Anda di halaman 1dari 26

Kata Pengantar

Puji syukur kehadiat Allah SWT yang telah memberi kekuatan dan kesempatan
kepada kami, sehingga makalah ini dapat di selesikan dengan waktu yang di harapkan
walaupun dalam bentuk yang sederhana, di mana makalah ini membahas tentang
“Askep TBC pada anak dan dewasa”dalam mata kuliah “SISTEM RESPIRASI” dan
kiranya makalah ini dapat meningkatkan pengetahuan kita khususnya pengertian akan
TBC itu sendiri.

Makalah ini tentu masih banyak kekurangannya, maka dari itu kami harapkan
kritik dan saran dari pembaca demi penyempurnaan makalah ini.

Penulis mengaharapkan semoga makalah ini bermanfaat bagi pembacanya


terutama bagi mahasiswa dan penulis itu sendiri dalam proses pembelajaran.

Pontianak, september 2016

Penyusun
Contents

DAFTAR ISI
Kata Pengantar .......................................................................................................................... 1
DAFTAR ISI ..................................................................................................................................... 2
BAB I .............................................................................................................................................. 3
Pendahuluan ............................................................................................................................. 3
A. Latar belakang ............................................................................................................... 3
B. Rumusan masalah ......................................................................................................... 4
BAB II ............................................................................................................................................. 5
PEMBAHASAN ........................................................................................................................... 5
A. Pengertian ..................................................................................................................... 5
B. Etiologi........................................................................................................................... 5
C. Patofisiologi ................................................................................................................... 6
D. Pathway ......................................................................................................................... 7
E. Komplikasi ..................................................................................................................... 8
F. Proses penularan ........................................................................................................... 8
G. Klasifikasi TB ................................................................................................................ 10
H. Manifestasi klinik......................................................................................................... 10
I. Perbedaan TB Anak dan Dewasa ................................................................................ 11
k. Pengobatan ................................................................................................................. 12
l. Proses keperawatan .................................................................................................... 16
BAB III .......................................................................................................................................... 25
PENUTUP ................................................................................................................................. 25
Daftar Pustaka ............................................................................................................................. 26
BAB I

Pendahuluan

A. Latar belakang
Penyakit tuberkolosis adalah penyakit yang sangat epidemik karena kuman
mikrobakterium tuberkulosa telah menginfeksi sepertiga penduduk dunia. Program
penanggulangan secara terpadu baru dilakukan pada tahun1955 melalui strategi DOTS
(directly observed treatment shortcourse chemoterapy), meskipun sejak tahun 1993
telah dicanangkan kedaruratan global penyakit tuberkolosis. Kegelishan global ini
didasarkan pada fakta bahwa pada sebagian besar negara di dunia, penyakit tuberkolosis
tidak terkendali, hal ini disebabkan banyak penderita yang tidak berhasil disembuhkan,
terutama penderita menular (BTA positif).
Pada tahun 2002, diperkirakan setiap tahun terjadi sekitar sembilan juta
penderita dengan kematian tiga juta orang. Dinegara-negara berkembang kematian
karena penyakit ini merupakan 25% dari seluruh kematian, yang sebenarnya dapat di
cegah. Diperkirakan 95% penyakit tuberkolosis berada di negara berkembang, 75%
adalah kelompok usia produktif (15-50 tahun). Tuberkulosis juga telah menyebabkan
kematian banyak terhadap wanita di bandingkan dengan kasus kematian karena
kehamilan, persalinan dan nifas.
Di indonesia pada tahun yang sama, hasil survei kesehatan rumah tangga
(SKRT) menunjukkan bahwa penyakit tuberkulosis merupakan penyebab kematian
nomor tiga setelah penyakit jantung dan penyakit infeksi saluran pernafasan pada semua
kelompok usia, dan nomor satu dari golongan penyakit infeksi. WHO memperkirakan
setiap tahun menjadi 583.000 kasus baru tuberkulosis dengan kematian sekitar 140.000.
secara kasar diperkirakan setiap 100.000 penduduk indonesia terdapat 130 penderita
baru tuberkulosis dengan BTA positif.
B. Rumusan masalah
Apa pengertian dari tuberkulosis?
Bagaimana penyakit tuberkulosis tertular?
Bagaimana penyakit tuberkulosis terjadi?
Bagaimana cara mencegah penyakit tuberkulosis?
C. Tujuan
a. Mengerti pengertian dari penyakit tuberkulosis.
b. Mengetahui cara penularan penyakit tuberlkulosis.
c. Mengetahui cara penyakit tuberkulosis terjadi.
d. Mengetahui cara mencegah penyakit tuberkulosis agar tidak terjadi.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian
Tuberkulosis adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh
“mycrobacterium tuberkulosis”. Kuman ini dapat menyerang semua bagian tubuh
manusia, dan yang paling sering terkena adalah organ paru (90%). (PPTI, 2004).

Tuberkulosis merupakan infeksi bakteri kronik yang disebabkan oleh


mycrobacterium tuberkulosis dan ditandai oleh pembentukan granuloma pada jaringan
yang terinfeksi dan oleh hipersensitivitas yang diperantarai sel (cell-mediated
hypersensitivity). Penyakit biasanya terletak di paru, tetapi dapat mengenai orang lain.
Dengan tidak adanya pengobatan yang efektif untuk penyakit yang aktif, biasa terjadi
perjalanan penyakit yang kronik, dan berakhir dengan kematian. (http://medis.web.id
/penyakit dalam/tuberkulosis).

B. Etiologi
Mycobacterium tuberkulosis basilus tuberkel, adalah satu di antara lebih dari
30 anggota genus mycobacterium yang dikenali dengan baik, maupun yang banyak
yang tidak tergolongkan. Bersama dengan kuman yang berkerabat dengan dekat, yaitu
M. Bovis kuman ini menyebabkan tuberkulosis. M. Leprae merupakan agen penyebab
penyakit lepra. M. Avium dan sejumlah spesies mikobakterium lainnya lebih sedikit
menyebabkan penyakit yang biasa terdapat pada manusia.sebagian besar
mikobakterium tidak patogen pada manusia, dan banyak yang mudah diisolasi dari
sumber lingkungan.

Mikobakterium dibedakan dari lipid permukaannya, yang membuatnya tahan


asam sehingga warnanya tidak dapat dihilangkan dengan alkohol asam setelah di
warnai. Karena adanya lipid ini, panas atau detergen biasanya diperlukan untuk
menyempurnakan pewarnaan primer. Yang penting untuk dipahami pada patogenesis
tuberkulosis adalah mengenali bahwa M. Tuberculosis mengandung banyak zat
imunoreaktif. Lipid permukaan pada mikobakterium dan komponen peptidoglikan
dinding sel yang larut air merupakan tambahan yang penting yang dapat menimbulkan
efeknya melalui kerja primernya pada mikrofag pejamu. Mikobakterium mengandung
suatu kesatuan antigen polisakarida dan protein, sebagian mungkin spesifik spesies
tetapi yang lainnya secara nyata memiliki epitop yang luas di seluruh genus.
Hipersensitivitas yang diperantarai sel khas untuk tuberkulosis dan merupakan
determinan yang penting pada patogenesis penyakit. (http:www.email penyakit
dalam/TB)
Tubekulosis paru adalah penyakit menular yang disebabkan oleh basil
mikrobakterium tuberkulosis tipe humanus, sejenis kuman yang berbentuk batang
dengan ukuran panjang 1-4/mm dan tebal 0,3-0,6/mm. Sebagian besar kuman terdiri
atas asam lemak(lipid). Lipid inilah yang membuat kuman lebih tahan terhadap asam
dan lebih tahan terhadap gangguan kimia dan fisik.

Kuman ini tahan hidup pada udara kering maupun dalam keadaan dingin (dapat
tahan bertahun-tahun dalam lemari es). Hal ini terjadi karena kuman berada dalam sifat
dormant. Dari sifat dormant ini kuman dapat bangkit kembali dan menjadikan
tuberkulosis aktif kembali. Sifat lain kuman adalah aerob. Sifat ini menunjukan bahwa
kuman lebih menyenangi jaringan yang tinggi kandungan oksigennya. Dalam hal ini
tekanan bagian yang apikal paru-paru lebih tinggi dari pada bagian lainnya, sehingga
bagian apikal ini merupakan tempat predileksi penyakit tuberkulosis.

Tuberkulosis paru merupakan penyakit infeksi penting saluran pernafasan.


Basil mikrobakterium tersebut masuk kedalam jaringan paru melalui saluran nafas
(droplet infection) sampai alveoli, maka terjadilah infeksi primer (ghon) selanjutnya
menyebar kekelenjar getah bening setempat dan terbentukklah primer kompleks
(ranke). Keduanya dinamakan tuberkulosis primer, yang dalam perjalanannya sebagian
besar akan mengalami penyembuhan. Tuberkulosis paru primer, peradangan terjadi
sebelum tubuh mempunyai kekebalan spesifik terhadap basil mikobakterium.
Tuberkulosis yang kebanyakan didapatkan pada usia 1-3 tahun. Sedangkan yang
disebut tuberkulosis post primer adalah peradangan jaringan paru oleh karena terjadi
penularan ulang yang mana di dalam tubuh berbentuk kekebalan spesifik terhadap basil
tersebut. (sylvia, 2005)

C. Patofisiologi
Port de’entri kuman microbaterium tuberculosis adalah saluran pernafasan,
saluran pencernaan, dan luka terbuka pada kulit, kebanyakan infeksi tuberculosis terjadi
melalui udara (air borne) yaitu melalui inhalasi droppet yang mengandung kuman-
kuman basil tuberkel yang berasal dari orang yang terinfeksi.

Basil tuberkel yang mencapai permukaan alveolus biasanya di inhalasi terdiri


dari satu sampai tiga gumpalan basil yang lebih besar cenderung tertahan di saluran
hidung dan cabang besar bronkus dan tidak menyebabkan penyakit. Setelah berada
dalam ruang alveolus biasanya di bagian bawah lobus atau paru-paru, atau di bagian
atas lobus bawah. Basil turbekel ini membangkitkan reaksi peradangan. Leukosit
polimorfonuklear tampak pada tempat tersebut dan memfagosit bacteria namun tidak
membunuh organisme tersebut. Sesudah hari-hari pertama maka leukosit diganti oleh
makrofag. Alveoli yang terserang akan mengalami konsolidasi dan timbul gejala
pneumonia akut. Pnuemonia seluler ini dapat sembuh dengan sendirinya sehingga tidak
ada sisa yang tertinggal, atau proses dapat juga berjalan terus, dan bakteri terus difagosit
atau berkembang biak didalam sel. Basil juga menyebar melaui getah bening menuju
kekelenjar getah bening regional. Makrofag yang mengadakan infiltrasi menjadi lebih
panjang dan sebagian bersatu sehingga membentuk sel turbekel epiteloid, yang
dikelilingi oleh fosit. Reaksi ini biasanya membutuhkan waktu 10 sampai 20 hari (Iwan,
2007)

D. Pathway
E. Komplikasi
Komplikasi berikut sering terjadi pada penderita stadium lanjut:

a. Hemomtisis berat (perdarahan dari saluran nafas bawah) yang dapat


mengakibatkan kematian karena syok hipovolemik atau tersumbatnya jalan
nafas.
b. Kolaps dari lobus akibat retraksi bronchial.
c. Bronkiektasis (peleburan bronkus setempat) dan fibrosis (pembentukan jaringan
ikat pada proses pemulihan atau tersumbatnya jalan nafas.
d. Pneumotorak (adanya udara di dalam rongga pleura) spontan: kolaps spontan
karena kerusakan jaringa paru
e. Penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang, persendian, ginjal dan
sebagainya.
f. Insufisiensi kardio pulmoner (Cardio Pulmonary Insufficiency)
Penderita yang mengalami komplikasi berat perlu dirawat inap di rumah sakit.

F. Test diagnostik
Pemeriksaaan labolatorium

a. Darah

Pada saat tuberkulosis baru mulai (aktif) akan mendapatkan jumlah leukosit
yang sedikit meninggi dengan diferensiasi pergesaran kekiri. Jumlah limfosit masih di
bawah normal. Laju endap darah mulai meningkat. Bila penyakit mulai sembuh, jumlah
leukosit mulai normal dan jumlah limfosit masih tetap tinggi. Laju endap darah
menurun ke arah normal lagi. Pemeriksaan ini kurang dapat perhatian karna angka-
angka positif palsu dan negatif palsunya masih besar.

b. Sputum

Pemeriksaan sputum adalah penting karna dengan di temukannya kuman BTA,


diagnosis tuberkulosis sudah dapat di pastikan. Di samping itu pemeriksaan sputum
juga dapat memberikan evaluasi terhadap pengobatan yang sudah di berikan. Kriteria
sputum BTA positif adalah bila sekurang-kurangnya di temukan tiga batang kuman
BTA pada satu sediaan. Dengan kata lain di perlukan lima ribu kuman dalam 1 ml
sputum.

Hasil pemeriksaan di nyatakan positif jika sedikitnya 2 dari 3 spesimen BTA


hasilnya positif. Bila hanya satu spesimen yang positif perlu dilakukan pemeriksaan
SPS ulang. Apabila fasilitas memungkinakan, maka dilakukan pemeriksaan lain
misalnya biakan. Bila ketiga spesimen hasilnya negatif di berikan antibiotik specrum
luas (misalnya kotrimksasol atau amoksisilin) selama 1-2 minggu. Bila tidak ada
perbaikan gejala klinis tetap mencurigakan TBC, ulangi pemeriksaan SPS.
1) Hasil pemeriksaan SPS positif didiagnosis TBC BTA positif
2) Hasil SPS negatif, lakukkan pemeriksaan Rontgenthorak
a) Hasil mendukung TBC, penderita TBC TBA (-) rontgen (+)
b) Hasil tidak mendukung TBC bukan penderita TBC
c. Tes Tuberculin
Pemeriksaan ini masih banyak dipakai untuk membantu menegakkan diagnosis
terutama pada anak-anak (balita). Biasanya di pakai cara Mantoux yakni dengan
menyuntikkan 0,1 cc tuberculin P.P.D (purified protein derivative) intrakutan
berkekuatan 5 T.U (internediate strength).
hasil tes mantoux ini d bagi dalam:
1) Indursi 0-5 mm (diameternya) : mantoux negative = golongan no sensitivity.
Disini peranan antibody humoral paling menonjol.
2) Indurasi 6-9 mm: hasil meragukan golongan low grade sensitivity. Disini
peranan antibody humoral masih lebih menonjol.
3) Indurasi 10-15 mm: mantoux positif = golongan normal sensitivity. Disini
peranan antibody seimbang.
4) Industri lebih dari 16 mm: mantoux positif kuat = golongan hyper-sensitivity.
Disini peranan antibody selular paling menonjol.
d. Foto thoraks
Foto toraks PA dengan atau tanpa literal merupakan pemeriksaan radiologi
standar. Jenis pemeriksaan radiology lain hanya atas indikasi top foto, oblik, tomogram
dan lain-lain.
Karakter radioligi yang menunjang diagnostik antara lain:
1) Bayangan lesi radiology yang terletak di lapangan atas paru.
2) Bayangan yang berawan (patchy) atau berbercak (noduler).
3) Kelainan yang bilaterral, terutama bila terdapat atas paru.
4) Bayang yang menetap atau relatif menetap setelah beberapa minggu.
5) Bayangan biller.

G. Proses penularan
Tuberkulosis tergolong airborne disease yakni penularan melaui droplet nuclei
yang dikeluarkan ke udara oleh individu terinfeksi dalam fase aktif. Setiapkali penderita
ini batuk dapat mengeluarkan 3000 droplet nuclei. Penularan umumnya terjadi di dalam
ruangan yang dimana droplet nuclei dapat tinggal di udara dalam waktu lebih lama. Di
bawah sinar matahari langsung basil turbekel mau dengan cepat tetapi dalam ruangan
yang gelap lembab dapat bertahan sampai beberapa jam. Dua faktor penentu
keberhasilan pemaparan Tuberkulosis pada individu baru yakni konsentrasi droplet
nuclei dalam udara dan panjang waktu individu bernafas dalam udara yang
terkontaminasi tersebut di samping daya tubuh ynag bersangkutan.
Di samping penularan melalui saluran pernafasan (paling sering), M.
Tuberculosis juga dapat masuk ke dalam tubuh melalui saluranpencernaan dan luka
terbuka pada kulit (lebih jarang). (Iwan, 2007).

H. Klasifikasi TB
Pembagian secara patologis:

1. Tuberculosis primer (childhood tuberculosis)


2. Tuberculosis post primer (adult tuberculosis)

Pembagian secara aktivitas radiologis tuberkulosis paru (koch pulmonum)


aktif, non aktif dan qulescent (bentuk aktif) yamg mulai menyembuh. Sesuai dengan
program gedurnas P2TB klasifikasi TB paru di bagi sebagai berikut:

a. TB paru BTA positif dengan kriteria:


1) Dengan atau tanpa gejala klinik.
2) BTA positif: mikroskopik positif 2 kali.
3) Gambaran radiologik sesuai dengan TB paru.
b. TB paru BTA negatif dengan kriteria:
1) Gejala klinik dengan gambaran radiologik sesuai dengan TB paru aktif.
2) BTA negatif, biakan negatif tetapi radiologik positif.
c. Bekas TB paru dengan kriteria:
1) Bakteriologik (mikroskopik dan biakan) negatif.
2) Gejala klinik tidak ada atau ada gejala sisa akibat kelainan paru.
3) Radiologik menunjukkan gambaran lesi TB inaktif, menunjukkan serial foto
yang tidak berubah.
4) Ada riwayat pengobatan OAT yang adekuat (lebih mendukung). (sinar
harapan, 2004).

I. Manifestasi klinik
Tuberkulosis sering dijuluki “the great imitator” yaitu suatu penyakit yang
mempunyai banyak kemiripan dengan penyakit lain yang juga memberikan gejala
umum seperti lemah dan demam. Pada sejumlah penderita gejala yang timbul tidak jelas
sehingga diabaikan bahkan kadang-kadang asimtomatik.
Gambaran klinik TB paru dapat dibagi menjadi 2 golongan, gejala respiratorik
dan gejala sistemik:
1. Gejala respiratorik, meliputi:
a. Batuk
Gejala batuk timbul paling dini. Gejala ini banyak ditemukan. Batuk terjadi
karena adanya iritasi pada bronkus. Batuk ini diperlukan untuk membuang
produk-produk radang keluar. Sifat batuk dimulai dari batuk kering (non-
produktif) kemudian setelah timbul peradangan menjadi produktif
(menghasilkan sputum) ini terjadi lebih dari 3 minggu. Keadaan yang lanjut
adalah batuk darah (hemoptoe) karena terdapat pembuluh darah yang pecah.
b. Batuk darah
Darah yang dikeluarkan dalam dahak bervariasi, mungkin tampak berupa garis
atau bercak-bercak darah gumpalan darah atau darah segar dalam jumlah sangat
banyak. Batuk darah terjadi karena pecahnya pembuluh darah. Berat ringannya
batuk darah tergantung dari besar kecilnya pembuluh darah yang pecah.
c. Sesak nafas
Sesak nafas akan di temukan pada penyakit yang sudah lanjut, dimana
infiltrasinya sudah setengah bagian dari paru-paru. Gejala ini ditemukan bila
kerusakan parenkim paru sudah luas atau karena ada hal-hal yang menyertai
seperti efusi pleura, pneumotoraks, anemia dan lain-lain.
d. Nyeri dada
Nyeri dada pada TB paru termasuk nyeri pleuritik yang ringan. Gejala ini
timbul apabila sistem persyarafan di pleura terkena.

2. Gejala sistemik, meliputi:

a. Demam
Biasanya subfebril menyerupai demam influenza. Tapi kadang-kadang panas
bahkan dapat mencapai 40-41 derajat celcius. Keadaaan ini sangat dipengaruhi
daya tahan tubuh penderita dan berat ringannya infeksi kuman tuberculosis
yang masuk.
Demam merupakan gejala yang sering dijumpai biasanya timbul pada sore dan
malam hari mirip demam influenza, hilang timbul dan makin lama makin
panjang serangannya sedang masa bebas serangan makin pendek.
b. Gejala sistemik lain
Gejala sistemik lain ialah keringat malam, anoreksia, penurunan berat badan
serta malaise (gejala malaise sering ditemukan berupa: tidak ada nafsu makan,
sakit kepala, meriang, nyeri otot, dll).
Timbulnya gejala biasanya gradual dalam beberapa minggu-bulan, akan tetapi
penampilan akut dengan batuk, panas, sesak nafas walaupun jarang dapat juga
timbul menyerupai pneumonia. (tempo, 2005).

J. Perbedaan TB Anak dan Dewasa


a. TB anak lokasinya pada setiap bagian paru, sedangkan pada dewasa di daerah apeks dan
infra klavikuler
b. Terjadi pembesaran kelenjar limfe regional sedangkan pada dewasa tanpa
pembesarankenlenjar limfe regional
c. Penyembuhan dengan perkapuran sedangkan pada dewasa dengan fibrosis
d. Lebih banyak terjadi penyebaran hematogen, pada dewasa jarang
e. Pada anak Jarang terjadi penularan terutama pada bayi
f. anak dapat terinfeksi Mycobacterium bovis dari susu sapi yang tidak dipasteurisasi.infeksi M.
bovis ini umumnya bermanifestasi sebagai TB kelenjar getahbening atau TB usus
g. pada anak diagnosis TB paru-paru dengan pemeriksaan dahak mikroskopik positif atau lebih
sediaan dahak mikroskopik positif, atau 1 sediaan dahak mikroskopik positif dan perubahan
X-ray dada yang sesuai dengan TB paru-paru aktif, atau 1sediaan dahak mikroskopik positif
dan kultur positif TB paru-paru denganpemeriksaan dahak mikroskopik negatif
h. pengobatan tb anak terdiri dari 2 fase yaitu fase intensif dengan paduan 3-
5OAT(INH,Rifampizin dan Pirazinamid) selama 2 bulan awal,dan fase lanjutan
denganpaduan 2 OAT (INH-Rifampizin)
i. Diagnosis penyakit TB anak sangat sulit,karena gejala umumnya yang tidak khas dansulit
untuk mendapatkan speimen dignostik
j. Sebagian besar anak yang terinfeksi M. tuberculosis tidak menjadi sakit selama masaanak-
anak.3 Satu-satunya bukti infeksi mungkin hanyalah tes tuberkulin kulit yangpositif.
Kemungkinan paling besar anak menjadi sakit dari infeksi M. tuberculosisadalah segera
setelah infeksi dan menurun seiring waktu. Jika anak yang terinfeksimenjadi sakit, sebagian
besar akan menunjukkan gejala dalam jangka waktu satutahun setelah infeksi. Namun untuk
bayi, jangka waktu tersebut mungkin hanya 6-8minggu

k. Pengobatan

Pengobatan TBC Kriteria I (Tidak pernah terinfeksi, ada riwayat kontak, tidak
menderita TBC) dan II (Terinfeksi TBC/test tuberkulin (+), tetapi tidak menderita TBC
(gejala TBC tidak ada, radiologi tidak mendukung dan bakteriologi negatif)
memerlukan pencegahan dengan pemberian INH 5–10 mg/kgbb/hari.

1. Pencegahan (profilaksis) primer


Anak yang kontak erat dengan penderita TBC BTA (+).
INH minimal 3 bulan walaupun uji tuberkulin (-).
Terapi profilaksis dihentikan bila hasil uji tuberkulin ulang menjadi (-) atau
sumber penularan TB aktif sudah tidak ada.
2. Pencegahan (profilaksis) sekunder
Anak dengan infeksi TBC yaitu uji tuberkulin (+) tetapi tidak ada gejala sakit
TBC.
Profilaksis diberikan selama 6-9 bulan.

Pengobatan TBC diberikan dalam dua tahap yaitu:

a. Tahap intensif (2-3 bulan)


Pada tahap intensif (awal) penderita mendapat obat seetiap hari dan di awasi
langsung untuk mencegah terjadinya kekebalan terhadap semua OAT, terutama
rifampisin. Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat, biasanya
penderita menular menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu. Sebagian besar
penderita TBC BTA positif menjadi BTA negatif (konversi pada akhir pengobatan
intensif. Engawasan ketat dalam tahan intensif sangat penting untuk mencegah
terjadinya kekebalan obat.
b. Tahap lanjutan (4-7 bulan)
Pada tahap lanjutan penderita mendapat jenis obat lebih sedikit,
namun dalam jangka waktu yang lebih lama. Tahap lanjutan penting
untuk membunuh kuman persisten (Dormant) sehingga mencegah
terjadinya kekambuhan.
Paduan obat yang digunakan terdiri dari obat utama dan obat
tambahan. Jenis obat utama yang digunakan sesuai dengan rekomendasi
WHO adalah rifampisin, INH, pirasinamit, streptomisin, dan etambutol.
Sedang jenis obat tambahan adalah kanamisin, kuinolon, nikrolide dan
amoksisilin + asam klavulanat, derivat rifampisin/ INH.

Obat yang digunakan untuk TBC digolongkan atas dua kelompok yaitu :

o Obat primer : INH (isoniazid), Rifampisin, Etambutol, Streptomisin,


Pirazinamid.
Memperlihatkan efektifitas yang tinggi dengan toksisitas yang masih dapat
ditolerir, sebagian besar penderita dapat disembuhkan dengan obat-obat ini.
o Obat sekunder : Exionamid, Paraaminosalisilat, Sikloserin, Amikasin,
Kapreomisin dan Kanamisin.

Dosis obat antituberkulosis (OAT)

Obat Dosis harian Dosis 2x/minggu Dosis 3x/minggu


(mg/kgbb/hari) (mg/kgbb/hari) (mg/kgbb/hari)

15-40 (maks. 900


INH 5-15 (maks 300 mg) 15-40 (maks. 900 mg)
mg)

10-20 (maks. 600


Rifampisin 10-20 (maks. 600 mg) 15-20 (maks. 600 mg)
mg)

Pirazinamid 15-40 (maks. 2 g) 50-70 (maks. 4 g) 15-30 (maks. 3 g)

Etambutol 15-25 (maks. 2,5 g) 50 (maks. 2,5 g) 15-25 (maks. 2,5 g)

Streptomisin 15-40 (maks. 1 g) 25-40 (maks. 1,5 g) 25-40 (maks. 1,5 g)

Sejak 1995, program Pemberantasan Penyakit TBC di Indonesia mengalami


perubahan manajemen operasional, disesuaikan dengan strategi global yanng
direkomendasikan oleh WHO. Langkah ini dilakukan untuk menindaklanjuti Indonesia
� WHO joint Evaluation dan National Tuberkulosis Program in Indonesia pada April
1994. Dalam program ini, prioritas ditujukan pada peningkatan mutu pelayanan dan
penggunaan obat yang rasional untuk memutuskan rantai penularan serta mencegah
meluasnya resistensi kuman TBC di masyarakat. Program ini dilakukan dengan cara
mengawasi pasien dalam menelan obat setiap hari,terutama pada fase awal pengobatan.

Strategi DOTS (Directly Observed Treatment Short-course) pertama kali


diperkenalkan pada tahun 1996 dan telah diimplementasikan secara meluas dalam
sistem pelayanan kesehatan masyarakat. Sampai dengan tahun 2001, 98% dari populasi
penduduk dapat mengakses pelayanan DOTS di puskesmas. Strategi ini diartikan
sebagai "pengawasan langsung menelan obat jangka pendek oleh pengawas
pengobatan" setiap hari.

Indonesia adalah negara high burden, dan sedang memperluas strategi DOTS
dengan cepat, karenanya baseline drug susceptibility data (DST) akan menjadi alat
pemantau dan indikator program yang amat penting. Berdasarkan data dari beberapa
wilayah, identifikasi dan pengobatan TBC melalui Rumah Sakit mencapai 20-50% dari
kasus BTA positif, dan lebih banyak lagi untuk kasus BTA negatif. Jika tidak bekerja
sama dengan Puskesmas, maka banyak pasien yang didiagnosis oleh RS memiliki risiko
tinggi dalam kegagalan pengobatan, dan mungkin menimbulkan kekebalan obat.

Akibat kurang baiknya penanganan pengobatan penderita TBC dan lemahnya


implementasi strategi DOTS. Penderita yang mengidap BTA yang resisten terhadap
OAT akan menyebarkan infeksi TBC dengan kuman yang bersifat MDR (Multi-drugs
Resistant). Untuk kasus MDR-TB dibutuhkan obat lain selain obat standard pengobatan
TBC yaitu obat fluorokuinolon seperti siprofloksasin, ofloxacin, levofloxacin (hanya
sangat disayangkan bahwa obat ini tidak dianjurkan pada anak dalam masa
pertumbuhan).

Pengobatan TBC pada orang dewasa

 Kategori 1 : 2HRZE/4H3R3
Selama 2 bulan minum obat INH, rifampisin, pirazinamid, dan etambutol setiap
hari (tahap intensif), dan 4 bulan selanjutnya minum obat INH dan rifampisin
tiga kali dalam seminggu (tahap lanjutan).
Diberikan kepada:
o Penderita baru TBC paru BTA positif.
o Penderita TBC ekstra paru (TBC di luar paru-paru) berat.
 Kategori 2 : HRZE/5H3R3E3
Diberikan kepada:
o Penderita kambuh.
o Penderita gagal terapi.
o Penderita dengan pengobatan setelah lalai minum obat.
 Kategori 3 : 2HRZ/4H3R3
Diberikan kepada:
o Penderita BTA (+) dan rontgen paru mendukung aktif.

Pengobatan TBC pada anak

Adapun dosis untuk pengobatan TBC jangka pendek selama 6 atau 9 bulan, yaitu:

1. 2HR/7H2R2 : INH+Rifampisin setiap hari selama 2 bulan pertama, kemudian


INH +Rifampisin setiap hari atau 2 kali seminggu selama 7 bulan (ditambahkan
Etambutol bila diduga ada resistensi terhadap INH).
2. 2HRZ/4H2R2 : INH+Rifampisin+Pirazinamid: setiap hari selama 2 bulan
pertama, kemudian INH+Rifampisin setiap hari atau 2 kali seminggu selama 4
bulan (ditambahkan Etambutol bila diduga ada resistensi terhadap INH).

Pengobatan TBC pada anak-anak jika INH dan rifampisin diberikan bersamaan, dosis
maksimal perhari INH 10 mg/kgbb dan rifampisin 15 mg/kgbb.

Dosis anak INH dan rifampisin yang diberikan untuk kasus:

TB tidak berat
INH : 5 mg/kgbb/hari

Rifampisin : 10 mg/kgbb/hari

TB berat (milier dan meningitis TBC)


INH : 10 mg/kgbb/hari

Rifampisin : 15 mg/kgbb/hari

Dosis prednison : 1-2 mg/kgbb/hari (maks. 60 mg)

Terapi non farmakologi penyakit TBC


Penyakit TBC jika tidak ditangani dengan segera maka akan sangat berbahaya,
bukan hanya untuk si penderita akan tetapi akan berdampak juga kepada orang yang
hidup berdampingan atau berada disekitarnya. Karena TBC ini dapat menular melalui
cairan yang dikeluarkan oleh penderita seperti air seni, air liur, bersin dan masih banyak
lagi, maka dari itu dengan menggunakan cara tepat mengatasi penyakit TBC seperti
menggunakan terapi non farmakologi diatas maka efek buruk yang akan diterima
penderita TBC akan berkurang dan bahkan bila dilakukan dengan rutin dan bersungguh-
sugguh penyakit TBC yang diderita akan sembuh dengan total.
Ada pun cara terapinya yaitu:
1. Terapi non farmakologi dengan mengkonsumsi makanan bergizi
Salah satu penyabab munculnya penyakit TBC adalah kekurangan gizi seperti mineral
dan vitamin. Maka dari itu akan sangat penting bilamana penderita secara rutin
mengkonsumsi makanan bergizi, makanan bergizi tersebut seperti buah, sayur dan ikan
laut. Akan tetapi hindari buah yang banyak mengandung lemak jahat atau gas seperti
buah nangka, buah durian, dondong dan buah nanas.

2. Terapi non farmakologi dengan tinggal di lingkungan sehat


Lingkungan yang sehat akan membantu penderita penyakit TBC untuk segera sembuh,
karena penyakit ini disebabkan oleh virus sehingga jika penderita berada di lingkungan
yang kotor maka akan menyebabkan virus tersebut semakin berkembang sehingga akan
memperburuk keadaan.

3. Terapi non farmakologi dengan berolahraga secara rutin


Mungkin hampir semua penyakit dapat ditangani dengan melakukan olahraga secara
rutin, dan begitu juga untuk penyakit TBC ini. jika penderita bisa olahraga secara rutin
misal jogging atau senam, maka akan membantu peredaran darah dan metabolisme
dalam tubuh menjadi lancar sehingga virus penyebab TBC tidak akan mampu
berkembang atau duplikasi diri menjadi banyak.

4. Terapi non farmakologi dengan mengurangi makanan bernatrium dan kafein


Penyakit TBC akan semakin parah apabila penderita masih secara rutin mengkonsumsi
makanan yang banyak mengandung natrium dan kafein, makanan yang banyak
mengandung natrium antara lain seperti junkfood, kerang, saus instan, alkoho*l dan
masih banyak lagi, sedangkan untuk makanan yang banyak mengandung kafein seperti
kopi, capuccino, moccaino, rokok dan teh (tidak untuk teh hijau). Dengan menghindari
makanan bernatrium ataupun berkafein tinggi maka penyembuhan penyakit TBC dapat
berjalan dengan baik.

l. Proses keperawatan
1. Pengkajian
Data-data yang perlu dikaji pada asuhan keperawatan dengan tuberkulosis paru
(Irman Somantri, 2007).
a. Data Pasien
Penyakit tuberculosis (TB) dapat menyerang manusia mulai pada usia anak
sampai dewasa dengan perbandingan yang hampir sama antara laki-laki dan
perempuan. Penyakit ini biasanya banyak ditemukan pada pasien yang
tinggal di daerah dengan tingkat kepadatan tinggi sehingga masuknya
cahaya matahari ke dalam rumah sangat minim. Tuberculosis pada anak
dapat terjadi di usia berapapun, namun usia paling umum adalah antara 1-4
tahun. Anak-anak lebih sering mengalami TB luar paru-paru
(extrapulmonary) dibanding TB paru-paru dengan perbandingan 3:1.
Tuberculosis luar paru-paru adalah TB berat yang terutama ditemukan pada
usia <3 tahun. Angka kejadian (prevalensi) TB paru-paru pada usia 5-12
tahun cukup rendah, kemudian meningkatkan setelah usia remaja dimana
TB paru-paru menyerupai kasus pada pasien dewasa (sering disertai
lubang/kavitas pada paru-paru).
b. Riwayat Kesehatan
Keluhan yang muncul antara lain:
1) Demam: subfebris, febris(40-41) derajat celcius hilang timbul.
2) Batuk: terjadi karena adanya iritasi pada bronkus batuk ini terjadi untuk
membuang/mengeluarkan produksi radang yang dimulai dari batuk
kering sampai dengan batuk purulent (menghasilkan sputum).
3) Sesak nafas: bila sudah lanjut dimana infiltrasi radang sampai setengah
paru-paru.
4) Nyeri dada: jarang ditemukan, nyeri akan timbul bila infiltrasi radang
sampai ke pluera sehingga menimbulkan pleuritis.
5) Malaise: ditemukan berupa anoreksia, nafsu makan menurun, berat
badan menurun, sakit kepala, nyeri otot, dan keringat.
6) Sianosis, sesak nafas, kolaps: merupakan gejala atelektasis. Bagian dada
pasien tidak bergerak pada saat bernafas dan jantung terdorong ke sisi
yang sakit. Pada fototoraks, pada sisi yang sakit tampak bayangan hitam
dan diafragma menonjol ke atas.
c. Riwayat Penyakit Sebelumnya:
1) Pernah sakit batuk yang lama dan tidak sembuh-sembuh.
2) Pernah berobat tetapi tidak sembuh.
3) Pernah berobat tetapi tidak teratur.
4) Riwayat kontak dengan penderita tuberkulosis paru.
5) Daya tahan tubuh yang menurun.
6) Riwayat vaksinasi yang tidak teratur.
d. Riwayat Pengobatan Sebelumnya:
1) Kapan pasien mendapatkan pengobatan sehubungan dengan sakitnya.
2) Jenis, warna, dosis obat yang diminum.
3) Kapan pasien mendapatkan pengobatan terakhir.
4) Berapa lama pasien menjalani pengobatan sehubungan dengan
penyakitnya.

e. Riwayat Sosial Ekonomi:


1) Riwayat pekerjaan. Jenis pekerjaan, waktu dan tempat bekerja, jumlah
penghasilan.
2) Aspek psikososial. Merasa dikucilkan, tidak dapat berkomunikasi
dangan bebas, menarik diri, biasanya pada keluarga yang kurang
mampu, masalah berhubungan dengan kondisi ekonomi, untuk sembuh
perlu waktu yang lama dan biaya yang banyak, masalah tentang masa
depan/pekerjaan pasien, tidak bersemangat dan putus harapan.
f. Faktor Pendukung:
1) Riwayat lingkungan.
2) Pola hidup: nutrisi, kebiasaan merokok, minum alkohol, pola istirahat
dan tidur, kebersihan diri.
3) Tingkat pengetahuan/pendidikan pasien dan keluarga tentang penyakit,
pencegahan, pengobatan, dan perawatannya.
g. Pemeriksaan Diagnostik:
1) Kultur sputum: mikobakterium tuberkulosis positif pada tahap akhir
penyakit.
2) Poto torak: infiltnasi lesi awal pada area paru atas ; pada tahap dini
tampak gambaran bercak-bercak seperti awan dengan batas tidak jelas ;
pada kavitas bayangan, berupa cincin ; pada klasifikasi tampak
bayangan bercak-bercak padat dengan densitas tinggi.
3) Tes tuberkulin: mantoux test reaksi positif (area indurasi 10-15 mm
terjadi 48-72 jam).
4) Darah: peningkatan leukosit dan laju endap darah (LED).
5) Spirometri: penurunan fungsi paru dengan kapasitas vital menurun.
6) Bronchografi: untuk melihat kerusakan bronkus atau kerusakan paru
karena TB paru.
h. Pemeriksaan Fisik
1) Pada tahap dini sulit diketahui.
2) Ronchi basah, kasar dan nyaring.
3) Hipersonor/tympani bila terdapat kavitas yang cukup dan auskultasi
memberikan suara umforik.
4) Pada keadaan lanjut tejadi atropi, reaksi interkostal, dan fibrosis.
5) Bila mengenai pleura terjadi efusi pleura (perkusi memberikan suara
pekak).
i. Pola Kebiasaan Sehari-hari
1) Pola aktivitas dan istirahat
Subyektif : rasa lemah cepat lelah, aktivitas berat timbul sesak (nafas
pendek), sulit tidur, demam, menggigil berkeringat pada malam hari.
Obyektif : takikardia, takipnea/dispnea saat kerja.
2) Pola nutrisi
Subyektif : anoreksia, mual, tidak enak diperut, penurunan BB
Obyektif : turgor kulit jelek, kulit kering/bersisik, kehilangan lemak
subkutan.
3) Respirasi
Subyektif : batuk produktif/non produktif sesak nafas, sakit dada.
Obyektif : mulai batuk kering sampai batuk dengan sputum
hijau/purulent, mukoid kuning atau bercak darah, pembengkakan
kelenjar limpe, terdengar bunyi ronchi basah, kasar didaerah apeks paru,
takipneu (penyakit luas atau fibrosis parenkim paru dan pleural), sesak
nafas, pengembangan pernafasan tidak simetris (effusi pleura), perkusi
pekak dan penurunan fremitus (cairan pleural), deviasi trakeal
(penyebaran bronkogenik).
4) Rasa nyaman/nyeri
Subyektif : nyeri dada meningkat karena batuk berulang.
Obyektif : berhati-hati pada area yang sakit, prilaku distraksi, gelisah,
nyeri bisa timbul bila infiltrasi radang sampai ke pleura sehingga timbul
pleuritis.
5) Integritas ego
Subyektif : faktor stress lama, masalah keuangan, perasaan tak
berdaya/tak ada harapan.
Obyektif : menyangkal (selama tahap dini), ansietas, ketakutan, mudah
tersinggung.

2. Diagnosa dan intervensi keperawatan

Dignosa ketidak seimbagan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubugan
dengan perasaan mual, batuk produktif

Data subyektif: paein mengatakan tidak nafsu makan

Data obyektif: adanya sisa makanan dalam tempat makan pasin ( makan kurang dari
porsi yang dianjurkan )adanya penurunan berat badann

Tujuan :keseimbagan nutrisi terjaga setelah ... hari perawatan dengan kriteria ;

1. Perasaan mual hilang atau berkurang


2. Pasin mengatakan nafsu makan meningkat
3. Berat badan pasein tidak mengalamin penurunan drastic, dan cendrung setabil.
4. Hasil terlihat dapat mengahabiskan makanan posrsi yang di sediakan
5. Hasil analisis labotorim menyatakan protein darah atau albumin darah dalam
rentang normal

Intervensi Rasional
1.mendomentasikan setatus nutrisi Menjadi data fkus untuk menentukan
pasien, serta mencatat tugor rencana tindakan selanjutnya
kulit,berat badan saat ini,tingkat
kehilagan berat badan, integritas
mukosa mulut, tonus perut dan
riwayat nausea/vomit atau
diare.memonitor intake out put dan
berat badan secara terjadwal

2 memberikan oral care sebelum dan Meningkatkan kenyamanan daerah


sesudah pelaksanaan respiratori mulut akan sehingga akan
meningkatkan perasaan nafsu makan

3 mengajurkan makan sedikit tapi Meningkatkan intake makanan dan


sering dengan diet TKTP nutrisi pasien, terutama kadar protein
tinggi yang dapat meningkatkan
mekanisme tubuh dalam proses
penyembuhan

4 Menganjurkan keluarga untuk Merangsang pasien untuk bersedia


membawa makanan dari rumah meningkatkan intake makanan yang
terutama yang disukai oleh pasien berfungsi sebagai sumber energi bagi
dan kemudian makan bersama pasien
jika ada kontra indikasi Peyembuhan

5. memberikan minum 2500 ml/hari, Air digunakan untuk mengantikan


menganjurkan untuk minum dalam keseimbagan ion tubuh akibat cairan
kondisi hangat jika tidak ada kontrak bnyak keluar melalui pernafasan.air
indikasi. hangat akan mempermuda
pengenceran melalui peroses
konduksi yang mengakibatkan akteri
pad area sejitar leher vasolidatasi dan
mempermuda cairan dalam pembulu
dapat diikat oleh mucus atau sekret

Resiko penyebaran infeksi ,yang berhubugan tindaka kadekuatnyamekanisme pertama


diri ,menurunya aktifitas seckrret statis ,kerusakan jarigan atau terjadinya infeksi lajutan
malnutrisi ,paparan lingkugan ,kurangnya pengetahuan untuk mencegah paparan dari
kuman pathogen

Tujuan :penyebaran infeksi tidak terjadi selama keperawatan kriteria:

1) Paasein dapat memperlihatkan prilaku sehat (menutup mulut ketika batuk)


2) Tidak muncul tanda tanda infeksi lanjut
3) Tidak ada anggota keluarga /orang yang tertular seperti penderita
Intervensi

Intervensi Rasional
1. Mengkaji fatologi penyakit Untuk mengetahui kondisi nyata
(fase aktif /in aktif )dan dari masalah pasein fase in aktif
pontesial peyebaran infeksi tidak beraktik tubuh pasien sudah
melalui air bone droplet selama terbebas dari kuman tuberculosis
batuk, bersin,
meludah,berbicara,tertawa,dll.
2. Mengidentifikasi resiko Meguragi resiko anggota
penularan pada orang lain keluarga untuk tertular dengan
seperti anggota keluarga dan penyakit yang sama dengan
teman dekat.mengintruksikan pasein
kepada pasein jika batuk
/bersin,maka ludakan ke tissu.
3. Menganjurkan menggunakan Peyimpanan sptum paada wadah
tisu untuk membuang yang terinfeksi dan penggunaan
sputum,mereview pentingnya masker dapat meminimalkan
megontrol infeksi,misalnya penyebaran infeksi melalui
dengan menggunakan masker droplet
4. Monitor suhu sesuai idikasi
Penigkatan suhu menandakan
terjadinya infeksi sekunder
D,resiko gangguan harga diri berhubugan dengan imege negativ tentang
penyakit,peraaan malu
Tujuan:
Harga diri pasien dapat terjaga/tidak terjadi gangguan harga diri,dengan kreteria;
1) pasien mendemokrasikan atau menunjukan aspek positif dari dirinya
2) pasien mampu beergaul dengan orang lain tampa merasa malu

Intervensi
Idenpenden
intervensi Rasional
1. Mengkaji ulang konsep diri Mengetahui aspek diri yang negatif
pasien dan positif, memungkinkan perawat
menentukan rencana lanjut

2. Memberi penghargaan setiap Pujian dan perhatian dan


tindakan yang mengarah meningkatkan harga diri pasien

kepada paningkat harga diri Pegetahuan tentang kondisi diri akan


3. Menjelaskan tentang kondisi menjad dasar bagi pasien untuk
pasien. menentukan kebutuhan bagi dirinya.
Pelibatkan pasien dalam kegiatan akan
4. Melibatkan pasien dalam setiap meningkatkan mekanisme koping
kegiatan pasien dalam menagani masalah.

Diagnosa keperawatan yang lazim terjadi paa klien dengan tuberkulosis paru
adalah sebagai berikut:
 Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubugan dengan sekret kental
sekret darah, kelemahan, upaya batuk buruk. Edema terakea/faringeal
Data subjektif :pasein mengeluh batuk , pasein mengeluh sesak, pasein
mengatakan adanya secret di saluran nafas.
Data objektif suara nafas abnormal (ronkhiaa,reles
wheez,regular/irregular,)dipsnea,
Tujuan :jalan nafas bersihan efektif sesetelah 2 hari keperawatan,
dengen kriteria:
1. pasein menyatakan bahwa bantuk berkurang/hilang, tidak ada sesak
dan sekret berkurang.
2. suara nafas normal (vesikular).
3. Frenkuensi nafas 16-20 kali per menit (dewasa)
4. tidak ada dipsnea

B ketidak seimbagan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubugan dengan
perasaan mual, batuk produktif

Data subyektif: paein mengatakan tidak nafsu makan

Data obyektif: adanya sisa makanan dalam tempat makan pasin ( makan kurang dari
porsi yang dianjurkan )adanya penurunan berat badann
Intervensi Rasional
1. Mengkaji fungsi respirasi, Adanya perubahan fungsi repirasi
atara lain, suara ,jumlah dan pengunaan otot tambahan
,irama , dan kedalaman nafas menandakan kondisi penyakit yang
serta catat pula mengenai masih dalam kondisi penayanaan
pengunaan otot nafas
2. Mencatat mencatat Ketiak mampuan mengeluarkan
kemampuan untuk sekret menjadikan timbulnya
mengeluarkan sekret batuk penumpukan berlebihan pada stu
secara efektif pernafasan
3. Mengatur posisi tidur semi Posisi semi atau hinh fowler
tau highfowler membantu memberikan kesempatan paru
pasein untuk berlatih batuk berkembang secara maksiamal akibat
secara efektif dan menarik daigragma turun ke bawah. batuk
nafas dalam efektif mempermuda ekpektorasi
4. Membersikan secret dari mucus
dalam mulut dan trakea Pasein dalam pososi sesak
,suction jika memungkikan cenderung bernafas melalui mulut

Kaloborasi
6. memberikan o2 udara impirasi berfungsi meningkatkan
yang kembab. kadartekanan parsial o2 dan saturasi
o2 dalam darah
7. memberikan pengobatan atas
indikasi ; berfungsi mengencerkan dahak.
a.mukolotik
ex;acetilcystein(mucomyst). Meningkatkan atau memperlebar
b. agen broncodilator
saluran udara
,ex;theiphyln,okstriphilein.
c.kortikosteeroid(prednisone),ex;dex
amentase.

8. memberikan anti infeksi ,ex ;


a. obst primer ,isoniazid(INH) Mempeetebal diding saluran udara
ethambutol(EMB),rifampin(RMP) (broncus)
b. pirazinamide(PZA),para amino Menurunya keaktifitasan dari
salisilic(PAS), mikroorganisme sehingga akan
c. monitor pemerikasaan labotorium berefek pada pada berkuranganya
atau sputum produksi sekret
Evaluasi

a .Keefektifan bersihan jalan nafas.

b . fungsi pernafasaan adekuat untuk memenuhi kebutuhan individu

c . perilaku/pola hidup berubah untuk penyebaran infeksi

d . kebutuhan nutrisi adekuat, berat badan meningkat dan tidak terjadi malnutrisi

e . kemampuan pasien bergaul dengen orang lain tanpa rasa malu.(Soemantri,2000).


BAB III

PENUTUP

c. kesimpulan
Dengan demikian, bahwa penyakit tuberculosis (TBC) itu disebabkan karena
adanya bakteri Mikobakterium tuberkulosa. Oleh karena itu untuk mencegah penularan
penyakit ini sebaiknya harus menjaga kebersihan diri dan lingkungan. Tuberkulosis juga
penyakit yang harus benar-benar segera ditangani dengan cepat.

d. Saran
Saran yang paling tepat untuk mencegah penyakit tuberkulosis adalah
Meningkatkan daya tahan tubuh dengan makanan bergizi TBC adalah penyakit yang
dapat disembuhkan, untuk mencapai hal tersebut penderita dituntut untuk minum obat
secara benar sesuai yang dianjurkan oleh dokter serta teratur untuk memeriksakan diri
ke klinik/puskesmas.
Daftar Pustaka
https://www.scribd.com/doc/113893143/Perbedaan-TB-Anak-Dan-Dewasa

http://medicastore.com/tbc/pengobatan_tbc.htm

Anda mungkin juga menyukai