Anda di halaman 1dari 3

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil
4.1.1 Perhitungan Pembuatan Slep Mata
0,02
a. Kloramfenikol = x 15 g = 0,15 g
2
0,2
b. Lanolin = x 15 g = 1,5 g
2
1,58
c. Parafin Liqiud = x 15 g = 11,85 g
2
d. Vaselin Flavum = 15 - (0,15 + 1,5 + 1,5)
= 15 – 3,15
= 11,85 g
4.1.2 Hasil Evaluasi Sediaan
a. Uji organoleptis = Warna salep putih dan bau khas lemah lanolin
b. Uji homogenitas = Sediaan salep homogen tidak ada partikel besar
c. Uji daya lekat = 4 detik
d. Uji daya sebar = 5 cm

4.2 Pembahasan
Pada percobaan kali ini dilakukan pembuatan sediaan injeksi vitamin c,
yang mana bertujuan agar dapat mengetahui cara membuat sediaan injeksi volume
kecil pelarut air serta mengetahui metode - metode pembuatan injeksi vitamin c.
Sebelum pembuatan sediaan dilakukan sterilisasi alat dan bahan sesuai dengan
tabel yang terlampir (Lampiran 1) dipisahkan alat dan bahan yang menggunakan
oven dan autoklaf. Tujuan sterilisasi alat dan bahan ini yaitu untuk mematikan
mikroorganisme yang terdapat pada atau dalam suatu benda. Pada bahan terdapat
HCl dan SLS yang digunakan untuk pencucian alat. Larutan HCl bertujuan untuk
membebaskan alkali alat-alat gelas sedangkan larutan SLS untuk membebaskan
alat dari mikroorganisme dan bahan kimia lain. Tujuan pencucian dalam sterilisasi
ini agar diperoleh wadah dan alat yang bersih dan steril. Sehingga dengan
dilakukannya sterilisasi dan pencucian dapat memenuhi persyaratan sebagai
sediaan obat yang baik yaitu melindungi dari kontaminasi.
Formula yang digunakan untuk pembuatan sediaan injeksi vitamin c kali
ini yaitu vitamin c, natrium hidroksida, benzalkonium klorida dan aqua pro
injeksi. Vitamin c berfungsi sebagai zat aktif yang memberikan efek terapi dalam
sediaan. Natrium hidroksida sebagai pengotrol pH, benzalkonium klorida sebagai
pengawet dan aqua pro injeksi sebagai pelarut. Dalam pembuatan sediaan injeksi
perlu ditambahkan pengotrol pH karena berpengaruh terhadap kenyamanan pasien
dalam penggunaan, perbedaan pH sediaan dengan pH normal tubuh akan
menimbulkan rasa nyeri saat penggunaan (Ansel 2008). Dalam pembuatan
sediaan steril terutama injeksi perlu adanya bahan pengawet yang dapat menjaga
sediaan dari cemaran mikroorganisme. Penambahan pengawet dalam sediaan
injeksi biasanya digunakan benzalkonium klorida karena sifatnya yang mampu
berfungsi sebagai pengawet dan tidak mempegaruhi dari efektivitas dari sedian,
serta mampu menjaga stabilitas dari sediaan injeksi selama masa penyimpanan
(Saputra, 2014).
Semua bahan dilakukan pengerjaan sesuai dengan prosedur pengerjaan
yang sudah ada. Semua pengerjaan dilakukan secara aseptis, yang mana suatu
sediaan dikerjakan secara aseptis untuk mempertahankan kondisi steril. Dalam
praktikum ini cara aseptis dilakukan dengan mendesinfeksi meja pada ruang
pencampuran dengan penyemprotan alkohol. Sterilisasi ampul injeksi dilakukan
dengan metode autoklaf pada suhu 121oC selama 15 menit, hal ini dilakukan
untuk menjaga kemasan dari sedian tetap steril, panas dari uap air dalam metode
autoklaf dapat membunuh mikroorganisme dengan mekanisme terjadinya
denaturasi protein pada mikroorganisme sehingga mikroorganisme tidak dapat
tumbuh (Noviansari dkk., 2013). Dengan semua pengerjaan yang telah dilakukan
baik sterilisasi, pencucian dan teknik aseptis bertujuan mendapatkan keadaan yang
steril. Hal ini sesuai dengan literatur menurut Depkes RI (1995), yang menyatakan
syarat sediaan injeksi yaitu harus steril.
Sediaan injeksi vitamin c yang dibuat selanjutnya dilakukan evaluasi
sediaan, yang mana dilakukan evaluasi uji sifat fisik meliputi warna dan bau, uji
pH, uji kejernihan dan uji kebocoran. Pada uji sifat fisik sediaan dilakukan dengan
cara pengamatan secara visual meliputi warna dan bau sediaan injeksi vitamin c.
Hasil uji sifat fisik yang didapat yaitu warna sediaan injeksi kuning kecoklatan
dan tidak berbau. Hasil yang didapat tidak sesuai dengan literatur menurut
Sweetman (2007) dimana sediaan injeksi dengan zat aktif vitamin c jernih dan
tidak berbau. Perbedaan hasil dengan literatur yang ada, dapat disebabkan karena
saat proses pencampuran dan pengerjaan sediaan sampai pengemasan berada
ditempat yang terang. Mengingat sifat vitamin c yang mudah teroksidasi dengan
adanya cahaya maka hasil yang didapat tidak sesuai dengan literatur (Tjay &
Rahardja, 2002). Sedangkan untuk pengecekan ph sediaan injeksi vitamin c
menggunakan stik pH universal didapatkan pH 14. Hasil yang didapat berbeda
dari literatur menurut Davies dkk (1991) dimana vitamin c stabil pada pH 5,4.
Perbedaan hasil dengan literatur disebabkan vitamin c yang digunakan sudah
teroksidasi selama pengerjaan berlangsung. Uji kejernihan dilakukan secara visual
dengan latar belakang putih dan hitam hasil uji kejernihan sediaan injeksi vitamin
c tidak jernih larutan injeksi berwarna kuning kecoklatan. Lachman (1994)
menyatakan sediaan steril harus bersifat jernih dan tidak terdapat partikel asing
setelah diamati secara visual. Hasil uji kebocoran sediaan setelah dimasukkan
kedalam ampul sediaan tidak mengalami kebocoran. Kesimpulannya sediaan
injeksi vitamin c yang dibuat pada praktikum kali ini setelah di evaluasi uji, hasil
yang didapatkan tidak sesuai dengan literatur yang ada, maka dari itu untuk
praktikum selanjutnya lebih memperhatikan sifat dan stabilitas dari bahan yang
digunakan sehingga dalam pembuatan dapat sesuai dengan literatur yang ada.

Anda mungkin juga menyukai