Puji dan syukur kami haturkan kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan
tugas pembuatan makalah ini. Dalam pembuatan makalah ini, banyak kesulitan
yang kami alami terutama disebabkan oleh kurangnya pengetahuan. Namun
berkat bimbingan dan bantuan dari semua pihak akhirnya makalah ini dapat
terselesaikan tepat pada waktunya.
Oleh karena itu, kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak
yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini. Semoga makalah ini
dapat bermanfaat bagi kita semua.
Tak ada gading yang tak retak. Begitu pula dengan makalah yang kami
buat ini yang masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu kami
mengharapkan kritik dan saran agar makalah ini menjadi lebih baik serta
berdaya guna dimasa yang akan datang.
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .....................................................................................
B. Rumusan Masalah ................................................................................
C. Tujuan Penulisan ..................................................................................
BAB II PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN AIDS ............................................................................
B. PENYEBAB .........................................................................................
DAFTAR PUSTAK
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
1. Agar dapat mengetahui Pengertian Aids ?
2. Agar dapat mengetahui Penyebab ?
3. Agar dapat mengetahui Gejala Terinfeksi Aids ?
4. Agar dapat mengetahui Cara Penularan Aids ?
5. Agar dapat mengetahui Pengaruh Kehamilan Pada Perjalanan Penyakit
Hiv ?
6. Agar dapat mengetahui Tranmisi Ventrikal Hiv ?
7. Agar dapat mengetahui Perawatan Pada Kehamilan, Persalinan Dan Pasca-
Persalinan ?
8. Agar dapat mengetahui Prinsip Pemberian Nutrisi Pada Ibu Hamil/Wanita
Dengan Hiv/Aids ?
C. Tujuan
1. Untuk Pengertian Aids
2. Untuk Penyebab
3. Untuk Gejala Terinfeksi Aids
4. Untuk Cara Penularan Aids
5. Untuk Pengaruh Kehamilan Pada Perjalanan Penyakit Hiv
6. Untuk Tranmisi Ventrikal Hiv
7. Untuk Perawatan Pada Kehamilan, Persalinan Dan Pasca-Persalinan
8. Untuk Prinsip Pemberian Nutrisi Pada Ibu Hamil/Wanita Dengan Hiv/Aids
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian AIDS
Acquired Immunodeficiency Syndrome adalah singkatan dari AIDS. AIDS
adalah kumpulan gejala klinis akibat penurunan sistem kekebalan tubuh yang
timbul akibat infeksi HIV (Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2012).
Virus HIV memasuki tubuh seseorang maka tubuh akan terinfeksi dan virus
mulai mereplikasi diri dalam sel orang tersebut (Sel limfosit T CD4 dan
Makrofag). Virus HIV akan mempengaruhi sistem kekebalan tubuh dengan
menghasilkan antibodi untuk HIV. Masa antara masuknya infeksi dan
terbentuknya antibody yang dapat dideteksi melalui pemeriksaan laboratorium
adalah antara 2-12 minggu dan disebut masa jendela (window period). Selama
masa jendela, pasien sangat infeksius sehingga mudah menularkan kepada
orang lain meskipun hasil pemeriksaan laboratorium masih negatif (Kementrian
Kesehatan Republik Indonesia, 2015).
B. Penyebab
Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus yang
menyebabkan penyakit AIDS (Kementrian Kesehatan Republik Indonesia,
2015).
2. Transmisi Intrapartum
Transmisi intrapartum/infeksi lambat didiagnosis jika pemeriksaan
virologis negatif dalam 48 jam pertama setelah kelahiran dan tes 1 minggu
berikutnya menjadi positif dan bayi tidak menyusui.
Selama persalinan, bayi dapat tertular darah atau cairan servikovaginal
yang mengandung HIV melalui paparan trakheobronkial atau tertelan pada
jalan lahir. HIV ditemukan pada cairan servikovaginal wanita terinfeksi HIV-
AIDS sekitar 21% dan pada cairan aspirasi lambung bayi yang dilahirkan
sekitar 10%. Terdapatnya HIV pada cairan servikovaginal berhubungan dengan
duh tubuh vagina abnormal, kadar sel CD4 yang rendah dan defisiensi vitamin
A. Selain menurunkan imunitas, defisiensi vitamin A akan menurunkan
integritas plasenta dan permukaan mukosa jalan lahir, sehingga akan
memudahkan terjadi trauma pada jalan lahir dan transmisi HIV secara vertikal.
Besarnya paparan pada jalan lahir juga dikaitkan dengan ulkus serviks atau
vagina, korioamnionitis, ketuban pecah sebelum waktunya, persalinan prematur,
penggunaan elektrode pada kepala janin, penggunaan vakum atau forceps,
episiotomi dan rendahnya kadar CD4 ibu. Ketuban pecah lebih dari 4 jam
sebelum persalinan akan meningkatkan resiko transmisi antepartum sampai dua
kali lipat dibandingkan jika ketuban pecah kurang dari 4 jam sebelum
persalinan.
Diantara faktor-faktor tersebut, kadar HIV ibu pada saat persalinan atau
menjelang persalinan merupakan prediktor paling penting. Karena itu, resiko
penularan lebih tinggi terjadi pada ibu hamil dengan infeksi HIV primer.
Namun, belum ada angka pasti pada kadar HIV berapa penularan dapat terjadi.
Penelitian dari Women and Infants Transmission Study menunjukkan pada
kadar HIV ibu <> 1,2 Garcia, dkk melaporkan 21% penularan HIV pada ibu
dengan kadar HIV menjelang atau saat persalinan <100.000>100.000 kopi/mL
penularan yang terjadi 63%.1 John, dkk menemukan penularan empat kali lebih
tinggi pada ibu dengan kadar HIV>43.000 kopi/mL. Namun, kadar HIV yang
rendah atau tidak terdeteksi tidak menjamin bahwa bayi tidak akan tertular
karena pada beberapa kasus penularan tetap terjadi. John, dkk pada
penelitiannya mengemukakan transmisi yang terjadi pada tiga orang ibu dengan
kadar HIV<5000>1 juta kopi/mL. Selain itu, kadar HIV ibu sebelum dan saat
persalinan juga akan menentukan kadar HIV pada bayi yang ditularkannya.
Wiener, dkk mengemukakan hubungan linier kadar HIV ibu dan kadar HIV
bayi pada 3 bulan pertama kehidupannya.
Selain faktor ibu, faktor janin ternyata juga mempengaruhi transmisi
perinatal. Prematuritas dan berat badan lahir rendah diduga berperan karena
sistem imunitas pada bayi tersebut belum berkembang baik. Beberapa
penelitian menghubungkan kelahiran prematur dengan stadium penyakit HIV
ibu, penggunaan kokain atau opiat. Pada bayi kembar, urutan kelahiran juga
memegang peranan. Menurut Duliege, dkk bayi yang lahir pertama kali
mempunyai resiko penularan dua kali lebih tinggi dibandingkan bayi yang lahir
kedua. Hal tersebut disebabkan bayi yang lahir pertama lebih lama berada
dijalan lahir dan biasanya berukuran lebih besar, sehingga secara tidak langsung
membersihkan jalan lahir untuk bayi yang lahir berikutnya.
Periode Faktor
K. Pengobatan ARV
Pengobatan ARV jangka panjang, teratur dan disiplin, penularan 1 dari ibu
ke anak bisa diturunkan hingga 2% (Kementrian Kesehatan Republik Indonesia,
2015). ARV sudah terbukti dapat menghambat replikasi virus sehingga kadar
virus dalam darah yang menginfeksi sel kekebalan tubuh atau CD4 menurun
dan akibatnya kekebalan tubuh mulai pulih atau meningkat (Kementrian
Kesehatan Republik Indonesia, 2015). Untuk memulai terapi ARV perlu
dipertimbangkan hal-hal berikut:
1. persiapan klien secara fisik/mental untuk menjalani terapi melalui edukasi
prapemberian ARV;
2. bila terdapat infeksi oportunistik, maka infeksi tersebut perlu diobati
terlebih dahulu. Terapi ARV baru bisa diberikan setelah infeksi
3. oportunistik diobati dan stabil (kira-kira setelah dua minggu sampai
dua bulan pengobatan). Profilaksis kotrimoksazol diberikan pada stadium
klinis 2, 3, 4 dan atau CD4 < 200. Untuk mencegah PCP, Toksoplasma,
infeksi bacterial (pneumonia, diare) dan berguna juga untuk mencegah
malaria pada daerah endemis;
4. pada ibu hamil dengan tuberkulosis: OAT selalu diberikan mendahului
ARV sampai kondisi klinis pasien memungkinkan (kira-kira dua minggu
sampai dua bulan) dengan fungsi hati baik untuk memulai terapi ARV.
Syarat pemberian ARV pada ibu hamil dikenal dengan singkatan SADAR,
yaitu sebagai berikut.
1. Siap: menerima ARV, mengetahui dengan benar efek ARV terhadap
infeksi HIV.
2. Adherence : kepatuhan minum obat.
3. Disiplin : minum obat dan kontrol ke dokter.
4. Aktif: menanyakan dan berdiskusi dengan dokter mengenai terapi.
5. Rajin: memeriksakan diri jika timbul keluhan
A. Kesimpulan
Penularan HIV dapat melalui hubungan seksual, terjadi secara horizontal
maupun vertikal (dari ibu ke anak). Transmisi horisontal dapat terjadi melalui
darah (diantaranya transfusi darah atau produk darah yang tercemar HIV,
penggunaan alat yang tidak steril disarana pelayanan kesehatan, penggunaan
alat yang tidak steril dilayanan kesehatan tradisional ) dan melalui hubungan
seks (misalnya pelecehan seksual pada anak, pelacuran anak ). Kurang lebih
10% penularan HIV terjadi melalui transmisi horizontal. Dan yang cukup
penting adalah penularan secara vertikal dari ibu ke anak. Penularan vertikal
dapat terjadi selama intra uterine, intra partum maupun post partum.
Penatalaksanaan klinis penyakit HIV pada kehamilan terus dikembangkan
untuk menekan transmisi secara vertikal. Pemberian antiretrovirus bertujuan
untuk mengurangi viral load agar menjadi sangat rendah atau dibawah tingkat
yang dapat terdeteksi untuk jangka waktu yang lama. Rekomendasi cara
persalinan dikeluarkan oleh Perinatal HIV Guidelines Working Group di
Amerika Serikat untuk mengurangi transmisi HIV dari ibu ke anak dan
persalinan dengan seksio sesarea dipikirkan dapat mengurangi paparan bayi
dengan cairan servikovaginal yang mengandung HIV. Selain itu WHO, Unicef
dan UNAIDS mengeluarkan rekomendasi untuk menghindari air susu ibu yang
terkena HIV jika alternatif susu lain tersedia dan aman.
Cara yang efektif untuk mengurangi resiko penularan HIV dari ibu ke anak
tergantung pada saat kapan wanita tersebut mengetahui status HIV-nya
sehingga dapat ditentukan penatalaksanaannya secepat mungkin. Oleh karena
itu peranan konseling dan tes HIV bagi ibu hamil sangatlah penting sebagai
salah satu cara untuk deteksi dini terhadap infeksi HIV.
B. Saran
Diharapkan dengan adanya Makalah ini dapat menambah wawasan dan
juga pengetahuan bagi pembaca maupun penulis, serta laporan pendahuluan ini
masih banyak memiliki kekurangan diharapkan pengertian dan kritik yang
dapat membangun makalah ini menjadi lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA