Anda di halaman 1dari 18

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami haturkan kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan
tugas pembuatan makalah ini. Dalam pembuatan makalah ini, banyak kesulitan
yang kami alami terutama disebabkan oleh kurangnya pengetahuan. Namun
berkat bimbingan dan bantuan dari semua pihak akhirnya makalah ini dapat
terselesaikan tepat pada waktunya.
Oleh karena itu, kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak
yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini. Semoga makalah ini
dapat bermanfaat bagi kita semua.
Tak ada gading yang tak retak. Begitu pula dengan makalah yang kami
buat ini yang masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu kami
mengharapkan kritik dan saran agar makalah ini menjadi lebih baik serta
berdaya guna dimasa yang akan datang.
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ............................................................................................


Daftar isi ......................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .....................................................................................
B. Rumusan Masalah ................................................................................
C. Tujuan Penulisan ..................................................................................

BAB II PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN AIDS ............................................................................

B. PENYEBAB .........................................................................................

C. GEJALA TERINFEKSI AIDS ..............................................................

D. CARA PENULARAN AIDS ................................................................... ..

E. PENGARUH KEHAMILAN PADA PERJALANAN


PENYAKIT HIV ...................................................................................
F. TRANMISI VENTRIKAL HIV .............................................................
G. PERAWATAN PADA KEHAMILAN,
PERSALINAN DAN PASCA-PERSALINAN .....................................
H. PRINSIP PEMBERIAN NUTRISI PADA
IBU HAMIL/WANITA DENGAN HIV/AIDS ....................................

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan ..........................................................................................
B. Saran .....................................................................................................

DAFTAR PUSTAK
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Acquired Immunodeficiency Syndrome adalah singkatan dari AIDS. AIDS


adalah kumpulan gejala klinis akibat penurunan sistem kekebalan tubuh yang
timbul akibat infeksi HIV. Penyebab
Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus yang menyebabkan
penyakit AIDS (Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2012).
Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS) dicurigai bila paling
sedikit mempunyai dua gejala mayor dan satu gejala minor dan tidak terdapat
sebab-sebab penekanan imun yang lain yang diketahui seperti kanker,
malnutrisi berat atau sebab-sebab lain Penularan HIV dari ibu ke anak dapat
terjadi selama hamil (5-10%), melahirkan (10 20%) dan saat menyusui (5-20%)
(Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2012). Diseluruh dunia pada tahun
2013 ada 35 juta orang hidup dengan HIV yang meliputi 16 juta perempuan dan
3,2 juta berusia <15 tahun. jumlah infeksi baru HIV pada tahun 2013 sebesar
2,1 juta yang terdiri dari 1,9 juta dewasa dan 240.000 anak berusia <15 tahun.
jumlah kematian akibat AIDS sebanyak 1,5 juta yang terdiri dari 190.000 anak
berusia <15 tahun (Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2014). Faktor
penularan virus HIV dapat masuk ke dalam tubuh melalui tiga cara yaitu
hubungan seksual;pajanan oleh darah, produk darah atau organ dan jaringan
yang terinfeksi termasuk terpajan jarum suntik yang telah terinfeksi HIV;
penularan dari ibu ke anak (Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2012).
Pencegahan penularan HIV dengan berbagai cara sederhana antara
lain berperilaku seks yang aman (abstinen, saling setia, seks dengan
menggunakan kondom), mencegah penularan melalui alat-alat yang tercemar
dengan prinsip kewaspadaan universal, pencegahan pada transfusi darah dengan
skrining donor dan pencegahan penularan dari ibu ke anak dengan program
PMTCT.

B. Rumusan Masalah
1. Agar dapat mengetahui Pengertian Aids ?
2. Agar dapat mengetahui Penyebab ?
3. Agar dapat mengetahui Gejala Terinfeksi Aids ?
4. Agar dapat mengetahui Cara Penularan Aids ?
5. Agar dapat mengetahui Pengaruh Kehamilan Pada Perjalanan Penyakit
Hiv ?
6. Agar dapat mengetahui Tranmisi Ventrikal Hiv ?
7. Agar dapat mengetahui Perawatan Pada Kehamilan, Persalinan Dan Pasca-
Persalinan ?
8. Agar dapat mengetahui Prinsip Pemberian Nutrisi Pada Ibu Hamil/Wanita
Dengan Hiv/Aids ?

C. Tujuan
1. Untuk Pengertian Aids
2. Untuk Penyebab
3. Untuk Gejala Terinfeksi Aids
4. Untuk Cara Penularan Aids
5. Untuk Pengaruh Kehamilan Pada Perjalanan Penyakit Hiv
6. Untuk Tranmisi Ventrikal Hiv
7. Untuk Perawatan Pada Kehamilan, Persalinan Dan Pasca-Persalinan
8. Untuk Prinsip Pemberian Nutrisi Pada Ibu Hamil/Wanita Dengan Hiv/Aids
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian AIDS
Acquired Immunodeficiency Syndrome adalah singkatan dari AIDS. AIDS
adalah kumpulan gejala klinis akibat penurunan sistem kekebalan tubuh yang
timbul akibat infeksi HIV (Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2012).
Virus HIV memasuki tubuh seseorang maka tubuh akan terinfeksi dan virus
mulai mereplikasi diri dalam sel orang tersebut (Sel limfosit T CD4 dan
Makrofag). Virus HIV akan mempengaruhi sistem kekebalan tubuh dengan
menghasilkan antibodi untuk HIV. Masa antara masuknya infeksi dan
terbentuknya antibody yang dapat dideteksi melalui pemeriksaan laboratorium
adalah antara 2-12 minggu dan disebut masa jendela (window period). Selama
masa jendela, pasien sangat infeksius sehingga mudah menularkan kepada
orang lain meskipun hasil pemeriksaan laboratorium masih negatif (Kementrian
Kesehatan Republik Indonesia, 2015).

B. Penyebab
Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus yang
menyebabkan penyakit AIDS (Kementrian Kesehatan Republik Indonesia,
2015).

C. Gejala Terinfeksi HIV


Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS) dicurigai bila paling sedikit
mempunyai dua gejala mayor dan satu gejala minor dan tidak terdapat sebab-
sebab penekanan imun yang lain yang diketahui seperti kanker, malnutrisi berat
atau sebab-sebab lain. Gejala mayor meliputi penurunan berat badan > 10%
berat badan, diare kronis lebih dari satu bulan, demam lebih dari satu bulan.
Gejala minornya yaitu batuk-batuk selama lebih dari satu bulan, gatal-gatal atau
penyakit kulit (pruritus/dermatitis) seluruh tubuh, infeksi umum yang berulang
seperti herpes zoster, infeksi jamur pada mulut dan faring, infeksi herpes
simpleks yang lama dan meluas, pembesaran kelenjar limfa secara mnyeluruh.
Adanya kanker kulit (sarkoma kaposi) meluas atau Meningitis cryptococcal
sudah cukup untuk menegakkan AIDS

D. Cara Penularan HIV


Virus HIV dapat masuk ke dalam tubuh melalui tiga cara yaitu hubungan
seksual;pajanan oleh darah, produk darah atau organ dan jaringan yang
terinfeksi termasuk terpajan jarum suntik yang telah terinfeksi HIV; penularan
dari ibu ke anak (Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2015). Perilaku
berisiko tertularnya HIV adalah perilaku individu yang memungkinkan tertular
virus HIV. Sejumlah perilaku risiko yang dimaksud adalah berhubungan
seksual yang tidak aman (tidak memakai kondom), berganti-ganti pasangan
seksual, berganti-ganti jarum suntik dan alat lain yang kontak dengan darah dan
cairan tubuh dengan orang lain (Kementrian Kesehatan Republik Indonesia,
2015). Cairan tubuh yang tidak menularkan HIV antara lain keringat, air mata,
air liur/ludah dan air kencing. Sedangan menurut Kementrian Kesehatan
Republik Indonesia, 2015 Human Immunodeficiency virus
(HIV) tidak ditularkan melalui hidup serumah, tidur bersama, bersalaman,
berpelukan, bersentuhan, berciuman, kolam renang, alat makan dan minum
secara bersama, ataupun gigitan serangga seperti nyamuk.

E. Cara Pencegahan Penularan HIV


Kita dapat melakukan pencegahan penularan HIV dengan berbagai cara
sederhana antara lain berperilaku seks yang aman (abstinen, saling setia, seks
dengan menggunakan kondom), mencegah penularan melalui alat-alat yang
tercemar dengan prinsip kewaspadaan universal, pencegahan pada transfusi
darah dengan skrining donor dan pencegahan penularan dari ibu ke anak
melalui program PMTCT (Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2015).
F. Pengaruh Kehamilan Pada Perjalanan Penyakit HIV
Kehamilan tidak secara signifikan mempengaruhi resiko kematian,
progresivitas menjadi AIDS atau progresivitas penurunan sel CD4 pada wanita
yang terinfeksi HIV. Pengaruh kehamilan terhadap sel CD4 pertama kali
dilaporkan oleh Burns, dkk. Pada kehamilan normal terjadi penurunan jumlah
sel CD4 pada awal kehamilan untuk mempertahankan janin. Pada wanita yang
tidak menderita HIV, presentase sel CD4 akan meningkat kembali mulai
trisemester ketiga hingga 12 bulan setelah melahirkan. Sedangkan pada wanita
yang terinfeksi HIV penurunan tetap terjadi pada kehamilan dan setelah
melahirkan walaupun tidak bermakna secara statistik. Nemun penelitian dari
European Collaborative Study dan Swiss HIV Pregnancy Cohort dengan jumlah
sample yang lebih besar, menunjukkan presentase penurunan sel CD4 selama
kehamilan sampai 6 bulan setelah melahirkan tetap stabil.
Kehamilan ternyata hanya sedikit meningkatkan kadar virus (viral load)
HIV. Kadar virus HIV meningkat terutama setelah 2 tahun persalinan,
walaupun secara statistik tidak bermakna.
Kehamilan juga tidak mempercepat progresivitas penyakit menjadi AIDS.
Italian Seroconversion Study Group membandingkan wanita terinfeksi HIV dan
pernah hamil ternyata tidak menunjukkan perbedaan resiko menjadi AIDS atau
penurunan CD4 menjadi kurang dari 200.

G. Pengaruh Infeksi HIV pada Kehamilan


Penelitian di negara maju sebelum era anti retrovirus menunjukkan bahwa
HIV tidak menyebabkan peningkatan prematuritas, berat badan lahir rendah
atau gangguan pertumbuhan intra uterin.
Sedangkan di negara berkembang, infeksi HIV justru meningkatkan
kejadian aborsi, prematuritas, gangguan pertumbuhan intra uterin dan kematian
janin intra uterin terutama pada stadium lanjut. Selain karena kondisi fisik ibu
yang lebih buruk juga karena kemungkinan penularan perinatalnya lebih tinggi.
H. Transmisi Vertikal HIV
Tanpa intervensi, resiko penularan HIV dari ibu ke janinnya yang
dilaporkan berkisar antara 15%-45%. Resiko penularan ini lebih tinggi di
negara berkembang dibandingkan dengan negara maju (21%-43%
dibandingkan 14%-26%). Penularan dapat terjadi pada intra uterin, intrapartum
dan post partum. Sebagian besar penularan terjadi intra partum. Pada ibu yang
tidak menyusui, 24%-40% penularan terjadi intra uterin dan 60%-75% terjadi
selama persalinan. Sedangkan pada ibu yang menyusui bayinya, sekitar 20%-
25% penularan terjadi intra uterin, 60%-70% intra partum dan saat awal
menyusui dan 10%-15% setelah persalinan. Resiko infeksi intra uterin, intra
partum dan pasca persalinan adalah 6%, 18% dan 4% dari keseluruhan kelahian
ibu dengan HIV positif.
1. Transmisi Intra Uterin
Kejadian transmisi HIV pada janin kembar dan ditemukannya DNA HIV,
IgM anti-HIV dan antigen p24 pada neonatus pada minggu pertama
membuktikan bahwa transmisi dapat terjadi selama kehamilan.
Walaupun masih belum jelas, mekanismenya diduga melalui plasenta.
Pemeriksaan patologi menemukan HIV dalam plasenta ibu yang terinfeksi HIV.
Sel limfosit atau monosit ibu yang terinfeksi HIV atau virus HIV itu sendiri
dapat mencapai janin secara langsung melalui lapisan sinsitiotrofoblas, atau
secara tidak langsung melalui trofoblas dan menginfeksi sel makrofag plasenta
(sel Houfbauer) yang mempunyai reseptor CD4.
Plasenta diduga juga mempunyai efek anti HIV-1 dengan mekanisme yang
masih belum diketahui. Salah satu hormon plasenta yaitu human chorionic
gonadotropin (hCG) diduga melindungi janin dari HIV-1 melalui beberapa cara,
seperti menghambat penetrasi virus ke jaringan plasenta, mengkontrol replikasi
virus di dalam sel plasenta, dan menginduksi apoptosis sel-sel yang terinfeksi
HIV-1.
Menurut Pediatric Virology Committee of the AIDS Clinical Trials Group
(PACTG), transmisi dikatakan intra uterin/infeksi awal, jika tes virology positif
dalam 48 jam setelah kelahiran dan tes berikutnya juga positif.
Beberapa penelitian mengemukakan faktor-faktor yang berperan pada
transmisi antepartum seperti yang tercantum pada table 1. Malnutrisi yang
seringkali ditemukan pada wanita dengan HIV-AIDS akan meningkatkan resiko
transmisi karena akan menurunkan imunitas, meningkatkan progresivitas
penyakit ibu, meningkatkan resiko berat badan lahir rendah dan prematuritas
dan menurunkan fungsi imunitas gastrointestinal dan integritas fetus. Pada
penelitian prospektif random terkontrol, defisiensi vitamin A (kurang dari 1,05
mmol/L) yang dihubungkan dengan gangguan fungsi sel T dan sel B ternyata
berhubungan dengan peningkatan transmisi HIV. Namun penelitian Dreyfuss,
dkk tidak dapat membuktikan bahwa defisiensi mikronutrien akan
meningkatkan transmisi antepartum atau sebaliknya.

2. Transmisi Intrapartum
Transmisi intrapartum/infeksi lambat didiagnosis jika pemeriksaan
virologis negatif dalam 48 jam pertama setelah kelahiran dan tes 1 minggu
berikutnya menjadi positif dan bayi tidak menyusui.
Selama persalinan, bayi dapat tertular darah atau cairan servikovaginal
yang mengandung HIV melalui paparan trakheobronkial atau tertelan pada
jalan lahir. HIV ditemukan pada cairan servikovaginal wanita terinfeksi HIV-
AIDS sekitar 21% dan pada cairan aspirasi lambung bayi yang dilahirkan
sekitar 10%. Terdapatnya HIV pada cairan servikovaginal berhubungan dengan
duh tubuh vagina abnormal, kadar sel CD4 yang rendah dan defisiensi vitamin
A. Selain menurunkan imunitas, defisiensi vitamin A akan menurunkan
integritas plasenta dan permukaan mukosa jalan lahir, sehingga akan
memudahkan terjadi trauma pada jalan lahir dan transmisi HIV secara vertikal.
Besarnya paparan pada jalan lahir juga dikaitkan dengan ulkus serviks atau
vagina, korioamnionitis, ketuban pecah sebelum waktunya, persalinan prematur,
penggunaan elektrode pada kepala janin, penggunaan vakum atau forceps,
episiotomi dan rendahnya kadar CD4 ibu. Ketuban pecah lebih dari 4 jam
sebelum persalinan akan meningkatkan resiko transmisi antepartum sampai dua
kali lipat dibandingkan jika ketuban pecah kurang dari 4 jam sebelum
persalinan.
Diantara faktor-faktor tersebut, kadar HIV ibu pada saat persalinan atau
menjelang persalinan merupakan prediktor paling penting. Karena itu, resiko
penularan lebih tinggi terjadi pada ibu hamil dengan infeksi HIV primer.
Namun, belum ada angka pasti pada kadar HIV berapa penularan dapat terjadi.
Penelitian dari Women and Infants Transmission Study menunjukkan pada
kadar HIV ibu <> 1,2 Garcia, dkk melaporkan 21% penularan HIV pada ibu
dengan kadar HIV menjelang atau saat persalinan <100.000>100.000 kopi/mL
penularan yang terjadi 63%.1 John, dkk menemukan penularan empat kali lebih
tinggi pada ibu dengan kadar HIV>43.000 kopi/mL. Namun, kadar HIV yang
rendah atau tidak terdeteksi tidak menjamin bahwa bayi tidak akan tertular
karena pada beberapa kasus penularan tetap terjadi. John, dkk pada
penelitiannya mengemukakan transmisi yang terjadi pada tiga orang ibu dengan
kadar HIV<5000>1 juta kopi/mL. Selain itu, kadar HIV ibu sebelum dan saat
persalinan juga akan menentukan kadar HIV pada bayi yang ditularkannya.
Wiener, dkk mengemukakan hubungan linier kadar HIV ibu dan kadar HIV
bayi pada 3 bulan pertama kehidupannya.
Selain faktor ibu, faktor janin ternyata juga mempengaruhi transmisi
perinatal. Prematuritas dan berat badan lahir rendah diduga berperan karena
sistem imunitas pada bayi tersebut belum berkembang baik. Beberapa
penelitian menghubungkan kelahiran prematur dengan stadium penyakit HIV
ibu, penggunaan kokain atau opiat. Pada bayi kembar, urutan kelahiran juga
memegang peranan. Menurut Duliege, dkk bayi yang lahir pertama kali
mempunyai resiko penularan dua kali lebih tinggi dibandingkan bayi yang lahir
kedua. Hal tersebut disebabkan bayi yang lahir pertama lebih lama berada
dijalan lahir dan biasanya berukuran lebih besar, sehingga secara tidak langsung
membersihkan jalan lahir untuk bayi yang lahir berikutnya.

3. Transmisi Post Partum


Air susu ibu diketahui mengandung HIV dalam cukup banyak. Konsentrasi
median sel yang terinfeksi HIV pada ibu yang menderita HIV adalah 1 per 104
sel. Partikel virus dapat ditemukan pada komponen sel dan non-sel air susu ibu.
Pada penelitian Nduati, dkk HIV ditemukan pada 58% pemeriksaan kolostrum
dan air susu ibu.
Kadar HIV tertinggi dalam air susu ibu terjadi mulai minggu pertama
sampai tiga bulan setelah persalinan. HIV dalam konsentrasi rendah masih
dapat dideteksi pada air susu ibu sampai 9 bulan setelah persalinan. Resiko
penularan pada bayi yang disusui paling tinggi pada enam bulan pertama,
kemudian menurun secara bertahap pada bulan-bulan berikutnya. 1,11 Kadar
HIV pada air susu ibu dipengaruhi kadar serum ibu, sel CD4 ibu, defisiensi
vitamin A. Semba, dkk mengemukakan bahwa kadar HIV di dalam air susu ibu
lebih tinggi pada ibu yang anaknya terinfeksi HIV daripada yang tidak
terinfeksi HIV.
Berbagai macam faktor lain yang dapat mempertinggi resiko transmisi HIV
melalui air susu ibu antara lain mastitis atau luka diputing susu, abses payudara,
lesi dimukosa mulut bayi, prematuritas dan respon imun bayi.
Tabel Faktor yang berhubungan dengan tingginya resiko penularan vertikal
HIVdari ibu keanak.

Periode Faktor

Antepartum Kadar HIV ibu, jumlah CD4 ibu, defisiensi vitamin


A, mutasi ko-reseptor HIV gp120 dan gp160,
malnutrisi, perokok, pengambilan sample vili korion,
amniosentesis.

Intrapartum Kadar HIV pada cairan servikovaginal ibu, cara


persalinan, ketuban pecah sebelum waktunya,
persalinan prematur, penggunaan elektrode pada
kepala janin, penyakit ulkus genital aktif, laserasi
vagina, korioamnionitis, episiotomi, persalinan
dengan vakum atau forseps
Pascapersalinan Air susu ibu, mastitis

Selain faktor-faktor yang sudah disebutkan diatas, resiko transmisi juga


dipengaruhi jenis virus. Transmisi vertikal pada ibu yang menderita HIV-2 jauh
lebih rendah daripada HIV-1, hanya 1%. Demikian juga angka kematian bayi
yang terinfeksi HIV-1 lebih tinggi daripada bayi yang terinfeksi HIV-2.

I. Waktu Dan Risiko Penularan HIV Pada Ibu Hamil


Waktu penularan HIV dari ibu ke anak dapat terjadi selama hamil (5-10%),
melahirkan (10 20%) dan saat menyusui (5-20%) (Kementrian Kesehatan
Republik Indonesia, 2015).
J. Faktor Yang Berperan Dalam Penularan HIV Dari Ibu Ke Anak
Ada tiga faktor utama yang berpengaruh pada penularan HIV dari ibu ke
anak yaitu:
1. Faktor ibu antara lain jumlah virus dalam tubuh, jumlah sel CD4, status
gizi selama hamil, penyakit infeksi selama hamil dan gangguan
pada payudara
2. Faktor bayi antara lain usia kehamilan dan berat badan bayi saat
lahir, periode pemberian ASI, adanya luka di mulut bayi
3. Faktor obstetrik antara lain jenis persalinan, lama persalinan,
ketuban pecah dini dan tindakan episiotomi (Kementrian Kesehatan
Republik Indonesia, 2015).

K. Pengobatan ARV
Pengobatan ARV jangka panjang, teratur dan disiplin, penularan 1 dari ibu
ke anak bisa diturunkan hingga 2% (Kementrian Kesehatan Republik Indonesia,
2015). ARV sudah terbukti dapat menghambat replikasi virus sehingga kadar
virus dalam darah yang menginfeksi sel kekebalan tubuh atau CD4 menurun
dan akibatnya kekebalan tubuh mulai pulih atau meningkat (Kementrian
Kesehatan Republik Indonesia, 2015). Untuk memulai terapi ARV perlu
dipertimbangkan hal-hal berikut:
1. persiapan klien secara fisik/mental untuk menjalani terapi melalui edukasi
prapemberian ARV;
2. bila terdapat infeksi oportunistik, maka infeksi tersebut perlu diobati
terlebih dahulu. Terapi ARV baru bisa diberikan setelah infeksi
3. oportunistik diobati dan stabil (kira-kira setelah dua minggu sampai
dua bulan pengobatan). Profilaksis kotrimoksazol diberikan pada stadium
klinis 2, 3, 4 dan atau CD4 < 200. Untuk mencegah PCP, Toksoplasma,
infeksi bacterial (pneumonia, diare) dan berguna juga untuk mencegah
malaria pada daerah endemis;
4. pada ibu hamil dengan tuberkulosis: OAT selalu diberikan mendahului
ARV sampai kondisi klinis pasien memungkinkan (kira-kira dua minggu
sampai dua bulan) dengan fungsi hati baik untuk memulai terapi ARV.

Syarat pemberian ARV pada ibu hamil dikenal dengan singkatan SADAR,
yaitu sebagai berikut.
1. Siap: menerima ARV, mengetahui dengan benar efek ARV terhadap
infeksi HIV.
2. Adherence : kepatuhan minum obat.
3. Disiplin : minum obat dan kontrol ke dokter.
4. Aktif: menanyakan dan berdiskusi dengan dokter mengenai terapi.
5. Rajin: memeriksakan diri jika timbul keluhan

PERAWATAN PADA KEHAMILAN, PERSALINAN AN PASCA-


PERSALINAN

Wanita dengan HIV/AIDS yang hamil harus diberikan penyuluhan


tentang kehamilannya, baik berupa penghentian atau kehamilan kelanjutan
karena adnya resiko transmisi ventrikal HIV/AIDS dari ibu kebayi sebesar24-
25%. Pada wanita hamil diperlukan pemeriksaa awal pada kun juangan pertama
meliputi antibody toksoplasmosis dan virus sitomegalo, tes mantoux, kultur
serviks untuk mengetahui adanya neiseria gonorrhea dan Chlamydia
trachomatis. Hbsag,VDRL, antigen kriptokokus, pemeriksaan CD4 setiap3
bulan setiap bulan jika <300mm untuk menentukan apakah pasien perlu
diberikan profilaksiterhadap pneumocystis crania atau zidovudine.
PRINSIP PEMBERIAN NUTRISI PADA IBU HAMIL/ WANITA DENGAN
HIV/AIDS

1. Ibu hanil yang mengidap HIV


Kehamilannya memerluakan lebih banyak nutrisi untuk ibu dan bayi.
Kekurangan nutrisi menyebabkan ibu hamil rentan terhadap infeksi.
2. Wanita HIV/AIDS saat mengalami menstruasi dan sindrom premnstruasi
HIV/AIDS mungkin dapat mengubah siklus haid dan memperberat
sindrom premenstruasi, misalnya kekauan payudara, mudah marah, depresi,
kram, dan sebagainya.
3. Wanita HIV/AIDS menopause
Wanita menopause sebaiknya meningkatkan asupan kandungan kalsium
dalam makanan 4-5 kali lebih banyak.
4. Wanita HIV/AIDS dengan infeksi dan berat badan
Jika wanita mengalami kegemukan, maka berat badan harus diturunkan,
sebaliknya kalau sangat kurus harus ditingkatkan asupan nutrisinya.
BAB VII
PENUTUP

A. Kesimpulan
Penularan HIV dapat melalui hubungan seksual, terjadi secara horizontal
maupun vertikal (dari ibu ke anak). Transmisi horisontal dapat terjadi melalui
darah (diantaranya transfusi darah atau produk darah yang tercemar HIV,
penggunaan alat yang tidak steril disarana pelayanan kesehatan, penggunaan
alat yang tidak steril dilayanan kesehatan tradisional ) dan melalui hubungan
seks (misalnya pelecehan seksual pada anak, pelacuran anak ). Kurang lebih
10% penularan HIV terjadi melalui transmisi horizontal. Dan yang cukup
penting adalah penularan secara vertikal dari ibu ke anak. Penularan vertikal
dapat terjadi selama intra uterine, intra partum maupun post partum.
Penatalaksanaan klinis penyakit HIV pada kehamilan terus dikembangkan
untuk menekan transmisi secara vertikal. Pemberian antiretrovirus bertujuan
untuk mengurangi viral load agar menjadi sangat rendah atau dibawah tingkat
yang dapat terdeteksi untuk jangka waktu yang lama. Rekomendasi cara
persalinan dikeluarkan oleh Perinatal HIV Guidelines Working Group di
Amerika Serikat untuk mengurangi transmisi HIV dari ibu ke anak dan
persalinan dengan seksio sesarea dipikirkan dapat mengurangi paparan bayi
dengan cairan servikovaginal yang mengandung HIV. Selain itu WHO, Unicef
dan UNAIDS mengeluarkan rekomendasi untuk menghindari air susu ibu yang
terkena HIV jika alternatif susu lain tersedia dan aman.
Cara yang efektif untuk mengurangi resiko penularan HIV dari ibu ke anak
tergantung pada saat kapan wanita tersebut mengetahui status HIV-nya
sehingga dapat ditentukan penatalaksanaannya secepat mungkin. Oleh karena
itu peranan konseling dan tes HIV bagi ibu hamil sangatlah penting sebagai
salah satu cara untuk deteksi dini terhadap infeksi HIV.

B. Saran
Diharapkan dengan adanya Makalah ini dapat menambah wawasan dan
juga pengetahuan bagi pembaca maupun penulis, serta laporan pendahuluan ini
masih banyak memiliki kekurangan diharapkan pengertian dan kritik yang
dapat membangun makalah ini menjadi lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA

Kemenkes RI. 2015. Pedoman, Pelaksanaan perencaan penularan HIV dan


sivilis ibu dan anak bagi tenaga kesehatan : Kementrian Kesehatan
Potter & Perry. 2009. Fundamental Keperawatan. Edisi 7. Jakarta: Salemba
Medika
Manurung, Santa. 2010. Keperawatan Profesionan. Jakarta: Tim
Firman, S. Kep, Ns., M. Kes Buku ajar keperawatan HIV/AIDS

Anda mungkin juga menyukai