Anda di halaman 1dari 10

SALEP MATA

I. Tujuan Praktikum
Mengetahui dan menguasai komponen serta pembuatan salep mata dengan beberapa
basis secara steril.

II. Dasar teori


Obat biasanya dipakai pada mata untuk maksud efek lokal pada pengobatan
bagian permukaan mata atau pada bagian dalamnya. Karena kapasitas mata untuk menahan
atau menyimpan cairan dan salep terbatas, pada umumnya obat mata diberikan dalam
volume kecil. Preparat cairan sering diberikan dalam bentuk sediaan tetes dan salep dengan
mengoleskan salep yang tipis pada pelupuk mata.
Menurut Farmakope Indonesia Edisi IV yang dimaksud dengan salep mata adalah
salep yang digunakan pada mata, sedangkan menurut BP 1993, salep mata adalah sediaan
semisolida steril yang mempunyai penampilan homogen dan ditujukan untuk pengobatan
konjungtiva. Salep mata digunakan untuk tujuan terapeutik dan diagnostik, dapat
mengandung satu atau lebih zat aktif (kortikosteroid, antimikroba (antibakteri dan
antivirus), antiinflamasi nonsteroid dan midriatik) yang terlarut atau terdispersi dalam basis
yang sesuai. Salep mata dapat mengandung satu atau lebih zat aktif yang terlarut atau
terdispersi dalam basis yang sesuai. Basis yang umum digunakan adalah lanolin, vaselin,
dan parafin liquidum serta dapat mengandung bahan pembantu yang cocok seperti anti
oksidan, zat penstabil, dan pengawet.
Basis salep mata seperti Simple Eye Ointmen BP1988 dapat digunakan untuk
memberikan efek lubrikasi. Salep mata harus steril dan praktis bebas dari kontaminasi
partikel dan harus diperhatikan untuk memelihara stabilitas sediaan selama “shelf-life”-nya
dan sterilitas selama pemakaian. Penyiapan dari salep mata harus berlangsung untuk
menjamin kemurniaan secara mikrobiologis yang dibutuhkan di bawah persyaratan aseptis
(Anief,2000)
Salep mata harus memenuhi uji sterilitas sebagaimana yang tertera pada compendia
resmi. Zat obat ditambahkan ke dalam dasar salep, baik dalam bentuk larutan maupun dalam
bentuk serbuk halus sekali sampai ukuran mikron. Pada pembuatan salep mata harus
diberikan perhatian khusus. Sediaan dibuat dari bahan yang sudah disterilkan dengan
perlakuan aseptik yang ketat serta memenuhi uji sterilitas.Salep mata harus mengandung
bahan atau campuran bahan yang sesuai untuk mencegah pertumbuhan atau memusnahkan
mikroba yang mungkin masuk secara tidak sengaja bila wadah dibuka pada waktu
penggunaan; kecuali dinyatakan lain dalam monografi atau formulanya sendiri sudah
bersifat bakteriostatik. Zat antimikroba yang dapat digunakan antara lain : klorbutanol
dengan konsentrasi 0,5 % , paraben dan benzalkonium klorida dengan konsentrasi 0,01 –
0,02 %.(Depkes RI, 1995).
Pembuatan salep mata harus steril serta berisi zat antimicrobial preservative,
antioksidan, dan stabilizer. Menurut USP edisi XXV, salep berisi chlorobutanol sebagai
antimicrobial dan perlu bebas bahan partikel yang dapat membahayakan jaringan mata.
Sebaliknya, dari EP (2001) dan BP (2001) ada batasan ukuran partikel, yaitu setiap 10
mikrogram zat aktif tidak boleh mempunyai partikel > 90 nm, tidak boleh lebih dari 2 yang
memiliki ukuran partikel > 50 nm, dan tidak boleh lebih dari 20,25 nm (Lukas, 2006).
Keuntungan utama suatu salep mata dibandingkan larutan untuk mata adalah waktu
kontak antara obat dengan mata yang lebih lama. Sediaan salep mata umumnya dapat
memberikan bioavailabilitas lebih besar daripada sediaan larutan dalam air yang ekuivalen.
Hal ini disebabkan karena waktu kontak yang lebih lama sehingga jumlah obat yang
diabsorbsi lebih tinggi. Satu kekurangan bagi pengguna salep mata adalah kaburnya
pandangan yang terjadi begitu dasar salep meleleh dan menyebar melalui lensa mata (Ansel,
2008).
Dasar salep yang dipilih tidak boleh mengiritasi mata, memungkinkan difusi obat
dalam cairan mata dan tetap mempertahankan aktivitas obat dalam jangka waktu tertentu
pada kondisi penyimpanan yang tepat (Depkes RI, 1995). Dasar salep yang dimanfaatkan
untuk salep mata harus memiliki titik lebur atau titik melumer mendekati suhu tubuh, tidak
menimbulkan alergi, serta tidak bersifat hidrofilik sehingga tidak mudah tercuci oleh air
mata. Dalam beberapa hal campuran dari petrolatum dan cairan petrolatum (minyak
mineral) digunakan sebagai dasar salep mata (Ansel, 2008). Kadang-kadang zat yang
bercampur dengan air seperti lanolin ditambahkan kedalamnya. Hal ini memungkinkan air
dan obat yang tidak larut dalam air bartahan selama sistem penyampaian obat (Ansel,2008).
Basis salep mata seperti Simple Eye Ointmen BP1988 dapat digunakan untuk memberikan
efek lubrikasi. Basis yang umum digunakan adalah lanolin, vaselin, dan paraffin liquidum.
.
Basis atau bahan dasar salep mata sering mengandung vaselin, dasar absorpsi atau
dasar salep larut air. Vaselin merupakan dasar salep mata yang banyak digunakan. Beberapa
bahan dasar salep yang dapat menyerap air, bahan dasar yang mudah dicuci dengan air dan
bahan dasar larut dalam air dapat digunakan untuk obat yang larut dalam air. Bahan dasar
salep seperti ini memungkinkan dispersi obat larut air yang lebih baik, tetapi tidak boleh
menyebabkan iritasi pada mata (Depkes RI, 1995). Semua bahan yang dipakai untuk salep
mata harus halus, tidak enak dalam mata. Salep mata terutama untuk mata yang luka,
haruslah steril dan diperlukan syarat-syarat yang lebih teliti.

III. ALAT DAN BAHAN


Alat Bahan
● Cawan penguap ● Chloramfenicol
● Tube salep ● Parafin liq
● Mortir dan Stamper ● Adeps lanae
● Kaca arloji ● Vaselin flavum
● Oven ● Hidrocortison asetat
● Sudip ● Cetyl alkohol

IV. CARA KERJA


A. Formula Salep Mata Chloramfenicol
R/ Chloramfenicol 1%
Basis ad 10

Basis salep
R/ Parafin Liq 10
Adeps lanae 10
Vaselin flavum 80

Catatan :
Penimbangan dosis dilebihkan 20%

Cara Pembuatan :

MensterilkanCawan penguap, pot salep pada suhu 1700C SELAMA 30 menit

Mensterilkan sudip yang sudah dimasukkan perkamen dalam uap air yang mengalir selama 30
menit

Mensterilkan mortir dan stamfer dengan dibakar menggunakan alkohol

Melarutkan Atropin Sulfat dengan aquadest steril dalam beaker glass


Menimbang basis salep dalam cawan penguap dengan urutan :

1. Vaseline flavum
2. Adeps lanae
3. Paraffin liquid

Kemudian basis ditutup dengan arloji, disterilkan dioven pad suhu 1700C selama 60 menit, kemudian
disaring di inkas yang sudah di sterilkan lalu diaduk sampai dingin

Mengeluarkan basis dari mortir lalu dipindahkan ke kaca arloji sebagai tutup tadi

Menimbang zat aktif dengan kaca arloji, masukkan ke dalam mortir

Menimbang basis sesuai yang dibutuhkan, lalu masukan ke dalam mortar sedikit demi sedikit sambil
diaduk ad homogen

Kemudian masukan pada medium tioglikolat

B. Formula Salep Mata Hidrocortison Asetat


R/ Hidrocortison Asetat 0.1%
Basis ad 10

Basis salep
R/ Cetyl alcohol 2.5
Adeps lanae 6
Vaselin flavum 51,5
Parafin liq ad 100

Catatan :
Penimbangan dosis dilebihkan 20%
Cara Pembuatan

MensterilkanCawan penguap, pot salep pada suhu 1700C SELAMA 30 menit

Mensterilkan sudip yang sudah dimasukkan perkamen dalam uap air yang mengalir selama 30
menit

Mensterilkan mortir dan stamfer dengan dibakar menggunakan alkohol

Menimbang basis salep dalam cawan penguap dengan urutan :

1. Vaseline flavum
2. Adeps lanae
3. Cetyl alkohol
4. Paraffin liquid

Kemudian basis ditutup dengan arloji, disterilkan dioven pad suhu 1700C selama 30 menit, kemudian
disaring di inkas yang sudah di sterilkan lalu diaduk sampai dingin

Mengeluarkan basis dari mortir lalu dipindahkan ke kaca arloji sebagai tutup tadi

Menimbang zat aktif dengan kaca arloji, masukkan ke dalam mortir

Menimbang basis sesuai yang dibutuhkan, lalu masukan ke dalam mortar sedikit demi sedikit sambil
diaduk ad homogen

Kemudian masukan pada medium tioglikolat


C. Uji Sterilitas
I. Pembuatan medium uji sterilitas

Menimbang 5,95 g serbuk thioglycolate medium USP, larutkan dengan aquadest


mendidih,aduk hingga larut dan homogen

Memasukkan medium thioglycolate dalam 5 tabung reaksi (masing” 2 ml), kemudian


tabung reaksi ditutup/disumbat dengan kapas

Sterilisasi dengan autoclave 121°C selama 15 menit

II. Pengambilan sampel sediaan untuk uji sterilitas

Preparasi uji sterilitas dilakukan di dalam ruang steril(di bawah laminar air flow yang telah
disiapkan, atau jika tidak ada di entkas yang sudah dibersihkan dengan alkohol 70 % dan
diuapi dengan formalin)

Menyiapkan 4 tabung reaksi yang berisi medium thioglycolate yang sudah disterilkan, beri
label nomor 1-4

Penjelasan tabung reaksi:

- Tabung 1: kontrol sterilitas media thioglycolate


- Tabung 2: kontrol sterilitas ruangan(entkas)
- Tabung 3: kontrol sterilitas sampel tetes mata atropin sufat
- Tabung 4: kontrol sterilitas sampel larutan pencuci mata ZnSO4
- Inkubasi dan catat hasil uji sterilitasnya sampai dengan 7 hari
V. Hasil Percobaan
 R/ Chloramfenikol 1% x 10 = 0.1
Basis ad 10 – 0.1 = 9.9 x 20% = 1.98 + 9.9 = 11.88

Basis salep
R/ Adeps lanae 10/100 x 11.88 = 1.188
Vaselin flavum 80/100 x 11.88 = 9.504
Parafin liq 10/100 x 11.88 = 1.188

 R/ Hidrocortison Asetat 0.1% = 0.01


Basis ad 10 – 0.01 = 9.99 x20% = 1.998 + 9.99 = 11, 988

Basis salep
R/ Cetyl alcohol 2.5/100 x 11,958 = 0,2997
Adeps lanae 6/100 x 11,988 = 0,71928
Vaselin flavum 51,5/100 x 11,988 = 6, 17382
Parafin liq 11.988 – 71928 = 4.7952

No Tabung Jernih Tidak

1 Media 

2 Ruangan 

3 Kloramfenikol 

4 Hidrokortison 

VI. Pembahasan
Pada praktikum kali ini kita membuat 2 sediaan steril yakni salep mata dengan zat
aktif Chloramfenicol 1% dan Hidrocortison asetat 0,1%.
Hal yang pertama yang dilakukan adalah melakukan sterilisasi terhadap alat – alat
yang akan digunakan pada praktikum kali ini. Meliputi, tube salep mata, gelas ukur, beaker
glass, erlenmeyer, batang pengaduk, dan corong. Di sterilkan dengan oven pada suhu 170°C
selama 30 menit. Setelah mensterilkan semua alat yang akan dipakai barulah melanjutkan
proses pembuatan salep yang semuanya dilakukan di dalam ‘in case’ untuk menghindari
adanya kontaminasi.
Pertama pembuatan salep mata Chloramfenicol 1% dilakukan penimbangan bahan
yang dilebihkan 20% karena ada penyaringan dalam proses pembuatan. Pembuatan sediaan
obat setelah dilakukan penimbangan masing-masing bahan, kemudian dilakukan peleburan
basis pada cawan porselen yang. Peleburan dilakukan menggunakan pemanasan kering pada
oven dengan suhu 170°C selama 30 menit sampai seluruh basis melebur sempurna.
Peleburan ini juga berfungsi untuk sterilisasi bahan di mana vaselin yang mengandung
kolesterol (lemak bulu domba) dapat disterilkan menggunakan udara panas tanpa
mengurangi kualitasnya. Kemudian disaring dengan kain kasa steril berfungsi sebagai
penyaring (filter) basis salep agar diperoleh basis salep yang halus dan bebas dari partikel-
partikel pengotor sehingga pada pemakaiannya tidak akan menimbulkan iritasi pada
jaringan mata. Setelah itu dilakukan pencampuran bahan aktif dengan basis. Pencampuran
dilakukan pada saat basis masih dalam keadaan panas karena apabila dibiarkan sampai
dingin maka basis akan mengeras perlahan. Pada monografi tercantum bahwa kloramfenikol
sukar larut dalam air, mudah larut dalam propilen glikol, aseton, dan etil asetat. Dalam hal
ini penggunaan propilen glikol sebagai pelarut dalam formulasi salep mata dihindari karena
propilen glikol memiliki daya osmotik yang dapat merangsang mata serta bersifat iritan bagi
mata. Sehingga sebagai pengatasannya dilakukan penggerusan kloramfenikol terlebih
dahulu di dalam mortir hingga halus, baru ditambahkan basis sedikit demi sedikit hingga
untuk menjamin kehomogenitasan sediaan, kloramfenikol digerus terlebih dahulu di dalam
mortir untuk memperoleh ukuran partikel kloramfenikol yang lebih kecil sehingga nantinya
akan dapat terdispersi homogen dalam basis. Pada saat penggerusan, kloramfenikol dapat
bercampur dengan basis dan diperoleh campuran semisolid yang homogen dan berwarna
kuning.
Permasalahan yang muncul dalam pembuatan sediaan ini adalah sifat kloramfenikol
yang tidak larut air sehingga untuk menghasilkan sediaan yang homogen maka
kloramfenikol terlebih dahulu digerus dalam mortir dan dilarutkan dalam basis berlemak.
Sediaan akhir yang diperoleh praktikan bertekstur halus dan berwarna kuning. Keuntungan
utama salep mata dibandingkan larutan untuk mata adalah adanya penambahan waktu
kontak antara obat dengan mata. Waktu kontak antara obat dengan mata 2 sampai 4 kali
lebih besar apabila digunakan salep dibandingkan tetes mata sedangkan kekurangan salep
mata adalah kaburnya pandangan yang terjadi begitu dasar salep meleleh dan menyebar
melalui lensa mata.
Kedua, pembuatan salep mata Hidrocortison asetat 0,1% dilakukan penimbangan
bahan yang dilebihkan 20% karena ada penyaringan dalam proses pembuatan. Pembuatan
sediaan obat setelah dilakukan penimbangan masing-masing bahan, kemudian dilakukan
peleburan basis pada cawan porselen yang. Peleburan dilakukan menggunakan pemanasan
kering pada oven dengan suhu 170°C selama 30 menit sampai seluruh basis melebur
sempurna. Zat aktif Hidrocortison asetat yang digunakan sebanyak 0,1 % sedangkan basis
yang digunakan ada 3 macam yaitu adeps lanae, vaselin flavum, dan paraffin cair. Selain
sebagai basis salep, adeps lanae berfungsi sebagai emulgator yang dapat menyerap air dan
memiliki efek melembutkan sehingga memudahkan untuk kontak dengan cairan mata.
Vaselin flavum (vaselin kuning) merupakan basis salep petrolatum yang titik lebur
atau titik melumernya mendekati suhu tubuh, sehingga dengan demikian basis ini baik
digunakan sebagai basis salep mata. Pemilihan basis vaselin flavum karena vaselin ini tidak
mengalami proses pemutihan (bleaching) yang dikhawatirkan masih mengandung
sesepora bahan pemutih yang tertinggal dalam masa vaselin tersebut. Vaselin yang
digunakan harus mengandung pengotor seminimal mungkin. Dengan demikian
kemungkinan teroksidasinya senyawa ini menjadi lebih kecil. Oleh karena itu tidak
diperlukan penambahan antioksidan. Sedangkan jika digunakan vaselin album maka sudah
mengalami proses pemutihan (bleaching) yang ditambahkan asam kuat dan juga masih
mengandung banyak sesepora bahan pemutih, sehingga masih banyak mengandung
pengotor. Selain itu karena basis salep yang digunakan Hidrokarbon, maka dapat
memperpanjang waktu kontak dengan mata dan lebih aman digunakan untuk organ mata
yang sensitif.
Paraffin cair merupakan campuran hidrokarbon padat yang dimurnikan yang
diperoleh dari minyak tanah. Tujuan penambahan bahan ini karena Paraffin cair berguna
untuk memperbaiki konsistensi basis sehingga lebih lunak dan memudahkan penggunaan.
Proses pembuatan salep mata Hidrocortison asetat 0,1% sama dengan pembuatan
salep mata Chloramfenicol 1% hanya beda dengan penambahan cetyl alcohol yakni sebagai
bahan peningkat viskositas. Salep mata membutuhkan peningkat viskositas agar kontak
dengan mata lebih lama.
Setelah membuat sediaan tersebut maka dilakukan uji strelitas sediaan salep mata
unyuk mengetahui bahwa sediaan yang kita buat streil atau tidak. Uji sterilitas bermanfaat
untuk mengetahui validitas proses sterilisasi dan melakukan kontrol kualitas sediaan steril.
Uji ini harus direncanakan dengan baik untuk menghindari hasil positif palsu. Positif palsu
dapat terjadi karena kontaminasi lingkungan maupun kesalahan yang dilakukan oleh
personil. Lingkungan harus didesain sesuai dengan persyaratan ruang steril yang telah
ditetapkan oleh Farmakope terutama mengenai jumlah mikroorganisme maupun jumlah
partikel yang hidup di udara. menumbuhkan mikroorganisme yang dapat berupa jamur
maupun bakteri. Uji sterilisasi menurut Farmakope Indonesia Edisi IV dapat dilakukan
dengan dua prosedur pengujian yang terdiri dari metode inokulasi langsung ke dalam media
uji dan metode teknik filtrasi membran.
Media berfungsi untuk menumbuhkan mikroba, isolasi, memperbanyak jumlah,
menguji sifat-sifat fisiologi dan perhitungan jumlah mikroba, dimana dalam proses
pembuatannya harus disterilisasi dan menerapkan metode aseptis untuk menghindari
kontaminasi pada media. Dalam Farmakope Edisi IV, disebutkan terdapat 3 media yang
dapat digunakan dalam uji sterilitas sediaan, yaitu media tioglikolat cair, media tioglikolat
alternatif (untuk alat yang mempunyailumen kecil), dan Soybean-Casein Digest Medium.
Pada praktikum kali ini uji sterilitas menggunakan metode inokulasi langsung kedalam
media uji dan media yang digunakan adalah tioglikolat cair. Jadi sediaan yang telah dibuat
diambil sampel sebanyak ± 2ml kemudian dicampurkan dengan media yang telah dibuat
dalam tabung rx kemudian di inkubasi selama 1 minggu. Hasil yang diperoleh setelah 7 hari
diinkubasi tidak terdapat kekeruhan pada tabung sediaan salep mata Chloramfenicol 1% dan
Hidrocortison asetat 0,1% serta pada tabung kontrol ruangan dan kontrol negatif tidak
terlihat adanya keruhan (steril), sehingga memenuhi persyaratan sediaan steril.

VII. Kesimpulan
Dari praktikum diatas dapat kami simpulkan bahwa sediaan salep mata
Chloramfenicol dan Hydrocortison Asetat yang kami buat memenuhi syarat sebagai
sediaan salep mata dan asteril
Daftar Pustaka

Anief, M. 2000. Ilmu Meracik Obat Teori dan Praktik. Yogyakarta : Gadjah Mada University
Press.
Depkes RI. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta : Departemen Kesehatan Republik
Indonesia.
Ansel, H.C. 2008. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi Edisi Keempat. Jakarta : UI Press.
Lund, W. 1994. The Pharmaceutical Codex, Twelfth edition. London : The
Pharmaceutical Press.

Lampiran

Anda mungkin juga menyukai