Anda di halaman 1dari 22

BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi
1. Definisi Pendidikan

Plato (filosof Yunani yang hidup dari tahun 429 SM-346 M) menjelaskan
bahwa, Pendidikan itu ialah membantu perkembangan masing-masing dari jasmani
dan akal dengan sesuatu yang memungkinkan tercapainya kesemurnaan.
M.J. Langeveld, pendidikan adalah setiap pergaulan yang terjadi adalah setiap
pergaulan yang terjadi antara orang dewasa dengan anak-anak merupakan lapangan
atau suatu keadaan dimana pekerjaan mendidik itu berlangsung.
Wikipedia, Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan
suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,
pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang
diperlukan dirinya dan masyarakat.
Kamus Besar Bahasa Indonesia (1991), Pendidikan diartikan sebagai proses
pembelajaran bagi individu untuk mencapai pengetahuan dan pemahaman yang lebih
tinggi mengenai obyek-obyek tertentu dan spesifik. Pengetahuan tersebut diperoleh
secara formal yang berakibat individu mempunyai pola pikir dan perilaku sesuai
dengan pendidikan yang telah diperolehnya. Sistem adalah suatu perangkat yang
saling bertautan, yang tergabung menjadi suatu keseluruhan.
Menurut Undang-undang No.20 Tahun 2003 Pasal 1 ayat 1 yang dimaksud
dengan Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana
belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan
potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya,
masyarakat, bangsa dan negara.

2. Definisi Pendidikan Nasional


Menurut Undang-undang No.20 Tahun 2003 Pasal 1 ayat 2 yang dimaksud
dengan Pendidikan Nasional adalah pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berakar pada

3
nilai-nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia dan tanggap terhadap tuntutan
perubahan zaman.

3. Definisi Sistem Pendidikan Nasional


Kata sistem berasal dari bahasa Yunani yaitu systema yang berarti adalah
“cara atau strategi”. Dalam bahasa Inggris sistem berarti “system, jaringan, susunan,
cara”. Sistem juga diartikan “suatu strategi atau cara berpikir”.
Sedangkan kata pendidikan itu berasal dari kata “Pedagogi”, kata tersebut berasal
dari bahasa yunani kuno, yang jika dieja menjadi 2 kata yaitu Paid yang artinya anak
dan Agagos yang artinya membimbing. Dengan demikian Pendidikan bisa di artikan
sebagai usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan proses pembelajaran dan
suasana belajar agar para pelajar di didik secara aktif dalam mengembangkan potensi
dirinya yang diperlukan untuk dirinya dan masyarakat.
Jadi, bisa di simpulkan bahwa sistem pendidikan adalah suatu strategi atau
cara yang akan di pakai untuk melakukan proses belajar mengajar untuk mencapai
tujuan agar para pelajar tersebut dapat secara aktif
Menurut Undang-undang No.20 Tahun 2003 Pasal 1 ayat ke 3 yang dimaksud
dengan Sistem Pendidikan Nasional adalah keseluruhan komponen pendidikan yang
saling terkait secara terpadu untuk mencapai tujuan pendidikan nasional.

B. Dasar, Fungsi dan Tujuan Pendidikan Nasional


Undang-undang No.20 Tahun 2003 pada Bab II Pasal 2 dan Pasal 3 membicarakan
mengenai Dasar, Fungsi dan Tujuan Pendidikan Nasional

1. Dasar Pendidikan Nasional


Menurut Undang-undang no.20 tahun 2003 Pasal 2 Pendidikan nasional
berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945.

2. Fungsi dan Tujuan Pendidikan Nasional


Menurut Undang-undang no.20 tahun 2003 Pasal 3 Pendidikan nasional
berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban
bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Bertujaun

4
untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu cakap,
kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

C. Kelembagaan Pendidikan
Menurut Undang-undang No.20 tahun 2003 pada BAB VI membahas mengenai
Jalur,Jenjang dan Jenis Pendidikan.

1. Jalur Pendidikan
Menurut UU No.20 tahun 2003 pasal 1 ayat 7 Jalur pendidikan adalah wahana
yang dilalui peserta didik untuk mengembangkan potensi diri dalam suatu proses
pendidikan yang sesuai dengan tujuan pendidikan.

a. Pendidikan Formal
Menurut Undang-undang No.20 tahun 2003 pasal 1 ayat 11 Pendidikan formal
adalah Jalur pendidikan yang terstruktur dan berjenjang yang terdiri atas
pendidikan dasar, pendidikan menengah dan pendidikan tinggi.

b. Pendidikan Non-formal
Pendidikan Non-formal di jelaskan pada Undang-undang no.20 tahun 2003
pasal 1 Ayat 12. Pendidikan Non-formal adalah jalur pendidikan di luar
pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang.
Pendidikan nonformal diselenggarakan bagi warga masyarakat yang
memerlukan layanan pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti, penambah,
dan/atau pelengkap pendidikan formal dalam rangka mendukung pendidikan
sepanjang hayat.
Pendidikan nonformal berfungsi mengembangkan potensi peserta didik
dengan penekanan pada penguasaan pengetahuan dan keterampilan fungsional
serta pengembangan sikap dan kepribadian profesional. Pendidikan nonformal
meliputi pendidikan kecakapan hidup, pendidikan anak usia dini, pendidikan
kepemudaan, pendidikan pemberdayaan perempuan, pendidikan keaksaraan,
pendidikan keterampilan dan pelatihan kerja, pendidikan kesetaraan, serta
pendidikan lain yang ditujukan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik.

5
Satuan pendidikan nonformal terdiri atas lembaga kursus, lembaga pelatihan,
kelompok belajar, pusat kegiatan belajar masyarakat, dan majelis taklim, serta
satuan pendidikan yang sejenis. Kursus dan pelatihan diselenggarakan bagi
masyarakat yang memerlukan bekal pengetahuan, keterampilan, kecakapan hidup,
dan sikap untuk mengembangkan diri, mengembangkan profesi, bekerja, usaha
mandiri, dan/atau melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.
Hasil pendidikan nonformal dapat dihargai setara dengan hasil program
pendidikan formal setelah melalui proses penilaian penyetaraan oleh lembaga
yang ditunjuk oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah dengan mengacu pada
standar nasional pendidikan.

c. Pendidikan Informal
Pendidikan Non-formal di jelaskan pada Undang-undang no.20 tahun 2003
pasal 1 ayat 13. Pendidikan informal adalah jalur pendidikan keluarga dan
ingkungan. Kegiatan pendidikan informal yang dilakukan oleh keluarga dan
lingkungan berbentuk kegiatan belajar secara mandiri. Hasil pendidikan Informal
dapat diakui sama dengan peendidikan formal dan noformal.

2. Jenjang Pendidikan
Jenjang pendidikan adalah tahapan pendidikan yang ditetapkan berdasarkan
tingkat perkembangan peserta didik, tujuan yang akan dicapai, dan kemampuan yang
dikembangkan. Jenjang pendidikan terdiri atas Pendidikan Dasar, Pendidikan
Menengah dan Pendidikan Tinggi.

a. Pendidikan Dasar
Menurut Undang-undang No.20 tahun 2003 pada BAB VI pasal 17
menjelaskan mengenai Pendidikan dasar. Pendidikan dasar merupakan jenjang
pendidikan yang melandasi jenjang pendidikan menengah.
Pendidikan dasar berbentuk Sekolah Dasar (SD) dan Madrasah Ibtidaiyah
(MI) atau bentuk lain yang sederajat serta Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan
Madrasah Tsanawiyah (MTs), atau bentuk lain yang sederajat.

b. Pendidikan Menengah

6
Menurut Undang-undang No.20 tahun 2003 pada BAB VI pasal 18
menjelaskan mengenai Pendidikan menengah. Pendidikan menengah merupakan
lanjutan pendidikan dasar. Pendidikan menengah terdiri atas pendidikan
menengah umum dan pendidikan menengah kejuruan.
a) Pendidikan Menengah Umum
Pendidikan menengah umum diselenggarakan oleh sekolah menengah
atas (SMA) (sempat dikenal dengan "sekolah menengah umum" atau SMU)
atau madrasah aliyah (MA). Pendidikan menengah umum dikelompokkan
dalam program studi sesuai dengan kebutuhan untuk belajar lebih lanjut di
perguruan tinggi dan hidup di dalam masyarakat. Pendidikan menengah umum
terdiri atas 3 (tiga) tingkat.
b) Pendidikan Menengah Kejuruan
Pendidikan menengah kejuruan diselenggarakan oleh sekolah
menengah kejuruan (SMK) atau madrasah aliyah kejuruan (MAK).
Pendidikan menengah kejuruan dikelompokkan dalam bidang kejuruan
didasarkan pada perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan/atau seni,
dunia industri/dunia usaha, ketenagakerjaan baik secara nasional, regional
maupun global, kecuali untuk program kejuruan yang terkait dengan upaya-
upaya pelestarian warisan budaya. Pendidikan menengah kejuruan terdiri atas
3 (tiga) tingkat, dapat juga terdiri atas 4 (empat) tingkat sesuai dengan tuntutan
dunia kerja.

c. Pendidikan Tinggi
Menurut Undang-undang No.20 tahun 2003 pada BAB VI pasal 19
menjelaskan mengenai Pendidikan tinggi. Pendidikan tinggi merupakan jenjang
pendidikan setelah pendidikan menengah yang mencakup program pendidikan
diploma, sarjana, magister, spesialis, dan doktor yang diselenggarakan oleh
perguruan tinggi. Pendidikan tinggi diselenggarakan dengan sistem terbuka.
Maksud dari sistem terbuka adalah sistem yang berhubungan dan terpengaruh
dengan lingkungan luarnya atau system yang dapat menerima pengaruh dari luar.
Misalnya study banding dengan perguruan tinggi lainnya,

a) Jenis program

7
Maksud jenis program di sini adalah program akademik (S1, S2, S3),
vokasi (D1, D2, D3, D4), dan profesi (gelar profesi).
Universitas, institut, dan sekolah tinggi memungkinkan untuk memiliki
program akademik, vokasi, dan profesi. Sementara itu akademi dan politeknik
hanya memiliki program vokasi.

b) Jenis Keilmuan
 Akademi
Akademi menyelenggarakan program pendidikan profesional
dalam satu cabang atau sebagian cabang ilmu pengetahuan, teknologi,
dan/atau kesenian tertentu.Bisa dibilang terdiri dari satu jurusan.
Contoh :Akademi keperawatan, Akademi kefarmasian, akademi
kebidanan, akademi pariwisata dan akademi bahasa asing.

 Sekolah Tinggi
Sekolah Tinggi menyelenggarakan program pendidikan akademik dan/
atau profesional dalam lingkup satu disiplin ilmu tertentu. Bisa dibilang
terdiri dari satu fakultas. Misalnya: Sekolah Tinggi A mempelajari ilmu
ekonomi, jadi terdiri dari jurusan-jurusan yang berkaitan dengan ilmu
ekonomi saja.
Contoh : STIE, STIA, STMIK, STIKES,STIS

 Politeknik
Politeknik menyelenggarakan program pendidikan profesional dalam
sejumlah bidang pengetahuan khusus. Sama seperti Sekolah Tinggi, yang
membedakan adalah jenis programnya
Contoh : Politeknik Negeri Jakarta, Politeknik Manufaktur Bandung,
Politeknik Kesehatan Jakarta.

 Institut
Institut menyelenggarakan program pendidikan akademik dan/atau
profesional dalam sekelompok disiplin ilmu pengetahuan, teknologi
dan/atau kesenian yang sejenis. terdiri dari beberapa fakultas yang berada

8
dalam satu jenis keilmuan. Misal: Institut B punya Fakultas Teknologi
Informatika, Fakultas Teknologi Industri, Fakultas Teknologi Perkapalan.
Contoh : ITB,ITS,IPB
 Universitas
Universitas menyelenggarakan program pendidikan akademik dan/atau
profesional dalam sejumlah disiplin ilmu pengetahuan, teknologi
dan/atau kesenian tertentu. terdiri dari beberapa fakultas yang beragam
jenis keilmuannya. Misal: Universitas A punya Fakultas Kedokteran,
Fakultas Hukum, Fakultas Bahasa.
Contoh : UHAMKA,UI,UNJ,UGM

D. Program dan Pengelolaan Pendidikan


1. Jenis Pendidikan
Menurut UU No.20 tahun 2003 pasal 1 ayat 9 Jenis pendidikan adalah kelompok
yang didasarkan pada kekhususan tujuan pendidikan suatu satuan pendidikan.

a. Pendidikan Usia Dini


Pendidikan Usia Dini dijelaskan pada Undang-undang no.20 tahun 2003 pada
Bab VI pasal 28. Pendidikan anak usia dini diselenggarakan sebelum jenjang
pendidikan dasar.
Pendidikan anak usia dini dapat diselenggarakan melalui jalur pendidikan
formal, nonformal, dan/atau informal. Pendidikan anak usia dini pada jalur
pendidikan formal berbentuk Taman Kanak-kanak (TK), Raudatul Athfal (RA),
atau bentuk lain yang sederajat. Pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan
nonformal berbentuk Kelompok Bermain (KB), Taman Penitipan Anak (TPA),
atau bentuk lain yang sederajat. Pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan
informal berbentuk pendidikan keluarga atau pendidikan yang diselenggarakan
oleh lingkungan.

b. Pendidikan Kedinasan
Pendidikan Kedinasan dijelaskan pada Undang-undang no.20 tahun 2003 pada
Bab VI pasal 29. Pendidikan kedinasan merupakan pendidikan profesi yang
diselenggarakan oleh departemen atau lembaga pemerintah nondepartemen.

9
Pendidikan kedinasan berfungsi meningkatkan kemampuan dan keterampilan
dalam pelaksanaan tugas kedinasan bagi pegawai dan calon pegawai negeri suatu
departemen atau lembaga pemerintah nondepartemen. Pendidikan kedinasan
diselenggarakan melalui jalur pendidikan formal dan nonformal.contoh dari jalur
pendidikan formal yaitu seperti lembaga pemerintahan departemen dan
nondepartemen sedangkan jalur pendidikan informal yaitu seperti BLK (Balai
Latihan Kerja)
Lembaga pemerintah departemen dipimpin oleh seorang menteri yang
merupakan pembantu presiden dalam melaksanakan tugas-tugas pemerintahan di
departemen yang dia pimpin, dan merupakan kabinet bentukan
presiden.contohnya yaitu :
a) Kementerian Dalam Negeri
 Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN), gabungan dari STPDN dan
IIP
b) Kementerian Energi Dan Sumber Daya Mineral
 Akademi Minyak Dan Gas Bumi (Akamigas), Cepu, Blora, Jawa Tengah
c) Kementrian Hukum Dan Hak Asasi Manusia
 Akademi Imigrasi (AIM), Gandul (Cinere, Kota Depok, Jawa
Barat)Akademi
 Ilmu Pemasyarakatan (AKIP), Gandul (Cinere, Kota Depok, Jawa Barat)
d) Kementrian Kebudayaan dan Pariwisata
 Sekolah Tinggi Pariwisata Bandung(STPB), Bandung, Jawa Barat
 Sekolah Tinggi Pariwisata Bali (STB Bali)
 Akademi Pariwisata Medan
 Akademi Pariwisata Makasar
e) Kementrian Keuangan
 Sekolah Tinggi Akuntansi Negara (STAN), Kabupaten Tangerang
f) Kementerian Kelautan dan Perikanan
 Sekolah Tinggi Perikanan (STP), Jakarta, DKI Jakarta
 Akademi Perikanan Bitung (APB), Bitung, Sulawesi Utara
 Akademi Perikanan Sidoarjo, (APS), Sidoarjo, Jawa Timur
 Akademi Perikanan Sorong, (APSOR), Sorong, Papua Barat
 Sekolah Tinggi Perikanan Bogor,(STP Jurluhkan), Bogor, Jawa Barat

10
 Bagian Administrasi Pelatihan Perikanan Lapangan Serang, (BAPPL
Serang), Serang, Banten
 Sekolah Usaha Perikanan Menengah Negeri Ladong, (SUPMN Ladong),
Nanggroe Aceh Darussalam
 Sekolah Usaha Perikanan Menengah Negeri Pariaman, (SUPM N
Pariaman), Pariaman, Sumatera Barat
 Sekolah Usaha Perikanan Menengah Negeri Tegal, (SUPM N
Tegal),Tegal, Jawa Tengah
 Sekolah Usaha Perikanan Menengah Negeri Bone, (SUPM N Bone), Bone,
Sulawesi Selatan
 Sekolah Usaha Perikanan Menengah Negeri Kota Agung, (SUPM N Kota
Agung), Kota Agung, Lampung
 Sekolah Usaha Perikanan Menengah Negeri Pontianak, (SUPM N
Pontianak), Pontianak, Kalimantan Barat
 Sekolah Usaha Perikanan Menengah Negeri Waeheru, (SUPM N
Waeheru), Maluku, Ambon
 Sekolah Usaha Perikanan Menengah Negeri Sorong, (SUPM N Sorong),
Sorong, Papua
g) Kementrian Komunikasi dan Informasi
 Sekolah Tinggi Multimedia MMTC (STTM MMTC), Yogyakarta
h) Kementrian Kesehatan
 Akademi Fisioterapi Surakarta, Jawa Tengah
 Akademi Keperawatan
 Akademi Teknik Medik
i) Kementrian Perhubungan
 Sekolah Tinggi Transportasi Darat Bekasi, Jawa Barat
 Sekolah Tinggi Ilmu Pelayaran Jakarta, DKI Jakarta
 Sekolah Tinggi Penerbangan Indonesia Curug, Jawa Barat
 Akademi Teknik Keselamatan Penerbangan Medan, Sumatra Utara
 Akademi Teknik Keselamatan Penerbangan Surabaya, Jawa Timur
 Akademi Teknik Keselamatan Penerbangan Makassar, Sulawesi Selatan
 Akademi Perkeretaapian Madiun, Jawa Timur
 Balai Pendidikan dan Pelatihan Ilmu Pelayaran Tangerang, Banten

11
 Politeknik Ilmu Pelayaran Makassar, Sulawesi Selatan
j) Kementerian Perindustrian RI
 Sekolah Tinggi Teknologi Tekstil Bandung (ST3), Bandung, Jawa Barat
 Sekolah Tinggi Manajemen Industri Jakarta (STMI), Jakarta, DKI Jakarta
 Akademi Teknologi Kulit Yogyakarta (ATK), Yogyakarta, DIY
 Akademi Pimpinan Perusahaan Jakarta (APP), Jakarta
 Akademi Teknologi Industri Padang (ATIP), Padang, Sumatra Barat
 Akademi Teknik Industri Makassar (ATIM), Makassar, Sulawesi Selatan
 Pendidikan Teknologi Kimia Industri Medan (PTKI), Medan, Sumatra
Utara
 Akademi Kimia Analisis Bogor – (AKA), Bogor, Jawa Barat
k) Kementrian Pertahanan Nasional
 Akademi Militer (TNI Angkatan Darat), Magelang, Jawa Tengah
 Akademi Angkatan Laut (TNI Angkatan Laut), Surabaya, Jawa Timur
 Akademi Angkatan Udara (TNI Angkatan Udara), Yogyakarta
 Sekolah Tinggi Teknologi Angkatan Laut (TNI Angkatan Laut), Surabaya,
Jawa Timur
 Sekolah Tinggi Teknologi Angkatan Darat (TNI Angkatan Darat), Malang,
Jawa Timur
l) Kementrian Pertanian, Perkebunan ; Kehutanan
 Politeknik LPP Yogyakarta (PLPP), Yogyakarta,DI Yogyakarta
 Sekolah Tinggi Ilmu Pertanian Agribisnis Perkebunan (STIP-AP), Medan,
Sumatera Utara
 Sekolah Tinggi Penyuluhan Pertanian Medan (STPP Medan), Medan,
Sumatera Utara
 Sekolah Tinggi Penyuluhan Pertanian Magelang (STPP Magelang),
Magelang, Jawa Tengah
 Sekolah Tinggi Penyuluhan Pertanian Gowa (STPP Gowa), Makassar,
Sulawesi Selatan
 Sekolah Tinggi Penyuluhan Pertanian Malang (STPP Malang), Malang,
Jawa Timur
 Sekolah Tinggi Penyuluhan Pertanian Bogor (STPP Bogor), Bogor, Jawa
Barat

12
m) Kementrian Sosial
 Sekolah Tinggi Kesejahteraan Sosial (STKS), Bandung, Jawa Barat

Lembaga pemerintah non departemen (disingkat LPND) adalah lembaga


negara yang dibentuk untuk melaksanakan tugas pemerintahan tertentu dari
Presiden. Kepala LPND berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada
Presiden.Contohnya yaitu :
a) Badan Intelijen Negara
 Sekolah Tinggi Intelijen Negara (STIN), Sentul,Bogor, Jawa Barat
b) Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika
 Akademi Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (AMKG), Pd. Betung
(Bintaro, Tangerang, Banten)
c) Badan Pertanahan Nasional
 Sekolah Tinggi Pertanahan Nasional (STPN), Yogyakarta
d) Badan Pusat Statistik
 Sekolah Tinggi Ilmu Statistik (STIS), Jakarta
e) Badan Tenaga Nuklir Nasional
 Sekolah Tinggi Teknologi Nuklir (STTN), Yogyakarta, Daerah Istimewa
Yogyakarta
f) Lembaga Administrasi Negara
 Sekolah Tinggi Ilmu Administrasi Negara – Lembaga Administrasi Negara
(STIA-LAN), Bandung, Jawa Barat
g) Lembaga Sandi Negara Republik Indonesia
 Sekolah Tinggi Sandi Negara (STSN), Bogor, Jawa Barat
h) Kepolisian Negara RI
 Akademi Kepolisian (Akpol), Semarang, Jawa Tengah

perbedaan mendasarnya adalah departemen dipimpin oleh seorang menteri


yang menjadi anggota kabinet, sedangkan non departemen dipimpin oleh seorang
ketua dan bukan anggota kabinet

c. Pendidikan Keagamaan

13
Pendidikan Kedinasan dijelaskan pada Undang-undang no.20 tahun 2003 pada
Bab VI pasal 30. Pendidikan keagamaan diselenggarakan oleh Pemerintah
dan/atau kelompok masyarakat dari pemeluk agama, sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
Pendidikan keagamaan berfungsi mempersiapkan peserta didik menjadi
anggota masyarakat yang memahami dan mengamalkan nilai-nilai ajaran
agamanya dan/atau menjadi ahli ilmu agama. Pendidikan keagamaan dapat
diselenggarakan pada jalur pendidikan formal, nonformal, dan informal.
Pendidikan keagamaan berbentuk pendidikan diniyah, pesantren, pasraman,
pabhaja samanera, dan bentuk lain yang sejenis.

d. Pendidikan Jarak Jauh


Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) adalah pembelajaran dengan menggunakan
suatu media yang memungkinkan terjadi interaksi antara pengajar dan pembelajar.
Dalam PJJ antara pengajar dan pembelajar tidak bertatap muka secara langsung,
dengan kata lain melalui PJJ dimungkinkan antara pengajar dan pembelajar
berbeda tempat bahkan bisa dipisahkan oleh jarak yang sangat jauh. jadi sangat
memudahkan proses pembelajaran.
Pendidikan Jarak Jauh dijelaskan pada Undang-undang no.20 tahun 2003 pada
Bab VI pasal 31. Pendidikan jarak jauh dapat diselenggarakan pada semua jalur,
jenjang, dan jenis pendidikan.
Pendidikan jarak jauh berfungsi memberikan layanan pendidikan kepada
kelompok masyarakat yang tidak dapat mengikuti pendidikan secara tatap muka
atau reguler. Pendidikan jarak jauh diselenggarakan dalam berbagai bentuk,
modus, dan cakupan yang didukung oleh sarana dan layanan belajar serta sistem
penilaian yang menjamin mutu lulusan sesuai dengan standar nasional pendidikan.
Contoh : Universitas Terbuka yaitu dengan system pembelajaran jarak jauh
dan terbuka. Istilah jarak jauh berarti pembelajaran tidak dilakukan secara tatap
muka, melainkan menggunakan media, baik media cetak (modul) maupun non-
cetak (audio/video, komputer/internet, siaran radio, dan televisi). Makna terbuka
adalah tidak ada pembatasan usia, tahun ijazah, masa belajar, waktu registrasi, dan
frekuensi mengikuti ujian. Batasan yang ada hanyalah bahwa setiap mahasiswa
UT harus sudah menamatkan jenjang pendidikan menengah atas (SMA atau yang
sederajat).
14
e. Pendidikan Khusus dan Pendidikan Layanan Khusus
Pendidikan Khusus dan Pendidikan Layanan Khusus dijelaskan pada Undang-
undang no.20 tahun 2003 pada Bab VI pasal 32. Pendidikan khusus merupakan
pendidikan bagi peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti
proses pembelajaran karena kelainan fisik, emosional, mental, sosial, dan/atau
memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa.contohnya untuk peserta didik
yang menyandang kelainan fisik/mental yaitu Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB)
dan Pendidikan Luar Biasa (PLB)
Pendidikan layanan khusus merupakan pendidikan bagi peserta didik di
daerah terpencil atau terbelakang, masyarakat adat yang terpencil, dan/atau
mengalami bencana alam, bencana sosial, dan tidak mampu dari segi ekonomi.

2. Kurikulum
Menurut Undang-undang no 20 tahun 2003 pasal 1 ayat 19 mengtakan bahwa
kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan
bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan
kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.
Secara garis besar kurikulum merupakan hal terpenting dalam sebuah sistem
pendidikan, dimana seperangkat rencana dan pengaturan mengenai isi, bahan
pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan
pembelajaran termaktub dalam kurikulum. Dan juga kurikulum sebagai wahana
untuuk mewujudkan tujuan pendidikan pada masing-masing jenis/jenjang satuan
pendidikan untuk mencapai tujuan pendidikan Nasional.
a. Kurikulum Nasional
Kurikulum dalam perkembangnya, mengalami perkembangan dari masa-
kemasa, dimana sejak dikumdangkan proklamasi kemerdekaan Negara Kesatuan
Republik Indonesia (NKRI) pada 17 Agustus 1945 hingga saat ini (2014),
Kurikulum Nasional Pendidikan mengalami peruberubah 10 kali kali, (kurikulum
Tahun 1947, 1952, 1964, 1968, 1975, 1984, 1994, 2004, 2006 dan 2013) dan
sekarang kurikulum 2013 sudah diterapkan pada tahun ajaran 2013-2014 M.
a) Rencana Pelajaran 1947
Kurikulum pertama pada masa kemerdekaan namanya Rencana Pelajaran
1947. Ketika itu penyebutannya lebih populer menggunakan leer plan (rencana
15
pelajaran) ketimbang istilah curriculum dalam bahasa Inggris. Rencana
Pelajaran 1947 bersifat politis, yang tidak mau lagi melihat dunia pendidikan
masih menerapkan kurikulum Belanda, yang orientasi pendidikan dan
pengajarannya ditujukan untuk kepentingan kolonialis Belanda. Asas
pendidikan ditetapkan Pancasila. Situasi perpolitikan dengan gejolak perang
revolusi, maka Rencana Pelajaran 1947, baru diterapkan pada tahun 1950.
Oleh karena itu Rencana Pelajaran 1947 sering juga disebut kurikulum 1950.
Susunan Rencana Pelajaran 1947 sangat sederhana, hanya memuat dua
hal pokok, yaitu daftar mata pelajaran dan jam pengajarannya, serta garis-garis
besar pengajarannya. Rencana Pelajaran 1947 lebih mengutamakan
pendidikan watak, kesadaran bernegara, dan bermasyarakat, daripada
pendidikan pikiran. Materi pelajaran dihubungkan dengan kejadian sehari-
hari, perhatian terhadap kesenian, dan pendidikan jasmani. Mata pelajaran
untuk tingkat Sekolah Rakyat ada 16, khusus di Jawa, Sunda, dan Madura
diberikan bahasa daerah. Daftar pelajarannya adalah Bahasa Indonesia, Bahasa
Daerah, Berhitung, Ilmu Alam, Ilmu Hayat, Ilmu Bumi, Sejarah,
Menggambar, Menulis, Seni Suara, Pekerjaan Tangan, Pekerjaan Keputrian,
Gerak Badan, Kebersihan dan Kesehatan, Didikan Budi Pekerti, dan
Pendidikan Agama.

b) Rencana Pelajaran Terurai 1952


Kurikulum ini lebih merinci setiap mata pelajaran yang disebut Rencana
Pelajaran Terurai 1952. “Silabus mata pelajarannya jelas sekali. seorang guru
mengajar satu mata pelajaran. Pada masa itu juga dibentuk Kelas Masyarakat,
yaitu sekolah khusus bagi lulusan SR 6 tahun yang tidak melanjutkan ke SMP.
Kelas masyarakat mengajarkan keterampilan, seperti pertanian,
pertukangan, dan perikanan. Tujuannya agar anak tak mampu sekolah ke
jenjang SMP, bisa langsung bekerja.” kata Djauzak Ahmad, Direktur
Pendidikan Dasar Depdiknas periode 1991-1995. Ketika itu, di usia 16 tahun
Djauzak adalah guru SD Tambelan dan Tanjung Pinang, Riau.

c) Kurikulum 1964
Di penghujung era Presiden Soekarno, muncul Rencana Pendidikan 1964
atau Kurikulum 1964. Fokusnya pada pengembangan daya cipta, rasa, karsa,
16
karya, dan moral (Pancawardhana). Mata pelajaran diklasifikasikan dalam
lima kelompok bidang studi: moral, kecerdasan, emosional/artistik, keprigelan
(keterampilan), dan jasmaniah. Pendidikan dasar lebih menekankan pada
pengetahuan dan kegiatan fungsional praktis.
d) Kurikulum 1968
Kelahiran Kurikulum 1968 bersifat politis: mengganti Rencana
Pendidikan 1964 yang dicitrakan sebagai produk Orde Lama. Tujuannya pada
pembentukan manusia Pancasila sejati. Kurikulum 1968 menekankan
pendekatan organisasi materi pelajaran: kelompok pembinaan Pancasila,
pengetahuan dasar, dan kecakapan khusus. Jumlah pelajarannya 9. Djauzak
menyebut Kurikulum 1968 sebagai kurikulum bulat. “Hanya memuat mata
pelajaran pokok-pokok saja,” katanya. Muatan materi pelajaran bersifat
teoritis, tak mengaitkan dengan permasalahan faktual di lapangan. Titik
beratnya pada materi apa saja yang tepat diberikan kepada siswa di setiap
jenjang pendidikan

e) Kurikulum 1975
Kurikulum 1975 menekankan pada tujuan, agar pendidikan lebih efisien
dan efektif. “Yang melatarbelakangi adalah pengaruh konsep di bidang
manejemen, yaitu MBO (management by objective) yang terkenal saat itu,”
kata Drs. Mudjito, Ak, MSi, Direktur Pembinaan TK dan SD Depdiknas.
Metode, materi, dan tujuan pengajaran dirinci dalam Prosedur Pengembangan
Sistem Instruksional (PPSI). Zaman ini dikenal istilah “satuan pelajaran”,
yaitu rencana pelajaran setiap satuan bahasan. Setiap satuan pelajaran dirinci
lagi: petunjuk umum, tujuan instruksional khusus (TIK), materi pelajaran, alat
pelajaran, kegiatan belajar-mengajar, dan evaluasi. Kurikulum 1975 banyak
dikritik. Guru dibikin sibuk menulis rincian apa yang akan dicapai dari setiap
kegiatan pembelajaran.

f) Kurikulum 1984
Kurikulum 1984 mengusung process skill approach. Meski
mengutamakan pendekatan proses, tapi faktor tujuan tetap penting. Kurikulum
ini juga sering disebut “Kurikulum 1975 yang disempurnakan”. Posisi siswa
ditempatkan sebagai subjek belajar. Dari mengamati sesuatu,
17
mengelompokkan, mendiskusikan, hingga melaporkan. Model ini disebut Cara
Belajar Siswa Aktif (CBSA) atau Student Active Leaming (SAL). Tokoh
penting dibalik lahirnya Kurikulum 1984 adalah Profesor Dr. Conny R.
Semiawan, Kepala Pusat Kurikulum Depdiknas periode 1980-1986 yang juga
Rektor IKIP Jakarta sekarang Universitas Negeri Jakarta periode 1984-1992.
Konsep CBSA yang elok secara teoritis dan bagus hasilnya di sekolah-
sekolah yang diujicobakan, mengalami banyak deviasi saat diterapkan secara
nasional. Sayangnya, banyak sekolah kurang mampu menafsirkan CBSA.
Yang terlihat adalah suasana gaduh di ruang kelas lantaran siswa berdiskusi, di
sana-sini ada tempelan gambar, dan yang menyolok guru tak lagi mengajar
model berceramah.

g) Kurikulum 1994
Kurikulum 1994 bergulir lebih pada upaya memadukan kurikulum-
kurikulum sebelumnya. “Jiwanya ingin mengkombinasikan antara Kurikulum
1975 dan Kurikulum 1984, antara pendekatan proses,” kata Mudjito
menjelaskan. Sayang, perpaduan tujuan dan proses belum berhasil. Kritik
bertebaran, lantaran beban belajar siswa dinilai terlalu berat. Dari muatan
nasional hingga lokal. Materi muatan lokal disesuaikan dengan kebutuhan
daerah masing-masing, misalnya bahasa daerah kesenian, keterampilan
daerah, dan lain-lain. Berbagai kepentingan kelompok-kelompok masyarakat
juga mendesakkan agar isu-isu tertentu masuk dalam kurikulum. Walhasil,
Kurikulum 1994 menjelma menjadi kurikulum super padat

h) Kurikulum 2004
Kurikulum 2004 biasa disebut Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK).
Setiap pelajaran diurai berdasar kompetensi apakah yang harus dicapai siswa.
Sayangnya, kerancuan muncul bila dikaitkan dengan alat ukur kompetensi
siswa, yakni ujian. Ujian akhir sekolah maupun nasional masih berupa soal
pilihan ganda. Bila target kompetensi yang ingin dicapai, evaluasinya tentu
lebih banyak pada praktik atau soal uraian yang mampu mengukur seberapa
besar pemahaman dan kompetensi siswa. Meski baru diujicobakan, di
sejumlah sekolah kota-kota di Pulau Jawa, dan kota besar di luar Pulau Jawa

18
telah menerapkan KBK. Hasilnya tak memuaskan. Guru-guru pun tidak benar-
benar paham apa sebenarnya kompetensi yang diinginkan pembuat kurikulum.

i) Kurikulum 2006
Awal 2006 ujicoba KBK dihentikan. Munculah Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan (KTSP). Pelajaran KTSP masih tersendat, tinjauan dari
segi isi dan proses pencapaian target kompetensi pelajaran oleh siswa hingga
teknis evaluasi tidaklah banyak perbedaan dengan Kurikulum 2004. Perbedaan
yang paling menonjol adalah guru lebih diberikan kebebasan untuk
merencanakan pembelajaran sesuai dengan lingkungan dan kondisi siswa serta
kondisi sekolah berada. Hal ini disebabkan karangka dasar (KD), standar
kompetensi lulusan (SKL), standar kompetensi dan kompetensi dasar (SKKD)
setiap mata pelajaran untuk setiap satuan pendidikan telah ditetapkan oleh
Departemen Pendidikan Nasional. Jadi pengambangan perangkat
pembelajaran, seperti silabus dan sistem penilaian merupakan kewenangan
satuan pendidikan (sekolah) dibawah koordinasi dan supervisi pemerintah
Kabupaten/Kota.

b. Kurikulum Muatan Lokal


Pengembangan kurikulum muatan lokal didasarkan pada keadaan dan
kebutuhan lingkungan, yang disesuaikan dengan karakteristik daerah, adat
istiadat, tradisi, dan ciri khas daerah. Adapun materi dan isinya ditentukan oleh
satuan pendidikan, yang dalam pelaksanaannya merupakan kegiatan kurikuler
yang sesuai dengan keadaan dan kebutuhan daerah. Keadaan daerah dimaksudkan
sebagai segala sesuatu yang terdapat di daerah tertentu yang pada dasarnya
berkaitan dengan lingkungan alam, lingkungan sosial dan ekonomi, serta
lingkungan budaya daerah tersebut. Sedangkan kebutuhan daerah diartikan
sebagai segala sesuatu yang diperlukan masyarakat di suatu daerah, khususnya
untuk kelangsungan hidup dan peningkatan taraf kehidupan masyarakat sesuai
dengan arah perkembangan serta potensi daerah yang bersangkutan.
 Pengertian Kurikulum Muatan Lokal
Depdikbud (Mulyasa, 1999: 5) kurikulum muatan lokal adalah
seperangkat rencana dan pengaturan mengenai isi dan bahan pelajaran yang

19
ditetapkan oleh daerah sesuai dengan keadaan dan kebutuhan daerah masing-
masing serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan
belajar-mengajar adalah program pendidikan yang isi dan media
penyampaiannya dikaitkan dengan lingkungan alam, lingkungan sosial, dan
lingkungan budaya serta kebutuhan daerah dan wajib diikuti oleh siswa daerah
itu
(Abdullah, 2007:260) Ialah program pendidikan yang isi dan media
penyampainannya dikaitkan dengan lingkungan alam dan lingkungan budaya
serta kebutuhan daerah dan wajib dipelajari oleh murid di daerah itu
(Dakir, 2004: 102) Lingkungan alam adalah lingkungan alamiah yang
ada di sekitar kehidupan kita, berupa benda-benda mati yang terbagi dalam 4
kelompok: pantai; dataran rendah termasuk daerah aliran sungai; dataran
tinggi; dan gunung atau pegunungan
Lingkungan sosial (masyarakat) adalah lingkungan dimana terjadi
interaksi orang perorang dengah kelompok sosial atau sebaliknya dan diantara
kelompok sosial dengan kelompok yang lain. Pendidikan perlu dirancang
secara matang, karena pada dasarnya pendidikan diperoleh peserta didik
melalui lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat Lingkungan sosial
(masyarakat) melatar belakangi kebutuhan hidup yang harus
dipertimbangakan dalam pengembangan kurikulum muatan lokal.
Sigit (Dakir, 2004: 102) lingkungan masyarakat terdiri dari tujuh
lapangan hidup:
 Mayarakat yang berlapangan hidup dalam bidang ekonomi
 Masyarakat yang berlapangan hidup dalam bidang politik
 Masyarakat yang berlapangan hidup dalam bidang ilmu pengetahuan
 Masyarakat yang berlapangan hidup dalam bidang keagamaan
 Masyarakat yang berlapangan hidup dalam bidang olah raga
 Masyarakat yang berlapangan hidup dalam bidang kekeluargaan.
Misalnya: gotong royong, silaturahim, jagong, melayat dan sebagainya
Lingkungan budaya adalah daerah dalam pola kehidupan masyarakat
yang berbentuk bahasa daerah, seni daerah, adat-istiadat, serta tatacara dan
tatakrama khas daerah

20
 Fungsi kurikulum muatan lokal
 Melestarikan dan mengembangkan kebudayaan daerah
 Meningkatkan keterampilan dibidang perkerjaan tertentu
 Meningkatkan kemampuan berwiraswasta
 Meningkatkan kemampuan berbahasa inggris untuk kepentingan sehari-
hari

 Tujuan Kurikulum muatan lokal


Tujuan pengembangan kurikulum muatan lokal untuk memberi bekal
pengetahuan, keterampilan dan perilaku kepada peserta didik agar mereka
memiliki wawasan yang mantap tentang llingkungan dan kebutuham
masyarakat sesuai dengan nilai-nilai/aturan yang berlaku di daerahnya serta
mendukung kelangsungan pembangunan nasional
Depdiknas (2006)Secara umum muatan lokal bertujuan untuk
memberikan bekal pengetahuan, keterampilan dan sikap hidup kepada peserta
didik agar memeliki wawasan yang mantap tentang lingkungan dan
masyarakat sesuai dengan nilai yang berlaku di daerahnya dan mendukung
kelangsungan pembangunan daerah serta pembangunan nasional
Secara khusus, tujuan muatan lokal, agar peserta didik:
 Mengenal dan menjadi lebih akrab dengan lingkungan alam, sosial dan
budaya
 Memiliki bekal kemampuan dan keterampilan serta pengetahuan
mengenai daerahnya yang berguna bagi dirinya maupun lingkungan
masyarakat pada umumnya
 Memiliki sikap dan perilaku yang selaras dengan nilai-nilai/aturan-aturan
yang berlaku di daerahnya serta melestarikan dan mengembangkan nilai-
nilai luhur budaya setempat dalam rangka pembangunan nasional
Dengan kurikulum muatan lokal, diharapkan siswa:
 Mengenal dan menjadi lebih akrap dengan lingkungan alam, sosial, dan
budayanya
 Memiliki pengetahuan, kemampuan, keterampilan serta pengetahuan
mengenai derahnya yang berguna bagi dirinya maupun lingkungan

21
masyarakat pada umumnya sebagai bekal menyesuaikan diri dalam
kehidupan sehari-hari
 Memiliki perilaku dan sikap yang selaras dengan nilai-nilai/aturan-aturan
yang berlaku di daerahnya, serta melestarikan dan mengembangkan
nilai-nilai luhur budaya setempat dalam rangka menunjang
pembangunan nasional

Secara lebih rinci, kurikulum muatan lokal membekali peserta didik


memiliki kemampuan: berbudi pekerti luhur; berkepribadian; mandiri; trampil;
beretos kerja; profesional; produktif; sehat jasmani dan rohani; cinta lingkungan;
kesetiakawanan sosial; kreatif-inovatif untuk hidup; mementingkan pekerjaan
yang praktis; dan cinta budaya daerah/tanah air (memiliki jiwa nasionalisme yang
tinggi)
Mulyasa (2007: 270) bahwa komponen kurukulum pendidikan umum dan
pendidikan kejuruan mencakup: mata pelajaran, muatan lokal, dan pengembangan
diri; sedangkan untuk pendidikan khusus, disamping komponen tersebut juga
program khusus
Dengan demikian, kurikulum muatan lokal merupakan bagian integral dari
KTSP jenjang pendidikan dasar, menengah baik pada pendidikan umum maupun
pendidikan khusus
Sehingga dalam mengembangkan KTSP yang dilakukan oleh daerah harus
mengakomodasi muatan lokal, baik terintegrasi dalam materi mata pelajaran
maupun dalam mata pelajaran tersendiri
Pengembangan kurikulum muatan lokal dapat dilakukan dengan dua
pendekatan, yaitu:
 Disisipkan langsung (terintegrasi) ke setiap kelompok matapelajaran
 Sebagai mata lejaran tersendiri, yang khusus berisi muatan lokal yang sesuai
dengan kebutuhan riil daerah setempat
Berdasar hasil rapat kerja nasional, alokasi waktu untuk melaksanakan
program muatan lokal maksimal 20 % dari kelseluruhan program yang berlaku
(Abdullah, 2007:261)
Muatan lokal terintegrasi ke matapelajaran, berfungsi:

22
 penyesuaian, sekolah menyesuaikan program pendidikan dengan lingkungan
dan kebudayaan daerah lingkungannya
 Integrasi, muatan mendidik kepribadian peserta didik untuk mampu
mengintegrasikan dirinya dalam lingkungan sekitar
 Perbedaan, memberi kesempatan pada peserta didik memilik program
pengembangan sesuai dengan perbedaan minat, bakat, kebutuhan,
kemampuannya, lingkungan dan daerahnya

Kurikulum berperan sangat penting dalam pembelajaran yang mampu


memfasilitasi pembentukkan kompetensi dan kepribadian peserta didik dalam
kehidupan sehari-hari, sehingga dalam pengembangannya memerlukan landasan
yang kuat berdasarkan pemikiran dan pengkajian yang cermat dan mendalam
Pengembangan kurikulum muatan lokal didasarkan pada kenyataan, bahwa
Indonesia memiliki beragam adat-istiadat, kesenia, tata cara, tata krama pergaulan,
bahasa, budaya, dan pola berpikir dalam kehidupan sehari-hari secara turun
temurun
Pengembangan kurikulum muatan lokal dapat berupa:
 Menemukan dan menggunakan fakta-fakta yang ada di daerah setempat
sebagai bahan pembelajaran suatu pokok bahasan yang ada dalam silabus
 Menemukan dan menerapkan suatu prinsip atau generalisasi untuk
menjelaskan kejadian alamiah atau kejadian tiruan, memecahkan masalah
dalam kehidupan sehari-hari atau meningkatkan budaya masyarakat setempat
 Menunjukkan kondisi alam, sosial, dan kebudayaan khas daerah setempat
yang perlu dilestarikan dan dikembangkan untuk dimasukkan sebagai
program-program sekolah (depdiknas, dalam Efendi, 2009 :77)
Sebagai langkah strategis bidang pendidikan dalam mengembangkan
sumberdaya manusia, kurikulum muatan lokal harus merefleksikan (Efendi,
2009:)
 Kebutuhan macam pekerjaan yang riil di lingkungan setempat
 Memperluas wawasan, keterampilan, sikap dan nilai pada setiap aspeknya
 Mencerminkan standar ukuran keberhasilan di sekolah yang linier dengan
potensi pekerjaan yang ada di daerahnya

23
 Alat komunikasi yang baik dalam menciptakan hubungan baik antara sekolah
dengan masyarakat (stake holders)
 Responsif terhadap perkembangan teknologi di lingkungan setempat

24

Anda mungkin juga menyukai