduktif
Dalam matematika sebagai “ilmu” hanya diterima pola pikir deduktif. Pola pikir deduktif secara
sederhana dapat dikatakan pemikiran “yang berpangkal dari hal yang bersifat umum diterapkan
atau diarahkan kepada hal yang bersifat khusus”. Pola pikir deduktif ini dapat terwujud dalam
bentuk yang amat sederhana tetapi juga dapat terwujud dalam bentuk yang tidak sederhana.
Contoh:
Dari contoh prinsip diatas, bahwa urutan konsep yang lebih rendah perlu dihadirkan sebelum
abstraksi selanjutnya secara langsung. Supaya hal ini bisa bermanfaat, bagaimanapun, sebelum
kita mencoba mengkomunikasikan konsep yang baru, kita harus menemukan apakontribusi
konsepnya; dan begitu seterusnya, hingga kita mendapat konsep primer yang lain.
Dalam matematika jelas terlihat banyak sekali simbol yang digunakan, baik berupa huruf
ataupun bukan huruf. Rangkaian simbol-simbol dalam matematika dapat membentuk suatu
model matematika. Model matematika dapat berupa persamaan, pertidaksamaan, bangun
geometri tertentu, dsb. Huruf-huruf yang digunakan dalam model persamaan, misalnya x + y = z
belum tentu bermakna atau berarti bilangan, demikian juga tanda + belum tentu berarti operasi
tamba untuk dua bilangan. Makna huruf dan tanda itu tergantung dari permasalahan yang
mengakibatkan terbentuknya model itu. Jadi secara umum huruf dan tanda dalam model x + y =
z masih kosong dari arti, terserah kepada yang akan memanfaatkan model itu. Kosongnya arti
itu memungkinkan matematika memasuki medan garapan dari ilmu bahasa (linguistik).
Contoh:
Dalam matematika terdapat banyak sistem. Ada sistem yang mempunyai kaitan satu sama lain,
tetapi juga ada sistem yang dapat dipandang terlepas satu sama lain. Misal sistem-sistem
aljabar, sistem-sistem geometri. Sistem aljabar dan sistem geometri tersebut dapat dipandang
terlepas satu sama lain, tetapi dalam sistem aljabar sendiri terdapat beberapa sistem yang lebih
“kecil” yang terkait satu sama lain. Demikian juga dalam sistem geometri, terdapat beberapa
sistem yang “kecil” yang berkaitan satu sama lain.
Suatu teorema ataupun suatu definisi harus menggunakan istilah atau konsedp yang telah
ditetapkan terlebih dahulu. Konsistensi itu baik dalam makna maupun dalam hal nilai
kebenarannya. Kalau telah ditetapkan atau disepakati bahwa a + b = x dan x + y = p, maka a + b +
y haruslah sama dengan p.
Contoh:
Dengan matematika, Einstein membuat rumus yang dapat digunakan untuk menaksir
jumlah energi yang dapat diperoleh dari ledakan atom.
ilmu pendidikan dan psikologi, khususnya dalam teori belajar, selain digunakan
statistik juga digunakan persamaan matematis untuk menyajikan teori atau model
dari penelitian.
Dalam seni musik, barisan bilangan digunakan untuk merancang alat musik.
teori-teori dari Fisika dan Kimia (modern) yang ditemukan dan dikembangkan
melalui konsep Kalkulus.
Contoh:
Mengadakan transaksi jual beli, maka manusia memerlukan proses perhitungan
matematika yang berkaitan dengan bilangan dan operasi hitungnya
Menghitung jarak yang ditempuh dari suatu tempat ke tempat yang lain
Membentuk pola pikir menjadi pola pikir matematis, orang yang mempelajarinya kritis,
sistimatis dan logis.
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
3.2. Saran
DAFTAR PUSTAKA
Arifinmuslim.2010.Hakikat Matematika dan Pembelajaran
Matematika.http://www.scribd.com/doc/53601045/Hakikat-Matematika-Dan-Pembelajaran-
Matematika-Di. di akses tanggal 21 oktober 2013
Haryanto,Budi.2011.HakekatMatematika.http://budiunm.blogspot.com/2011/12/hakekat-
matematika.html di akses tanggal 21 oktober 2013