Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

Cidera Kepala Ringan

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah

Keperawatan Anak II

Dosen Pengampu: Ahmad Subandi

Disusun Oleh 1:

1. Vinny Alvionita 6. Dinda Agestya N

2. Dwi Utami 7. Milania Dewi

3. Wida Sukmawati 8. Nesia Gusti S

4. Sri Nunung W 9. Muhamad Anton S

5. Pramesti Lupitasari

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKES)

AL-IRSYAD AL-ISLAMIYYAH CILACAP

1
TAHUN AKADEMIK 2019/2020

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT dengan rahmat dan karunianya penulis telah
dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul “AUTISME” Selawat beriring salam
penulis kirimkan kepada junjungan Alam Nabi Muhammad SAW beserta keluarga dan
sahabat beliau sekalian.
Dalam penyelesaian penulisa makalah ini, penulis mendapat bimbingan,
arahan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima
kasih yang sebesar-sebesarnya.
Segala usaha telah dilakukan untuk menyempurnakan makalah ini. Namun
penulis menyadari bahwa dalam makalah ini mungkin masih ditemukan kekurangan
dan kekhilafan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang dapat
dijadikan masukan guna perbaikan di masa yang akan datang.

Cilacap, Oktober 2019

Penulis

2
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ................................................................................ i

KATA PENGANTAR ............................................................................. ii

DAFTAR ISI............................................................................................ iii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ..................................................................................... 1

C. Tujuan Penulisan................... ............................................................... 1

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian ........................................................................................... 6
B. Klasifikasi ............................................................................................ 7
C. Manifestasi ........................................................................................... 8
D. Penyebab ............................................................................................. 10
E. Patofisiologi ........................................................................................ 10
F. Macam-macam terapi .......................................................................... 12
G. Penatalaksanaan .................................................................................. 15
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan .......................................................................................... 19
B. Saran........ ............................................................................................. 19
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................... 20

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Dalam Pendidikan Luar Biasa kita banyak mengenal macam-macam Anak


Berkebutuhan Khusus. Salah satunya anak Autis. Anak autis juga merupakan
pribadi individu yang harus diberi pendidikan baik itu keterampilan, maupun
secara akademik. Permasalahan yang dilapangan terkadang setiap orang tidak
mengetahui tentang anak autis tersebut. Oleh kerena itu kita harus kaji lebih
dalam tentang anak autis. Dalam pengkajian tersebut kita butuh banyak informasi
mengenai siapa anak autis, penyebabnya dan lainnya.

Dengan adanya bantuan baik itu pendidikan secara umum. Dalam


masyarakat nantinya anak-anak tersebut dapat lebih mandiri dan anak-anak
tersebut dapat mengembangkan potensi yang ada dan dimilikinya yang selama ini
terpendam karena ia belum bisa mandiri. Oleh karena itu makalah ini nantinya
dapat membantu kita kengetahui anak autis tersebut.

B. RUMUSAN MASALAH

Dari batasan masalah yang telah dibuat maka perumusan masalah makalah ini,
antara lain:

1. Apa yang dimaksud dengan anak Autis?

2. Apa Gejala-gejala yang menandakan anak teridentifikasi autis?

3. Apa yang menyebabkan anak menjadi autis?

4. Apa sajakah macam-macam terapi penunjang bagi anak autis?

C. TUJUAN PENULISAN

Adapun tujuan penulisan dari makalah ini adalah untuk mengetahui lebih dalam
bagaimana anak luar biasa, terutama anak autis. Yang mana ingin mengetahui:

1. Pengertian anak autis

4
2. Gejala-gejala anak autis

3. Klasifikas anak autisme

4. Penyebab autisme

5. Macam-macam terapi penunjang bagi anak autis

5
BAB II
PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN ANAK AUTIS

Pengertian anak autis telah banyak dikemukakan oleh beberapa ahli.


Secara harfiah autisme berasal dari kata autos =diri dan isme= paham/aliran.
Autisme dari kata auto (sendiri), Secara etimologi : anak autis adalah anak yang
memiliki gangguaan perkembangan dalam dunianya sendiri.NSeperti kita ketahui
banyak istilah yang muncul mengenai gangguan perkembangan :Autism =
autisme yaitu nama gangguan perkembangan komunikasi, sosial, perilaku pada
anak (Leo Kanner & Asperger, 1943). Autist = autis : Anak yang mengalami
ganguan autisme. Autistic child = anak autistik : Keadaan anak yang mengalami
gangguan autisme. Autistic disorder = gangguan autistic= anak-anak yang
mengalami gangguan perkembangan dalam criteria DSM-IV ( Diagnostic and
Statictical Manual-IV).

Leo Kanner (Handojo,2003) autisme merupakan suatu jenis gangguan


perkembangan pada anak, mengalami kesendirian, kecenderungan menyendiri.
Chaplin (2000) mengatakan : (1) cara berpikir yang dikendalikan oleh kebutuhan
personal atau diri sendiri (2) menanggapi dunia berdasarkan penglihatan dan
harapan sendiri (3) Keyakinan ekstrim dengan fikiran dan fantasi sendiri.
American Psych: autisme adalah ganguan perkembangan yang terjadi pada anak
yang mengalami kondisi menutup diri. Gangguan ini mengakibatkan anak
mengalami keterbatasan dari segi komunikasi, interaksi sosial, dan perilaku
“Sumber dari Pedoman Pelayanan Pendidikan Bagi Anak Austistik”. (American
Psychiatic Association 2000). Anak autistic adalah adanya 6 gejala/gangguan,
yaitu dalam bidang Interaksi social; Komunikasi (bicara, bahasa, dan
komunikasi); Perilaku, Emosi, dan Pola bermain; Gangguan sensoris; dan
perkembangan terlambat atau tidak norma. Penampakan gejala dapat mulai
tampak sejak lahir atau saat masih kecil (biasanya sebelum usia 3 tahun) (Power,
1983).

6
Gangguan autisme terjadi pada masa perkembangan sebelum usia 36 bulan
“Sumber dari Pedoman Penggolongan Diagnotik Gangguan Jiwa” (PPDGJ III)
Autisme adalah suatu kondisi yang mengenai seseorang sejak lahir ataupun saat
masa balita, yang membuat dirinya tidak dapat membentuk hubungan social atau
komunikasi yang normal. Hal ini mngekibatkan anak tersebut terisolasi dari
manusia lain dan masik dalam dunia repetitive, aktivitas dan minat yang obsesif.
(Baron-Cohen, 1993). Jadi anak autisme merupakan anak yang mengalami
gangguan perkembangan yang sangat kompleks yang dapat diketahui sejak umur
sebelum 3 tahun mencakup bidang komunikasi, interaksi sosial serta perilakunya.
Ditinjau dari segi pendidikan : anak autis adalah anak yang mengalami gangguan
perkembangan komunikasi, sosial, perilaku pada anak sesuai dengan kriteria
DSM-IV sehingga anak ini memerlukan penanganan/layanan pendidikan secara
khusus sejak dini. Ditinjau dari segi medis : anak autis adalah anak yang
mengalami gangguan/kelainan otak yang menyebabkan gangguan perkembangan
komunikasi, sosial, perilaku sesuai dengan kriteria DSM-IV sehingga anak ini
memerlukan penanganan/terapi secara klinis. Ditinjau dari segi psikologi : anak
autis adalah anak yang mengalami gangguan perkembangan yang berat bisa
ketahui sebelum usia 3 tahun, aspek komunikasi sosial, perilaku, bahasa sehingga
anak perlu adanya penanganan secara psikologis.

Ditinjau dari segi sosial anak autis adalah anak yang mengalami gangguan
perkembangan berat dari beberapa aspek komunikasi, bahasa, interaksi sosial,
sehingga anak ini memerlukan bimbingan ketrampilan sosial agar dapat
menyesuaikan dengan lingkungannya. Jadi Anak Autisme merupakan salah satu
gangguan perkembangan fungsi otak yang bersifat pervasive (inco) yaitu meliputi
gangguan kognitif, bahasa, perilaku, komunikasi, dan gangguan interaksi sosial,
sehingga ia mempunyai dunianya sendiri.

B. KLASIFIKASI ANAK AUTISME

Menurut Yatim (2002) klasifikasi anak autis dikelompokkan menjadi tiga, antara
lain :

1. Autisme Persepsi : dianggap autisme yang asli karena kelainan sudah timbul
sebelum lahir. Ketidakmapuan anak berbahasa termasuk pada penyimpangan

7
reaksi terhadap rangsangan dari luar, begitu juga ketidakmampuan anak
bekerjasama dengan orang lain, sehingga anak bersikap masa bodoh.

2. Autisme Reaksi : terjadi karena beberapa permasalahan yang menimbulkan


kecemasan seperti orangtua meninggal, sakit berat, pindah rumah/ sekolah dan
sebagainya. Autisme ini akan memumculkan gerakan-gerakan tertentu
berulang-ulang kadang-kadang disertai kejang-kejang. Gejala ini muncul pada
usia lebih besar 6-7 tahun sebelum anak memasuki tahapan berpikir logis.

3. Autisme yang timbul kemudian : terjadi setelah anak agak besar, dikarenakan
kelainan jaringan otak yang terjadi setelah anak lahir. Hal akan mempersulit
dalam hal pemberian pelatihan dan pelayanan pendidikan untuk mengubah
perilakunya yang sudah melekat.

C. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis yang ditemuai pada penderita Autisme :
1. Penarikan diri, kemampuan komunikasi verbal (berbicara) dan nonverbal yang
tidak atau kurang berkembang mereka tidak tuli karenadapat menirukan lagu-
lagu dan istilah yang didengarnya, sertakurangnya sosialisasi mempersulit
estimasi potensi intelektualkelainan pola bicara, gangguan kemampuan
mempertahankan percakapan, permainan sosial abnormal, tidak adanya empati
danketidakmampuan berteman.Dalam tes non verbal yang memilikikemampuan
bicara cukup bagus namun masih dipengaruhi, dapatmemperagakan kapasitas
intelektual yang memadai. Anak austikmungkin terisolasi, berbakat luar biasa,
analog dengan bakat orangdewasa terpelajar yang idiot dan menghabiskan
waktu untuk bermain sendiri.
2. Gerakan tubuh stereotipik, kebutuhan kesamaan yang mencolok,minat yang
sempit, keasyikan dengan bagian-bagian tubuh.
3. Anak biasa duduk pada waktu lama sibuk pada tangannya,
menatap pada objek. Kesibukannya dengan objek berlanjut dan mencoloksaat
dewasa dimana anak tercenggang dengan objek mekanik.
4. Perilaku ritualistik dan konvulsif tercermin pada kebutuhan anakuntuk
memelihara lingkungan yang tetap (tidak
menyukai perubahan), anak menjadi terikat dan tidak bisa dipisahkan darisuatu
objek, dan dapat diramalkan .

8
5. Ledakan marah menyertai gangguan secara rutin.
6. Kontak mata minimal atau tidak ada.
7. Pengamatan visual terhadap gerakan jari dan tangan,
pengunyahan benda, dan menggosok permukaan menunjukkan penguatankesad
aran dan sensitivitas terhadap rangsangan, sedangkanhilangnya respon terhadap
nyeri dan kurangnya respon terkejutterhadap suara keras yang mendadak
menunjukan menurunnyasensitivitas pada rangsangan lain.
8. Keterbatasan kognitif, pada tipe defisit pemrosesan kognitif tampak pada
emosional
9. Menunjukan echolalia (mengulangi suatu ungkapan atau kata secaratepat) saat
berbicara, pembalikan kata ganti pronomial, berpuisiyang tidak berujung
pangkal, bentuk bahasa aneh lainnya berbentukmenonjol. Anak umumnya
mampu untuk berbicara pada sekitarumur yang biasa, kehilangan kecakapan
pada umur 2 tahun.
Ciri yang khas pada anak yang austik :
a. Defisit keteraturan verbal.
b. Abstraksi, memori rutin dan pertukaran verbal timbal balik.
c. Kekurangan teori berfikir

D. PENYEBAB AUTISME

Penyebab autis antara lain:

a. Terjadinya kelainan struktur sel otak yang disebabkan virus rubella,


toxoplasma, herpes, jamur, pendarahan, keracunan makanan.

b. Faktor genetik (ada gen tertentu yang mengakibatkan kerusakan pada sistem
limbic (pusat emosi)

c. Faktor sensory interpretation errors

Sampai sekarang belum terdeteksi faktor yang menjadi penyebab tunggal


timbulnya gangguan autisme. Namun demikian ada beberapa faktor yang di
mungkinkan dapat menjadi penyebab timbulnya autisme. berikut:

1. Menurut Teori Psikososial

9
Beberapa ahli (Kanner dan Bruno Bettelhem) autisme dianggap sebagai
akibat hubungan yang dingin, tidak akrab antara orang tua (ibu) dan anak.
Demikian juga dikatakan, orang tua/pengasuh yang emosional, kaku, obsesif,
tidak hangat bahkan dingin dapat menyebabkan anak asuhnya menjadi autistik.

2. Teori Biologis

a. Faktor genetic: Keluarga yang terdapat anak autistik memiliki resiko lebih
tinggi dibanding populasi keluarga normal.

b. Pranatal, Natal dan Post Natal yaitu: Pendarahan pada kehamilan awal,
obat-obatan, tangis bayi terlambat, gangguan pernapasan, anemia.

c. Neuro anatomi yaitu: Gangguan/disfungsi pada sel-sel otak selama dalam

d. kandugan yang mungkin disebabkan terjadinya gangguan oksigenasi,


perdarahan, atau infeksi.

e. Struktur dan Biokimiawi yaitu: Kelainan pada cerebellum dengan cel-sel

3. Keracunan logam berat misalnya terjadi pada anak yang tinggal dekat tambanga
batu bara, dlsb.

4. Gangguan pencernaan, pendengaran dan penglihatan. Menurut data yang ada 60


% anak autistik mempunyai sistem pencernaan kurang sempurna. Dan
kemungkinan timbulnya gejala autistik karena adanya gangguan dalam
pendengaran dan penglihatan.

E. PATOFISIOLOGI

Sel saraf otak (neuron) terdiri atas badan sel dan serabut untukmengalirkan
impuls listrik (akson) serta serabut untuk menerima impulslistrik (dendrit). Sel
saraf terdapat di lapisan luar otak yang berwarnakelabu (korteks). Akson
dibungkus selaput bernama mielin, terletak di bagian otak berwarna putih. Sel
saraf berhubungan satu sama lain lewatsinaps. Setelah anak
lahir, terjadi proses pengaturan pertumbuhan otak berupa bertambah
dan berkurangnya struktur akson,dendrit, dan sinaps. Proses ini dipengaruhi
secara genetik melaluisejumlah zat kimia yang dikenal sebagai brain growth
factorsdan proses belajar anak. Makin banyak sinaps terbentuk, anak makincerdas

10
. Pembentukan akson, dendrit, dan sinaps sangat tergantung padastimulasi dari
lingkungan. Bagian otak yang digunakan dalam belajarmenunjukkan pertambahan
akson, dendrit, dan sinaps.

Sedangkan bagian otak yang tak digunakan menunjukkan kematian sel, be


rkurangnya akson, dendrit, dan sinaps. Kelainan genetis, keracunanlogam berat,
dan nutrisi yang tidak adekuat dapat menyebabkanterjadinya gangguan pada
proses tersebut. Sehingga akan menyebabkanabnormalitas pertumbuhan sel saraf.
Pada pemeriksaan darah bayi-bayiyang baru lahir, diketahui pertumbuhan
abnormal pada penderita autisdipicu oleh berlebihnya neurotropin dan
neuropeptida otak (brain-derived neurotrophic factor, neurotrophin-4, vasoactive
intestinal 5 peptide, calcitoninrelated gene peptide) yang merupakan zat kimiaotak
yang bertanggung jawab untuk mengatur penambahan selsaraf,migrasi,
diferensiasi, pertumbuhan, dan perkembangan jalinan sel saraf.Braingrowth
factors ini penting bagi pertumbuhan otak. Peningkatan neurokimia otak secara
abnormal menyebabkan pertumbuhan abnormal pada daerah tertentu.

Pada gangguan autistik terjadi kondisi growthwithout guidance, di mana


bagian-bagian otak tumbuh dan mati secaratak beraturan.Pertumbuhan abnormal
bagian otak tertentu menekan pertumbuhansel saraf lain. Hampir semua peneliti
melaporkan berkurangnya selPurkinye (sel saraf tempat keluar hasil pemrosesan
indera dan impulssaraf) di otak kecil pada autisme. Berkurangnya sel Purkinye
didugamerangsang pertumbuhan akson, glia (jaringan penunjang pada
systemsaraf pusat), dan mielin sehingga terjadi pertumbuhan otak secaraabnormal
atau sebaliknya, pertumbuhan akson secara abnormalmematikan sel Purkinye.
Yang jelas, peningkatan brain derivedneurotrophic factor dan neurotrophin-4
menyebabkan kematian selPurkinye. Gangguan pada sel Purkinye dapat terjadi
secara primer atausekunder. Bila autisme disebabkan faktor genetik, gangguan
selPurkinye merupakan gangguan primer yang terjadi sejak awal masakehamilan.
Degenerasi sekunder terjadi bila sel Purkinye sudah berkembang, kemudian
terjadi gangguan yang menyebabkan kerusakansel Purkinye. Kerusakan terjadi
jika dalam masa kehamilan ibu minumalcohol berlebihan atau obat seperti
thalidomide. Penelitian dengan MRI menunjukkan, otak kecil anak normal
mengalami aktivasi selamamelakukan gerakan motorik, belajar sensori-motor,
atensi, prosesmengingat, serta kegiatan bahasa. Gangguan pada otak

11
kecilmenyebabkan reaksi atensi lebih lambat, kesulitan memproses persepsiatau
membedakan target, over selektivitas, dan kegagalanmengeksplorasi lingkungan.
Pembesaran otak secara abnormal jugaterjadi pada otak besar bagian depan yang
dikenal sebagai lobusfrontalis. Kemper dan Bauman menemukan berkurangnya
ukuran sel

F. MACAM-MACAM TERAPI PENUNJANG BAGI ANAK AUTIS

Anak autisme dapat dilatih melalui terapi sesuai dengan kondisi dan kebutuhan
anak antara lain:

1. Terapi Wicara: Untuk melancarkan otot-otot mulut agar dapat berbicara lebih
baik.

2. Terapi Okupasi : untuk melatih motorik halus anak.

3. Terapi Bermain : untuk melatih mengajarkan anak melalui belajar sambil


bermain.

4. Terapi medikamentosa/obat-obatan (drug therapy) : untuk menenangkan anak


melalui pemberian obat-obatan oleh dokter yang berwenang.

5. Terapi melalui makan (diet therapy) : untuk mencegah/mengurangi tingkat


gangguan autisme.

6. Sensory Integration therapy : untuk melatih kepekaan dan kordinasi daya indra
anak autis (pendengaran, penglihatan, perabaan)

7. Auditory Integration Therapy : untuk melatih kepekaan pendengaran anak


lebih sempurna

8. Biomedical treatment/therapy : untuk perbaikan dan kebugaran kondisi tubuh


agar terlepas dari faktor-faktor yang merusak (dari keracunan logam berat,
efek casomorphine dan gliadorphine, allergen, dsb)

9. Hydro Therapy : membantu anak autistik untuk melepaskan energi yang


berlebihan pada diri anak melalui aktifitas di air.

10. Terapi Musik : untuk melatih auditori anak, menekan emosi, melatih kontak
mata dan konsentrasi.

12
G. PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan pada autisme harus secara terpadu, meliputi semua


disiplin ilmu yang terkait: tenaga medis (psikiater, dokter anak, neurolog, dokter
rehabilitasi medik) dan non medis (tenaga pendidik, psikolog, ahli terapi
bicara/okupasi/fisik, pekerja sosial). Tujuan terapi pada autis adalah untuk
mengurangi masalah perilaku dan meningkatkan kemampuan belajar dan
perkembangannya terutama dalam penguasaan bahasa. Dengan deteksi sedini
mungkin dan dilakukan manajemen multidisiplin yang sesuai yang tepat waktu,
diharapkan dapat tercapai hasil yang optimal dari perkembangan anak dengan
autisme.2 Manajemen multidisiplin dapat dibagi menjadi dua yaitu non
medikamentosa dan medika mentosa.

1. Non medikamentosa

a. Terapi edukasi Intervensi dalam bentuk pelatihan keterampilan sosial,


keterampilan sehari-hari agar anak menjadi mandiri. Tedapat berbagai
metode penganjaran antara lain metode TEACHC (Treatment and
Education of Autistic and related Communication Handicapped Children)
metode ini merupakan suatu program yang sangat terstruktur yang
mengintegrasikan metode klasikal yang individual, metode pengajaran
yang sistematik terjadwal dan dalam ruang kelas yang ditata khusus.

b. Terapi perilaku Intervensi terapi perilaku sangat diperlukan pada autisme.


Apapun metodenya sebaiknya harus sesegera mungkin dan seintensif
mungkin yang dilakukan terpadu dengan terapi-terapi lain. Metode yang
banyak dipakai adalah ABA (Applied Behaviour Analisis) dimana
keberhasilannya sangat tergantung dari usia saat terapi itu dilakukan
(terbaik sekitar usia 2 – 5 tahun).

c. Terapi wicara Intervensi dalam bentuk terapi wicara sangat perlu


dilakukan, mengingat tidak semua individu dengan autisme dapat
berkomunikasi secara verbal. Terapi ini harus diberikan sejak dini dan
dengan intensif dengan terapi-terapi yang lain.

13
d. Terapi okupasi/fisik Intervensi ini dilakukan agar individu dengan autisme
dapat melakukan gerakan, memegang, menulis, melompat dengan
terkontrol dan teratur sesuai kebutuhan saat itu.

e. Sensori integrasi Adalah pengorganisasian informasi semua sensori yang


ada (gerakan, sentuhan, penciuman, pengecapan, penglihatan,
pendengaran)untuk menghasilkan respon yang bermakna. Melalui semua
indera yang ada otak menerima informasi mengenai kondisi fisik dan
lingkungan sekitarnya, sehingga diharapkan semua gangguan akan dapat
teratasi.

f. AIT (Auditory Integration Training) Pada intervensi autisme, awalnya


ditentukan suara yang mengganggu pendengaran dengan audimeter. Lalu
diikuti dengan seri terapi yang mendengarkan suara-suara yang direkam,
tapi tidak disertai dengan suara yang 10 menyakitkan. Selanjutnya
dilakukan desentisasi terhadap suara-suara yang menyakitkan tersebut.

2. Medikamentosa Individu yang destruktif seringkali menimbulkan suasana yang


tegang bagi lingkungan pengasuh, saudara kandung dan guru atau terapisnya.
Kondisi ini seringkali memerlukan medikasi dengan medikamentosa yang
mempunyai potensi untuk mengatasi hal ini dan sebaiknya diberikan
bersama-sama dengan intervensi edukational, perilaku dan sosial.

a. Jika perilaku destruktif yang menjadi target terapi, manajemen terbaik


adalah dengan dosis rendah antipsikotik/neuroleptik tapi dapat juga
dengan agonis alfa adrenergik dan antagonis reseptor beta sebagai
alternatif. Neuroleptik Neuroleptik tipikal potensi rendah-Thioridazin-
dapat menurunkan agresifitas dan agitasi. Neuroleptik tipikal potensi
tinggi-Haloperidol-dapat menurunkan agresifitas, hiperaktifitas,
iritabilitas dan stereotipik. Neuroleptik atipikal-Risperidon-akan tampak
perbaikan dalam hubungan sosial, atensi dan absesif.Agonis reseptor alfa
adrenergik Klonidin, dilaporkan dapat menurunkan agresifitas,
impulsifitas dan hiperaktifitas.Beta adrenergik blocker Propanolol
dipakai dalam mengatasi agresifitas terutama yang disertai dengan
agitasi dan anxietas.

14
b. Jika perilaku repetitif menjadi target terapi Neuroleptik (Risperidon) dan
SSRI dapat dipakai untuk mengatasi perilaku stereotipik seperti melukai
diri sendiri, resisten terhadap perubahan hal-hal rutin dan ritual obsesif
dengan anxietas tinggi.

c. Jika inatensi menjadi target terapi Methylphenidat (Ritalin, Concerta)


dapat meningkatkan atensi dan mengurangi destruksibilitas.

d. Jika insomnia menjadi target terapi Dyphenhidramine (Benadryl) dan


neuroleptik (Tioridazin) dapat mengatasi keluhan ini.

e. Jika gangguan metabolisme menjadi problem utama Ganguan


metabolisme yang sering terjadi meliputi gangguan pencernaan, alergi
makanan, gangguan kekebalan tubuh, keracunan logam berat yang
terjadi akibat ketidak mampuan anak-anak ini untuk membuang racun
dari 12 dalam tubuhnya. Intervensi biomedis dilakukan setelah hasil tes
laboratorium diperoleh. Semua gangguan metabolisme yang ada
diperbaiki dengan obat- obatan maupun pengaturan diet.

15
ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
1. Identitas diri
2. Factor predisposisi
3. Psikososial
4. Konsep diri
5. Status mental
6. Mekanisme koping

B. Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul


1. Ketidakmampuan koping individu berhubungan dengan tidak adekuat
keterampilan pemecahan masalah.
2. Harga diri rendah berhubungan dengan respon negatif teman sebaya, kesulitan
dalam berkomunikasi
3. Kecemasan pada orang tua behubungan dengan perkembangan anak
4. Kurang pengetahuan pada orang tua berhubungan dengan cara mengatasi anak
dengan kesulitan belajar

C. Rencana Keperawatan
1. Ketidakmampuan koping individu berhubungan dengan tidak adekuat
keterampilan pemecahan masalah.
Tujuan : Klien mampu memecahkan masalah dengan koping yang efektif
Kriteria evaluasi: Koping teratasi, mampu membuat keputusan, mampu
mengendalikan impuls, mampu memproses informasi
Intervensi :
1) Bina hubungan saling percaya dengan klien dan
keluarganya.
2) Beri kesempatan kepada anak untuk mengungkapkan
masalahnya
3) Beri bimbingan kepada anak untuk dapat mengambil
keputusan

16
4) Anjurkan kepada orang tua untuk lebih sering bersama
anaknya.
5) Ciptakan lingkungan yang aman dan nyaman untuk
mengurangi tingkat stress anak.

2. Harga diri rendah berhubungan dengan respon negatif teman sebaya, kesulitan
dalam berkomunikasi.
Tujuan : klien dapat meningkatkan kepercayaan dirinya.
Kriteria evaluasi : Mengungkapkan penerimaan diri secara verbal,
mempertahankan postur tubuh tegak, mempertahankan
kontak mata, mempertahankan kerapihan/hygiene,
menerima kritikan dari orang lain
Intervensi :
1) Beri motivasi pada anak.
2) Beri kesempatan anak mengungkapkan perasaannya.
3) Beri latihan intensif pada anak untuk pemahaman belajar
berkomunikasi.
4) Modifikasi cara belajar sehingga anak lebih tertarik.
5) Beri reward pada keberhasilan anak.
6) Gunakan alat bantu/peraga dalam belajar berkomunikasi.
7) Berikan suasana yang nyaman dan tidak menegangkan.
8) Anjurkan kepada keluarga untuk mendekatkan anak pada
sibling.

3. Kecemasan pada orang tua behubungan dengan perkembangan anak.


Tujuan : Kecemasan orang tua tidak berkelanjutan.
Kriteria evaluasi: Merencanakan strategi koping untuk situasi-situasi yang
membuat, mempertahankan penampilan peran,
melaporkan tidak ada gangguan persepsi sensori,
manifestasi prilaku akibat kecemasan tidak ada,
melaporkan tidak ada manifestasi kecemasan secara fisik
Intervensi :
1) Anjurkan orang tua untuk selalu memotivasi anaknya.

17
2) Anjurkan orang tua untuk memberikan anaknya bimbingan
belajar intensif.
3) Anjurkan orang tua agar selalu memantau prilaku anak.
4) Kolaborasi dengan ahli gizi untuk keseimbangan gizi ana
5) Anjurkan orang tua untuk membawa anaknya ke dokter bila
perlu.
6) Beri penjelasan tentang kondisi anak kepada orang tua.

4. Kurang pengetahuan pada orang tua berhubungan dengan cara mengatasi anak
dengan kesulitan berkomunikasi.
Tujuan : pengetahuan keluarga bertambah
Kriteria evaluasi: Mengidentifikasi keperluan untuk penambahan informasi
menurut penanganan yang di anjurkan, menunjukkan
kemampan melaksanaan aktivitas
Intervensi :
1) Anjurkan orang tua bersama dengan anak untuk membuat
jadwal belajar berkomunikasi.
2) Luangkan waktu kepada orang tua untuk mendengarkan
keluhan.
3) Anjurkan orang tua untuk lebih memperhatikan perkembangan
anak.
4) Berikan anak makanan seimbang, 4 sehat 5 sempurna untuk
menutrisi otak.
5) Berikan suplemen bila perlu
6) Kenali cara/metoda belajar anak
7) Biarkan anak menggunakan inisiatif/pemikirannya selama
masih dalam batas yang wajar.

18
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN
Anak Autisme merupakan salah satu gangguan perkembangan fungsi otak
yang bersifat pervasive yaitu meliputi gangguan kognitif, bahasa, perilaku,
komunikasi, dan gangguan interaksi sosial, sehingga ia mempunyai dunianya
sendiri. Layanan pendidikan bagi anak autis bagitu beragam antara lain; kelas
transisi, program pendidikan inklusi, program pendidikan terpadu, program
sekolah di rumah, panti rehabilitasi autis. Bentuk layanan ini rasanya begitu cocok
diterapkan bagi anak autis tersebut agar ia kelak lebih mandiri dan
mengembangkan potensi yang ada pada dirinya.

B. SARAN
Dari hasil makalah yang telah dibuat, penulis menyarankan agar kita lebih
peduli bagi anak-anak barkebutuhab khusus terutama bagi anak autis. Sebagai
manyarakat secara umum kita harus bisa menerima anak-anak tersebut. Semoga
makalah ini menjadi rujukan bagi kita untuk bisa memberikan layanan pendidikan
bagai anak-anak autis.

19
DAFTAR PUSTAKA

Anonim,Http:// www.Dikdasmen.Com/Pendidikan anak Autisme.Html

Danuatmaja,B. (2003). Terapi Anak Autis di Rumah, Jakarta: Puspa Suara

Ellah Siti Chalidah (2005), Terapi permainan bagi anak yang memerlukan layanan

Pendidikan Khusus, Jakarta: Dikti Soetjiningsih (1994). Tumbuh Kembang Anak.


Jakarta: FK Udayana.

Sutadi Rudi, Bawazir L.A. Tanjung Nia, Adeline Rina (2003) Penatalaksanaan
Holistik autisme. Jakarta Pusat Informasii dan Penerbitan Bagian Ilmu penyakit
Dalam. Jakarta: FK UI

20

Anda mungkin juga menyukai