Anda di halaman 1dari 17

KEBEBASAN, TANGGUNG JAWAB DAN HATI NURANI

Disusun untuk memenuhi salah satu tugas


MATA KULIAH: Akhlak Tasawuf
DOSEN : Hendra Fita Candra, M. Pd. I

Disusun oleh:

Shoddiq 1801130429

Norlaili 1801130401

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PALANGKARAYA FAKULTAS


TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN JURUSAN PENDIDIKAN MIPA
PROGRAM STUDI TADRIS (PENDIDIKAN) FISIKA
TAHUN 2019 M / 1441 H
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam. Salawat serta salam semoga
dilimpahkan kepada Rasulullah SAW. Penulis bersyukur kepada Allah SWT.
karena berkat inayah-Nya-lah makalah ini dapat disusun dengan harapan dapat
memenuhi tugas kuliah “Akhlak Tasawuf’, yang mana makalah ini berjudul
“Kebebasan, Tanggung jawab dan Hati Nurani”. Sholawat dan salam semoga
selalu tercurahkan kepada junjungan kita, yakni Nabi Muhammad SAW yang
telah menunjukkan kepada kita jalan yang lurus berupa ajaran agama Islam yang
sempurna dan menjadi anugerah serta rahmat bagi seluruh alam semesta.

Sholawat dan salam tidak lupa kita haturkan kepada junjungan kita Nabi
paling besar Nabi Muhammad SAW dalam keadaan sehat wal alfi’at. Pada
kesempatan ini, penulis ucapkan terima kasih kepada beberapa pihak yang turut
serta dalam membuat makalah ini. Pertama, kepada petugas perpustakaan IAIN
Palangkaraya yang telah meminjamkan bukunya kepada kami. Kedua, kepada
rekan-rekan penyusun makalah atas kerja keras dalam menyusun makalah ini. Dan
tentunya terima kasih kepada dosen pengampu kami, yaitu Bapak Hendra Fitra
Candra, M.Pd.I. atas ijinnya untuk menyusun makalah ini. Semoga Allah SWT.
membalas kebaikan-kebaikan mereka dengan balasan yang lebih baik. Amin.

Penulis menyadari makalah ini jauh dari kata sempurna. Oleh


karena itu, penulis akan siap menerima kritik dan saran dari para pembaca demi
kesempurnaan makalah ini.

Akhir kata, penulis berharap makalah ini bermanfaat bagi pembaca


dan menjadikan amal saleh bagi penulis. Amin.

Palangkaraya, 23 November 2019

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................. i


DAFTAR ISI ........................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1
A. Latar Belakang ......................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .................................................................................... 1
C. Manfaat ..................................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN ........................................................................................ 2
A. Kebebasan ................................................................................................ 2
B. Tanggung Jawab ....................................................................................... 5
C. Hati Nurani ............................................................................................... 6
BAB III PENUTUP .............................................................................................. 10
A. Kesimpulan ............................................................................................. 10
B. Saran ....................................................................................................... 11
DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I PENDAHULUAN

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Islam merupakan Rahmatan Lil Alamin, Islam bersifat universal, Islam
memiliki kitab suci al-Qur’an sebagai pedoman hidup para pemeluknya.
Salah satu ajaran Islam yang terdapat dalam al-Qur’an adalah memiliki sifat
terpuji. Sifat terpuji harus dimiliki setiap umat manusia supaya kehidupan di
dunia menjadi aman, damai dan tenteram. Salah satu sifat terpuji adalah
bertanggung jawab. Bertanggung jawab sendiri tentunya berkaitan dengan
kebebasan dan hati nurani setiap manusia.
Kebebasan merupakan keadaan dimana seseorang ingin melakukan
suatu tindakan tidak ada unsur paksaan di dalam diri seseorang tersebut. Di
mana dalam melakukan suatu tindakan pastinya ia harus bertanggung jawab
atas tindakannya tersebut. Setiap bertindak manusia selalu dibarengi rasa
yang ada dalam dirinya yang mana rasa tersebut memperingati atas apa yang
telah dilakukan, apakah baik atau buruk, dimana disebut hati nurani.
Kebebasan, bertanggung jawab dan hati nurani merupakan hal penting
yang pasti ada dalam setiap manusia. Untuk itu ketiga hal tersebut akan
dibahas lebih dalam di makalah yang telah disusun penulis.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan kebebasan?
2. Apa yang dimaksud dengan tanggung jawab?
3. Apa yang dimaksud dengan hati nurani?
C. Manfaat
1. Mengetahui apa yang dimaksud dengan kebebasan.
2. Mengetahui apa yang dimaksud dengan tanggung jawab.
3. Mengetahui apa yang dimaksud dengan hati nurani.

1
BAB II PEMBAHASAN

PEMBAHASAN
A. Kebebasan
Di zaman baru ini perdebatan masalah kebebasan dan keterpaksaan
tersebut muncul kembali. Sebagian ahli filsafat seperti Spinos, Hucs, dan
Malebrache berpendapat bahwa manusia melakukan sesuatu karena terpaksa.
Sementara sebagian ahli filsafat lainnya berpendapat bahwa manusia
memiliki kebebasan untuk menetapkan perbuatannya. Manakah di antara dua
pendapat yang paling benar bukan hak kita untuk menilainya, karena masing-
masing argumentasi yang sama-sama kuat dan meyakinkan. Kencenderungan
masing-masing pembacalah yang mana di antara aliran itu yang lebih
diterima akal pikirannya.

Dalam kaitan dengan keperluan kajian akhlak, tampaknya pendapat


yang mengatakan bahwa manusia memiliki kebebasan melakukan
perbuatannyalah, yang akan diikuti disini . Sementara golongan yang
mengatakan bahwa manusia tidak memiliki kebebasan juga akan dikuti disini
dengan menempatkannya secara proporsional. Yakni dalam hal ini
bagaimanakah manusia itu bebas, dan dalam hal bagaimana pula manusia itu
terbatas. Dengan cara demikian kita mencoba berbuat adil terhadap dua
kelompok yang berbeda pendapat itu. 1) Kebebasan sebagaimana
dikemukakan Ahmad Charris Zubair adalah terjadi apabila kemungkinan-
kemungkinan untuk bertindak tidak dibatasi oleh suatu paksaan dari atau
keterikatan kepada orang lain. Paham ini disebut bebas negatif, karena hanya
dikatakan bebas dari apa, tetapi tidak ditentukan bebas untuk apa. Seseorang
disebut bebas apabila: Dapat menentukan sendiri tujuan-tujuannya dan apa
yang dilakukannya, 2) Dapat memilih antara kemungkinan-kemungkinan
yang tersedia baginya, dan 3) Tidak dipaksa atau terikat untuk membuat
sesuatu yang tidak akan dipilihnya sendiri ataupun dicegah dari berbuat apa
yang dipilihnya sendiri, oleh kehendak orang lain, negara ataun kekuasaan
apa pun.

2
Selain itu kebebasan itu meliputi segala macam kegiatan manusia,
yaitu kegiatan yang disadari, disengaja, dan dilakukan demi suatu tujuan yang
selanjutnya disebut tindakan. Namun bersamaan dengan itu manusia juga
memiliki keterbatasan atau dipaksa menerima apa adanya. Misalnya
keterbatasan dalam menentukan jenis kelaminnya, keterbatasan kesukuan
kita, dan sebagainya. Namun keterbatasan yang demikian itu sifatnya fisik,
dan tidak membatasi kebebasan yang sifatnya rohaniah. Dengan demikian
keterbatasan-keterbatasan tersebut tidak mengurangi kebebasan kita.

Dilihat dari segi sifatnya, kebebasan itupun dapat dibagi tiga.

1. Kebebasan Jasmaniah, yaitu kebebasan dalam menggerakkan dan


mempergunakan anggota badan yang kita miliki. Dan jika dijumpai adanya
batas-batas jangkauan yang dapat dilakukan oleh anggota badan kita, hal itu
tidak mengurangi kebebasan, melainkan menentukan sifat dari kebebasan itu.
Manusia misalnya berjenis kelamin dan berkumis, tetapi tidak dapat terbang,
semua itu tidak disebut melanggar kebebasan jasmaniah kita, karena
kemampuan terbang berada di luar kapasitas kodrati yang dimiliki manusia.
Yang dapat dikatakan melanggar kebebasan jasmaniah hanyalah paksaan,
yaitu pembatasan oleh seorang atau lembaga masyarakat berdasarkan
kekuatan jasmaniah yang ada padanya.
2. Kebebasan Kehendak (rohaniah), yaitu kebebasan untuk menghendaki
sesuatu. Jangkauan kebebasan kehendak adalah sejauh jangkauan
kemungkinan untuk berpikir, karena manusia dapat memikirkan apa saja dan
dapat menghendaki apa saja. Kebebasan kehendak berbeda dengan kebebasan
jasmaniah. Kebebasn kehendak tidak dapat secara langsung dibatasi dari luar.
Orang tidak dapat dipaksakan menghendaki sesuatu, sekalipun jasmaniahnya
dikurung.
3. Kebebasan Moral yang dalam arti luas berarti tidak adanya macam-macam
ancaman, tekanan, larangan, dan lain desakan yang tidak sampai berupa
paksaan fisik. Dan dalam arti sempit berarti tidak adanya kewajiban, yaitu

3
kebebasan berbuat apabila terdapat kemungkinan-kemungkinan untuk
bertindak.

Kebebasan pada tahap selanjutnya mengandung kemampuan khusus


manusiawi untuk bertindak, yaitu dengan menentukan sendiri apa yang mau
dibuat berhadapan dengan macam-macam unsur. Manusia bebas berarti manusia
yang dapat menentukan sendiri tindakannya.

Selanjutnya manusia dalam bertindak dipengaruhi oleh lingkungan luar, tetapi


dapat juga mengambil sikap dan menentukan dirinyasendiri. Manusia tidak begitu
saja dicetak oleh dunia luar dan dorongan-dorongannya di dalam, melainkan ia
membuat dirinya sendiri berhadapan dengan unsur-unsur tersebut. Dengan
demikian kebebasan ternyata merupakan tanda dan ungkapan martabat manusia,
sebagai satu-satunya makhluk yang tidak hanya ditentukan dan digerakkan,
melainkan yang dapat menentukan dunianya dan dirinya sendiri. Apa saja yang
dilakukan tidak atas kesadaran dan keputusannya sendiri dianggap hal yang tidak
wajar.1

Paham adanya kebebasan pada manusia ini sejalan pula dengan isyarat yang
diberikan al-Qur’an. Perhatikan beberapa ayat di bawah ini;

Artinya: “Katakanlah kebenaran datang dari Tuhanmu. Siapa yang mau


percayalah ia, siapa yang mau janganlah ia percaya. (QS. al-Kahfi,
18:29)

Artinya: “Buatlah apa yang maukamu kehendaki, sesungguhnya Ia melihat


apayang kamu perbuat.”(QS. Fushilat,41:40)
Ayat-ayat tersebut dengan jelas memberi peluang kepada manusia untuk
secara bebas menentukan tindakannya berdasarkan kemauannya sendiri.2

1
Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf, Cet. 10 (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2011),
hal.130-131.
2
Ibid.,hal 133.

4
B. Tanggung Jawab
Dalam filsafat, pengertian tanggung jawab adalah kemampuan manusia
yang menyadari bahwa seluruh tindakannya selalu mempunyai konsekuensi.
Perbuatan tidak bertanggung jawab, adalah perbuatan yamg didasarkan pada
pengetahuan dan kesadaran yang seharusnya dilakukan tapi tidak dilakukan
juga.3

Berhubung dengan kesengajaan, orang harus bertanggung jawab terhadap


tindakannya yang disengaja itu. Ini berarti bahwa ia harus dapat mengatakan
dengan jujur kepada kata-hatinya, bahwa tindakannya sesuai dengan
penerangan dan tuntutan kata-hati itu, jadi bahwa dia berbuat baik dan tidak
berbuat jahat setidak-tidaknya menurut keyakinannya. Tanggung jawab akan
hilang jika kesengajaan yang berkurang atau lenyap. Kesengajaan dan
tanggung jawab memang selalu berhubungan.4

Setiap manusia harus bertanggung jawab atas segala tindakannya.


Persoalan “tanggung jawab” Allah berfirman dalam surat Al-Qiyamah: 36,
yaitu:

Artinya: “Apakah manusia mengira bahwa ia akan dibiarkan begitu saja


(dalam tindakannya).”
Ayat di atas menjelaskan bahwa Allah menciptakan manusia tidak
percuma begitu saja.mereka dibekali berbagai alat yang lebih sempurna
daripada makhluk lainnya.tindakan dan sikap lakunya akan diadakan
perhitungan, baik dan buruk, besar atau kecil. Juga akan ada hisab atau
perhitungan Ilahi yang tidak bisa dielakkan. Maka manusia tidak boleh
bertindak semau hati, pikiran dan perasaan.
3
Muhammad Mufid, Etika Dan Filsafat Komunikasi Edisi Pertama (Jakarta: Pranamedia
Group, 2009), hal. 243.
4
Poedjawijatna, Etika Filsafat Tingkah Laku (Jakarta: Rineka Cipta, 1990), hal. 42-43.

5
Secara tersirat, ayat di atas menghimbau hati nurani manusia bahwa
manusia harus bertanggung jawab terhadap perbuatannya. Pertanggung
jawaban tertuju kepada segala perbuatan, tindakan, sikap hidup, sebagai
pribadi anggota, keluarga rumah tangga, masyarakat, negara. Manusia
mempunyai tanggung jawab baik terhadap Tuhannya maupun manusia
sesamanya. Nabi Muhammad Saw. Sebagai teladan utama selalu
memperlihatkan dalam keseluruhan hidup beliau untuk mendidik para sahabat
bagaimana bertanggung jawab dalam alamiah dan tindakan. Tanggung jawab
manusia mencakup semua aspek kehidupan baik politik, kenegaraan,
ubudiyah, ekonomi, sosial, kebudayaan, ilmiah. Nabi Saw. Sebagai teladan
tanggung jawab dalam pergaulan sehari-hari di rumah tangga terhadap isteri
dan anak, di medan perang, di masjid, kemasyarakatan dan kenegaraan.5

Dalam kerangka tanggung jawab ini, kebebasan mengandung arti: (1)


Kemampuan untuk dirinya sendiri, (2) Kemampuan untuk bertanggung jawab,
(3) Kedewasaan manusia, dan (4) Keseluruhan kondisi yang memungkinkan
manusia melakukan tujuan hidupnya. Tingkat laku yang didasarkan pada sikap,
sistem nilai dan pola pikir berarti tingkah laku berdasarkan kesadaran, bukan
instingtif, melainkan terdapat makna kebebasan manusia yang merupakan obyek
materia etika.
Dengan demikian tanggung jawab dalam kerangka akhlak adalah keyakinan
bahwa tindakannya itu baik. Ini pun sesuai dengan ungkapan Indonesia, yaitu
kalau dikatakan bahwa orang yang melakukan kekacauan sebagai orang yang
tidak bertanggung jawab, maka yang dimaksud adalah bahwa perbuatan yang
dilakukan orang tersebut secara moral tidak dapat dipertanggungjawabkan,
mengingat perbuatan tersebut tidak dapat diterima oleh masyarakat.6
C. Hati Nurani
Hati nurani, didalam bahasa barat dikenal dengan istilah : conscience,
conscientia, gewissen, geweten. Conscientia (Latin) merupakan terjemahan

5
A. Mustofa, Akhlak Tasawuf Edisi Revisi, Cet. 2 (Bandung: CV Pustaka Setia,
1999), hal. 116.
6
Abuddin Nata, Op.Cit., hal.134.

6
dari Suneidesis (Yunani), yang arti umumnya “sama-sama mengetahui” dan
biasanya “sama-sama mengetahui perbuatan orang lain”. Jadi “suneidesis” itu
ditujukan kepada perbuatan sendiri, maka suneidesis dapat diterjemahkan
dengan “sadar akan” (perbuatannya sendiri).7

Hati nurani atau intuisi merupakan tempat di mana manusia dapat


memperoleh saluran ilham dari Tuhan. Hati nurani ini diyakini selalu
cenderung kepada kebaikan dan tidak suka kepada keburukan. Atas dasar
inilah muncul aliran atau paham intuisisme, yaitu paham yang mengatakan
bahwa perbuatan yang baik adalah perbuatan yang sesuai dengan kata hati,
sedangkan perbuatan yang buruk adalah perbuatan yang tidak sejalan dengan
kata hati atau hati nurani, sebagaimana hal ini telah diuraikan panjang lebar di
atas.

Karena sifatnya yang demikian itu, maka hati nurani harus menjadi salah
satu dasar pertimbangan dalam melaksanakan kebebasan yang ada dalam diri
manusia, yaitu kebebasan yang tidak menyalahi atau membelenggu hati
nuraninya, karena kebebasan yang demikian itu pada hakikatnya adalah
kebebasan yang merugikan secara moral.

Dari pemahaman kebebasan yang demikian itu, maka timbullah tanggung


jawab, yaitu bahwa kebebasan yang diperbuat secara hati nurani dan moral
harus dapat dipertanggung jawabkan. Di sinilah letak hubungan antara
kebebasan, tanggung jawab dan hati nurani.8
Jiwa manusia dapat merasakan ada sesuatu kekuatan yang berfungsi untuk
memperingatkan, mencegah dari perbuatan yang buruk. Atau sebaliknya kekuatan
tersebut mendorong terhadap perbuatan yang baik. Ada perasaan tidak senang
apabila sedang mengerjakan sesuatu karena tidak tunduk kepada kekuatan.
Apabila telah menyelesaikan perbuatan jelek, mulailah kekuatan tersebut
memarahinya dan merasa menyesal atas perbuatan itu.

7
Ahmad Charis Zubair, Kuliah Etika Ed. 1, Cet. 2 (Jakarta: Rajawali, 1990), hal. 51-52.
8
Abuddin Nata, Op.Cit., hal. 135

7
Kondisi perasaan yang lain bahwa kekuatan tersebut memerintahkan agar
melakukan kewajiban. Kemudian mendorong untuk melangsungkan
perbuatannya. Dan setelah selesai, dia merasakan lapang dada dan gembira.

Gambaran keadaan jiwa di atas, menunjukkan bahwa manusia di dalamnya


ada “HATI NURANI”. Ia merupakan kekuatan yang mendahului, mengiringi dan
menyusul pada perbuatan.

Adapun kekuatan hati nurani dapat disebutkan bahwa:

1. Apabila kekuatan mengiringi suatu perbuatan, akan memberi petunjuk dan


menakuti dari kemaksiatan.
2. Apabila kekuatan mengiringi suatu perbuatan, akan mendorongnya untuk
menyempurnakan perbuatan yang baik dan menahan dari perbuatan yang
buruk.
3. Apabila kekuatan menyusul setelah perbuatan, akan merasa gembira dan
senang apabila melakukan perbuatan yang ditaati namun akan meraa sakit
dan pedih waktu melanggar, perbuatan jelek.

Hati nurani yang kita rasakan timbul dari hati kita, perintah kepada kita
supaya melakukan kewajiban dan memperingatkan kita agar jangan sampai
menyalahinya. Walaupun kita tidak mengharap balasan atau takut siksaan yang
lahir. Orang miskin yang mendapat uang di jalan, ia yakin bahwa tidak ada yang
melihatnya kecuali Tuhannya, dan kekuasaan undang-undang negeri tidak akan
mengenainya, kemudian ia sampaikan barang tersebut kepada pemiliknya atau
kepada pusat kepolisian. Hal tersebut dikarenakan ia memiliki hati nurani yamng
memerintahkan ia untuk menjauhi perbuatan yang buruk.9

Menurut Prof. Dr. Ahmad Amin, bahwa hati nurani (suara hati) mempunyai
tiga tingkatan:

1. Perasaan melakukan kewajiban karena takut kepada manusia.


2. Perasaan mengharuskan mengikutinya apa yang harus diperintahkan.

9
A. Mustofa, Op.Cit., hal 118.

8
3. Tidak sampai kepada tingkatan ini kecuali orang-orang besar dan para
pemimpin ulung. Yaitu rasa seharusnya mengikuti apa yang dipandang benar
oleh dirinya, berbeda dengan pendapatan orang atau mencocokinya,
menyalahi undang-undang yang terkenal di antara manusia tau mencocokinya.

Dan sebenarnya manusia mau menunaikan kewajiban dan melakukan


perbuatan, yang mendorong adalah hati nurani yang tertanan dalam watak dan
jiwanya.
Suatu perbuatan baru dapat dikatakan sebagai perbuatan akhlaki atau
perbuatan yang dapat di nilai berakhlak, apabila perbuatan tersebut di lakukan atas
kemauan dan kesadaran sendiri bukan karena paksaan dan bukan pula di buat-buat
dan di lakukan dengan tulus ikhlas.
Dengan demikian perbuatan yang berakhlak itu ialah perbuatan yang di
lakukan dengan sengaja secara bebas. Selanjutnya perbuatan akhlak juga harus
dilakukan atas kemauan sendiri dan bukan karena paksaan. Perbuatan seperti
inilah yang dapat dimintai pertanggung jawabannya dari orang yang
melakukannya.dengan demikian kita dapat melihat pentingnya hubungan
tanggung jawab dengan akhlak.10

10
Abuddin Nata,Op.Cit., hal136

9
BAB III PENUTUP

PENUTUP

A. Kesimpulan
Kebebasan merupakan dapat menentukan sendiri apa yang hendak
dilakukannya, dapat memilih kemungkinan-kemungkinan yang tersedia baginya,
dan tidak dipaksa atau terikat untuk membuat suatu yang tidak akan dipilihnya
sendiri. Kebebasan meliputi kegatan mausia yang disadari, disengaja dan
diakukan demi suatu tujuan yang selanjutnya disebut tindakan.
Tanggung jawab berarti kemampuan manusia yang menyadari bahwa seluruh
tindakannya selalu mempunyai konsekuensi. Tanggung jawab akan hilang jika
kesengajaan yang berkurang atau lenyap. Kesengajaan dan tanggung jawab selalu
berhubungan.
Hati nurani atau intuisi merupakan tempat di mana manusia dapat memperoleh
saluran ilham dari Tuhan. Hati nurani menjadi salah satu dasar pertimbangan
dalam melaksanakan kebebasan yang ada dalam diri manusia. Hati nurani ini
diyakini selalu cenderung kepada kebaikan dan tidak suka kepada keburukan.
Atas dasar inilah muncul aliran atau paham intuisisme, yaitu paham yang
mengatakan bahwa perbuatan yang baik adalah perbuatan yang sesuai dengan kata
hati, sedangkan perbuatan yang buruk adalah perbuatan yang tidak sejalan dengan
kata hati atau hati nurani, sebagaimana hal ini telah diuraikan panjang lebar di
atas.

Perbuatan berakhlak adalah perbuatan yang dilakukan secara sengaja dan


bebas. Disinilah letak hubungan akhlak dan kebebasan. Akhlak juga harus
dilakukan atas kemauan sendiri dan bukan paksaan. Perbuatan seperti ini disebut
perbuatan yang bertanggung jawab. Disinilah letak hubungan akhlak dan
tanggung jawab. Terakhir, Perbuatan akhlak juga harus muncul dari keikhlasan
hati yag melakukanya dan dapat dipertanggung jawabkan kepada hati sanubari,
maka disinilah hubungan akhlak dan hati nurani.

10
Maka dapat di simpulkan bahwa kebebasan, tanggung jawab dan hati nurani
adalah merupakan factor-faktor dominan yang menentukan suatu perbuatan dapat
di katakan sebagai perbuatan akhlak.

B. Saran
Diharapkan buat pemakalah berikutnya agar lebih memperhatikan bagaimana
penulisan makalah yang baik dan benar sehingga kesalahan pada makalah ini
tidak terulang kembali.

11
DAFTAR PUSTAKA
Mustofa, A., Akhlak Tasawuf Edisi Revisi, Cet. 2 (Bandung: CV Pustaka Setia,
1999)
Mufid, Muhammad, Etika Dan Filsafat Komunikasi Edisi Pertama (Jakarta:
Pranamedia Group, 2009)
Nata, Abuddin, Akhlak Tasawuf, Cet. 10 (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada,
2011),
Poedjawijatna, Etika Filsafat Tingkah Laku (Jakarta: Rineka Cipta, 1990)
Zubair, Ahmad Charis, Kuliah Etika Ed. 1, Cet. 2 (Jakarta: Rajawali, 1990)
Pertanyaan:

1. Muhammad Ridwan: apa maksud manusia berjenis kelamin dan berkumis,


tetapi tidak dapat terbang serta hubungannya dengan kebebasan jasmaniah?
Jawab:
Maksudnya adalah Allah menciptakan manusia dengan memiliki jenis
kelamin (laki-laki/perempuan) dan memiliki kumis, namun berjenis kelamin
dan berkumis tidak membatasi kebebasan manusia dalam melakukan
sesuatu perbuatan yang hendak ia lakukan, misalnya manusia secara
kodratnya ia tidak memiliki sayap untuk terbang, namun itu tidak bisa
menghalangi manusia untuk pergi kemanapun ia inginkan, justru dengan
tidak memiliki sayap manusia bisa mengembangkan kapasitas dirinya
dengan menciptakan ide baru yaitu membuat pesawat terbang dan
menggunakannya kemanapun ia ingin. Dengan begitu manusia dapat
mempergunakan anggota badannya dan menggerakkannya sebagaimana
yang ia inginkan.
2. Maulida Permata Sari : apa maksud tanggung jawab akan hilang apabila
kesengajaan berkurang atau lenyap?
Jawab:
Kesengajaan dan tanggung jawab memang selalu berhubungan. Tanggung
jawab muncul dikarenakan adanya kesengajaan yang dilakukan. Tanggung
jawab adalah sadar akan apa yang ia lakukan selalu memiliki konsekuensi.
Namun, apabila ia tidak sengaja melakukan sesuatu maka hal tersebut tidak
mengharuskan ia untuk bertanggung jawab. Contoh: seorang pelukis
memiliki karya yang sama dengan karya pelukis sebelumnya, namun
pelukis tersebut secara kebetulan saja memiliki lukisan yang sama dengan
yang sudah ada sebelumnya, maka pelukis ini tidak harus bertanggung
jawab akan ketidaksengajaannya karena ia tidak sengaja atau tidak sadar
akan kemiripan lukisannya dengan lukisan sebelumnya. Di sini maksud dari
tanggung jawab akan hilang apabila kesengajaan berkurang atau lenyap.
3. Muhammad Busyairi : apa hubungan emosional dengan kebebasan,
tanggung jawab dan hati nurani dalam pembentukan akhlak baik terpuji dan
tercela?
Jawab:
Hati nurani atau intuisi merupakan tempat dimana manusia dapat
memperoleh saluran ilham dari Tuhan. Karena sifat itulah, maka hati nurani
harus menjadi salah satu dasar pertimbangan dalam melaksanakan
kebebasan dalam diri manusia, yaitu kebebasan yang tidak menyalahi atau
membelenggu hati nuraninya, karena kebebasan yang demikian itu pada
hakikatnya adalah kebebasan yang merugikan secara moral. Maka timbullah
tanggung jawab, yaitu bahwa kebebasan yang diperbuat secara hati nurani
dan moral dapat dipertanggung jawabkan. Di sinilah letak hubungan antara
kebebasan, ttanggung jawab dan hati nurani.
4. Dicky Kurniawan : apa maksud tanggung jawab kehidupan dalam aspek
ilmiah?
Jawab:
Ilmiah berarti ilmu atau keilmuan. Adapun yang dimaksud dengan tanggung
jawab dalam aspek ilmiah adalah setiap manusia berkewajiban untuk
mengembangkan basis keilmuannya. Melalui metode-metode yang
dipelajari, manusia harusnya sudah cukup cakap dalam berbagai
pengetahuan. Pengetahuan begitu luas, dan zaman sekarang manusia
dituntut untuk bisa memanfaatkan berbagai teknologi yang tersedia untuk
menambah pengetahuannya.

Anda mungkin juga menyukai