Anda di halaman 1dari 11

1.

TINJAUAN FARMAKOLOGI ZAT


 PENGGOLONGAN ZAT AKTIF SECARA FARMAKOLOGI
Ranitidin Hidroklorida (C13H23N403S) merupakan antagonis
reseptor H-2 yang digunakan untuk pengobatan ulkus peptikum dan
duodenum dengan atau tanpa infeksi Helicobacter pylory dan untuk
penyakit gastro-esofageal Ranitidin hidroklorida berupa serbuk
kristalin berwarna putih sampai kuning pucat, praktis tidak berbau,
sangat mudah larut dalam air dan sedikit larut dalam alkohol
(Sweetman, 2009).

 INDIKASI DAN KONTRAINDIKASI


- Indikasi Ranitidin injeksi diindikasIkan untuk pasien rawat inap di
rumah sakit dengan keadaan hipersekresi patologis atau ulkus 12
jari yang sulit diatasi atau sebagai pengobatan alternative jangka
pendek pemberian oral (Mc Evoy, 2005).
- Indikasi : Tukak lambung dan tukak duodenum, refluks, esofagitis,
dispepsia episodik kronis, tukak akibat AINS, tukak duodenum
karena H.Pylori, sindrom Zollinger-Ellison, kondisi lain dimana
pengurangan asam lambung akan bermanfaat (Depkes RI, 1979).
- Kontraindikasi : hipersensitifitas pada ranitidine atau bahan lain
dalam formula (Aberg et al, 2009).

 MEKANISME KERJA OBAT


- Menghalangi secara kompetitif reseptor histamine H-2 dari sel –
sel parietal dalam lambung, dimana menghalangi sekresi asam
lambung, volum lambung, dan mengurangi konsentrasi ion
hydrogen. Tidak mempengaruhi sekresi pepsin, tidak
mempengaruhi factor intrinsic sekresi pentagastrin-stimulasi atau
serum gastrin (Aberg et al, 2009).
- Antagonis reseptor-H2, blok-H2 reseptor sel parietal lambung,
yang mengarah penghambatan sekresei lambung (medscape).
- Ranitidin HCl merupakan antagonis kompetitif histamin yang khas
padareseptor H2 sehingga secara efektif dapat menghambat sekresi
asam lambung,menekan kadar asam dan volume sekresi lambung
(Siswondono & Soekardjo, 1995).

 NASIB OBAT DALAM TUBUH : FARMAKOKINETIK OBAT


Ranitidin HCl diserap 39 – 87 % setelah pemberian oral dan
mempunyaimasa kerja yang cukup panjang, pemberian dosis 150 mg
efektif menekan sekresiasam lambung selama 8–12 jam. Kadar plasma
tertinggi dicapai dalam 2–3 jam setelah pemberian oral, dengan waktu
paro eliminasi 2–3 jam (Siswondono & Soekardjo, 1995).
Farmakokinetika Didistribusi luas keseluruh tubuh, terikat
protein plasma 15% metabolisme : hepatik, waktu paruh eliminasi oral
2,5 – 3jam IV: 2-2,5 jam (Mc Evoy, 2005).

 EFEK SAMPING DAN TOKSISITAS OBAT : GELAJA TOKSIK


YANG MUNGKIN MUNCUL DAN CARA MENGATASINYA
Hepatitis, trombositopenia dan leukopenia yang terpulihkan,
sakit kepala dan pusing (Siswondono & Soekardjo, 1995).
Efek samping dari ranitidin adalah diare, nyeri otot, pusing,
dan timbul ruam kulit (Mc Evoy, 2005).

 INTERAKSI OBAT
- Interaksi Obat dengan Obat (Aberg et al, 2009):
a. Interaksi Obat Agen Antijamur (Azole Derivatif, Sistemik):
H2-Antagonis dapat menurunkan penyerapan Agen Antijamur
(Azole Derivatif, Sistemik). Pengecualian: Miconazole;
Vorikonazol. Risiko D: Pertimbangkan modifikasi terapi
b. Atazanavir: H2-Antagonists dapat mengurangi penyerapan Ata
zanavir. Risiko D. Pertimbangkan modifikasi terapi
c. Cefpodoxime: H2-Antagonists dapat mengurangi penyerapan
Cefpodoxime. Pisahkan dosis oral paling sedikit 2 jam. Risiko
C memantau terapi
d. Cefuroxime: H2-Antagonists dapat mengurangi penyerapan
Cefuroxime. Pisahkan dosis oral paling sedikit 2 jam. Risiko
C memantau terapi
e. Dasatinib: H2-Antagonists dapat mengurangi penyerapan
Dasatinib. Risiko D Pertimbangkan modifikasi terapi
f. Erlotinib: H2-Antagonists dapat menurunkan konsentrasi
serum Erlotinib. Risiko X: Hindari kombinasi
g. Fosamprenavir: H2-Antagonis dapat menurunkan konsentrasi
serum Fosamprenavir Cimetidine juga dapat menghambat
metabolisme metabolit amprena vir aktif, sehingga efeknya
pada konsentrasi fosamprenavit / amprenavir sulit diprediksi.
Risiko C Memonitor theropy
h. Indinavir: H2-Antagonists dapat menurunkan konsentrasi
serum indinavir. Risiko C terapi monitor
i. Garam Besi: H2 Antagonis dapat mengurangi penyerapan
Garam Besi Pengecualian: Ferik Glukonat: Besi Dextran
Complex; Risiko Sukrosa Besi Monitor terapi C
j. Mesalamine: H2-Antagonis dapat mengurangi efek terapi Mes
alamine. Ini tampaknya terkait dengan formulasi dan spesifik
untuk merek mesalamine Apriso. Penatalaksanaan: Satu
formulasi khusus mesalamine (yaitu, kapsul merek Apriso
yang mengandung Eranules terlapisi) tidak boleh diberikan
dengan antasida; Antagonis H2 diharapkan berinteraksi dengan
cara yang sama. Risiko X Hindari kombinasi
k. Nelfinavir H2-Antagonists dapat menurunkan konsentrasi
serum Nelfinavir. Konsentrasi metabolit M8 aktif juga dapat
dikurangi. Risiko C memantau terapi
l. P.Glycoprotein Inducers: Dapat menurunkan konsentrasi serum
P Glycoprotein Substrates P-glycoprotein inducers juga dapat
membatasi distribusi substrat p-glikoprotein ke sel / jaringan /
organ tertentu di mana p-glikoprotein hadir dalam jumlah besar
(misalnya, otak, T 1 limfosit, testis, dll.) Risiko C Memantau
terapi
m. P.Glikoprotein Inhibitor Dapat meningkatkan tingkat serum
Substrat P.Glikoprotein. Inhibitor P-glikoprotein juga dapat
meningkatkan distribusi substrat glikoprotein ke sel / jaringan /
organ tertentu di mana p-glikoprotein hadir dalam jumlah besar
(misalnya otak, T ymfosit, testis, dll.) Terapi pemantauan
risiko C
n. Saquinavir: H2-Antagonists dapat meningkatkan konsentrasi
serum Saquinavir. Risiko C: Monitor terapi
o. Interaksi Etanol / Gizi / Ramuan Etanol: Hindari etanol (dapat
menyebabkan iritasi mukosa lambung).
- Interaksi Obat Dengan Makanan
Makanan: Tidak mengganggu penyerapan ranitidine.
 PENGGUNAAN PADA KONDISI KHUSUS
- Penggunaan jangka lama dapat menyebabkan kekurangan vitamin
B12
- Kerusakan hati : penggunaan ranitidine pada pasien dengan
kerusakan hati dilakukan dengan pengawasan
- Porphyria : penggunaan ranitidine perlu dihindari pada pasien
dengan riwayat porphyria akut: dapat menyebabkan pengendapan
- Kerusakan ginjal : penggunaan ranitidine dilakukan dengan
pengawasan pada pasien yang mengalami kerusakan ginjal,
rekomendasi sesuaikan dosis
- Pediatri L: tidak ada penetapan untuk keaman dan efikasi pada
bayi umur <1 bulan.
- Geriatric : tingkat penyembuhan ulcer dan timbulnya efek
samping pada pasien geriatric dibandingkan dengan pasien yang
berumur lebih muda.
- Pertimbangan ibu hamil : ranitidine menyebrang plasenta, efek
tertatogenik pada fetus (janin) belum ada atau tersedia laporan
dalam studi hewan. Penggunaan ranitidine selama hamil diawasi
(Aberg et al, 2009).

2. TINJAUAN FARMAKOKIMIA ZAT


- Ranitidine
Sifat fisikokimia menurut Depkes RI (1995) adalah sebagai berikut :
- Rumus struktur

- Rumus molekul : C13H22N4O3S.HCl.


- Berat molekul : 350,87.
- Nama Kimia :N-{2-{{{5-{(dimetilamino)metil}-2furanin}metil}-
2-furanin}metil}tio}etil}-N-metil-2-1,1-Etenadiamina,
hidroklorida.
- Kandungan : Tidak kurang dari 97,5% dan tidak lebih dari 102,0%
C13H22N4O3S.HCl, dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan.
- Pemerian : Serbuk hablur, putih sampai kuning pucat, praktis tidak
berbau, peka terhadap cahaya dan kelembaban.
- Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air, cukup larut dalam etanol
dan sukar larut dalam kloroform.
3. FORMULASI
R/ Ranitidin HCl 25 mg
Na2EDTA 0,05%
Benzalkonium klorid 0,01%
Na2HPO4 0,44%
NaH2PO4 0,37%
A.P.I ad 100%

4. ALASAN PENAMBAHAN BAHAN

 Ranitidine :
- Tjay dan Rahardja (2010)
Daya menghambat senyawa ini terhadap sekresi asam lebih
kuat dari pada simetidin. Resorpsinya pesat dan baik, tidak
dipengaruhi oleh makanan. Dosis pemakaian secara i.v 50 mg
sekali.
- Mutscler (1991)
Pada ranitidin kerja meghambat sekresi asamnya lebih panjang
dan juga mempeunyai kekuatan kerja yang lebih besar dan karena
itu dapat diberikan dengan dosis yang lebih rendah.
 Dapar fosfat :
- Ansel (1989)
Penambahan buffer pH 5,3-8,0 (buffer Na2HPO4-NaH2PO4)
larutan dan Na2HPO4 0,1 M. timbang 17,799 g Na2HPO4.2H2O.
Masukkan ke labu takar 1 L, tuang aquadest 1 M labu dan
homogenkan, tambah lagi aquadest sampai tanda batas larutan. 15
NaH2PO4 timbang 15,01 NaH2PO4.H2O masukkan ke labu takar 1
L, tuangi aquadest ¼ labudan homogenk pembawa fosfat isotonik
mengandung 8,0 g NaH2PO4 1 L dan 9,470 g Na2HPO4/L sebagai
larutan dapar.
- Voight (1995).
Pengembangan pH pada umumnya dilakukan dengan larutan
dapar isotonis seperti dapar fosfat yang kapasitas daparnya tinggi
dalam daerah alkalis.
 Benzalkonium Klorida
- Kibbe (1994).
Benzalkonium klorida adalah senyawa amonium kuartener
yang digunakan dalam formulasi farmasetik sebagai antimikroba
yang dalam aplikasinya sama dengan surfaktan kation lain, seperti
cetrimide. Dalam sediaan obat mata, benzalkonium klorida adalah
pengawet yang sering digunakan, pada konsentrasi 0,01%-0,02%
b/v. Sering digunakan dalam kombinasi dengan pengawet atau
eksipien lain, terutama 0,1% b/v dinatrium EDTA, untu
meningkatkan aktivitas melawan Pseudomonas.
- Ansel (1989).
Dalam preparat untuk mata, campuran benzalkonium klorida
(0,01%) dan Na2EDTA (0,01%-0,1%) digunakan untuk tujuan
yang sama. Mempunyai kemampuan untu menahan
dari Pseudomonas aeruginosa lebih peka terhadap benzalkonium
klorida.
- Martin (1971).
Benzalkonium klorida adalah pengawet yang paling efektif dan
bereaksi dengan cepat, jika penggunaannya terkontrol. Umumnya
Na2EDTA ditambahkan untuk meningkatkan aktivitas amonium
kuartener.
 Na2EDTA
- Rowe (2009).
Digunakan sebagai penghelat dalam sediaan farmasi
diantaranya adalah mouthwash, obat mata, dan sediaan topikal
dengan konsentrasi antara 0,005-0,1 % b/v
- Ansel (1989).
Dapat digunakan sebagai khelat untuk logam mempunyai
kemampuan tegangan menahan dari pseudomonas aeruginosa lebih
peka terhadap benzalkonium klorida.
- Martin (1971).
Umumnya Na2EDTA ditambahkan untuk meningkatkan
aktivitas amonium quartener.
- Lund (1994).
Aktivitas benzalkonium klorida meningkat jika dikombinasi
dengan agen pengkhelat, biasa digunakan dengan kadar 0,02%
Na2EDTA.
 Dapar Fosfat
- Kibbe (1994).
Na2HPO4 dan Na2H2PO4 merupakan dapar yang umum
digunakan untuk menjaga pH dan stabilitas.
- Jenkins (1969).
Buffer phosfat digunakan sebagai pembawa yang dapat
memberikan stabilitas terbesar denngan aksi fisiologisnya.
 A.P.I (Aqua Pro Injectio)
- Lachman (1994).
Sejauh ini pembawa yang sering digunakan untuk produk steril
adalah air, karena air merupakan pembawa untuk semua cairan
tubuh.
- Turco (1970).
Air steriluntuk injeksi pada temperature ekstrim ( tinggi) akan
mencegah terjadinya reaksu pirogen dengan menghambat
pertumbuhan mikroba.
- Depkes RI (1995).
Tidak mengandung bahan antimikroba atau bahan tambahan
lainnya.
- Depkes RI (1979).
Dalam penggunaannya digunakan sebagai pembawa.
DAFTAR PUSTAKA

Aberg, J.A., Lacy,C .F, Amstrong, L.L, Goldman, M .P, and Lance, L.L . 2009.
Drug Information Handbook. 17th edition. Lexi-Comp for the American
Pharmacists Association
Allen, L. V. 2009. Handbook of Pharmaceutical Excipients 6th edition. Rowe R. C.,
Sheskey, P. J., Queen, M. E. (Editor). London: Pharmaceutical Press And
American Pharmacist Assosiation.
Ansel. Howard C.1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi IV. UI Press : Jakarta
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1979. Farmakope Indonesia Edisi 3.
Jakarta: Depkes RI
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV.
Jakarta: Depkes RI.
Jenkins, G.L.1969. Scoville's:The Art of Compounding. USA : Burgess Publishing Co
Kibbe,A.H. 1994. Handbook of Pharmaceutical Excipient. London : The
Pharmaceutical Press
Lachman, L. 1986. The Theory and Practise of Industrial Pharmacy Third Edition.
Philadelphia: Lea and Febiger
Lachman, L., dan Lieberman, H. A. 1994. Teori dan Praktek Farmasi Industri Edisi
Kedua, 1091-1098. Jakarta : UI Press.
Lund Water. 1994. The Pharmaceutical Codex. The Pharmaceutical press : London
Martin. 1971.Dispending of Medication. Marck publisher Company : pensilvinia
McEvoy, G.K. 2005. AHFS Drug Information. Bethesda: American Society of
Health System Pharmacists.
Medscape. 2019. Drug Interaction Checker. (online).
(http://www.reference.medscape.com/drug-interactionchecker). (Diakses
tanggal 7 Oktober 2019).
Mutschler, E.1991. Dinamika Obat, Edisi V. Bandung : Penerbit ITB.
Rowe, R.C. et al. 2009. Handbook Of Pharmaceutical Excipients. 6th Ed. London :
The Pharmaceutical Press.
Siswandono dan Soekardjo, B. 1995. Kimia Medisinal. Surabaya: Airlangga
University Press
Sweetman, S.C. 2009. Martindale The Complete Drug Reference, Thirty Sixth
Edition. New York : Pharmaceutical Press
Tjay, T.H., dan Rahardja, K. 2010. Obat-Obat Penting. Jakarta : Elex Media
Komputindo.
Turco, S.1970. Sterile Dosage Forms. Philadelphia : Lea and Febiger
Voigt, R. 1995. Buku Pelajaran Teknologi Farmasi. Diterjemahkan oleh Soendani N.
S. Yogyakarta : UGM Press.

Anda mungkin juga menyukai