Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PENDAHULUAN

SEPSIS

I. Konsep Penyakit
1.1 Sepsis adalah suatu keadaan ketika mikroorganisme menginvasi tubuh dan
menyebabkan respon inflamasi sitemik. Respon yang ditimbulkan sering
menyebabkan penurunan perfusi organ dan disfungsi organ. Jika disertai
dengan hipotensi maka dinamakan Syok sepsis. ( Linda D.U, 2006)

Sepsis adalah infeksi bakteri umum generalisata yang biasanya terjadi pada
bulan pertama kehidupan. Muscari, Mary E. 2005. hal 186).
Sepsis adalah sindrom yang dikarakteristikan oleh tanda-tanda klinis dan
gejala-gejala infeksi yang parah yang dapat berkembang ke arah septisemia
dan syok septik. (Doenges, Marylyn E. 2000, hal 871).
Sepsis adalah infeksi berat dengan gejala sistemik dan terdapat bakteri dalam
darah. (Surasmi, Asrining. 2003, hal 92).

1.2 Etiologi
Sepsis biasanya disebabkan oleh infeksi bakteri (meskipun sepsis dapat
disebabkan oleh virus, atau semakin sering, disebabkan oleh jamur).
Mikroorganisme kausal yang paling sering ditemukan pada orang dewasa
adalah Escherichia coli, Staphylococcus aureus, dan Streptococcus
pneumonia. Spesies Enterococcus, Klebsiella, dan Pseudomonas juga sering
ditemukan. Umumnya, sepsis merupakan suatu interaksi yang kompleks
antara efek toksik langsung dari mikroorganisme penyebab infeksi dan
gangguan respons inflamasi normal dari host terhadap infeksi.
Kultur darah positif pada 20-40% kasus sepsis dan pada 40-70% kasus syok
septik. Dari kasus-kasus dengan kultur darah yang positif, terdapat hingga
70% isolat yang ditumbuhi oleh satu spesies bakteri gram positif atau gram
negatif saja; sisanya ditumbuhi fungus atau mikroorganisme campuran
lainnya. Kultur lain seperti sputum, urin, cairan serebrospinal, atau cairan
pleura dapat mengungkapkan etiologi spesifik, tetapi daerah infeksi lokal
yang memicu proses tersebut mungkin tidak dapat diakses oleh kultur.
Insidensi sepsis yang lebih tinggi disebabkan oleh bertambah tuanya
populasi dunia, pasien-pasien yang menderita penyakit kronis dapat bertahan
hidup lebih lama, terdapat frekuensi sepsis yang relatif tinggi di antara
pasien-pasien AIDS, terapi medis (misalnya dengan glukokortikoid atau
antibiotika), prosedur invasif (misalnya pemasangan kateter), dan ventilasi
mekanis
Sepsis dapat dipicu oleh infeksi di bagian manapun dari tubuh. Daerah
infeksi yang paling sering menyebabkan sepsis adalah paru-paru, saluran
kemih, perut, dan panggul. Jenis infeksi yang sering dihubungkan dengan
sepsis yaitu:
1) Infeksi paru-paru (pneumonia)
2) Flu (influenza)
3) Appendiksitis
4) Infeksi lapisan saluran pencernaan (peritonitis)
5) Infeksi kandung kemih, uretra, atau ginjal (infeksi traktus urinarius)
6) Infeksi kulit, seperti selulitis, sering disebabkan ketika infus atau kateter
telah dimasukkan ke dalam tubuh melalui kulit
7) Infeksi pasca operasi
Infeksi sistem saraf, seperti meningitis atau encephalitis. Sekitar pada
satu dari lima kasus, infeksi dan sumber sepsis tidak dapat terdeteksi.

1.3 Tanda gejala:


a. Tanda dan Gejala Umum
1) Hipertermia (jarang) atau hipothermia (umum) atau bahkan normal.
2) Aktivitas lemah atau tidak ad
3) Tampak sakit
4) Menyusun buruk/intoleransi pemberian susu.
b. Sistem Pernafasan
1) Dispenu
2) Takipneu
3) Apneu
4) Tampak tarikan otot pernafasan
5) Merintik
6) Mengorok
7) Pernapasan cuping hidung
8) Sianosis

c. Sistem Kardiovaskuler
1) Hipotensi
2) Kulit lembab dan dingin
3) Pucat
4) Takikardi
5) Bradikardi
6) Edema
7) Henti jantung

d. Sistem Pencernaan
1) Distensi abdomen
2) Anoreksia
3) Muntah
4) Diare
5) Menyusu buruk
6) Peningkatan residu lambung setelah menyusu
7) Darah samar pada feces
8) Hepatomegali

e. Sistem Saraf Pusat


1) Refleks moro abnormal
2) Intabilitas
3) Kejang
4) Hiporefleksi
5) Fontanel anterior menonjol
6) Tremor
7) Koma
8) Pernafasan tidak teratur
9) High-pitched cry

f. Hematologi
1) Ikterus
2) Petekie
3) Purpura
4) Prdarahan
5) Splenomegali
6) Pucat
7) Ekimosis

1.4 Patopisiologi
Sepsis disebabkan oleh bakteri gram negatip (70%), bakteri gram positif
(20-40%), jamur dan virus (2-3%), protozoa (Iskandar, 2002).Produk
bakteri yang berperan penting pada sepsis adalah lipopolisakarida (LPS)
yang merupakan komponen utama membran terluar bakteri gram negatip
dan berperan terhadap timbulnya syok sepsis (Guntur, 2008; Cirioni et al.,
2006).
LPS mengaktifkan respon inflamasi sistemik (Systemic Inflamatory
Response Syndrome/SIRS) yang dapat mengakibatkan syok serta Multiple
Organ Failure (MOF) (Arul, 2001).
Apoptosis berperan dalam terjadinya patofisiologi sepsis dan mekanisme
kematian sel pada sepsis (Hotchkiss dan Irene, 2003; Chang et al.,
2007).Pada pasien sepsis akan terjadi peningkatan apoptosis limfosit lebih
besar dari 25% total limfosit di lien (Irene, 2007).
Sitokin sebagai mediator inflamasi tidak berdiri sendiri dalam sepsis, masih
banyak faktor lain (nonsitokin) yang sangat berperan dalam menentukan
perjalanan penyakit. Respon tubuh terhadap patogen melibatkan berbagai
komponen sistem imun dan sitokin, baik yang bersifat proinflamasi maupun
antiinflamasi. Termasuk sitokin proinflamasi adalah tumor necrosis
factor(TNF), interleukin-1(IL-1), dan interferon-γ (IFN-γ) yang bekerja
membantu sel untuk menghancurkan mikroorganisme yang menginfeksi.
Termasuk sitokin antiinflamasi adalah interleukin-1 reseptor antagonis (IL-
1ra), IL-4, dan IL-10 yang bertugas untuk memodulasi, koordinasi atau
represi terhadap respon yang berlebihan. Sedangkan IL-6 dapat bersifat
sebagai sitokin pro- dan anti-inflamasi sekaligus.
Penyebab sepsis paling banyak berasal dari stimulasi toksin, baik dari
endotoksin gram (-) maupun eksotoksin gram (+). Komponen endotoksin
utama yaitu lipopolisakarida (LPS) atau endotoksin glikoprotein kompleks
dapat secara langsung mengaktifkan sistem imun seluler dan humoral,
bersama dengan antibodi dalam serum darah penderita membentuk
lipopolisakarida antibodi (LPSab). LPSab yang berada dalam darah
penderita dengan perantaraan reseptor CD14+ akan bereaksi dengan
makrofag yang kemudian mengekspresikan imunomudulator.
Pada sepsis akibat kuman gram (+), eksotoksin berperan sebagai super-
antigen setelah difagosit oleh monosit atau makrofag yang berperan sebagai
antigen processing celldan kemudian ditampilkan sebagai antigen presenting
cell (APC). Antigen ini membawa muatan polipeptida spesifik yang berasal
dari major histocompatibility complex (MHC), kemudian berikatan dengan
CD42+(limposit Th1 dan Th2) dengan perantaraan T cell receptor(TCR).
Sebagai usaha tubuh untuk bereaksi terhadap sepsis maka limposit T akan
mengeluarkan substansi dari Th1 yang berfungsi sebagai imunomodulator
yaitu: IFN-γ, IL-2, dan macrophage colony stimulating factor (M-CSF0.
Limposit Th2 akan mengeluarkan IL-4, IL-5, IL-6, dan IL-10. IFN-γ
meransang makrofag mengeluarkan IL-1ß dan TNF-α. Pada sepsis IL-2 dan
TNF-α dapatmerusak endotel pembuluh darah. IL-1ß juga berperandalam
pembentukan prostaglandin E2 (PG-E) dan meransang ekspresi intercellular
adhesion molecule-1(ICAM-1). ICAM-1 berperan pada proses adhesi
neutrofil dengan endotel.Neutrofil yang beradhesi dengan endotel akan
mengeluarkan lisosim yang menyebabkan dinding endotel lisis. Neutrofil
juga membawa superoksidan radikal bebas yang akan mempengaruhi
oksigenasi mitokondria. Akibat proses tersebut terjadi kerusakan endotel
pembuluh darah. Kerusakan endotel akan menyebabkan gangguan vaskuler
sehingga terjadi kerusakan organ multipel.
Masuknya mikroorganisme penginfeksi ke dalam tubuh akan menimbulkan
reaksi yang berlebihan dari sistem imun dan menyebabkan aktivasi APC
yang akan mempresentasikan mikroorganisme tersebut ke limfosit. APC
akan mengeluarkan mediator-mediator proinflamasi seperti TNF-α, IL-1,
IL-6, C5a dan lainnya, yang menimbulkan SIRS dan MOD yang dihasilkan
oleh sel limfosit akan menyebabkan limfosit teraktivasi dan berproliferasi
serta berdiferensiasi menjadi sel efektor (Abbas dan Litchman, 2005;
Remick, 2007).
Sel limfosit yang telah berdiferensiasi ini kemudian akan mengeluarkan
mediator-mediator proinflamasi yang berlebihan tanpa diimbangi medioator
antiinflamasi yang memadai. Ketidakseimbangan antara proinflamasi dan
antiinflamasi ini kemudian akan menimbulkan keadaan hiperinflamasi sel
endotel yang selanjutnya akan menyebabkan rangkaian kerusakan hingga
kegagalan organ yang merugikan (Guntur, 2008).
Sel-sel imun yang paling terlihat mengalami disregulasi apoptosis ini adalah
limfosit (Wesche-Soldato et al., 2007). Apoptosis limfosit ini terjadi pada
semua organ limfoid seperti lien dan timus (Hotchkiss et al., 2005).
Apoptosis limfosit juga berperan penting terhadap terjadinya patofisiologi
sepsis (Chang et al., 2007). Apoptosis limfosit dapat menjadi penyebab
berkurangnya fungsi limfosit pada pasien sepsis (Remick, 2007).
1.5 Pemeriksaan Penunjang
1. Pengobatan terbaru syok sepsis mencakup mengidentifikasi dan
mengeliminasi penyebab infeksi yaitu dengan cara pemeriksaan-
pemeriksaan yang antara lain:
2. Kultur (luka, sputum, urin, darah) yaitu untuk mengidentifikasi organisme
penyebab sepsis. Sensitifitas menentukan pilihan obat yang paling efektif.
3. SDP : Ht Mungkin meningkat pada status hipovolemik karena
hemokonsentrasi. Leucopenia (penurunan SDB) terjadi sebalumnya,
diikuti oleh pengulangan leukositosis (1500-30000) d4engan peningkatan
pita (berpindah kekiri) yang mengindikasikan produksi SDP tak matur
dalam jumlah besar.
4. Elektrolit serum: Berbagai ketidakseimbangan mungkin terjadi dan
menyebabkan asidosis, perpindahan cairan dan perubahan fungsi ginjal.
5. Trombosit : penurunan kadar dapat terjadi karena agegrasi trombosit
6. PT/PTT : mungkin memanjang mengindikasikan koagulopati
yangdiasosiasikan dengan hati/ sirkulasi toksin/ status syok.
7. Laktat serum : Meningkat dalam asidosis metabolik, disfungsi hati, syok
8. Glukosa Serum : hiperglikenmio yang terjadi menunjukkan
glikoneogenesis dan glikonolisis di dalam hati sebagai respon dari puasa/
perubahan seluler dalam metabolism
9. BUN/Kreatinin : peningkatan kadar diasosiasikan dengan dehidrasi,
ketidakseimbangan atau kegagalan ginjal, dan disfungsi atau kegagalan
hati.
10. GDA : Alkalosis respiratosi dan hipoksemia dapat terjadi sebelumnya.
Dalam tahap lanjut hipoksemia, asidosis respiratorik dan asidosis
metabolik terjadi karena kegagalan mekanisme kompensasi
11. EKG : dapat menunjukkan segmen ST dan gelombang T dan distritmia
menyerupai infark miokard
1.6 Komplikasi
1. Hipoglikemia, asidosis metabolik
2. Koagulopati, gagal ginjal, disfungsi miokard, perdarahan intrakranial
3. Ikterus/kernikterus

1.7 Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan sepsis yang optimal mencakup eliminasi patogen
penyebab infeksi, mengontrol sumber infeksi dengan tindakan drainase
atau bedah bila diperlukan, terapi antimikroba yang sesuai, resusitasi bila
terjadi kegagalan organ atau renjatan. Vasopresor dan inotropik, terapi
suportif terhadap kegagalan organ, gangguan koagulasi dan terapi
imunologi bila terjadi respons imun maladaptif host terhadap infeksi.

1. Resusitasi
Mencakup tindakan airway (A), breathing (B), circulation (C)
dengan oksigenasi, terapi cairan (kristaloid dan/atau koloid),
vasopresor/inotropik, dan transfusi bila diperlukan. Tujuan resusitasi
pasien dengan sepsis berat atau yang mengalami hipoperfusi dalam 6
jam pertama adalah CVP 8-12 mmHg, MAP >65 mmHg, urine >0.5
ml/kg/jam dan saturasi oksigen >70%. Bila dalam 6 jam resusitasi,
saturasi oksigen tidak mencapai 70% dengan resusitasi cairan dengan
CVP 8-12 mmHg, maka dilakukan transfusi PRC untuk mencapai
hematokrit >30% dan/atau pemberian dobutamin (sampai maksimal
20 μg/kg/menit).

2. Eliminasi sumber infeksi


Tujuan: menghilangkan patogen penyebab, oleh karena antibiotik
pada umumnya tidak mencapai sumber infeksi seperti abses, viskus
yang mengalami obstruksi dan implan prostesis yang terinfeksi.
Tindakan ini dilakukan secepat mungkin mengikuti resusitasi yang
adekuat.
3. Terapi antimikroba
Merupakan modalitas yang sangat penting dalam pengobatan sepsis.
Terapi antibiotik intravena sebaiknya dimulai dalam jam pertama
sejak diketahui sepsis berat, setelah kultur diambil. Terapi inisial
berupa satu atau lebih obat yang memiliki aktivitas melawan patogen
bakteri atau jamur dan dapat penetrasi ke tempat yang diduga sumber
sepsis. Oleh karena pada sepsis umumnya disebabkan oleh gram
negatif, penggunaan antibiotik yang dapat mencegah pelepasan
endotoksin seperti karbapenem memiliki keuntungan, terutama pada
keadaan dimana terjadi proses inflamasi yang hebat akibat pelepasan
endotoksin, misalnya pada sepsis berat dan gagal multi organ.
Pemberian antimikrobial dinilai kembali setelah 48-72 jam
berdasarkan data mikrobiologi dan klinis. Sekali patogen penyebab
teridentifikasi, tidak ada bukti bahwa terapi kombinasi lebih baik
daripada monoterapi.

b. Terapi suportif
1. Oksigenasi
Pada keadaan hipoksemia berat dan gagal napas bila disertai dengan
penurunan kesadaran atau kerja ventilasi yang berat, ventilasi
mekanik segera dilakukan.

c. Terapi cairan
1. Hipovolemia harus segera diatasi dengan cairan kristaloid (NaCl
0.9% atau ringer laktat) maupun koloid.
2. Pada keadaan albumin rendah (<2 g/dL) disertai tekanan hidrostatik
melebihi tekanan onkotik plasma, koreksi albumin perlu diberikan.
3. Transfusi PRC diperlukan pada keadaan perdarahan aktif atau bila
kadar Hb rendah pada kondisi tertentu, seperti pada iskemia miokard
dan renjatan septik. Kadar Hb yang akan dicapai pada sepsis masih
kontroversi antara 8-10 g/dL.
d. Vasopresor dan inotropik
Sebaiknya diberikan setelah keadaan hipovolemik teratasi dengan
pemberian cairan adekuat, akan tetapi pasien masih hipotensi.
Vasopresor diberikan mulai dosis rendah dan dinaikkan (titrasi) untuk
mencapai MAP 60 mmHg atau tekanan darah sistolik 90mmHg. Dapat
dipakai dopamin >8μg/kg.menit,norepinefrin 0.03-1.5μg/kg.menit,
phenylepherine 0.5-8μg/kg/menit atau epinefrin 0.1-0.5μg/kg/menit.
Inotropik dapat digunakan: dobutamine 2-28 μg/kg/menit, dopamine 3-8
μg/kg/menit, epinefrin 0.1-0.5 μg/kg/menit atau fosfodiesterase inhibitor
(amrinone dan milrinone).
e. Bikarbonat
Secara empirik bikarbonat diberikan bila pH <7.2 atau serum bikarbonat
<9 mEq/L dengan disertai upaya untuk memperbaiki keadaan
hemodinamik.
f. Disfungsi renal
Akibat gangguan perfusi organ. Bila pasien hipovolemik/hipotensi,
segera diperbaiki dengan pemberian cairan adekuat, vasopresor dan
inotropik bila diperlukan. Dopamin dosis renal (1-3 μg/kg/menit)
seringkali diberikan untuk mengatasi gangguan fungsi ginjal pada sepsis,
namun secara evidence based belum terbukti. Sebagai terapi pengganti
gagal ginjal akut dapat dilakukan hemodialisis maupun hemofiltrasi
kontinu.
g. Nutrisi
Pada metabolisme glukosa terjadi peningkatan produksi (glikolisis,
glukoneogenesis), ambilan dan oksidasinya pada sel, peningkatan
produksi dan penumpukan laktat dan kecenderungan hiperglikemia
akibat resistensi insulin. Selain itu terjadi lipolisis, hipertrigliseridemia
dan proses katabolisme protein. Pada sepsis, kecukupan nutrisi: kalori
(asam amino), asam lemak, vitamin dan mineral perlu diberikan sedini
mungkin
h. Kontrol gula darah
Terdapat penelitian pada pasien ICU, menunjukkan terdapat penurunan
mortalitas sebesar 10.6-20.2% pada kelompok pasien yang diberikan
insulin untuk mencapai kadar gula darah antara 80-110 mg/dL
dibandingkan pada kelompok dimana insulin baru diberikan bila kadar
gula darah >115 mg/dL. Namun apakah pengontrolan gula darah tersebut
dapat diaplikasikan dalam praktek ICU, masih perlu dievaluasi, karena
ada risiko hipoglikemia.
i. Gangguan koagulasi
Proses inflamasi pada sepsis menyebabkan terjadinya gangguan
koagulasi dan DIC (konsumsi faktor pembekuan dan pembentukan
mikrotrombus di sirkulasi). Pada sepsis berat dan renjatan, terjadi
penurunan aktivitas antikoagulan dan supresi proses fibrinolisis sehingga
mikrotrombus menumpuk di sirkulasi mengakibatkan kegagalan organ.
Terapi antikoagulan, berupa heparin, antitrombin dan substitusi faktor
pembekuan bila diperlukan dapat diberikan, tetapi tidak terbukti
menurunkan mortalitas.
j. Kortikosteroid
Hanya diberikan dengan indikasi insufisiensi adrenal. Hidrokortison
dengan dosis 50 mg bolus IV 4x/hari selama 7 hari pada pasien dengan
renjatan septik menunjukkan penurunan mortalitas dibandingkan kontrol.
Keadaan tanpa syok, kortikosteroid sebaiknya tidak diberikan dalam
terapi sepsis.
II. Rencana Asuhan Keperawatan
2.1 Pengkajian

Pengkajian primer selalu menggunakan pendekatan ABCDE.


Airway
1. yakinkan kepatenan jalan napas
2. berikan alat bantu napas jika perlu (guedel atau nasopharyngeal)
3. jika terjadi penurunan fungsi pernapasan segera kontak ahli anestesi
dan bawa segera mungkin ke ICU
Breathing
1. kaji jumlah pernasan lebih dari 24 kali per menit merupakan gejala
yang signifikan
2. kaji saturasi oksigen
3. periksa gas darah arteri untuk mengkaji status oksigenasi dan
kemungkinan asidosis
4. berikan 100% oksigen melalui non re-breath mask
5. auskulasi dada, untuk mengetahui adanya infeksi di dada
6. periksa foto thorak
Circulation
1. kaji denyut jantung, >100 kali per menit merupakan tanda
signifikan
2. monitoring tekanan darah
3. periksa waktu pengisian kapiler
4. pasang infuse dengan menggunakan canul yang besar
5. berikan cairan koloid – gelofusin atau haemaccel
6. pasang kateter
7. lakukan pemeriksaan darah lengkap
8. siapkan untuk pemeriksaan kultur
9. catat temperature, kemungkinan pasien pyreksia atau temperature
kurang dari 36oC
10. siapkan pemeriksaan urin dan sputum
11. berikan antibiotic spectrum luas sesuai kebijakan setempat.
Disability
Bingung merupakan salah satu tanda pertama pada pasien sepsis
padahal sebelumnya tidak ada masalah (sehat dan baik). Kaji tingkat
kesadaran dengan menggunakan AVPU.
Exposure
Jika sumber infeksi tidak diketahui, cari adanya cidera, luka dan tempat
suntikan dan tempat sumber infeksi lainnya.
Tanda ancaman terhadap kehidupan
Sepsis yang berat didefinisikan sebagai sepsis yang menyebabkan
kegagalan fungsi organ. Jika sudah menyembabkan ancaman terhadap
kehidupan maka pasien harus dibawa ke ICU, adapun indikasinya
sebagai berikut:
1. Penurunan fungsi ginjal
2. Penurunan fungsi jantung
3. Hyposia
4. Asidosis
5. Gangguan pembekuan
6. Acute respiratory distress syndrome (ards) – tanda cardinal oedema
pulmonal.

Pengkajian Sekunder
1. Aktivitas dan istirahat
a. Subyektif : Menurunnya tenaga/kelelahan dan insomnia
2. Sirkulasi
a. Subyektif : Riwayat pembedahan jantung/bypass cardiopulmonary,
fenomena embolik (darah, udara, lemak)
b. Obyektif : Tekanan darah bisa normal atau meningkat (terjadinya
hipoksemia), hipotensi terjadi pada stadium lanjut (shock)
c. Heart rate : takikardi biasa terjadi
d. Bunyi jantung : normal pada fase awal, S2 (komponen pulmonic) dapat
terjadi disritmia dapat terjadi, tetapi ECG sering menunjukkan normal
e. Kulit dan membran mukosa : mungkin pucat, dingin. Cyanosis biasa
terjadi (stadium lanjut)
3. Integritas Ego
a. Subyektif : Keprihatinan/ketakutan, perasaan dekat dengan kematian
b. Obyektif : Restlessness, agitasi, gemetar, iritabel, perubahan mental.
4. Makanan/Cairan
a. Subyektif : Kehilangan selera makan, nausea
b. Obyektif : Formasi edema/perubahan berat badan, hilang/melemahnya
bowel sounds
5. Neurosensori
Subyektif atau Obyektif : Gejala truma kepala, kelambatan mental, disfungsi
motorik
6. Respirasi
a. Subyektif : Riwayat aspirasi, merokok/inhalasi gas, infeksi pulmolal
diffuse, kesulitan bernafas akut atau khronis, “air hunger”
b. Obyektif : Respirasi : rapid, swallow, grunting
7. Rasa Aman
8. Subyektif : Adanya riwayat trauma tulang/fraktur, sepsis, transfusi darah,
episode anaplastik
9. Seksualitas
Subyektif atau obyektif : Riwayat kehamilan dengan komplikasi eklampsia
ANALISA DATA

Analisa data Etiologi Masalah

DS Hiperventilasi Ketidakefektifan
pola nafas
-

DO:

- Klien mengalami penurunan kesadaran


- GCS E : 1 M : 1 V : 1 (koma)
- Terpasang ETT 6 cm dengan kedalaman 21 cm
- Pernapasan RR 45 x/menit.
- SPO2 93% terpasang O2 arm 15 Lpm
- Tidak terdapat napas cuping hidung
- Terpasang ventilator mode VCV, F1O2 = 98,
PEEP= 5, F= 14, V1=640
- Mulut mengeluarkan cairan lender
- Suara nafas tambahan stridor.
DS: Penyakit trauma Hipertermia

DO:

- Suhu tubuh 40,4 oC


- Akral teraba panas
- CRT >2 dtk
- Terpasang infus PCT 1 gr
- Nadi : 93 x/menit
- Pernafasan: 45 x/menit
- Badan tampak berkeringat
DS: Ketidakmampuan Ketidakseimbangan
untuk nutrisi kurang dari
-
memasukkan atau kebutuhan tubuh
DO: mencerna nutrisi
oleh karena faktor
- Terpasang NGT
biologis
- Kunjungtiva dan membrane mukosa pucat
- Pasien tidak mampu menelan dan mengunyah
makanan ( koma)

NCP (NURSING CARE PLANNING)

Diagnosa
Tujuan Keperawatan Intervensi Keperawatan
Keperawatan

1. Ketidakefektifan Setelah dilakukan tindakan AIRWAY MANAGEMENT


pola nafas b.d keperawatan selama satu shif dinas
1. Posisikan pasien untuk
hiperventilasi diharapkan pola nafas efektif. memaksimalkan ventilasi
2. Auskultasi suara nafas, catat
Criteria hasil
adanya suara tambahan
3. Monitor respirasi dan status
 Respiratory status : Ventilation
O2
Indikator IR ER
4. Bersihkan mulut, hidung dan
secret trakea
1. frekuensi dan irama 2 2
5. Monitor pola nafas
pernafasan dalam
rentang normal
1. bebas dari suara 3 5
nafas tambahan

Keterangan :

1. deviasi berat dari kisaran


normal
2. deviasi yang cukup cukup berat
dari kisaran normal
3. deviasi sedang dari kisaran
normal
4. deviasi ringan dari kisaran
normal
5. Tidak ada deviasi dari kisaran
normal

2. Hipertermia b.d Setelah dilakukan tindakan 1. Monitor suhu sesering


keperawatan selama 1 shif dinas mungkin
penyakit/ trauma menunjukkan : 2. Monitor TD, nadi, suhu, dan
RR.
Suhu tubuh dalam batas normal 3. Monitor warna dan suhu kulit
dengan kreiteria hasil:
4. Monitor intake dan output
Thermoregulasi 5. Selimuti pasien
6. Berikan cairan intravena
Indikator IR ER
7. Kompres pasien

1. Suhu 36 – 37C 1 1

2. Tidak ada 3 3
perubahan warna
kulit dan tidak ada
pusing, merasa
nyaman

3. Tidak ada 3 4
peningkatan nadi
dan pernafasan

Keterangan :

1. berat

2. cukup berat

3. sedang

4. ringan

5. Tidak ada

3. Ketidakefektifan Setelah dilakukan tindakan 1. Monitor intake nuntrisi


2. Monitor pucat, kemerahan, dan
nutrisi kurang dari keperawatan selama 1 shif dinas
kekeringan jaringan
kebutuhan tubuh b.d nutrisi kurang teratasi dengan in konjungtiva
3. Monitor kekeringan, rambut
Ketidakmampuan
Kriteria hasil kusam, total protein, Hb dan
untuk memasukkan kadar Ht
4. Kolaborasi dengan ahli gizi
atau mencerna  Nutritional status: Adequacy of
untuk menentukan jumlah
nutrisi oleh karena kalori dan nutrisi yang
Indikator IR ER dibutuhkan pasien.
faktor biologis
5. Kolaborasi dengan dokter
1. asupan protein 2 3 tentang kebutuhan suplemen
makanan seperti NGT sehingga
intake cairan yang adekuat
2. asupan kalori 2 3 dapat dipertahankan.

3. asupan lemak 2 3

4. asupan cairan 2 3
intravena

Keterangan

1. tidak adekuat

2. sedikit adekuat
3. cukup adekuat

4. sebagian besar adekuat

5. sepenuhnya adekuat
DAFTAR PUSTAKA

Guntur H. 2008. SIRS, Sepsis, dan Syok Septik (Imunologi,

Diagnosis, penatalaksanaan). Edisi I. Surakarta. UNS press,. P: 4

Hudak, Carolyn M. 1996. Keperawatan Kritis. Jakarta: EGC.


Irene K. 2007. Pathogenesis of Sepsis and Multi Organ

Dysfunction.http://research.medicine.wustl.edu/OCFR/Research.nsf?

OpenDatabase

Judith M. Wilkinson. & Nancy R. Ahern,(2012), Diagnosa


Keperawatan Nanda NIC NOC, Jakarta, EGC.
Nurarif, Amin Huda Kusuma, Hardhi, (2013), Aplikasi Asuhan

Keperawatan NANDA NIC-NOC, Jakarta, Medi Action Publishing.

Smeltzer, Suzanne C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah.

Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai