Anda di halaman 1dari 9

1.

FORMULASI TABLET CIPROFLOXACIN


“Desain, Formlation, and Evaluation of Sustained Release Billayer Tablests of
Ciprofloxacin hydrochloride”
Tujuan dari system penghantaran obat adalah untuk memberikan jumlah teraupetik
obat ke tempat yang tepat di dalam tubuh untuk mencapai dengan cepat dan kemudian
mempertahankan konsentrasi obat yang diinginkan.
A. Preformulasi
1. Ciprofloxacin ( United States Pharmaceuticals : 516)
Pemerian : serbuk dengan kekuningan berwarna kuning
BM : 331,436
Kelarutan : mempunyai kelarutan dalam air hingga suhu 25℃. Pka obat 6 dan 8,8
Khasiat : antibiotic

Zat tambahan : Crospovidone


Pemerian : serbuk putih, tidak berbau
Ph : 5,0 – 8,0
Kelarutan : praktis tidak larut dalam air, larutan asam pelarut organikdan NaOH
5%, larut dalam larutan alkali
Kegunaan : dapat berfungsi sebagai desintegran
Stabilitas : stabil dalam higroskopik
Penyimpanan : dalam wadah tertutup baik, disimpan tempat sejuk dan kering

2. Etil selulosa ( HOPE : 462-463)


Pemerian : serbuk atau granul berwarna putih praktis tidak berbau dan tidak
berasa
Kelarutan : praktis dan tidak larut dan aseton
Penyimpanan : simpan pada wadah tertutup baik
Khasiat : disentregan, pengikat, zat tambahan

3. Laktosa (FI ed III : 338)


Pmerian : serbuk hablur putih, tidak berbau, rasa agak manis
Kelarutan : larut dalam 6 bagian air, air mendidih, sukar larut dalam etanol,
praktis tidak larut dalam kloroform p dan dalam eter p
Ph larutan 10% : 4,0 – 6,0
Penyimpanan : dalam wadah tertutup baik
Khasiat : zat tambahan

4. Pasta pati/Amulum ( FI ed VI : 685)


Pemerian : tidak berbau dan berasa, serbuk berwarna putih berupa granul-
granul kecil berbentuk oval dengan ukuran yang berbeda-beda
Kelarutan : praktis tidak larut dalam etanol 95% dan air dingin
Stabilitas : stabil dan higroskopis
Khasiat : glidan pengisi tablet dan kapsul, penghancur tablet dan kapsul,
pengikat tablet

5. Talcum (FI ed III : 591-592)


Pemerian : serbuk hablur sangat halus dan licin mudah melekat pada kulit bebas
dari butiran, warna putih atau putih kelabu
Kelarutan : hampir tidak larut dalam semua pelarut
Penyimpanan : dalam wadah tertutup baik
Khasiat : zat tambahan
6. Magnesium stearate (FI ed III : 354)
Pemerian : serbuk halus putih, licin dan mudah melekat pada kulit, bau khas
Kelarutan : praktis tidak larut dalam air dalam etanol (95%) dan dalam eter p
Penyimpanan : dalam wadah tertutup baik
Khasiat : antasidum, zat tambahan

B. Pemilihan Metode Pmbuatan


Granul pelepasan dibuat dengan metode granulasi basah tujuannya dengan
mencampurkan obat seacara merata dengan natrium pati glikolat. Tujuan lain metode ini yaitu
mempercepat sifat alir atau kemampuan kempa yang dilakukan dengan cara mencampur zat
aktif dan eksipien menjadi partikel yang lebih besar.

C. Formulasi
R/ ciprofloxacin 170 mg
Etil selulosa 85 mg
Laktosa 190 mg
Pasta pati 10% 40 mg
Talcum 6 mg
Magnesium stearate 4 mg

D. Perhitungan
Akan dibuat 1000 tablet dengan dosis 500 mg dan bobot 700 mg
Fase dalam ciprofloxacin 500 mg
Etil selulosa 0,85%
Laktosa 0,19%
Amilum 0,40%
Fase luar Talkum 0,6 %
Mg stearate 0,4%
Fase dalam (92%) ciprofloxacin 500 mg x 1000 = 500 g
Etil selulosa 0,85/100 x 700 = 5,95 g
Laktosa 0,19/100 X 700 = 1,33 g
Fase dalam 92/100 x 700 x 1000 – ( 500 g + 5,95 g + 1,33 g) = 136,72 g
Misal diperoleh granul 600 g dengan kandungan lembab 2%
Bobot granul tanpa lembab = 98/100 x 600 = 588 g
Bobot granul teoritis = 500 + 5,95 + 1,33 = 507 g
Jumlah tablet yang diperoleh = 588/507 g x 1000 tablet = 1.159,76 tablet

Fase luar (8%) mg stearate 0,6/92 x 600 g = 3,91 g


Talcum 0,4/92 x 600 g = 2,61 g
Total fase luar = 6,52 g

Bobot masa cetak = fase dalam + fase luar = 600 + 6,52 g = 606,52 g
Bobot per tablet 606,52/1.159,76 g = 0,52 g = 522 mg
E. Skema Pembuatan Tablet
Pasta pati, laktosa dan ciprofloxacin di campur ad homogen setelah itu di ayak dengan
ayakan

Talcum ditambah dikit demi sedikit ke dalam hasil ayakan sampai terbentuk massa granul
yang baik

Catat talcum yang digunakan, setelah itu masukkan etil selulosa dan mg stearate dan
campurkan ad homogen

Setelah itu ayak massa granul dengan ayakan no 12 mesh. Pisahlan massa granul yang telah
di ayak

Simpan diatas nampan dan dilapisi dengan alumunium

F. Uji Evaluasi
1. Kompresi tablet bilayer
Butiran untuk lapisan pelepasan berkelanjutan dikompresi secara ringan
menggunakan mesin tablet pelubang tunggal dilengkapi dengan pukulan bulat, datar,
dan polos 6,5 mm. Di atas lapisan yang dikompresi ini, jumlah butiran yang
diperlukan untuk lapisan pelepasan cepat ditempatkan dan dikompresi lagi untuk
mendapatkan kekerasan tablet yang dihasilkan dalam kisaran 5–7 kg cm–2.

2. Tes Fisik Tablet Bilayer


Tes fisik standar untuk tablet matriks bilayer dilakukan dan nilai ratarata
dihitung. Sebanyak 20 tablet ditimbang satu per satu, kemudian ditimbang berat rata-
ratanya telah dihitung. Berat rata-rata dibandingkan dengan berat masing-masing
tablet dan variasi berat dihitung. Kekerasan tablet yang disiapkan ditentukan dengan
menggunakan penguji kekerasan tablet

3. Penentuan Kandungan Obat dalam Tablet


Tiga tablet dari setiap batch dipilih secara acak dan dipindahkan ke labu ukur
100ml yang telah diisi dengan asam klorida 0,1 (N) pH 1,2 didiamkan selama 24 jam,
kemudian diambil 1 ml dari masing-masing labu ukur dan dipindahkan ke tabung
reaksi. Sampel kemudian disaring, diencerkan sesuai dan dianalisis secara
spektrofotometri pada panjang gelombang 277,5 nm

4. Studi kompatibilitas obat-polimer menggunakan spektrofotometer FT-IR


Studi FT-IR dilakukan untuk mengidentifikasi kemungkinan interaksi
obatpolimer. Puncak obat murni dan polimer individu murni dibandingkan dengan
campuran yang sama dan setiap pergeseran pita yang signifikan dicatat sebagai tanda
interaksi

5. Penentuan Disolusi in-vitro


Studi disolusi dilakukan pada 50 rpm dalam 900ml simulasi cairan lambung pH
1,2 selama 2 jam pertama dan diikuti dengan simulasi cairan usus buffer fosfat pH 6,8
selama beberapa jam tersisa. Suhu dipertahankan pada 37 ± 0,2oC. Sampel diambil
sebanyak 5 ml pada interval yang telah ditentukan dan volume media disolusi
dipertahankan dengan menambahkan volume media disolusi yang sama setiap kali.
Kemudian sampel disaring melalui kertas saring Whatmann. Absorbansi sampel yang
ditarik diukur secara spektrofotometri pada 277,5 nm setelah pengenceran yang sesuai
dan konsentrasi yang sesuai ditentukan dari kurva kalibrasi masing-masing.

2. FORMULASI SEDIAAN SUPOSITORIA


“ Uji Sifat Fisik Sediaan Suppositoria Ekstrak Kombinasi Lidah Buaya (Aloe vera L.,)
dan Daun Cocor Bebek (Kalanchoe Pinnata L.,) pers)”

A. Preformulasi
1. Cera Alba
Pemerian : Zat padat lapisan tipis bening putih kekuningan bauk has lemah
Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air agak sukar larut dalam etanol (95%) p
dingin larut dalam klorofom p dalam eter p hangat dalam minyak
lemak dan dalam minyak astiri
Suhu lebur : 62 smapai 64
Khasiat : Zat Tambahan

2. Oleum Cacao (FI ED 3 HAL 452


Pemerian : Lemak padat putih kekuningan bauk has aromatic rasa khas lemak
agak rapuh
Kelarutan : Sukar larut dalam etanol (95%) mudah larut dalam klorofom p
Suhu Lebur : 31 sampai 34
Khasiat : Zat Tambahan

3. Parafin Cair ( FI ED 3 HAL 1979)


Pemerian : Tidak berwarna hampIr tidak mempunyai rasa tidak berbau cairan
kental transparan tidak berflourensi
Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air dan dalam etanol (95%) larut dalam
klorofrom p dan dalam ester p
Khasiat : Laktasivum, Lubrikan , basis salep dan emollient
Titik lebur : >360 c

B. Pemilihan Metode Pembuatan Suppositoria


- Metode yang digunakan dalam pembuatan suppositoria yaitu dengan cetak tuang
- Alasan menggunakan metode ini :
Terdapat tiga metode yang dapat digunakan dalam pembuatan suppositoria, yaitu
pencetakan dengan tangan, kompresi, dan cetak tuang . Pada formulasi suppositoria
dengan gelatin pertimbangan metode cetak tuang dilakukan dengan melelehkan basis
suppositoria terlebih dahulu kemudian mendispersikan obat ke dalam basis tersebut.
Campuran ini kemudian dituang ke dalam cetakan suppositoria, dibiarkan dingin, dan
dikeluarkan dari cetakan. Keuntungan dari penggunaan metode ini adalah dapat
menghasilkan suppositoria dalam jumlah besar pada satu waktu. Metode cetak tuang
dapat digunakan pada berbagai tipe dan ukuran suppositoria (Remington, 2006).
C. Formulasi
R/ Ekstrak lidah buaya 15%
Ekstrak daun bebek 0,5 g
Oleu cacao 55%
Cera alba 4%
Paraffin liq q.s
Berdasarkan formulasi yang dikombinasikan esktrak lidah buaya dan daun cocor bebel
menjadi satu yang di formukasikan dan di uji sifat fisiknya sebagai suppositoria yang
verfungsi untuk mengatasi wasir. Dikarenakan pada lidah buaya berkhasiat untuk mengurangi
peradangan serta memberikan sensasi menenangkan atau sensasi dingin dan daun cocor
bebek yang berkhasiat sebagai obat wasir. Dalam penelitian ini menggunakan basis lemak
coklat dan cera alba tujuannya yaitu lemak coklat mudah melarut pada sirkulasi rectum lebih
cepat dan cera alba dapat memudahkan daya serap lemak coklat terhadap lemak air, lemak
coklat dapat membeku saat pengisian masa suppositoria kedalam cetakkan dan menyusutkan
pada saat pendinginan.
D. Perhitungan
Mf suppo no XII @ 4 mg
Kandungan ekstrak lidah buaya 15 mg
Bobot suppo 4 mg
Jumlah sediaan 12 supp
1. perhitungan suppo dengan 100% basis
Oleum cacao 55/100 x 4 g = 2,2 g
Cera alba 4/100 x 4 g = 0,16 g
Untuk 12 supp = 2,36 x 12 = 28,32 supp

2. perhitungan suppo dengan 10% zat aktif dan 90% basis


Bobot suppo yang akan dibuat = 28,32 supp
Zat aktif = 15 mg x 12 supp
= 180 mg = 0,18 g
Oleum cacao 55% = 28,32 g – 0,18 g
= 28,14 g
10% zat aktif = 10/100 x 28,14 g = 2,814 g (bobot zat aktif)
90% basis = 90/100 x 28,14 g = 25,326 g (bobot basis)
E. Skema Pembuatan Suppositoria

Siapkan alat dan bahan

Timbang semua bahan yang telah disiapkan

Larutkan cera alba yang telah ditimbang, masukkan ke dalam cawan porselen dan
letakkan diatas waterbath
Masukkan oleum cacao dan tunggu sampai melarut ad homogen

Setelah cera alba dan oleum cacao melarut masukkan zat aktif aduk ad homogen

Masukkan semua campuran kedalam cetakan suppo yang telah dilapisi paraffin liq

Dinginkan dalam lemari pendingin

F. Evaluasi yang dilakukan


1. Uji Organoleptis
Uji organoleptis bertujuan untuk mengamati bentuk, warna dan bau dari sediaan
suppositoria ekstrak lidah buaya dan daun cocor bebek.

2. Uji Keseragaman Bobot


Keseragaman bobot dilakukan untuk mengetahui apakah bobot tiap sediaan sudah
sama atau belum. Keseragaman bobot akan mempengaruhi terhadap kemurnian suatu
sediaan karena dikhawatirkan zat lain yang ikut tercampur. Caranya dengan ditimbang
seksama sediaan suppositoria, satu persatu kemudian dihitung berat rata-ratanya.
Hitung jumlah zat aktif dari masing-masing sejumlah suppositoria dengan anggapan
zat aktif terdistribusi homogen. Jika terdapat sediaan yang beratnya melebihi rata-rata
maka suppositoria tersebut tidak memenuhi syarat dalam keseragaman bobot. Karena
keseragaman bobot dilakukan untuk mengetahui kandungan yang terdapat dalam
masing-masing suppositoria tersebut sama dan dapat memberikan efek terapi yang
sama pula.

3. Uji Titik Lebur


Uji titik lebur ini dilakukan sebagai simulasi untuk mengetahui waktu yang
dibutuhkan sediaan supositoria yang dibuat melebur dalam tubuh. Dilakukan dengan
cara menyiapkan air dengan suhu ±37°C. Kemudian dimasukkan supositoria ke dalam
air dan diamati waktu leburnya.

4. Uji Waktu Leleh


Tujuannya uuntuk mengetahui ketahanan dari suppositoria bahwa semakin
meleleh semakin cepat pula memberikan efek terapinya. Berdasarkan (Voight 1995 ;
Afikoh 2017) yaitu waktu suppositoria meleleh selama kurang lebih 30 menit.
Suppositoria di masukkan kedalam sangkar berbentuk spiral gelas, sangkar spiral
tersebut dimasukkan pada pipa penguji lalu di tempatkan dalam ssebuah mantel gelas
yang dialiri air bersuhu tetap 37⁰C, air masuk dalam pipa penguji. Proses dihhitung
dari suppositoria mulai dimasukkan ke dalam gelas yang dialiri air bersuhu tetap
sampai meleleh tanpa sisa.

5. Uji Kekerasan
Suppositoria diuji menggunakan alat uji kekerasan suppositoria yang
diberikan beban 600 g pada alat uji sebagai massa dan pada saat yang sama stopwatch
diijalankan. Setiapmminterval 1 menit beban ditambah 200 g selama suppo belum
hancur. Stopwatch dihentikan bila suppo sudah hancur(beban sudah sampai batas
yang ditentukan). Beban maksimal 1600 g.
3. FORMULASI BEDAK TABUR
“Formulasi Sediaan Bedak Tabur dari Ekstrak Terpurifikasi Buah Tomat
(Solanum lycopersicum L.,)
A. Preformulasi
1. Zink oxydi (FI ED 3 HAL 636)
Pemerian : Serbuk amorf sangat halus putih atau putih kekuningan tidk berbau tidak
berasa
Kelarutan : Praktis tidak larut dalam dalam air dan dalam etanol 95% p larut dalam
asam mineral encer dan dalam larutan alkali hidroksid
Khsiat : Antiseptikum local

2. Talkum ( FI ED 3 HAL 591)


Pemerian : serbuk hablur sangat halus licin mudah melekat pada kulit bebas dari
butiran warna putih
Kelarutan : tidak larut dalam semua pelaruT
Penyimpanan : dalam wadah tertutup baiK
Khasiat : zat tambahan

3. Parafin liquid (FI 3 HAL 474)


Pemerian : cairan kental transparan tidak berflourensi tidak warna hampir tidak berbau
hampir tidak mempunyai rasa
Kelarutan : praktis tidak larut dalam air dan dalam etanol 95% larut dalam klorofom p
dan eter p
Khasiat : laktasivum

4. Metil paraben (FI ED 3 )


Pemerian : Kristal tidak berwarna atau bubuk Kristal putih, tidak berbauatau berbau
lemah dan rasa agak membakar
Kelarutan : larut dalam 500 bagian air, dalam 20 bagian air mendidih, dalam 3.5
etanol(95%) dan dalam3 bagian aseton P, mdah larut dalam eter P dan dalam
larutan alkalihidroksida, larut dalam 60 bagian gliserol P panas dan dalam 40
bagian minyak lemak nabati panas. Jika didinginkan larutan tetap jernih
Fungsi : Persevatives agent

5. Kalsium karbonat (FI ED 3)


Pemerian : Serbuk hablur, tidak berbau, tidak berasa
Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air sangat sukar larut dalam air yang mengandung
C02
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
Khasiat : Sebagai pereaksi

B. ALASAN PEMILIHAN BAHAN TAMBAHAN


Zink stearate mempunyai daya licin yang baik zink oksida memiliki daya lekat yang baik
C. Formulasi
R/ Ekstrak terpurifikasi buah tomat 0,5%
Zn Stearat 7,8%
ZnO 11,1%
Kalsium karbonat 11,1%
Metil paraben 0,3%
Talk qs
D. Perhitungan Eksipien
1. Komponen granulat
Zat aktif 0,5%
Zn stearate 7,8%
ZnO 11,1 %
Kalsium karbonat : Metil paraben (1 : 1)
Berat 1 tab misalnya 700 mg
Dibuat 1000 tab @ 700 mg
Bobot total = 700 mg x 1000 = 700.000 mg = 700 g
92 , 5
Komponen granulat 100 x 700 g = 647,5 g

2. Penimbangan Bahan
Zat aktif 0,5 % x 10000 = 5000 mg = 500 g
Zn stearate 7,8/100 x 647,5 g = 50,5 g
ZnO 11,1/100 x 647,5 g = 71,88 g
Kalsium karbonat : metil paraben = 647,5 – ( 500 g + 50,5 g + 71,88 g ) = 25,12 g
Kalsium karbonat ½ x 25,12 g = 12,56 g
Metil paraben ½ x 25,12 g = 12,56 g

E. Skema Pembuatan Bedak Tabur

Zink oksida diayak menggunakan ayakan no 100 mesh terlebih dahulu sebelum ditimbang

Masukkan metal paraben, zink stearat, zink oksida (yang telah diayak), kalsium karbonat
dan sebagian talcum gerus ad homogen (m1)

Pada lumpag lain dimasukkan talcum kedalam lumping dan di gerus untuk menutupi pori-
pori lumping agar ekstrak terpurifikasi tomat tidak masuk kedalam pori-pori lumping (m2)

Setelah itu, m1 dimasukkan kedalam m2 gerus ad homogen

Bahan di ayak dengan ayakan no 100 mesh, serbuk hasil ayakan berupa bedak tabur
kemudian dilakukan evaluasi (Rahim dkk, 2017)

F. Uji Evaluasi
1. Uji Organoleptis
Pemeriksaan organoleptis dilakukan secara visual dengan mengamati bentuk, warna,
dan bau. Pemeriksaan warna dilakukan dengan cara menggunakan panca indera.
Pemeriksaan bau dilakukan dengan cara mencium sediaan bedak tabur secara langsung
(Soekarto, 1990)
2. Uji pH
Pengukuran pH dilakukan dengan menggunakan pH meter. Alat terlebih dahulu
dikalibrasi dengan larutan dapar standar netral (pH 7,0) dan larutan dapar pH asam (pH
4,0) hingga alat menunjukkan harga pH. Kemudian elektroda dicuci dengan aquadest, lalu
dikeringkan dengan tisu. Sampel dibuat dalam konsentrasi 1% yaitu ditimbang bedak tabur
ekstrak terpurifikasi buah tomat 1 g dan dilarutkan dalam 10 ml aquadest. Kemudian
elektroda dicelupkan dalam larutan tersebut. Dibiarkan angka bergerak pada posisi
konstan. Pengukuran pH dilakukan sebanyak 3 kali lalu diambil nilai rata-ratanya
(Dirjen POM,
2014).

3. Uji Daya Lekat


Sediaan bedak tabur ditimbang sebanyak 100 mg kemudian disapukan pada
permukaan kulit dengan luas permukaan 100 cm2 . Lokasi kulit yang disapukan kemudian
ditiup dengan peniup karet, serbuk yang jatuh dari permukaan kulit ditampung dikertas
perkamen. Lalu serbuk yang jatuh dari lokasi lekatan ditimbang dan dihitung persentase
serbuk yang jatuh (Voight, 1994).
������ ������ � − ������ ������ � ���𝑛 𝑔 ��� � ℎ
%= ������ �������
x 100%

4. Uji Ukuran Partikel


Bedak tabur ditimbang sebanyak 0,1 g lalu dilarutkan dengan paraffin liquid hingga
10 mL. kemudian diambil sedikit hasil pengenceran dan diteteskan pada kaca objek,
kemudian diratakan. Ditutup kaca dengan cover glass, kemudian dihitung jumlah partikel
dengan ukuran masingmasing (Martin & Cammarata, 1962).

5. Uji Stabilitas Fisik


Uji stabilitas dilakukan dengan cara meletakkan sediaan bedak tabur pada 3 kondisi
ruangan yang berbeda yaitu penyimpanan dalam lemari es (4℃), suhu kamar (25℃) dan
suhu oven (40℃) selama 4 minggu. Evaluasi yang dilakukan meliputi warna, bau, tekstur,
dan kestabilan (Indrawati dkk, 2010). Uji stabilitas dipercepat dengan metode freeze-thaw
cycling. Sebanyak 20 gram masing-masing formula disimpan pada suhu 4℃ selama 24
jam. Selanjutnya sampel dipanaskan disuhu oven 40℃ selama 24 jam. Pengujian
dilakukan sebanyak 6 siklus. Diamati perubahan fisik yang terjadi (Djajadisastra, 2004).

6. Uji Iritasi
Uji iritasi dilakukan pada manusia dengan cara uji tempel terbuka. Sediaan ditimbang
0,1 g dioleskan di pangkal lengan bagian dalam dengan diameter olesan 3 cm, dibiarkan
selama 1x24 jam setelah itu diamati gejala yang ditimbulkan (Rahim dkk, 2017).
Uji iritasi dibagi menjadi tiga tipe yaitu kriteria inklusi (sukarelawan yang kulitnya tidak
memiliki riwayat alergi), kritria eksklusi (sukarelawan yang memiliki riwayat alergi kulit
dan sedang menderita penyakit kulit), dan kriteria drop out.

Anda mungkin juga menyukai