Anda di halaman 1dari 10

BAB 1

PENDAHULUAN

Provinsi Sumatera Selatan memiliki luas 8.701.742 hektar dan penduduk


7.121.799 jiwa (BPS, 2008) tersebar di 11 kabupaten dan 4 kota, 217 Kecamatan, 367
Kelurahan, dan 2689 desa. Provinsi yang secara topografi terdiri atas zone
pegunungan, piedmont, dataran, rawa dan pesisir ini juga memiliki letak geografis
yang strategis di kawasan regional ASEAN. Dengan berbekal letak geografis yang
strategis dan sumber daya alamnya yang melimpah, terutama di sektor energi dan
pangan, maka Sumsel sangat potensial untuk menjadi daerah pusat pertumbuhan,
sekaligus menjadi daerah terdepan dalam menghadapi terbentuknya masyarakat
Ekonomi ASEAN 2015.

Aktivitas penambangan yang dilakukan oleh PT. Tambang Batubara Bukit


Asam (PTBA) (Persero) Tbk Perseroan memiliki dan mengoperasikan wilayah IUP
Operasi Produksi untuk tambang batubara di Tanjung Enim Penambangan batubara
yang dilakukan oleh PTBA ini menggunakan dua sistem yaitu dengan tambang terbuka
(TamKa). Luas wilayah dari kuasa pertambangan (KP) PT.BA ini sebesar ± 15,451,02
Ha. Kegiatan operasional menggunakan teknologi dan peralatan yang canggih dan
alat-alat berat. Beberapa lokasi kegiatan dengan tambang terbuka menggunakan bahan
peledak untuk mengeluarkan batubara tetapi pasca tambang segera dilakukan kegiatan
reklamasi lahan, sehingga dampak lingkungan akibat penambangan terminimalisir
sedemikian mungkin terhadap masyarakat dan Pemerintah daerah.

Akibat dari aktivitas pertambangan ini tentu saja akan berpengaruh terhadap
kondisi sosial-ekonomi serta fisik daerah sekitarnya, baik dampak positif maupun
negatif. Dampak pada kondisi sosial-ekonomi pada penelitian ini dikaji melalui

1
peluang berusaha, peningkatan pendapatan dan perubahan mata pencaharian.
perubahan Dampak pada kondisi fisik meliputi pencemaran air yang diakibatkan
kontaminasi dengan limbah hasil sisa dari kegiatan pertambangan, pencemaran udara
karena tercemar oleh gas hasil buangan dari kegiatan pertambangan, maupun polusi
suara karena kegiatan pertambangan seperti (blasting) ataupun truk pengangkut barang
tambang. Kerusakan jalan yang disebabkan oleh kegiatan pertambangan baik
pengangkutan keperluan pertambangan seperti alat berat maupun kebutuhan bahan
bakar juga turut memberikan dampak negative terhadap kondisi fisik di daerah
pertambangan. Dampak kondisi fisik merupakan dampak yang ditimbulkan oleh
adanya aktivitas pertambangan pada kondisi pencemaran pada air, udara, polusi suara,
kerusakan jalan dan pembukaan hutan di sekitar wilayah pertambangan.

2
BAB 2

TINJAUAN UMUM

Batubara adalah salah satu bahan bakar fosil. Pengertian umumnya adalah
batuan sedimen yang dapat terbakar, terbentuk dari endapan organik, utamanya adalah
sisa-sisa tumbuhan dan terbentuk melalui proses pembatubaraan. Unsur-unsur
utamanya terdiri dari karbon, hidrogen dan oksigen. Batubara juga adalah batuan
organik yang memiliki sifat-sifat fisika dan kimia yang kompleks yang dapat ditemui
dalam berbagai bentuk. Pembentukan batubara memerlukan kondisi-kondisi tertentu
dan hanya terjadi pada era-era tertentu sepanjang sejarah geologi. Penambangan
batubara adalah eksploitasi penambangan batubara dari bumi. Batubara digunakan
sebagai bahan bakar. Batubara juga dapat digunakan untuk membuat coke untuk
pembuatan baja. Tambang batubara tertua terletak di Tower Colliery di Inggris. Di
Indonesia, endapan batubara yang bernilai ekonomis terdapat di cekungan Tersier,
yang terletak di bagian barat Paparan Sunda (termasuk Pulau Sumatera dan
Kalimantan). Pada umumnya endapan batubara ekonomis tersebut dapat
dikelompokkan sebagai batubara berumur Eosen atau sekitar Tersier Bawah, kira-kira
45 juta tahun yang lalu dan Miosen atau sekitar Tersier Atas, kira-kira 20 juta gambut
pada iklim purba sekitar khatulistiwa yang mirip dengan kondisi kini.

Batubara yang ada di Sumatra termasuk endapan batubara miosen Endapan


batubara Miosen yang ekonomis terutama terdapat di Cekungan Kutai bagian bawah
(Kalimantan Timur), Cekungan Barito (Kalimantan Selatan) dan Cekungan Sumatera
bagian selatan. Batubara Miosen di beberapa lokasi juga tergolong kelas yang tinggi
seperti pada beberapa lokasi di dekat Tanjung Enim yaitu tambang Air Laya,
Cekungan Sumatera bagian selatan. Perusahaannya bernama PT. Bukit AsamTerbuka

3
(PTBA. Tbk) memiliki total kadar air 24,00% ad, kadar abu 5,30% ad, zat terbang
34,60% ad, belerang 0,49% ad dan nilai energi 5300 (ad) kkal/kg.

. Dampak Penambangan Menurut Salim (2006), Dampak adalah suatu


perubahan atau efek yang terjadi sebagai akibat suatu aktivitas yang tidak
direncanakan diluar sasaran. Dampak dapat bersifat biofisik dan/atau dapat juga
bersifat sosial-ekonomi dan budaya. Menurut Salim (2004:221), dampak aktivitas
tambang yaitu dampak kegiatan pembangunan di bidang pertambangan yang
menimbulkan dampak positif maupun negatif. “Walaupun batubara mempunyai
kegunaan yang sangatstrategis, namun keberadaan industri pertambangan batubara
menimbulkan dampak, baik positif dan negatif”. Dampak positif merupakan pengaruh
dari adanya penambangan batubara terhadap hal-hal yang bersifat praktis (nyata) dan
konstruktif (membangun). Dampak positif dari pertambangan batubara di Indonesia
adalah:

a. Membuka daerah terisolasi dengan dibangunnya jalan pertambangan


b. Sumber devisa negara
c. Sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD)
d. Sumber energi alternatif, untuk masyarakat local
e. Menampung tenaga kerja Penambangan batubara juga memberikan dampak negatif
seperti:
1) Sebagian perusahaan yang dituding tidak memperhatikan kelestarian
lingkungan.
2) Penebangan hutan untuk kegiatan pertambangan,
3) Limbah kegiatan pertambangan yang mencemari lingkungan,
4) Areal bekas pertambangan yang dibiarkan mengangga
5) Sengketa lahan pertambangan dengan masyarakat sekitar.

4
BAB 3

PEMBAHASAN

Pada mulanya pengelolaan batubara hanya dimonopoli oleh pemerintah pusat


melalui BUMN yaitu PT. Bukit Asam (Persero) Tbk, namun setelah era otonomi
daerah pengelolaan dilakukan oleh daerah secara mandiri baik oleh pemerintah melalui
BUMD maupun oleh masyarakat secara perorangan. Dalam proses pengelolaan yang
dilakukan oleh daerah ini, pengelolaan tambang batubara belum sepenuhnya
berpedoman pada prosedur dan kelayakan pertambangan baik secara internasional
maupun nasional (Undang-Undang No. 4 Tahun 2009), contohnya dalam proses
reklamasi lahan bekas tambang dimana umumnya tambang di Indonesia kurang begitu
memperhatikan hal tersebut sehingga sangat berdampak buruk pada masyarakat
disekitarnya. Padahal dalam UU.No 4 Tahun 2009 pasal 96 telah jelas mencantumkan
bahwa proses reklamasi lahan bekas tambang termasuk dalam prosedur pertambangan
nasional negeri kita.

Di samping itu, sarara dan prasarana pertambangan juga belum dipenuhi secara
baik. Sebagai contoh adalah untuk transportasi pengangkutan batubara dari daerah
tambang ke lokasi penjualan, Perusahaan tambang sebenarnya memiliki beberapa opsi
pengangkutan batubara yaitu melalui jalur darat (Truk dan Kereta Api) dan jalur air
(Kapal Tongkang). Akan tetapi dari ketiga opsi yang tersedia tersebut memiliki
kendala masing – masing. Sebagai contoh untuk sarana pengangkutan jalur darat
menggunakan truk Pemerintah provinsi Sumatera Selatan belum mengambil langkah-
langkah pasti dalam pembuatan jalur khusus untuk kendaraan tambang sehingga
kendaraan tambang yang beroperasi masih menggunakan jalur khusus kendaraan
umum padahal Perda nomor 5 tahun 2011 tentang pelaksanaan kegiatan usaha
pertambangan mineral dan batubara pada pasal 52 telah menyatakan dengan jelas

5
bahwa pengangkutan batubara lintas kabupaten/kota harus melalui jalan khusus yang
ditetapkan dalam keputusan Gubenur. Adapun jalur khusus yang tersedia kualitasnya
tidak cukup baik untuk dipergunakan dalam mengangkut muatan batubara. Akibatnya
kendaraan pengangkut lebih memilih untuk mempergunakan jalan untuk kendaraan
umum non-tambang sehingga jalan mengalami kerusakan akibat menerima tekanan
bobot yang melebihi kapasitas yang mampu didukung oleh jalan. Sama halnya dengan
akses jalur kereta api yang juga terbatas dan tidak mencapai pelabuhan sehingga harus
tetap menyambung angkutan menggunakan truk kembali.

Hal inilah yang mengakibatkan bahwa dampak pengelolaan tambang dari


daerah ini justru banyak merugikan masyarakat. Contohnya kemacetan karena
angkutan batubara yang menggunakan jalur umum maupun debu hasil pengangkutan
batubara yang berdampak pada kesehatan masyarakat sekitar tambang maupun sekitar
jalan yang dilalui anngkutan batubara tersebut. Belum lagi kecelakaan – kecelakaan
dilokasi bekas tambang yang menimpa masyarakat disekitar tempat tersebut maupun
limbah bekas pertambangan yang mencemari daerah tersebut. Itu merupakan sebagian
kecil dampak yang diterima oleh masyarakat. Oleh sebab itu peran aktif pemerintah
sangatlah diperlukan dalam menindaklanjuti hal tersebut agar masyarakat tidak
menjadi korban dari kegiatan yang ‘menghasilkan’ bagi pemasukan negara ini.

Penambangan Batubara adalah salah satu upaya Pemerintah dalam rangka


meningkatkan devisa negara, yang merupakan salah satu modal untuk
mensejahterakan rakyat, juga merupakan komoditi bahan galian yang telah banyak
memberikan kontribusi dalam penerimaan devisa negara dan menggerakkan roda
perekonomian. Namun demikian, ternyata selain berdampak positip dengan
meningkatnya devisa negara, ternyata penambangan Batubara menyimpan bahaya
lingkungan yang berbahaya bagi kesehatan manusia, antara lain debu Batubara yang
mengakibatkan penyakit ISPA, Pneumoconiosis, limbah cucian batubara yang
ditampung dalam bak penampungan sangat berbahaya karena mengandung
logamlogam beracun yang sangat berbahaya bagi kesehatan masyarakat. Berkaitan

6
dengan masalah di atas tentu erat kaitannya dengan perilaku masyarakat sebagaimana
yang diungkapkan pemerintah daerah Muara Enim, maraknya aktivitas Tambang
Batubara Rakyat yang saat ini terjadi, telah memberikan sejumlah dampak buruk.
Mulai dari kecelakaan yang menelan korban hingga kerusakan lingkungan. Tidak
hanya itu, aktivitas Tambang Batubara Rakyat juga sangat merugikan pemerintah
daerah karena harus kehilangan retribusi dan pajak pendapatan bagi Pendapatan Asli
Daerah (PAD).

Hal ini tentu sangat merugikan, bukan saja karena tidak ada jaminan untuk
keselamatan diri sendiri, namun kelestarian alam juga akan ikut terancam. Berdasarkan
data dari forum organisasi masyarakat telah terjadi sebanyak empat kali pencemaran
terhadap sungai-sungai yang ada di Sumatera selatan, oleh perusahaan pertambangan
yang beroperasi di Kabupaten Muara Enim dan Lahat. Salah satu sungai yang tercemar
tersebut adalah sungai enim dan sampai saat ini sungai yang tercemar tersebut belum
juga di pulihkan.

Gambar 1. Dampak Penambangan Batubara Terhadap Kualitas Air Sungan Di


Kabupaten Muara Enim

Sumber : D. Rohmad, dkk (2015)

7
Pengambilan data sekunder rata-rata kualitas air dengan indikator fisika (TSS
dan TDS) dan Kimia (pH, DO, BOD, COD, Minyak & Lemak, Ammonia, Besi,
Mangan, Phosfat), sebelum dan setelah dilakukan aktivitas tambang Batubara di
Sungai Enim, Tahun 2014 dari BLH Kab. Muara Enim.

Tabel 1. Sungai Enim Sebelum Dan Sesudah Melintasi Aktivitas Tambang Batubara di
Kabupaten Muara Enim.

Sumber : D. Rohmad, dkk (2015)

Sempel TSS menunjukan adanya peningkatan yang signifikan. Peningkatan 6%


,ini terjadi karena tingginya lipasan air yang membawa tanah tererosi akibat
pemindahan material dari pembukaan lahan tambang batubara. Sempel TDS
menunjukan adanya peningkatan yang signifikan. Peningkatan ini terjadi karena
adanya aktivitas penambangan batubara yang menghasilkan air asam yang mengalir ke
atas batuan yang mengandung kalsit (CaCO3), seperti kapur, kalsium (Ca2 +) dan
karbonat (CO32− ) dan ion larut dalam air dan masuk ke aliran sungai. Air dengan
TDS terlalu tinggi sering memiliki rasa tidak enak dan/atau kesadahan air tinggi dan

8
dapat juga mengakibatkan efek pencahar. Efek lain dari konentari tingginya TDS juga
mempengaruhi kejernihan air, penurunan fotosintesis, penggabungan senyawa beracun
dan logam berat sehingga menyebabkan peningkatan suhu air. Sempel pH menunjukan
adanya penurunan yang signifikan. Penurunana ini terjadi dimungkinkan adanya
aktivitas penambangan batubara yang menghasilkan air limpasan. Sempel DO
menunjukan adanya penurunan yang signifikan. Penurunan 5% terjadi dikarenakan
lipasan air dari tambang batubara yang membawa endapan lumpur ke badan sungai
menjadikan TSS dan TDS naik. Sempel BOD dan COD menunjukan adanya
peningkatan yang signifikan. Peningkatan ini terjadi dimungkinkan karena ada
limpasan air dari pemindahan material batubara. Sempel Amoniak menunjukan adanya
peningkatan. Peningkatan ini terjadi biasanya karena adanya pencemaran bahan
organic yang berasal dari pembongkaran tanah penutup (top soil) dari aktivitas
pemindahan material pada tambang batubara. Sempel Besi menunjukan adanya
penurunan 17%. Sempel Phosfat menunjukan adanya peningkatan yang signifikan
sebesar 227%. Hal ini terjadi karena dipengaruhi oleh adanya masukan limbah
penduduk seperti buangan detergen dari aktivitas mandi, cuci, kakus (MCK),

Fitriadi Yosa (2008) mengungkapkan pertambangan batubara ini juga telah


menimbulkan dampak kerusakan lingkungan hidup yang cukup parah. Kemudian
perhatian pemerintah dan perusahaan tambang tidak cukup serius untuk melakukan
upaya-upaya penanggulanganya. Kondisi ini juga tidak diimbangi dengan adanya
penegakan hukum yang tegas dan adil, bahkan cenderung kebanyakan kasusnya
ditutup-tutupi. Pemerintah sendiri juga mempunyai peran penting dalam mencari
solusi terhadap dampak dan pengaruh pertambangan batubara baik yang dikerjakan
perusahaan maupun tambang rakyat yang ada di wilayahnya. Pemerintah harus
menyadari bahwa tugas mereka adalah untuk mengatur kelestarian lingkungan.
Dengan cara ini, kerusakan pada manusia dan kehidupan sosialnya serta kerusakan
ekologi dan dampak buruk perubahan iklim dapat dihindari.

9
BAB 4

KESIMPULAN

Dari uraian materi yang telah disampaikan pada bagian sebelumnya, maka
ditarik beberapa kesimpulan antara lain :
1. Penambangan Batubara adalah salah satu upaya Pemerintah dalam rangka
meningkatkan devisa negara, yang merupakan salah satu modal untuk
mensejahterakan rakyat, juga merupakan komoditi bahan galian yang telah banyak
memberikan kontribusi dalam penerimaan devisa negara dan menggerakkan roda
perekonomian.
2. Dampak kondisi fisik merupakan dampak yang ditimbulkan oleh adanya aktivitas
pertambangan pada kondisi pencemaran pada air, udara, polusi suara, kerusakan
jalan dan pembukaan hutan di sekitar wilayah pertambangan.
3. Masalah penambangan batubara sangat rentan terjadi kerusakan lingkungan seperti
pencemaran udara, air dan banjir, oleh karena itu sangat urgen untuk diperhatikan.
4. Kondisi Kualitas air Sungai Enim sebelum dilakukan penambangan. Menujukkan
rata-rata parameter mengalami peningkatan di musim kemarau. Sebaliknya kondisi
kualitas air Sungai Enim setelah dilakukan penambangan. Menujukkan rata-rata
parameter mengalami peningkatan di musim hujan.
5. Dampak aktivitas tambang batubara terhadap kualitas air Sungai Enim yakni
limpasan air tambang batubara yang mengalir ke sungai dikatakan memberikan
pengaruh yang signifikan terhadap perubahan tingkat kualitas air.

10

Anda mungkin juga menyukai