Anda di halaman 1dari 7

PERCOBAAN 2

Hanum Rinanda Putri(SF16038)


Hilma Meylandi (SF16041)
Ira Santya (SF16044)
Maulida Juliyana (SF16059)
Mey Leny Fitriawati (SF16062)
Muhammad Fikri (SF16065)
Putri Asha Meidina (SF16089)
Rizka Nur Astuti (SF16104)
Roid Aminul Mustofa (SF16107)
Siti Amalia (SF16116)
Siti Nur Azizah (SF16119)
Tujuan dari praktikum pembuatan sediaan infus glukosa monohidrat kali ini
adalah :
◦ Mahasiswa dapat mengetahui tahapan-tahapan dalam pembuatan sediaan steril infus
glukosa.
◦ Mahasiswa dapat membuat sediaan steril infus glukosa dalam skala laboratorium
sesuai dengan persyaratan sediaan steril yang telah ditentukan.
Perhitungan Bahan Untuk Sediaan 100 mL (dilebihkan 10%)
5,9
◦ Glukosa Monohidrat 5,9 % = x 100 mL = 5,9 g + (5,9 g x 10%) = 6,49 g
100
0,1
◦ Norit 0,1 = x 100 mL = 0,1 g + (0,1 g x 10 %) = 0,11 g
100

◦ WFI Steril = ad to 110 mL


Perhitungan Bahan Untuk Sediaan 500 Ml (dilebihkan 10%)
5,9
◦ Glukosa Monohidrat 5,9 % = x 500 mL = 29,5 g + (5,9 g x 10%) = 32,45 g
100
0,1
◦ Norit 0,1 = x 500 mL = 0,5 g + (0,5 g x 10 %) = 0,55 g
100

◦ WFI Steril = ad to 550 mL

Hasil Evaluasi Sediaan


◦ Penetapan pH =6
◦ Penetapan volume dalam wadah = 100 mL dan 500 mL
◦ Kejernihan larutan = Larutan jernih
◦ Bahan partikular dalam larutan = Larutan bebas partikular
Formula yang digunakan untuk pembuatan sediaan tetes mata kali ini yaitu glukosa
monohidrat, norit dan WFI steril. Glukosa monohidrat berfungsi sebagai zat aktif (zat yang akan
memberikan efek terapi dalam sediaan). Norit sebagai zat yang berfungsi untuk membebaskan
pirogen yang ada dalam sediaan. Sebelum digunakan karbon aktif harus diaktivasi terlebih
dahulu. Aktivasi karbon aktif dilakukan dengan cara memasukkan karbon aktif ke dalam oven
pada suhu 76C selama 24 jam. Karbon aktif diaktivasi agar dapat mendekomposisi tar dan dapat
memperluas luas permukaan pori-pori dalam struktur karbon, aktivasi ini dapat dilakukan dengan
panas, uap atau CO2 sebagai aktivator (Suhartana, 2006). Sedangkan fungsi WFI steril yaitu sebagai
pelarut steril yang bertujuan untuk melarutkan bahan bahan lain dan untuk memenuhi volume
sesuai yang tertera pada sediaan. Semua pengerjaan dilakukan secara aseptis, yang mana aseptis
adalah suatu kegiatan untuk mempertahankan kondisi steril.
Sediaan infus yang sudah dibuat dilakukan evaluasi fisika yang meliputi penetapan pH,
penetapan volume sediaan, kejernihan larutan dan pengecekan bahan partikulat dalam larutan.
Untuk penetapan pH dilakukan sebelum sediaan steril ditambahkan karbon aktif dan dipanaskan
pada suhu 80°C. Hal ini dilakukan agar dapat diketahui perkiraan penurunan pH yang terjadi
setelah sterilisasi akhir, sehingga sediaan tetap berada dalam rentang pH stabilnya yang mana
menurut Depkes RI (1995) pH stabil sediaan infus yaitu 3,5-6,5. Selain itu menurut Kibbe (2000)
yang mana jika pH sediaan yang lebih rendah yaitu (pH < 3,5) akan menyebabkan terbentuknya
karamel. Sedangkan jika pH terlalu basa (pH > 6,5) dapat menyebabkan sediaan terdekomposisi
dan berwarna coklat. Berdasarkan pernyataan diatas pH sediaan infus yang dibuat sudah sesuai
literatur yaitu 6 karena masih memenuhi rentang pH sesuai persyaratan yang ada. Pengecekan pH
sediaan infus harus diperhatikan untuk menjamin stabilitas sediaan, baik pada penampilan
sediaan ataupun efek farmakologis zat aktif itu sendiri. Untuk penetapan volume sediaan dalam
wadah hasil yang didapat sudah sesuai dengan yang tertera di kemasan yaitu 100 mL dan 500 mL.
Sedangkan untuk pengecekan kejernihan larutan dan pengecekan bahan partikulat dalam larutan,
didapat larutan obat yang dibuat jernih dan bebas partikel asing. Hasil yang didapat sudah sesuai
literatur menurut Depkes RI (1995) yang menyatakan syarat sediaan infus yaitu harus jernih dan
bebas partikel asing.
Pada percobaan pembuatan sediaan steril infus glukosa kali ini
dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
◦ Pembuatan sediaan steril infus glukosa dimulai dengan sterilisasi alat
dan bahan, penimbangan bahan obat, pencampuran bahan obat, evaluasi
sediaan pewadahan sediaan dan sterilisasi akhir.
◦ Hasil evaluasi dari sediaan steril infus glukosa sudah memenuhi
persyaratan dari literatur yang ada dan sudah sesuai dengan persyaratan
sediaan steril infus.
Depkes RI. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta : Departemen Kesehatan Republik
Indonesia.

Kibbe, A. H. 2000. Handbook of Pharmaceutical Excipients Third Edition. London : Pharmaceutical


Press.

Suhartana. 2006. Pemanfaatan Tempurung Kelapa sebagai Bahan Baku Arang Aktif dan Aplikasnya untuk
Penjernihan Air Sumur di Desa Belor Kecamatan Ngaringan Kabupaten Grobogan. Jurnal
Berkala Fisika. 9 (3) : 151-156.

Anda mungkin juga menyukai