Anda di halaman 1dari 5

GAMBARAN FAKTOR RISIKO KEJADIAN CHOLELITIASIS PADA

PASIEN DI RUMAH SAKIT MUHAMMADIYAH PERIODE JANUARI 2016


– DESEMBER 2017

Fahriza Utama1, Ratika Febriani2, Vivi Rizki3


1,2
Dosen Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Palembang
3
Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Palembang

Abstrak
Cholelitiasis (batu empedu) adalah material atau kristal yang terbentuk di dalam kandung empedu atau di dalam saluran empedu, atau
pada kedua-duanya serta menyebabkan 90% penyakit empedu, dan merupakan penyebab nomor lima perawatan di rumah sakit pada
usia muda. Kejadian Cholelitiasis dapat disebabkan karena usia lebih dari 40 tahun, jenis kelamin, serta obesitas dengan Indeks Masa
Tubuh (IMT) lebih dari 25. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan apa saja gambaran faktor risiko penderita cholelitiasis
pada pasien di Rumah Sakit Muhammadiyah Palembang. Jenis penelitian ini adalah kualitatif. Metode yang digunakan adalah deskriptif
dengn pendekatan Cross Sectional. Subjek penelitian ini adalah semua pasien yang sedang atau pernah menderita cholelitiasis di bagian
penyakit dalam dan bedah Rumah Sakit Muhammadiyah Palembang periode Januari 2016 sampai dengan Desember 2017 yang tercatat
di rekam medik dengan menggunakan total sampling. Analisis data menggunakan frekuensi. Simpulan yang didapatkan yaitu distribusi
usia terbanyak penderita cholelitiasis adalah ≥ 40 tahun, jenis kelamin terbanyak adalah perempuan serta Indeks Masa Tubuh (IMT)
terbanyak adalah ≥ 25.

Kata kunci: Cholelitiasis, Indeks Masa Tubuh (IMT), jenis kelamin, usia.

Abstract
Cholelitiasis (gallstones) is a material or crystal formed in the gall bladder or in the bile ducts, or both and causes 90% of bile diseases,
and is the number five cause of hospitalization at a young age. Cholelitiasis incidence can be caused due to age more than 40 years,
sex, and obesity with body mass index (BMI) more than 25. The purpose of this research is to describe what is picture of risk factor of
cholelitiasis in patient at Muhammadiyah Hospital Palembang. This type of research is qualitative. The method use descriptive with
Cross Sectional approach. The subjects of this study were all patients who had or had suffered cholelitiasis in the internal and surgical
sections of Muhammadiyah Palembang Hospital from January 2016 to December 2017 recorded in the medical record using total
sampling. Data analysis using frequency. The conclusion obtained is that the most age distribution of cholelitiasis patients is ≥ 40 years,
the largest sex is female and Body Mass Index (BMI) is ≥25.

Keywords: Age, Body Mass Index (BMI), cholelitiasis, gender.

PENDAHULUAN
Cholelitiasis (batu empedu) adalah material atau kristal yang terbentuk di dalam kandung empedu atau di dalam
saluran empedu, atau pada kedua-duanya9 yang memiliki ukuran, bentuk, dan komposisi yang bervariasi.5
Cholelitiasis merupakan kondisi yang paling banyak ditemukan. Kondisi ini menyebabkan 90% penyakit empedu,
dan merupakan penyebab nomor lima perawatan di rumah sakit pada usia muda. 6
Cholelitiasis sangat banyak ditemukan pada populasi umum dan laporan menunjukkan bahwa dari 11.840 yang
dilakukan otopsi ditemukan 13,1% adalah pria dan 33,7% adalah wanita yang menderita batu empedu. 4 Hal ini disebabkan
karena pada perempuan lebih mungkin mengembangkan batu empedu dibandingkan pria. Ekstra estrogen dapat
meningkatkan kadar kolesterol dalam empedu dan mengurangi kontraksi kandung empedu, yang dapat menyebabkan batu
empedu terbentuk. Perempuan mungkin memiliki estrogen ekstra karena kehamilan, terapi sulih hormon, atau pil KB. 14
Pada orang yang mengalami obesitas terutama perempuan, mengalami peningkatan risiko mengembangkan batu
empedu. Obesitas meningkatkan jumlah kolesterol dalam empedu, yang dapat menyebabkan pembentukan batu. 14
Penelitian menunjukkan bahwa wanita dengan memiliki Body Mass Indeks (BMI) lebih dari 32 memiliki risiko tiga kali
lebih besar untuk mengembangkan batu empedu dibandingkan yang memiliki BMI antara 24 sampai dengan 25. Risiko
meningkat tujuh kali lipat pada wanita dengan BMI lebih dari 45. 10
Sekitar 12% dari total penduduk dewasa di negara barat menderita cholelitiasis jadi sekitar 20 juta jiwa yang
menderita cholelitiasis. Di setiap tahunnya ditemukan pasien cholelitiasis sekitar 1 juta jiwa dan 500.000 jiwa menjalani
operasi pengangkatan batu empedu (cholesistektomi atau laparoscopy chole). Cholelitiasis merupakan penyakit penting
di negara barat.13
Angka kejadian cholelithiasis lebih dari 20% populasi dan insiden meningkat dengan bertambahnya usia. 4
Biasanya timbul antara usia 20- 50 tahun dan sekitar 20% dialami oleh pasien yang berumur di atas 40 tahun. Di negara
barat penderita cholelitiasis banyak ditemukan usia rata-rata tersering adalah 40–50 tahun dan meningkat saat usia 60
tahun seiring bertambahnya usia. Dari 20 juta orang di negara barat sebanyak 20% perempuan dan 8% laki-laki menderita
cholelitiasis dengan usia lebih dari 40 tahun.4 Sedangkan kejadian cholelitiasis di negara Asia 3%-15% lebih rendah
dibandingan negara barat. Di Indonesia, cholelitiasis kurang mendapat perhatian karena sering sekali asimtomatik
sehingga sulit di deteksi atau sering terjadi kesalahan diagnosis. Penelitian di Indonesia pada Rumah Sakit Columbia Asia
Medan sepanjang tahun 2011 didapatkan 82 kasus cholelitiasis. 6
Di Indonesia, cholelitiasis baru mendapat perhatian setelah di klinis, sementara publikasi penelitian tentang
cholelitiasis masih terbatas. Berdasarkan studi kolesitografi oral didapatkan laporan angka insidensi cholelitiasis terjadi
pada wanita sebesar 76% dan pada laki-laki 24% dengan usia lebih dari 40 tahun.4 Didapatkan hasil sebanyak 87 pasien
didiagnosis cholelitiasis dengan usia rata-rata 45,6 tahun. Prevalensi pada pasien perempuan lebih banyak daripada laki-
laki, yaitu 54,47% dengan usia rata-rata 40 tahun (80,46%).11 Sejumlah 68,97% merupakan pasien di ruang rawat inap.
Sebagian besar pasien dengan batu empedu tidak mempunyai keluhan. Risiko penyandang batu empedu untuk mengalami
gejala dan komplikasi relatif kecil. Walaupun demikian, sekali batu empedu mulai menimbulkan serangan nyeri kolik
yang spesifik maka risiko untuk mengalami masalah dan penyulit akan terus meningkat. 4

METODE
Jenis penelitian yang dilakukan adalah studi observasional yang bersifat desriptif. Pengambilan sampel yang
digunakan dalam penelitian ini adalah metode total sampling, berjumlah 46 subjek penelitian dengan menggunakan data
sekunder yaitu diperoleh dari rekam medik dengan melihat usia, jenis kelamin, tinggi badan dan berat badan pasien. Hasil
penelitian disajikan dalam tabel distribusi frekuensi yang akan dibahas secara narasi dengan cara membandingkan teori
yang sudah ada dengan hasil penelitian.

HASIL DAN PEMBAHASAN


HASIL
Tabel 1. Distribusi Subjek Penelitian Berdasarkan Usia
No Usia Frekuensi Persentase
1 ≤ 39 13 28,3
2 ≥ 40 33 71,7
Total 46 100,0
Keterangan:
Golongan usia terbanyak pada pasien cholelitiasis yaitu pasien yang berusia ≥ 40 tahun adalah 33 pasien (71,7%).
Tabel 2. Distribusi Sampel Berdasarkan Jenis Kelamin
No Jenis Kelamin Frekuensi Persentase
1 Laki-Laki 20 43,5
2 Perempuan 26 56,5
Total 46 100,0
Keterangan:
dari 46 jumlah sampel didapatkan jenis kelamin terbanyak adalah perempuan dengan total 26 pasien (56,6%).

Tabel 3. Karakteristik Indek Masa Tubuh pada Sampel Penelitian


No IMT Frekuensi Persentase
1 ≤ 24,9 18 39,1
2 ≥ 25 28 60,9
Total 46 100,0
Keterangan:
Didapatkan indeks masa tubuh terbanyak adalah ≥ 25 yaitu dengan total 28 orang (60,9%).

PEMBAHASAN
Distribusi Sampel Berdasarkan Usia
Pada penelitian yang telah dilakukan di Rumah Sakit Muhammadiyah Palembang, pasien cholelitiasis periode
Januari 2016 sampai dengan Desember 2017 didapatkan 13 orang (28,3%) pasien berusia ≤ 39 tahun, sedangkan jumlah
pasien yang berusia ≥ 40 tahun adalah sebanyak 33 pasien (71,7%). Penelitian yang dilakukan di Asia Tenggara, batu
empedu sering ditemukan pada usia rata–rata 40 sampai 50 tahun. Sedangkan pada usia 60 tahun lebih sering terjadi batu
saluran empedu.6 Terdapat perbedaan yang signifikan pada usia penderita cholelitiasis antara ≤ 39 tahun dengan ≥ 40
tahun, hal ini terjadi karena fungsi sistem imunitas tubuh (immunocompetence) menurun sesuai umur.1
Sistem imunitas tubuh memiliki fungsi yaitu membantu perbaikan DNA manusia, yaitu mencegah infeksi yang
disebabkan oleh jamur, bakteri, virus, dan organisme lain serta menghasilkan antibodi (sejenis protein yang disebut
imunoglobulin) untuk memerangi serangan bakteri dan virus asing ke dalam tubuh. Tugas sistem imun adalah mencari
dan merusak invader (penyerbu) yang membahayakan tubuh manusia. 1 Kemampuan imunitas tubuh melawan infeksi
menurun termasuk kecepatan respon imun dengan peningkatan usia. Hal ini bukan berarti manusia lebih sering terserang
penyakit, tetapi saat menginjak usia tua maka risiko kesakitan meningkat seperti penyakit infeksi, kanker, kelainan
autoimun, atau penyakit kronik. Hal ini disebabkan oleh perjalanan alamiah penyakit yang berkembang secara lambat
dan gejala-gejalanya tidak terlihat sampai beberapa tahun kemudian. Di samping itu, produksi imunoglobulin yang
dihasilkan oleh tubuh orang tua juga berkurang jumlahnya. Masalah lain yang muncul adalah tubuh orang tua kehilangan
kemampuan untuk membedakan benda asing yang masuk ke dalam tubuh atau memang benda itu bagian dari dalam
tubuhnya sendiri.1
Selain itu, pada usia diatas 40 tahun lebih mudah terbentuk batu empedu karena tubuh cenderung mengeluarkan
lebih banyak kolesterol ke dalam cairan tubuh. Hal ini terjadi karena batu empedu sangat jarang mengalami disolusi
spontan. Meningkatnya sekresi kolesterol ke dalam empedu sesuai dengan bertambahnya usia. Empedu menjadi semakin
litogenik bila usia semakin bertambah.7
Distribusi Sampel Berdasarkan Jenis Kelamin
Pada penelitian ini didapatkan pasien cholelitiasis yang berjenis kelamin perempuan sebanyak 26 pasien (56,6%)
serta terdapat 20 pasien (43,5%) pasien bejenis kelamin laki-laki.
Terdapat perbedaan antara jumlah pasien cholelitiasis perempuan dengan laki-laki, hal ini disebabkan karena pada
perempuan lebih mungkin mengembangkan batu empedu dibandingkan pria. Ekstra estrogen dapat meningkatkan kadar
kolesterol dalam empedu dan mengurangi kontraksi kandung empedu, yang dapat menyebabkan batu empedu terbentuk.
Perempuan mungkin memiliki estrogen ekstra karena kehamilan, terapi sulih hormon, atau pil KB. 14 selain itu, estrogen
dapat menstimulasi reseptor lipoprotein hepar dan meningkatkan pembentukan kolesterol empedu serta meningkatkan
diet kolesterol.8
Estrogen menstimulasi enzim hydroxy methylglutaryl coenzyme A (HMGCoA) reduktase sehingga menyebabkan
peningkatan sintesis kolesterol. Sedangkan progesteron berperan dalam pembentukan batu empedu dengan menghambat
kontraksi kandung empedu sehingga menyebabkan hipomotilitas dan stasis empedu.2
Jika dikaitkan dengan obesitas, obesitas pada wanita adalah kandungan lemak dalam tubuh yang lebih dari 30%,
sedang pria batas bawahnya lebih rendah yaitu antara 20 -25%. Adanya perbedaan ini disebabkan karena per bobot total
tubuh pada wanita lebih banyak dibandingkan pria.3

Distribusi Sampel Berdasarkan Indeks Masa Tubuh


Pada penelitian ini, didapatkan pasien dengan indeks masa tubuh ≤ 24,9 sebanyak 18 pasien (39,1%), sedangkan
pasien dengan indeks masa tubuh ≥ 25 adalah 28 orang (60,9%). Terjadinya peningkatan kejadian batu empedu pada
orang yang obesitas disebabkan oleh peningkatan kadar supersaturasi kolesterol. Sedangkan pada obesitas terjadi
gangguan metabolisme lemak dan hormonal yang mengakibatkan penurunan motilitas dari kandung empedu yang dapat
meningkatkan terbentuknya batu empedu. Timbulnya batu empedu disebabkan oleh peningkatan sekresi kolesterol
empedu.12
Tetapi, tidak menutup kemungkinan untuk pasien dengan indeks masa tubuh ≤ 24,9. Meskipun pasien cholelitiasis
kurus, kejadian batu empedu dapat terjadi karena hiperlipidemia. Hiperlipidemia adalah meningkatnya konsentrasi
berbagai lipid di dalam darah, yaitu trigliserida atau kolesterol total dalam plasma atau keduanya. Proses pertama dalam
pembentukan batu empedu adalah sekresi empedu jenuh dengan kolesterol oleh hati. Langkah kedua dalam pembentukan
batu empedu adalah kristalisasi. Pengendapan kristal kolesterol memulai pembentukan batu empedu. Ketika empedu pada
kandung empedu menjadi jenuh dengan kolesterol, maka terjadi nukleasi, flokulasi, dan pengendapan kristal kolesterol.
Keadaan ini menyebabkan inisiasi pembentukan batu empedu. Terdapatnya promotor kristalisasi yang berlebihan dan
kekurangan relatif dari inhibitor kristalisasi juga penting dalam inisiasi dan pembentukan nukleasi kristal batu empedu .8

KESIMPULAN
1. Usia terbanyak pada pasien penderita cholelitiasis di Rumah Sakit Muhammadiyah Palembang periode Januari
2016 sampai dengan Desember 2017 yaitu yang berusia ≥ 40 tahun adalah sebanyak 33 pasien (71,7%).
2. Jenis kelamin terbanyak yang di dapatkan pada penelitian ini adalah perempuan, dengan total 26 pasien (56,6%).
3. Indeks masa tubuh pada pasien penderita cholelitiasis terbanyak ≥ 25 adalah 28 orang (60,9%).
DAFTAR PUSTAKA
1. Aspinall R. Ageing and the Immune System in vivo: Commentary on the 16th session of British Society for
Immunology Annual Congress Harrogate December 2004. Immunity and Ageing 2005; 2: 5.
2. Bajwa N, Bajwa R, Ghumman A, Agrawal RM. 2010. The gallstone story: pathogenesis and epidemiology. Pract
Gastroenterol ed.4, 11-23.
3. Budiyanto, M.A.K., 2002. Diet Therapy pada Obesitas . Gizi dan kesehatan. UMM Press, Madang. Hal : 47 – 55.
4. Cahyono, B. S. 2014. Tatalaksana Klinis di Bidang Gastro dan Hepatologi. Jakarta : Sugeng Seto, 112-114.
5. Dorland WAN. 2009. Cholelithiasis. In: Dorlan WAN, editor. Kamus Kedokteran Dorlan. 29th.Ed. Jakarta: EGC,
200-201.
6. Ginting, S. 2012. A Description Characteristic Risk Factor of the Kolelitiasis disease in the Colombia Asia Medan
Hospital. Jurnal penelitian Dharma Agung (J-DA), 10-22. Agustus 2, 2017. http://repository.maranatha.edu/
7. Greenberger, J Norton , Pawngartner Gustav. 2005. Disease of the Gallbladder and bile duct, in : Horrison‘s Principles
of Internal Medicine, McGrawhill & Companies. Chapter 292, 1880-1890.
8. Hung S-C, Liao K-F, Lai S-W, et al. 2011. Risk factors associated with symptomatic cholelithiasis in Taiwan: a
population-based study. BMC Gastroenterol, 11-111.
9. Laura MS, Eldon AS. 2012. Epidemiology of gallbladder disease: cholelithiasis and cancer. Gut and Liver. Ed.6 vol.2,
87-172.
10. Nadesul Handrawan. 2014. Mengapa terbentuk Batu Empedu, 6-7. Agustus 2, 2017.
http://cybermed.cbn.net.id/cbprtl/cybermed/
11. Ndraha, Suzanna., Febiani, Helena., Tannady, Tan, Henny., & Tendean, Marshell. 2012. Profil Kolelitias pada Hasil
Ultrasonografi di Rumah Sakit Umum Daerah Koja. Jurnal Kedokteran Meditek Jakarta. Vol. 20. No. 53 Mei-Agustus
2014, 8-10. Agustus 2, 2017. http://ejournal.ukrida.ac.id/ ojs/index.php
12. Shaffer AE. 2005. Epidemiology and Risk Factors for Gallstone Disease: Has the Paradigm Changed in the 21st
Century. Gastroenterology, 40-123.
13. Sudoyo. 2014. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II (Edisi VI). Jakarta : Penerbit Ilmu Penyakit Dalam FKUI,
2017-2024.
14. Tsai CJ, Leitzmann MF, Willett WC, et al. Prospective study of abdominal adiposity and gallstone disease in US men.
Am J Clin Nutr. 2004;80:38–44.

Anda mungkin juga menyukai