PBL Blok17 Theresia 102012165 Sirosis Hati
PBL Blok17 Theresia 102012165 Sirosis Hati
102013196
Fakultas Kedokteran Universitas Krida Wacana
Jl. Arjuna No.6 Jakarta Barat 11510 Telp. 021-56942061 Fax. 021-5631731
Email : agitas07@ymail.com
Pendahuluan
Sirosis hati / penyakit hati menahun yang ditandai dengan proses peradangan,
nekrosis sel hati, usaha regenerasi dan penambahan jaringan ikat difus dengan terbentuknya
nodul yang menggangu susunan lobulus hati, merupakan penyakit hati yang sering ditemukan
dalam ruang perawatan Bagian Ilmu Penyakit Dalam di beberapa rumah sakit kota besar di
Indonesia. Sirosis hati dengan berbagai penyulitnya merupakan salah satu dari lima penyakit
yang banyak memerlukan perawatan setelah gagal jantung, gagal ginjal dan diabetes melitus.
Perawatan di rumah sakit tejadi pada sebagian besar kasus terutama ditujukan untuk
mengatasi keadaan penyulit yang timbul yaitu perdarahan saluran cerna atas atau koma
hepatikum atau yang bertalian dengan keadaan kegagalan sel hati.1
Dalam kasus, yaitu seorang laki – laki 58 tahun datang ke UGD RSUD dengan
keluhan perut membesar disertai sesak sejak 1 minggu yang lali sebelum masuk rumah sakit.
Ada kembung dan mual. BAB dan BAK biasa. Riwayat sakit kuning 3 tahun yang lalu,
beberapa kali kambuh, dokter mengatakan sakit hepatitis B.
Anamnesis
Anamnesis yang akurat untuk memperoleh gambaran keluhan yang terjadi, karakteristik
keterkaitan dengan penyakit tertentu, penyakit hati kronis bisa menimbulkan keluhan akibat
gangguan fungsi sintetik, seperti edema, memar, ikterus, atau pruritus, disertai tanda-tanda
hipertensi portal, seperti asites, nyeri abdomen atau perdarahan varises, atau malaise umum,
kelelahan, dan anoreksia. Selain itu, etiologi yang mendasarinya, seperti konsumsi alkohol
1
berlebihan, juga bisa menjadi masalah yang tampak atau bisa ditemukan secara tak sengaja
saat melakukan pemeriksaan darah rutin.4
Penyebab yang penting di antaranya adalah penyakit hati akibat alkohol, hepatitis virus,
penyakit hati autoimun, sirosis biliaris primer, hemakromatosis, kolangitis skelrosis primer,
dan penyakit wilson.
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan Umum
o Pemeriksaan tekanan darah
2
o Pemeriksaan suhu tubuh
o Pemeriksaan pernapasan
o Pemeriksaan nadi
o Inspeksi keadaan tubuh menyeluruh dari rambut sampai kaki secara selintas
Pemeriksaan Khusus
o Inspeksi
Pada inspeksi, dapat ditemukan tanda-tanda klinis pada sirosis yaitu, spider
telangiekstasis (Suatu lesi vaskular yang dikelilingi vena-vena kecil), eritema
palmaris (warna merah saga pada thenar dan hipothenar telapak tangan), caput
medusa, asites (perut membuncit) fetor hepatikum (bau napas yang khas pada
penderita sirosis), dan ikterus.1
o Palpasi
Pemeriksaan Penunjang
3
Tes laboratorium juga dapat digunakan untuk membantu diagnosis sirosis hati.
Beberapa pemeriksaan yang dapat menilai fungsi hati antara lain dengan memeriksa
kadar aminotransferase, alkali fosfatase, gamma glutamil transpeptidase, serum albumin,
prothrombin time, dan bilirubin.
Diagnosis
4
Sirosis hati merupakan penyakit hati kronis yang ditandai dengan kerusakan sel-sel
hati oleh jaringan-jaringan ikat dan parut serta sering diiringi dengan pembentukan nodulus
(benjolan).3
Manifestasi Klinis
Gejala klinis sngat bervariasi tergantung dari stadiumnya, mulai dari tidak ada gejala
sampai gejala yang sudah berat. Sirosis memiliki 2 fase yaitu fase awal/fase kompensasi,
kemudian diikuti dengan fase dekompensasi dimana sudah timbul gejala akibat meningkatnya
tekanan porta atau karena gangguan fungsi hati atau keduanya. Sirosis dapat tetap
terkompensasi selama bertahun-tahun, sebelum berubah menjadi dekompensasi
Fase kompensata biasanya tanpa gejala atau gejala ringan seperti lemas,mudah
lelah,nafsu makan berkurang, kembung, mual, berat badan turun. Sirosis dekompensata
diketahui dari timbulnya berbagai komplikasi seperti ikterus, perdarahan varises, asites, atau
ensefalopati.
Etiologi
Sirosis hati secara klinis dibagi menjadi sirosis hati kompensata yang berarti belum adanya
gejala klinis yang nyata dan sirosis hati dekompensata yang ditandai gejala-gejala dan tanda
klinis yang jelas. Sirosis hati kompensata merupakan kelanjutan dari proses hepatitis kronik
dan pada satu tingkat tidak terlihat perbedaannya secara klinis. Hal ini hanya dapat dibedakan
melalui pemeriksaan biopsi hati.2
Sirosis secara makroskopik diklasifikasikan sebagai dua golongan besar yaitu golongan
makronodular ( besar nodul lebih dari 3 mm ) dan mikronodular ( besar nodul kurang dari 3
mm ). Dalam perjalanan sirosis hati campuran mikronodular dan makronodular juga dapat
ditemukan.3
5
Jenis mikronodular yang dikaitkan dengan sirosis hati oleh alkohol atau akibat gangguan
gizi yang dikenal dengan nama sirosis Laennec atau nutritional cirrhosis, sedangkan yang
makronodular dikaitkan dengan hepatitis yang berat atau nekrosis yang luas dan dikenal
dengan nama sirosis postnekrotik atau posthepatitis. Sirosis postnekrotik dan sirosis
posthepatitis tidaklah seluruhnya identik, karena pada sirosis postnekrotik, septa jaringan ikat
yang timbul pada daerah nekrosis yang luas itu lebih lebar dan lebih tebal dengan nodul
regenerasi yang lebih besar-besar dengan ukuran heterogen. Pada sirosis posthepatitis septa
tersebut lebih tipis dan nodule regenerasi tidak terlalu besar-besar.3
Epidemiologi
Lebih dari 40% pasien sirosis asimptomatis. Pada keadaan ini sirosis ditemukan waktu
pemeriksaan rutin kesehatan atau pada waktu autopsi. Keseluruhan insidens sirosis di
Amerika diperkirakan 360 per 100.000 penduduk. Penyebabnya sebagian besar akibat
penyakit hati alkoholik maupun infeksi virus kronik. Hasil penelitian lain menyebutkan
perlemakan hati akan mengakibatkan steatohepatitis nonalkoholik ( NASH, prevalensi 4% )
dan berakhir dengan sirosis hati dengan prevalensi 0,3%. Prevalensi sirosis hati akibat
steatohepatitis juga dilaporkan 0,3% juga. Di Indonesia data prevalensi sirosis hati belum
ada, hanya laporan-laporan dari beberapa pusat pendidikan saja. Di RS Dr. Sardjito
Yogyakarta jumlah pasien sirosis hati berkisar 4,1% dari pasien yang dirawat di Bagian
Penyakit Dalam dalam kurun waktu 1 tahun ( 2004 ) ( tidak dipublikasi ). Di Medan dalam
kurun waktu 4 tahun dijumpai pasien sirosis hati sebanyak 819 ( 4% ) pasien dari seluruh
pasien di Bagian Penyakit Dalam.1
Patogenesis
Terjadinya fibrosis hati, menggambarkan kondisi ketidakseimbangan antara produksi
matriks ekstraseluler dan proses degradasinya. Tiga jalur utama patofisologi dari sirosis hati,
yaitu ;1
6
triad portal dengan vena sentralis. Jalinan jaringan ikat halus ini mengelilingi massa
kecil sel hati yang masih ada yang kemudian mengalami regenerasi dan membentuk
nodulus. Namun demikian kerusakan sel yang terjadi melebihi perbaikannya.
Penimbunan kolagen terus berlanjut, ukuran hati mengecil, berbenjol-benjol (nodular)
menjadi keras, terbentuk sirosis alkoholik.1
Mekanisme cedera hati alkoholik masih belum pasti. Diperkirakan mekanismenya
sebagai berikut :1
1. Hipoksia sentrilobular, metabolisme asetaldehid etanol meningkatkan
konsumsi oksigen lobular, terjadi hipoksemia relatif dan cedera sel di daerah
yang jauh dari aliran darah yang teroksigenasi ( misal daerah perisentral ).
2. Infiltrasi/ aktivitas neutrofil, terjadi pelepasan chemoattractanst neutrofil oleh
hepatosit yang memetabolisme etanol. Cedera jaringan dapat terjadi dari
neutrofil dan hepatosit yang melepaskan intermediet oksigen reaktif, protease,
dan sitokin.
3. Formasi acetal-dehyde-protein adducts berperan sebagai neoantigen, dan
menghasilkan limfosit yang tersensitasi serta antibodi.
4. Pembentukan radikal bebas oleh jalur alternatif dari metabolisme etanol,
disebut sistem yang mengoksidasi enzim mikrosomal.
Patogenesis fibrosis alkoholik meliputi banyak sitokin, antara lain faktor nekrosis
tumor, interleukin-1, PDGF, dan TGF beta. Asetaldehid kemungkinan mengaktifasi
sel stelata tetapi bukan suatu faktor patogenik utama pada fibrosis alkoholik.1
Sirosis hati pasca nekrosis/ post hepatitis
Gambaran patologi hati biasanya mengkerut, berbentuk tidak teratur, dan teridir dari
nodulus sel hati yang dipisahkan oleh pita fibrosis yang padat dan lebar. Gambaran
mikroskopik konsisten dengan gambaran makroskopik. Ukuran nodulus sangat
bervariasi, dengan sejumlah besar jaringan ikat memisahkan pulau parenkim
regenerasi yang susunannya tidak teratur.1
Patogenesis sirosis hati menurut penelitian terakhir, memperlihatkan adanya peranan
sel stelata. Dalam keadaan normal sel stelata mempunyai peran dalam keseimbangan
pembentukan matriks ekstraseluler dan proses degradasi. Pembentukan fibrosis
menunjukkan perubahan proses keseimbangan. Jika terpapar faktor tertentu yang
berlangsung secara terus-menerus ( misal: hepatitis virus, bahan-bahan hepatotoksik ),
maka sel stelata akan menjadi sel yang membentuk kolagen. Jika proses berjalan terus
maka fibrosis akan berjalan terus di dalam sel stelata, dan jaringan hati yang normal
akan diganti oleh jaringan ikat.1
Patofisiologi
7
Hati dapat terlukai oleh berbagai macam sebab dan kejadian, kejadian tersebut dapat
terjadi dalam waktu yang singkat atau dalam keadaan yang kronis atau perlukaan hati yang
terus menerus yang terjadi pada peminum alkohol aktif. Hati kemudian merespon kerusakan
sel tersebut dengan membentuk ekstraselular matriks yang mengandung kolagen,
glikoprotein, dan proteoglikans. Sel stellata berperan dalam membentuk ekstraselular matriks
ini. Pada cedera yang akut sel stellata membentuk kembali ekstraselular matriks ini sehingga
ditemukan pembengkakan pada hati. Namun, ada beberapa parakrine faktor yang
menyebabkan sel stellata menjadi sel penghasil kolagen. Faktor parakrine ini mungkin
dilepaskan oleh hepatocytes, sel Kupffer, dan endotel sinusoid sebagai respon terhadap
cedera berkepanjangan. Sebagai contoh peningkatan kadar sitokin transforming growth facto
beta 1 (TGF-beta1) ditemukan pada pasien dengan Hepatitis C kronis dan pasien sirosis.
TGF-beta1 kemudian mengaktivasi sel stellata untuk memproduksi kolagen tipe 1 dan pada
akhirnya ukuran hati menyusut.6
Differential Diagnosis
Tuberkuloma Peritonitis
Peritoneum dapat dikenai oleh tuberkulosis melalui beberapa cara yaitu melalui
penyebaran hematogen terutama dari paru – paru, melalui dinding usus yang terinfeksi, dari
kelenjar limfe mesenterium, dan melalui tuba falopii yang terinfeksi. Pada kebanyakan kasus
tuberkulosis peritoneal terjadi bukan sebagai akibat penyebaran perkontinuitatum, tetapi
sering karena reaktifasi proses laten yang terjadi pada peritoneum yang diperoleh melalui
penyebaran hematogen proses primer terdahulu.1
Gejala klinis bervariasi, umumnya keluhan dan gejala timbul perlahan – lahan, sering
pasien tidak menyadari keadaan ini. Keluhan yang paling sering ialah tidak ada nafsu makan,
demam. Pada pemeriksaan fisik gejala yang sering dijumpai adalah asites, demam, batuk dan
nyeri, pucat dan kelelahan. Tergantung lamanya keluhan, keadaan umum pasien bisa masih
cukup baik, sampai keadaan yang kurus dan kahektik. Pada perempuan sering dijumpai
tuberkulosis peritoneal disertai oleh proses tuberkulosis pada ovarium atau tuba, sehingga
9
pada pemeriksaan alat genitalia bisa ditemukan tanda – tanda peradangan yang sering sukar
dibedakan dari kista ovarii.1
Pada pemeriksaan darah sering ditemui anemia penyakit kronik, leukositosis ringan
atau leukopenia, trombositosis dan sering dijumpai laju endapan darah (LED) yang
meningkat. Sebagian besar pasien mungkin negatif uji tuberkulinnya. Uji faal hati dan sirosis
hati tidak jarang ditemui bersama – sama dengan tuberkulosis peritoneal.1
10
Komplikasi
Komplikasi yang sering dijumpai antara lain peritonitis bacterial spontan, yaitu
infeksi cairan asites oleh satu jenis bakteri tanpa ada bukti infeksi sekunder intraabodominal.
1
Biasanya pasien ini tanpa gejala, namun dapat timbul demam dan nyeri abdomen.
Pada sindroma hepatorenal, terjadi gangguan fungsi ginjal akut berupa oliguria,
peningkatan ureum, kreatinin tanpa adanya kelainan organic ginjal. Kerusakan hati lanjut
menyebabkan penurunan perfusi ginjal yang berakibat pada penurunan filtrate glomerulus.1
Salah satu manifestasi hipertensi porta adalah varises esophagus. Duapuluh sampai
40% pasien sirosis dengan varises esophagus yang pecah menimbulkan pendarahan. Angka
kematiannya sangat tinggi, sebanya duapertiganya akan meninggal dalam waktu satu tahun
walaupun dilakukan tindakan untuk menanggulangi varises ini dengan beberapa cara.1
Enselopati hepatic, merupakan kelainan neuropsikiatrik akibat disfungsi hati. Mula –
mula ada gangguan tidur (insomnia dan hipersomia), selanjutnya dapat timbul gangguan
kesadaran yang berlanjut sampai koma.1
Penatalaksanaan
11
menimbulkan mutasi, sehingga terjadi resistensi obat. Interferon alfa diberikan secara
suntikan subkutan 3 MIU, tiga kali seminggu selama 4-6 bulan, namun ternyata juga banyak
yang kambuh.1
Pada pengobatan fibrosis hati; pengobatan antifibrotik pada saat ini lebih mengarah
kepada peradangan dan tidak terhadap fibrosis. Di masa datang, menempatkan sel stelata
sebagai target pengobatan dan mediator fibrogenik akan menjadi terapi utama. Pengobatan
untuk mengurangi aktifasi dari sel stelata bisa merupakan salah satu pilihan. Interferon
mempunyai aktivitas antifibrotik yang dihubungkan dengan pengurangan aktivasi sel stelata.
Kolkisin memiliki efek anti peradangan dan mencegah pembentukan kolagen, namun belum
terbukti dalam penelitian sebagai anti fibrosis dan sirosis. Metotreksat dan vitamin A juga
dicobakan sebagai anti fibrosis. Selain itu, obat-obatan herbal juga sedang dalam penelitian.1
Pencegahan
Angka kejadian sirosis hati cukup banyak. Sirosis hati merupakan penyakit sangat
berbahaya. Bila tidak segera tertangani bisa mengancam jiwa penderita. Untuk itu
keberadaannya perlu dicegah. Ada 6 cara yang patut dilakukan untuk mencegah sirosis hati.3
Hindari penularan virus hepatitis sebagai salah satu penyebab sirosis hati.
Caranya tidak mengkonsumsi makanan dan minuman yang terkontaminasi virus. Juga
tidak melakukan hubungan seks dengan penderita hepatitis.
12
Jangan memakai jarum suntik bekas orang lain. Bila jarum bekas pakai
penderita hepatitis kemudian digunakan kembali untuk menyuntik orang lain, maka
orang itu bisa tertular virus.
Ketika akan menerima transfusi darah harus hati hati. Permriksaan darah
donor perlu dilakukan utnuk memastiikan darah tidak tercemar virus hepatitis.bila
darah mengandung virus hepatitis penerima donor akan tertular dan berisiko terkena
sirosis.
Dari seluruh faktor risiko yang terkumpul maka prognosis ternyata tergantung pada
variabel berikut yaitu, pria, usia yang lanjut, masa protrombin yang memanjang, CHE yang
rendah dan sediaan biopsi yang banyak fokal nekrosis dan reaksi radang yang sedikit. Secara
khusus dapat disebutkan bahwa sirosis hati oleh alkohol mungkin prognosisnya lebih baik
13
bila berhenti minum alkohol. Gagal hati ekstrinisk lebih baik daripada intrinsik. Ikterus yang
menetap mempunyai prognosis yang jelek. Asites yang sukar diobati secara medikamentosa
Tabel Klasifikasi Child Pasien Sirosis Hati dalam Terminologi Cadangan Fungsi
Hati
Derajat Minimal Sedang Berat
kerusakan
Bil.Serum <35 35-50 >50
(mu.mol/dl)
Alb.Serum (gr/dl) >35 30-35 <30
Asites Nihil Mudah dikontrol Sukar
PSE/ensefalopati Nihil Minimal Berat/koma
Nutrisi Sempurna baik Kurang/kurus
mempunyai prognosis yang kurang baik.7
Kesimpulan
Sirosis hati adalah suatu keadaan patologis yang menggambarkan stadium akhir fibrosis
hepatik yang berlangsung progresif yang ditandai dengan distorsi dari arsitektur hepar dan
pembentukan nodulus regeneratif. Pada saat ini penegakkan diagnosis sirosis hati terdiri atas
pemeriksaan fisis, laboratorium, dan USG. Diagnosa pasti dapat dilakukan secara
mikrokopis, dengan melakukan biopsi hati atau peritoneoskopi. Pacu utama yang
mengakibatkan sirosis hati adalah peradangan yang menimbulkan nekrosis dan fibrogenesis.
Terjadinya fibrosis hati, menggambarkan kondisi ketidakseimbangan antara produksi matriks
ekstraseluler dan proses degradasinya. komplikasi hipertensi portal merupakan kondisi yang
menyumbang risiko morbiditas dan mortalitas secara signifikan. Terapi ditunjukan
mengurangi progresi penyakit, menghindarkan bahan-bahan yang bisa menambah kerusakan
hati, pencegahan dan penanganan komplikasi. Tatalaksana pasien sirosis yang masih
kompensata ditujukan untuk mengurangi progresi kerusakan hati.
Daftar Pustaka
14
1. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata KM, Setiati S. Ilmu penyakit dalam, edisi
V jilid 1. Jakarta: Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia, 2009: 644-
72.
2. Bickley L.S. Buku ajar pemeriksaan fisik dan riwayat kesehatan bates, edisi 8. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC ; 2009, hal 352-3.
15