Anda di halaman 1dari 6

FAKTOR PENGARUH LINGKUNGAN ALAM

TERHADAP RANCANGAN ARSITEKTUR TRADISIONAL

DOSEN PENGAJAR :
HERU SUBIYANTORO S.T, M.T

MAS ERLANGGA A.
18051010007

FISIK BANGUNAN I
PROGRAM STUDI RUANG ARSITEKTUR
FAKULTAS ARSITEKTUR DAN DESAIN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAWA TIMUR
I. Latar Belakang
Arsitektur rumah tradisional yang tersebar hingga ke pelosok Nusantara
memiliki berbagai keistimiwaan masing-masing. Proses pembuatan atau
pembangunan rumah tersebut, baik dalam satu unit maupun dalam kesatuan
pemukiman, memiliki kaidah tersendiri yang didasarkan atas perenungan dan
refleksi dari berbagai aspek. Menifestasi dari refleksi pemikiran masyarakat
tradisional memunculkan beragam keunikan hasil karya rumah tradisional yang
erat kaitannya dengan keberagaman suku dan kebudayaan yang khas.
II. Faktor – Faktor
1. Respon Terhadap sinar matahari
Sinar matahari dapat dilihat dari bentuk atap bangunan yang ada di
Indonesia. Kebanyakan atap bangunan memiliki atap Perisai, atap Limas, dan
kebanyakan atap bangunan disesuaikan dengan lingkungan sekitar. Pada
umumnya atap bangunan tradisional menggunakan material kayu dan ijuk
karena dapat menyerap panas matahari, sehingga panas dapat meminimalisir
suhu pada ruangan. Atap mempunyai kemiringan yang mencukupi untuk
mengurangi intensitas radiasi matahari serta pengaliran air hujan. Material
atap dipilih yang memungkinkan aliran udara panas, isolasi panas serta
merendam bunyi ketika hujan. Overstek atau pelindung penting untuk
pembayangan, air hujan, dan penahan silau.

2. Respon terhadap pergerakkan udara


Indonesia terletak diantara dua samudera dan dua benua, yaitu samudra
hindia dan Samudra pasifik. Pergerakkan udara terjadi apabila ada perbedaan
suhu, angin mengalir dari daerah bersuhu rendah ke daerah bersuhu tinggi.
Pada daerah tropis lembab angin diperlukan untuk mengurangi suhu dan
kelembabam pergerakan udara yang diinginkan adalah angin sepoi-sepoi,
yakni pada kecepatan samapi 1m/detik. Pergerakkan angin ditentukan dalam
kepadatan pemukiman serta pola kelompok bangunan. Pada umumnya bentuk
bangunan tradisional memiliki bukaan yang cukup lebar berguna untuk
memberi aliran angin untuk masuk kedalam ruangan sehingga suhu didalam
ruangan menjadi sejuk dan tidak panas berkat angin masuk kedalam.

3. Respon terhadap hujan


Dengan musim hujan, atap bangunan tradisional di Indonesia berbeda-
beda. Seperti atap joglo pencu pada dalem, dirangkai dengan aap sosoran pada
Bagian depan memberi keuntungan dalam hal pengairan air hujan.pada bagian
atas yang kemudian melandai pada bagian bawah membuat aliran air lancer
dan tidak terlalu deras ketika jatuh dari teritisan. Pada berkembangnya banyak
yang kemudian memasang talang gantung sepanjang teritisan bangunan.
Dan struktur pondasi panggung juga dipakai untuk mengantisipasi
masuknya air kedalam bangunan saat musim hujan dan banjir dating.
4. Respon terhadap kelembaban udara
Secara umum pengaliran udara dalam ruangan selain akan mengurangi
suhu udara juga akan mengurangi kelembaban, sehingga peran bukaan
menjadi penting. Daerah dalem yang terletak ditengah paling sedikit
pergantian udara untuk fentilasinya, letak ini menjadi kurang menguntungkan.
Dinding rumah tradisional sebagian besar menggunakan material kayu.
Finishing kayu diekspos tanpa menggunakan pelapis cat atau bahan yang lain.
Ada yang diukir dengan kualitas tinggi, sedang dan ada pula yang polos tanpa
ukiran. Penggunaan kayu sekalipun menggunakan kayu jati yang sudah tua,
namun ketahanannya terhadap iklim lembab tidak maksimal, tidak ada rumah
yang berumur lebih dari 200 tahun
III. Kesimpulan
Iklim merupakan salah satu pertimbangan dalam pembentukan rumah. Namun
pada bagian lain dikatakannya bahwa iklim bukan factor yang dominan dalam
menentukan bentuk melainkan budaya. Pada rumah tradisional di Indonesia
banyak menganut budaya sekitar dan mengikuti dengan bentuk-bentuknya.

Demikian juga adanya konstruksi panggung pada bangunan utama akan


mengurangi lembab yang berasal dari tanah. Elemen factor tersebut tidak semata-
mata ada karena pemikiran terhadap iklim, namun lebih pada pemikiran mengenai
kepercayaan serta wadah dari aktifitas yang dilakukan masyarakat setempat.

Jadi adalah mungkin bahwa bentuk yang tercipta lebih dikarenakan budaya
sekalipun respon terhadap iklim cukup baik, atau sebaliknya bahwa sekalipun ada
di daerah tropis namun bentuk yang terjadi tidak begitu baik merespon iklim
karena pertimbangan budayaa lebih berperan.
DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai