Anda di halaman 1dari 17

TUGAS TERSTRUKTUR PERBEKALAN STERIL OBAT TETES MATA NEOMISIN SULFAT

Disusun oleh :
1. SAGITA SAVITA SARI 2. RETNA PANCAWATI 3. BHASKARA MAULANA 4. SRI AFRIANI M (G1F009015) (G1F009034) (G1F009048) (G1F009057)

KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN JURUSAN FARMASI PURWOKERTO

2011

BAB I PENDAHULUAN 1. Tujuan


-

Memperoleh gambaran mengenai praformulasi suatu zat obat serta membuat

dan mengevaluasi hasil dari sediaan yang dibuat.


-

Mengetahui mengenai pengertian, pembagian, cara pembuatan, perhitungan

dosis, sterilisasi dan penyerahan suatu sediaan obat tetes mata.


-

Agar dapat menyalurkan ilmu yang sudah didapat selama perkuliahan dalam

bentuk pengamatan dan penyusunan makalah berdasarkan dasar-dasar teori dalam mata kuliah teknologi sediaan steril. 2. Dasar Teori Larutan mata merupakan cairan steril atau larutan berminyak dari alkaloid garam-garam alkaloid, antibotik atau bahan-bahan lain yang ditujukan untuk dimasukkan ke dalam mata. Ketika cairan, larutan harus isotonik, larutan mata digunakan untuk antibakterial, anstetik, midriatikum, miotik atau maksud diagnosa. Larutan ini disebut juga tetes mata dan collyria (Jenkins,1969). Sediaan tetes mata mempunyai banyak persamaan dengan sediaan

parenteral. Formulasi sediaan tetes mata yang stabil memerlukan bahan-bahan yang sangat murni seperti bebas dari kontaminan kimia, fisik (partikel), dan mikroba. Sediaan tetes mata digunakan dalam jumlah yang besar, seperti irigan mata, atau dalam pemeliharaan peralatan seperti lensa kontak. Beberapa pertimbangan dalam pembuatan obat mata: 1. Sterilitas Sediaan harus dikerjakan seaseptis mungkin dan dilakukan proses sterilisasi yang sesuai. Cara sterilisasi yang sering digunakan untuk obat tetes mata adalah pemanasan dengan otoklaf, pemanasan dengan bakterisida, dan penyaringan. 2. Iritasi

pH sediaan yang tidak cocok dengan air mata akan mengakibatkan iritasi yang disertai dengan keluarnya air mata. Difusi obat akan terhalang sehingga jumlah obat tidak efektif. 3. Pengawet Pengawet perlu ditambahkan khususnya untuk obat tetes mata dosis ganda. Syarat pengawet: efektif dan efisien, tidak berinteraksi dengan bahan aktif atau bahan pembantu lainnya, tidak iritan terhadap mata, dan tidak toksis.

Obat tetes mata atau Guttae Opthalmicae adalah sediaan steril berupa larutan atau suspensi, digunakan untuk mata dengan cara meneteskan obat pada selaput lender mata di sekitar kelopak mata dan bola mata . (Anonim,1979). Farmasis seharusnya menyiapkan larutan mata yang : 1. Steril 2. Dalam pembawa yang mengadung bahan-bahan germisidal untuk meningkatkan sterilitas; 3. Bebas dari partikel yang tersuspensi; 4. Bahan-bahan yang akurat; 5. Isotonik atau sangat mendekati isotonic; 6. Dibuffer sebagaimana mestinya; 7. Dimasukkan dalam wadah yang steril; 8. Dimasukkan dalam wadah yang kecil dan praktis (Jenkins,1969).

3. Perhitungan Menggunakan equivalensi NaCl : ENaCl Tonisitas E neomycin sulfate = 0,14 E Benzalkonium Klorida = 0,16 = 0,988

E Natrium Edetat = 0,23 E Na metabisulfit = 0,67 V = W x E x 111,1 = [(0,05 x 0,14) + ( 0,001 x 0,16) + (0,01 x 0,23) + (0,01 x 0,67)] x 111,1 = 0,01616 X 111,1 = 1,7954 ml % tonisitas % NaCl = x 0,9 % = 0,1616 % ( hipotonis )

= 0,9 % - 0,1616 % = 0,7384 % = 0,07384 g

NaCl yang ditambahkan

Atau perhitungan tonisitas lain : % Tonisitas = [( 0,5 x 0,14) + (0,01 x 0,16 ) + ( 0,1 x 0,23 ) + ( 0,1 x 0,67 )] = 0,07 + 0,0016 + 0,023 + 0,067 = 0,1616 ( Hipotonis ) % NaCl = 0,9 % - 0,1616 % = 0,7384 % NaCl yang ditambahkan 4. Penimbangan Formula dalam pembuatan sediaan tetes mata neomisin sulfat adalah sebagai berikut : Neomycin sulfat 0,5 % = 0,05 gr Benzalkonium Klorida 0,01 % = 0,001 gr = 0,07384 gr

Natrium Edetat 0,1 % = 0,01gr Na metabisulfit 0,1 % = 0,01 gr NaCl ad isotonis 0,7384 % = 0,07384 g Aqua p.i ad. 10 ml Penimbangan bahan-bahan dalam pembuatan sediaan tetes mata neomisin sulfat ditambah 2% untuk menghindari pengurangan bahan pada saat proses pembuatan adalah sebagai adalah sebagai berikut : Neomycin sulfat = 0,05 g x 30 ml = 1,5 gram + 2% = 1,53 gram Benzalkonium Klorida = 0,001 g x 30 ml = 0,03 gram + 2% = 0,0306 gram Natrium Edetat = 0,01 g x 30 ml = 0,3 gram + 2% = 0,306 gram Na metabisulfit = 0,01 g x 30 ml = 0,3 gram + 2% = 0,306 gram NaCl ad isotonis = 0,07384 g x 30 ml = 2,2152 gram + 2% = 2,2595 gram Aqua pro injeksi ad 30 ml + 2% = 30,6 ml 5. Cara Kerja 1. 2. Menyiapkan alat dan bahan yang hendak digunakan Menyiapkan Aqua Pro Injeksi bebas O2 dengan cara : ( Catatan : Dilakukan pada White Area ) Memanaskan 50 ml aquades diatas hotplate sampai mendidih. Menghitung waktu pemanasan selama 30 menit (waktu mulai dihitung setelah air mendidih). Memanaskan lagi selama 10 menit agar diperoleh Aqua pro injeksi bebas O2. 3. Melakukan Sterilisasi aseptis dimana alat-alat yang akan digunakan disterilkan didalam autoklaf (untuk alat presisi) dan oven (untuk alat nonpresisi) selama 30

menit. Catatan: Sebelum dimasukkan ke dalam autoklaf atau oven, terlebih dahulu alat-alat tersebut dibungkus dengan kertas perkamen. 4. Menimbang masing-masing bahan dengan neraca timbangan dengan tepat sesuai jumlah yang diperlukan, kemudian menampungnya dengan kaca arloji yang sebelumnya telah disterilkan secara aseptis. 5. Melarutkan bahan aktif dan zat tambahan, yaitu neomycin sulfate, Natrium Edetat, dan Na metabisulfit dengan Aqua pro injeksi scukupnya sampai larut. 6. Setelah larut homogen, tambahkan pengawet Benzalkonium Klorida kemudian mengecek pH-nya. 7. Menyaring larutan tersebut dengan kertas saring yang telah dijenuhkan dengan Aqua pro injeksi sebelumnya dan kemudian menampungnya dalam gelas ukur. 8. 9. Menambahkan Aqua pro injeksi sampai volume tercapai 30 ml Memipet 10 ml larutan kemudian memasukannya ke dalam botol berpipet yang khusus digunakan untuk sediaan tetes mata. 10. Memberi etiket

6. Skema Kerja

BAB II PEMBAHASAN A. Analisis Farmakologi Neomisin Sulfat Neomisin merupakan kationik dan menjadi bentonit jika berikatan, bisa memecah emulsi jika dengan adanya Na lauril sulfa dan mengendap dengan adanya gom (Martindale,1964). Aktifitasnya adalah bakterisida dengan menembus dinding bakteri dan mengikat diri pada ribosom di dalam sel. Secara topikal digunakan untuk konjungtivitis dan otitis media. Penggunaan sebagai antibiotik pada infeksi mata biasanya 0,35% dan 0,5%. Benzalkonium klorida Benzalkonium Klorida merupakan senyawa turunan amonium kuartener yang digunakan pada formulasi farmasetik sebagai pengawet. Senyawa ini bersifat surfaktan kationik, yang aktivitasnya akan tidak aktif oleh sabun dan surfaktan anionic (Remington, J. P., 1975).Dalam sediaan obat mata, benzalkonium klorida adalah pengawet yang sering digunakan, pada konsentrasi 0,01% - 0,02% b/v. Sering digunakan dalam kombinasi dengan pengawet atau eksipien lain, terutama 0,1%. Na Metabisulfit Zat aktif untuk sediaan mata ada yang dapat teroksidasi oleh udara. Untuk itu kadang dibutuhkan antioksidan. Antioksidan yang digunakan dalam sediaan ini adalah Na metabisulfit atau Na sulfit dengan konsentrasi sampai 0,3%. Dapar fosfat pH7 Secara ideal, larutan obat mata mempunyai pH dan isotonisitas yang sama dengan air mata. Hal ini tidak selalu dapat dilakukan karena pada pH 7,4 banyak obat yang tidak cukup larut dalam air. sebagian besar garam alkaloid mengendap sebagai alkaloid bebas pada pH ini. Selain itu banyak obat tidak stabil secara kimia pada pH mendekati 7,4 (FI III, 13). Tetapi larutan tanpa dapar antara pH 3,5 10,5 masih dapat ditoleransi walaupun terasa kurang nyaman. Di luar rentang pH ini dapat terjadi iritasi sehingga mengakibatkan peningkatan lakrimasi . Rentang pH yang masih dapat

ditoleransi oleh mata menurut beberapa pustaka : 4,5 9,0 menurut AOC ; 3,5 8,5 menurut FI IV (Anonim,1995).

B. Preformulasi Neomisin Sulfat Sinonim : Neomicyni sulfas

Berat Molekul : 614.6 Rumus molekul : C23H46N6O13.H2SO4 Pemerian : serbuk putih agak kuning / padatan kering mirip es, tidak berbau / praktis tak berbau, higroskopis, larutan memutar bidang polarisasi ke kanan. Kelarutan : mudah larut dalam air (1:1), sangat sukar larut dalam etanol, tidak

larut dalam aseton, kloroform dan eter pH Stabilitas : 10% larutan dalam air mempunyai pH 5 -7,5 :

Neomisin merupakan kationik dan menjadi bentonit jika berikatan, bisa memecah emulsi jika dengan adanya Na lauril sulfa dan mengendap dengan adanya gom (Martindale:1188). Neomisin peka terhadap oksidasi udara. Setelah penyimpanan selama 24 bulan tidak terjadi kehilangan potensi (masih 99% dari potensi asli). Serbuk neomisin sulfat stabil selama tidak kurang dari3 tahun pada suhu 20C. Neomisin sulfat dapat juga dipanaskan pada suhu 110C selama 10 jam (yakni selama sterilisasi kering), tanpa kehilangan potensinya, meskipun terjadi perubahan warna. Neomisin cukup stabil pada kisaran pH 2,0 sampai 9,0. Menunjukkan aktivitas optimumnya pada kira-kira pH 7,0 (Connors hal 525-532). Inkomtabilitas : tidak bercampur dengan substansi anionik dalam larutan, bisa menimbulkan endapan, juga pada krim yang mengandung Na lauril sulfat. Tidak bercampur dengan garam cephalotin dan garam novobiocin (Martindale;1188). Farmakologi : Aktifitasnya adalah bakterisid dengan menembus dinding bakteri dan mengikat diri pada ribosom didalam sel. Secara topikal digunakan unuk

konjungtivitis dan otitis media. Penggunaan sebagai antibiotik pada infeksi mata biasanya 0,35 % dan 0,5 %. Dosis : 0.35-0.5 % untuk mata (Martindale,1982).

Benzalkonium klorida Sinonim BM : Pemerian : gel kental atau potongan seperti gelatin, putih atau putih kekuningan. : Benzalkonii Chloridum

Biasanya berbau aromatik lemah. Larutan dalam air berasa pahit, jika dikocok sangat berbusa dan biasanya sedikit alkali. Kelarutan : sangat mudah larut dalam air dan etanol, bentuk anhidrat mudah larut

dalam benzena dan agak sukar larut dalam eter. Dosis : 0.01-0.1 % (Anonim,1995).

Na Metabisulfit Sinonim : Dinatrium pirosulfit

Berat Molekul : 190,10 Rumus kimia : Na2S2O5 Pemerian : hablur putih atau serbuk hablur putih kekuningan, berbentuk kristal prisma atau serbuk kristal berwarna putih hingga putih kecoklatan yang berbau sulfur dioksida dan asam. Kemurnian : natrium metabisulfit mengandung sejumlah Na2S2O5, setara dengan : agak mudah larut dalam etanol, mudah larut dalam gliserin, dan

tidak kurang dari 65 % dan tidak lebih dari 67.4 % SO2. Kelarutan sangat mudah larut dalam air Wadah : dalam wadah terisi penuh, tertutup rapat dan hindarkan dari panas

yang berlebihan (Anonim,1995).

Dapar fosfat pH7 Harga pH mata sama dengan darah, yaitu 7,4. Pada pemakaian tetesan biasa, larutan yang nyaris tanpa rasa nyeri adalah larutan dengan pH 7,3 9,7. Namun, daerah pH 5,5 11,4 masih dapat diterima. Dapar fosfat, kapasitasnya tinggi di daerah alkalis. Natrium Klorida Sinonim : natrii chloridum

Berat Molekul : 58.44 Pemerian asin. pH Kelarutan :: mudah larut dalam air; sedikit lebih mudah larut dalam air mendidih; : hablur bentuk kubus, tidak berwarna atau serbuk hablur putih, rasa

larut dalam gliserin; sukar larut dalam etanol. Wadah : dalam wadah tertutup baikPenandaan : cantumkan pada etiket, jika

dimaksudkan untuk penggunaan hemodialisa (Anonim,1995). C. Pendekatan Formulasi Neomisin sulfat : sebagai zat aktif yang aktifitasnya adalah bakterisid dengan

menembus dinding bakteri dan mengikat diri pada ribosom didalam sel. Secara topikal digunakan unuk konjungtivitis dan otitis media. Penggunaan sebagai antibiotik pada infeksi mata biasanya 0,35 % dan 0,5 %. Dosis : 0.35-0.5 % untuk mata. Benzalkonium klorida : sebagai bahan pengawet yang dapat mencegah

perkembangan mikroorganisme yang mungkin terdapat selama penggunaan tetes mata. Isotonisitas dengan Sekresi Lakrimal. Na metabisulfit : digunakan untuk oksidasi obat. Banyak obat mata dengan

segera dioksidasi dan biasanya dalam beberapa kasus termasuk bahan pereduksi. Natrium metabisulfit dalam konsentrasi 0,1% umumnya digunakan untuk tujuan ini. Dapar Fosfat pH 7. Salah satu maksud pendaparan larutan obat mata adalah

untuk mencegah kenaikan pH yang disebabkan pelepasan lambat ion hidroksil dari wadah kaca. Kenaikan pH dapat mengganggu kelarutan dan stabilitas obat. Penambahan dapar dalam pembuatan obat mata harus didasarkan pada beberapa

pertimbangan tertentu. Air mata normal memiliki pH lebih kurang 7,4 dan mempunyai kapasitas dapar tertentu. Natrium Klorida (NaCl) : untuk mencapai tekanan osmotik yang sesui dengan

larutan tetes mata. Sebagai larutan pengisotonis agar sediaan setara dengan 0,9% larutan NaCl, dimana larutan tersebut mempunyai tekanan osmosis yang sama dengan cairan tubuh. Natrium merupakan kation mayor dalam cairan ekstraseluler. Fungsinya adalah pengontrol distribusi air, cairan keseimbangan elektrolit dan tekanan osmotik dari cairan tubuh. Aqua pro injeksi : sebagai pelarut dan pembawa karena bahan-bahan larut

dalam air. Alasan pemilihan : Karena digunakan untuk melarutkan zat aktif dan zatzat tambahan. D. Formulasi

R/

Neomisin sulfat 0,05 % Benzalkonium klorida 0.01 % Na metabisulfit 0,1 % Na edetat 0,1% Dapar fosfat pH 7 qs Aqua p.i ad 10 ml NaCl ad isotonis 0,7384% Pada pembuatan larutan steril dibuat sediaan obat tetes mata dengan bahan

aktif neomisin sulfat. Digunakan bentuk garam dari neomisin ini, agar dapat mudah larut dalam pembawa air. Obat tetes mata sebaiknya dalam bentuk larutan agar dapat dengan mudah berpenetrasi dan bercampur dengan cairan lakrimal mata. Neomisin sulfat sendiri bersifat bakterisid dengan menembus dinding bakteri dan mengikat diri pada ribosom dalam sel. Secara topikal digunakan untuk konjungtivitis dan otitis media. Penggunaan sebagai antibiotik pada infeksi mata biasanya 0.35 % - 0.5 %. Pada formulasi digunakan beberapa bahan tambahan selain pelarut aqua pro injeksi. Bahan-bahan tersebut adalah Benzalkonium klorida, sodium bisulfit, Dinatrium fosfat, Kalium difosfat, dan NaCl. Karena komponen terbesar dari sediaan adalah air dan obat tetes mata dibuat dalam volume yang agak banyak yaitu 10 ml sehingga

pemakaiannya berulang-ulang, maka pengawet sangat diperlukan. Benzalkonium adalah pengawet yang paling umum digunakan untuk sediaan obat mata karena aman, stabilitas pada rentang yang luas dan keefektifannya sebagai anti mikroba. Selain itu, ditambahkan pula sodium bisulfit untuk mencegah oksidasi pada saat sterilisasi dengan menggunakan autoklaft. Sodium bisulfit bekerja efektif pada rentang pH yang diinginkan dalam sediaan ini yatu 6-7. Untuk mempertahankan pH sediaan, digunakan kombinasi antara Dinatrium fosfat, Kalium difosfat. Cairan mata memiliki rentang pH yang luas, namun untuk lebih baik lagi apabila sediaan memiliki pH netral. Bahan aktifpun tetap stabil pada pH netral. Dihitung penggunaan kedua komponen diatas seperti yang terdapat pada bab sebelumnya. Diharapkan bahan tersebut dapat mempertahankan pH sediaan selama disimpan hingga sediaan tidak digunakan lagi. Sediaan tetes mata juga harus isotonis dengan cairan air mata. Setelah dihitung keekivalensian tiap bahan terhadap NaCl 0,9 % sebagai patokan larutan yang isotonis, Sterilisasi Zat/sediaan dikhawatirkan terkontaminasi oleh adanya mikroorganisme. Agar sediaan steril terhindar dari mikroorganisme Dilakukan proses sterilisasi : sterilisasi aseptis Sterilisasi akhir Karena pada umumnya pembuatan tetes mata steril didasarkan pada kondisi kerja aseptik. maka dalam formulasi harus ditambahkan 75,4 mg NaCl.

Cara sterilisasi yang digunakan adalah sterilisasi akhir dengan autoklaft pada suhu 115oC. Dalam pengerjaan sebisa mungkin dilakukan secara aseptis. Pertama tama dibuat API bebas CO2 dan O2 dengan cara aquadest didihkan selama 40 menit. Lalu ditimbang zat aktif dan zat tambahan, yang dimasukkan kedalam gelas vial (kaca arloji dibilas 2 kali dengan Aqua pro injeksi secukupnya). Kemudian larutkan neomisin sulfat dengan Aqua pro injeksi, lalu bilas dengan Aqua pro injeksi. Kemudian larutkan Na metabisulfit dengan Aqua pro injeksi, lalu bilas dengan Aqua pro injeksi. Lalu larutkan Benzalkonium klorida dengan Aqua pro injeksi, lalu bilas

dengan Aqua pro injeksi. Setelah itu dituangkan aqua pro injeksi secukupnya untuk membasahi kertas saring lipat yang akan digunakan. Lalu lakukan kalibrasi di beker glass dan di botol plastik (wadah). Lalu larutan zat dituangkan ke dalam gelas ukur, catat volume larutan. Kemudian larutan disaring dan dilakukan pengecekan pH sebelum penambahan API hingga volume yang diinginkan. Setelah sediaan jadi, diperoleh larutan yang bening. Sediaan dimasukkan ke dalam wadah dan kemudian disterilisasi akhir dengan autoklaft pada suhu 115oC selama 30 menit. Setelah penyimpanan sediaan selama 2 minggu, dilakukan eveluasi terhadap sediaan. Diperoleh larutan yang bening dan setelah dicek pH sediaan diperoleh pH antara 6-7. pH tersebut sesuai persyaratan sediaan yaitu 6,5 - 7,5. Ternyata buffer yang digunakan dapat mempertahankan pH sediaan sesuai yang diinginkan. Tidak terjadi kebocoran wadah, dan wadah masih dalam keadaan tertutup rapat ( Ansel, 1989). Cara kerja autoklaf adalah menggunakan uap panas dengan suhu 121oC selama 15 menit pada tekanan 1 atm. Sterilisasi uap tergantung pada : (1) alat/bahan harus dapat ditembus uap panas secara merata tanpa mengalami kerusakan (2) Kondisi steril harus bebas udara (vacum) (3) Suhu yang terukur harus mencapai 121oC dan dipertahankan selama 15 menit. Untuk sediaan obat steril yang volumenya kurang dari 100ml dilakukan sterilisasi 115 116 selama 30 menit sedangkan untuk sediaan yang volumenya lebih dari 100 ml dilakukan sterilisasi dilakukan sampai seluruh isi berada dalam suhu 115 116 dengan waktu 30 menit. Bahan/alat yang tidak dapat disterilisasi dengan uap panas adalah serum, vitamin, antibiotik, dan enzim, pelarut organik, seperti fenol, buffer dengan kandungan detergen, seperti SDS. Erlenmeyer hanya boleh diisi media maksimum dari total volumenya. Prosedur dalam penggunaan autoklaf: - Pelajari bagian-bagian autoklaf dan fungsinya masing-masing - Tuangkan air suling ke dalam autoklaf hingga batas yang dianjurkan

- Masukkan alat/bahan yang akan diserilkan, ditata sedemikian rupa sehingga uap air secara merata dapat menembus alat/bahan yang akan disterilkan tersebut. - Tutup autoclave dan hidupkan alat. Perhatikan tahap kenaikan suhu dan tekanan pada autoclave. Tunggu hingga alat mencapai suhu 121oC selama 15 menit. Autoclave akan otomatis membunyikan alarm, jika proses sterilisasi sudah selesai. - Hindari membuka tutup autoclave begitu proses sterilisasi selesai, tunggu sampai tekanan dan suhunya turun. Bagian-bagian autoklaf antara lain : 1. Tombol pengatur waktu mundur (timer) 2. Katup pengeluaran uap 3. pengukur tekanan 4. kelep pengaman 5. Tombol on-off 6. Termometer 7. Lempeng sumber panas 8. Aquades (dH2O) 9. Sekrup pengaman 10. batas penambahan air Mekanisme penghancuran bakterioleh autoklaf adalah karena terjadinya denaturasi dan koagulasi beberapa protein esensial organisme tersebut. Adanya uap air yang panas dalam sel mikroba menimbulkan kerusakan pada temperature yang relative rendah. Karena tidak mungkin untuk mendapatkan uap air dengan temperatur diatas 100C pada kondisi atmosfer, maka tekanan digunakan untuk mencapai temperature yang lebih tinggi. Ditemukan bahwa bukan tekanan yang

menghancurkan mikroba, tetapi temperature, tekanan digunakan untuk meningkatkan temperatur. Waktu juga merupakan factor penting dalam penghancuran mikroba oleh panas. Waktu yang dibutuhkan oleh uap air untuk menembus beban yang disterilkan berbeda-beda tergantung pada sifat beban yang disterilkan, dan waktu pemaparan harus diatur untuk memperhitungkan masa laten ini.

Tekanan uap air yang lazim, temperature yang dapat dicapai dengan tekanan tersebut, dan penetapan waktu yang dibutuhkan untuk sterilisasi sesudah system mencapai temperatur yang ditentukan, adalah sebagai berikut : Tekanan 10 pound (115,5C), untuk 30 menit Tekanan 15 pound (121,5C), untuk 20 menit Tekanan 20 pound (126,5C), untuk 15 menit. Karena proses sterilisasi ini tergantung pada adanya kelembapan dan temperatur yang ditingkatkan, maka udara dikeluarkan dari ruang autoklaf ketika proses sterilisasi mulai. Karena campuran udara dengan uap air akan menghasilkan temperature yang lebih rendah daripada hanya uap air saja pada tekanan yang sama. Sebagai contoh, pada tekanan 15 pound temperature uap air jenuh adalah 121,5C, sedangkan campuran sama banyak udara dan uap air hanya akan mencapai temperature kurang lebih 112C (Ansel, 1989). Pada umumnya metode sterilisasi ini digunakan untuk sediaan farmasi dan bahan-bahan yang dapat tahan terhadap temperature yang dipergunakan dan penembusan uap air, tetapi tidak timbul efek yang tidak dikehendaki akibat uap air tersebut. Pada sterilisasi larutan air dengan metode ini, uap air sudah ada, dan semua itu dibutuhkan yaitu peningkatan temperature larutan untuk waktu yang telah ditentukan. Dengan demikian larutan yang dikemas dalam wadah tertutup rapat, seperti ampul mudah disterilkan dengan cara ini. E. Evaluasi Sediaan Evaluasi yang seharusnya dilakukan pada larutan obat tetes mata adalah sebagai berikut: 1. Evaluasi fisika: pH, volume sediaan dalam wadah, bahan partikulat, uji kebocoran, uji kejernihan dan warna. 2. Evaluasi kimia: penetapan kadar, identifikasi 3. Evaluasi biologis: Uji sterilitas, uji pirogen, uji endotoksin bakteri. 4. Pengemasan dan penyimpanan 5. Penandaan

Karena keterbatasan waktu dan alat evaluasi yang dilakukan hanya evaluasi fisika masing-masing evaluasinya didapatkan: a. pH larutan, larutan obat tetes mata yang dibuat mempunyai pH 7 syarat sediaan tetes mata adalah antara rentang pH 5-7,5. b. Bahan partikulat, dalam larutan tidak ada bahan partikulat. c. Uji kejernihan, larutan yang dihasilkan tetap jernih dalam penyimpanan. d. Warna larutan bening, tidak terjadi perubahan warna larutan dalam penyimpanan. F. Desain Kemasan

G. Informasi Obat

DAFTAR PUSTAKA Anief, Moh. 2004. Ilmu Meracik Obat. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press. Ansel, Howard C. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Jakarta : UIPress Anonim. 1979. Farmakope Indonesia, Edisi III, Depkes RI, Jakarta. Anonim. 1995. Farmakope Indonesia, Edisi IV, Depkes RI, Jakarta. Jenkins, G.L. 1969. Scovilles:The Art of Compounding. USA : Burgess Publishing Co Martindale. 1982. The Extra Pharmacopoeia 28th edition. London : The Pharmaceutical Press. Remington, J. P. 1975. The Science and Practice of Pharmacy Twentieth Edition. Mack Publishing Co. Taketomo, Carol K. 2011. Pediatric Dosage Handbook 8th edition. USA : American Pharmaceutical Association. Wade, Ainley and Paul J Weller. 1994. Handbook of Pharmaceutical excipients 28th edition. London : The Pharmaceutical Press

Anda mungkin juga menyukai