Perombakan Zat Warna Azo Reaktif Secara Anaerob Ae PDF
Perombakan Zat Warna Azo Reaktif Secara Anaerob Ae PDF
Renita Manurung
Rosdanelli Hasibuan
Irvan
Fakultas Teknik
Jurusan Teknik Kimia
Universitas Sumatera Utara
BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Penggunaan zat warna dewasa ini meningkat, sejalan dengan memangnya seperti
bahan tekstil, makanan maupun obat-obatan. Salah satu proses penting dalam tahap
penyempurnaan bahan tekstil adalah proses pewarnaan. Pemakaian zat warna yang
bertujuan untuk memperindah bahan tekstil teryata membawa dampak bagi kelestarian
lingkungan. Pada tinjauan pustaka ini akan dibahas mengenai zat warna dan proses
perombakannya secara biologi menggunakan proses aerob.
Tabel 2.2
Karakteristik Limbah Cair dari Proses penyempurnaan Beberapa Bahan Tekstil
Bhattacharya dkk (1990), menggunakan zat warna Acid Orange 10, yaitu zat
warna mono azo yang larut dalam air. Penghilangan warna dilakukan secara anaerobik-
aerobik pada skala lab; diperoleh penurunan warna pada sistem anaerobik sebesar 30-
50% dan aerobik 1-18%. Kemudian pada tahun 1992 Zaoyan dkk menerapkan perlakuan
anaerobik-aerobik pada percobaan skala pilot. Diperoleh hasil penurunan COD 75-80%,
warna 72-78%, PVA 80-85% dan BOD 95% dengan waktu tinggal cairan 7-8 jam
(anaerbik) dan 4,4 - 5 jam (aerobik).
Haug dkk; (1992), mengadakan perlakuan yang sama untuk merombak zat warna
Acid Red 27,4 Hydrokxy azobenzene-4-sulphonic acid, Acid Yellow 23, Acid Yellow 21
dan Mordant Yellow 3 (MY3). Haug menyimpulkan bahwa pada kondisi anaerobik
dibutuhkan empat reduksi ekivalen untuk memutuskan ikatan ala, sehingga menghasilkan
amina-amina aromatik. MY3 yang direduksi secara anaerobik menghasilkan 6-
aminonaphthalene-2-sulfonic acid (6A2NS) dan 5 aminosalicylate (5AS). Laju reduksi
azo juga akan meningkat dengan penambahan glukosa ke dalam media sebagai sumber
karbon tambahan. Setelah 3 hari inkubasi di bawah kondisi anaerobik pada temperatur
37°C diperoleh persen penurunan zat warna Amarant 37%, 4hidroksiazobenzene-4-
sulfonic acid 43%, acid yellow 21 98% dan lat warna MY3 51 %.
Seshadri dan Bishop (1994), melakukan percobaan menggunakan empat zat
warna yaitu zat warna Acid Orange 7, Acid Orange 8, Acid Orange 10 dan Acid Red 14.
Penelitian dititikberatkan pada feasibilitas penggunaan reaktor embun fluidisasi untuk
kesempurnaan pemutusan ikatan zat warna. Reaktor ini berfungsi untuk mereduksi ikatan
ala menjadi amina-amina aromatik. Kemudian dilakukan pengolahan lanjutan secara
aerobik menggunakan reaktor lumpur aktif (Activated Sludge Reactor) untuk
mendegradasi amina-amina aromatik menjadi biomassa. Hasil reduksi masing-masing zat
warna dengan waktu tinggal cairan (HRT) bervariasi 1-24 jam diperoleh persen
penurunan warna sebagai berikut : Acid Orange 7 (90%), Acid Orange 10 (1782%), Acid
Orange 8 (98%), dan Acid Red 14 (86,3%).
Ikatan zat warna azo dapat direduksi oleh mikroorganisme anaerobik yang
berperanan panting dalam pemutusan ikatan. Meyer, (1981); Haug dkk., (1991) dan
Khan dkk., (1983) yang dilaporkan oleh Kremer (1989) menyimpulkan bahwa
reduksi azo secara enzimatis dikatalisa oleh suatu enzim yang disebut azo reduktase.
Enzim ini sensitif terhadap oksigen, sehingga aktivitas maksimum diperoleh pada kondisi
anaerobik. Hasil penelitian ini masih kurang jelas apakah azoreduktase secara langsung
mengkatalisa transfer elektron akhir ke campuran zat. Ternyata secara umum digunakan
hasil penelitian yang dilaporkan oleh Gingel dan Walker (1971), Larsen dkk. (1976),
Wuhrmann dkk. (1980), dan Haug dkk. (1991). Mereka mengatakan bahwa reduksi azo
terjadi bersama dengan terbentuknya flavin yang tereduksi secara enzimatik, tetapi
transfer elektron akhir terjadi secara non enzimatik.
Mekanisme dasar pemutusan ikatan azo terjadi bersamaan dengan reoksidasi dari
nukleotida yang dibangkitkan secara enzimatis. Selama nukleotida direduksi dari sistem
pengangkutan elektron, zat warna berperan sebagai oksidator. Elektron yang dilepas oleh
nukleotida yang mengalami oksidasi akan diterima oleh campuran azo (aseptor elektron
akhir) melalui FAD (Flavin Adenin Dinucleotida) sehingga zat warna dapat direduksi
menjadi amina-amina yang bersesuaian. Flavoprotein mengkatalisa pembentukan flavin-
flavin tereduksi dengan regenerasi dari Nikotinamida Adenin Dinucleotida fosfat
(NADPH).
Mekanisme reduksi azo oleh enzim dan NADPH yang dilaporkan oleh Carliell
dkk (1995) dapat dilihat pada reaksi :
Gambar 2.2.
Degradasi Zat Warna C.I Reactive Red 141 yang diusulkan oleh Carliell dkk (1995)
Mekanisme perombakan zat warna yang dilaporkan oleh Gingel dan Walker
(1971) dengan penambahan flavin yang dapat larut ke preparasi sel bebas S. faecalis
meningkatkan laju reduksi azo. Ini berarti laju reduksi campuran azo sebanding dengan
laju generasi dari FMN tereduksi. Flavin yang tereduksi berperan sebagai dua elektron
donor seperti reaksi:
FMNH2 + R - N = N - R1 FMN + R - NH = NH - R1
FMNH2 + R - NHNH - R1 FMN + R-NH2 + R-NH2
Zat warna azo bertindak sebagai elektron aseptor akhir bila tidak ada oksigen
yang hadir di dalam media. Selanjutnya laju reduksi azo akan ditentukan oleh laju
pembentukan elektron donor yaitu nukleatida tereduksi. Laju pembentukan flavin ini
berhubungan dengan metabolisme dari mikroba.
Haug dkk (1991) mengatakan bahwa reduksi azo peka terhadap jumlah sumber
karbon yang tersedia dalam sistem, sehingga katabolisme dari substrat ini yang
menyebabkan terbentuknya fiavin tereduksi. Laju reduksi azo akan dikontrol dari
kemampuan dari karbon tambahan yang hadir dalam sistem.
Dubin dan Wright (1975) melaporkan bahwa kinetika reduksi azo untuk reduksi
yang terjadi di luar sel, dan sistem bebas sel adalah orde nol, sedangkan menurut Larsen
10
Gambar 2.4.
Biodegradasi zat warna azo dengan proses anaerob dan aerob
Kun dkk. (1992) melaporkan bahwa proses anaerobik dapat digunakan untuk
mendegradasi senyawa aromatik berantai panjang menjadi senyawa aromatik berantai
pendek. Senyawa aromatik dapat didegradasi lebih lanjut dalam kondisi aerob. Peneliti
menunjukkan bahwa kondisi aerob lebih ditujukan untuk mineralisasi, dengan sedikit
atau tidak ada degradasi senyawa seperti yang terjadi pada kondisi anaerob. Perlakuan
aerob lebih layak untuk mineralisasi produk degradasi (Brown dan Hamburger, 1987).
Sanjay dkk (1990) melakukan perombakan zat warna Acid Orange, Acid Red 88,
dan Acid Orange dengan perlakuan anaerob-aerob, hasilnya senyawa organik dihilangkan
0-98%.
Perlakuan anaerob-aerob untuk degradasi total zat warna azo muncul sebagai
pilihan yang logis dan menarik. Haug dkk (1991) menyimpulkan bahwa sistem anaerob
11
BAB III
TUJUAN DAN MANFAAT PENELlTIAN
12
BAB IV
METODE PENELlTIAN
Pada bab ini akan diuraikan mengenai bahan dan metoda percobaan, tahap
percobaan dan variabel percobaan.
2. Zat warna: zat warna yang digunakan sebagai umpan dalam peneltian ini adalah
Cl Reactive Red 141 dengan konsentrasi 10 ppm. Sebelum zat warna digunakan,
zat warna diubah ke bentuk terhidrolisa untuk mendekati kondisi zat warna dalam
limbah cair pabrik tekstil. Cara mengubah zat warna ke bentuk hidrolisa (Ganesh,
dkk, 1994) :
• Zat warna Cl Reactive Red 141 dibuat sampai konsentrasi 5000 ppm.
• Larutan zat warna diubah ke bentuk vinyl sulfone dengan menambahkan
NaOH sampai pH larutan 11-12.
• Larutan zat wama tersebut kemudian diubah ke bentuk terhidrolisa dengan
memanaskannya dalam oven bertemperatur 90°C selama 12 jam.
3. Medium: medium rang digunakan sesuai dengan Carliell dkk (1995), dengan
sedikit perubahan larutan Becombion sebanyak 0.2 ml (4 tetes) dalam 1 liter
akuades. Persiapan medium keseluruhan ditampilkan pada Lampiran A.
13
4.1.2. Alat
Alat yang digunakan meliputi:
1. Tangki umpan
2. Reaktor, dengan kapasitas 3,5 L dan 7 L .
3. Tangki keluaran
4. Alat sentrifugasi
5. pH meter, untuk menentukan derajat kemasaman medium
6. Spektrofotometer
7. Penentuan konsentrasi biomassa diperlukan: desikator, neraca elektronik, oven,
kertas saring Wathmann NO. 45
8. Peralatan gelas yang diperlukan: galas kimia, pipet volum, labu erlenmeyer, dan
lain-lain
15
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada bab ini akan ditampilkan hasil yang telah dicapai dalam penelitian beserta
pembahasannya. Pembahasan akan meliputi fenomena yang diamati pada proses
gabungan anaerob-aerob lumpur aktif. Hasil pengamatan akan dibahas dalam 4 sub bab
yaitu umpan, proses anaerob, proses aerob dan proses gabungan anerob-aerob.
5.1. Umpan
Umpan yang digunakan pada penelitian ini terdiri dari medium dan zat warna.
Larutan medium yang digunakan tercantum pada Lampiran A (Carliell, 19995). Dengan
sedikit perubahan seperti dijelaskan pada bab III, sedangkan konsentrasi zat warna dalam
umpan sebesar 10 mg/I. Keadaaan kandungan umpan tersebut mempunyai nilai COD dan
BOD seperti tersaji pada Tabel 5.1.
Dilihat dari hasil percobaan, persentase penurunan COD dari proses anaerob
disemua tempuhan kurang lebih 80% dengan nilai COD 187 - 293 mg/I.
Dari hubungan antara COD dan BOD (BOD/COD) dapat dilihat biodegradabilitas
keluaran anaerob. Nilai awal (umpan) BOO/COD adalah 0.17 (Tabel 5.1.), kemudian
pada keluaran anaerob nilai BOD/COD meningkat mencapai nilai 0.3 - 0.4. Nilai rasio
BOD/COD mencapai 1.8 - 2.3 kali dari BOD/COD awal. Dengan peningkatan nilai
BOD/COD berarti umpan semakin mudah didegradasi oleh mikroorganisme proses aerob
(Setiadi dkk, 1997). Hal ini disebabkan, senyawa kompleks zat warna telah didegradasi
menjadi senyawa aromatik yang lebih sederhana.
17
Pada Gambar 5.7. dapat dilihat bahwa terjadinya penghilangan warna membuat
senyawa aromatik berantai panjang (zat warna) menjadi senyawa aromatik berantai
pendek. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Kun dkk (1992). Senyawa
aromatik berantai pendek mempunyai biodegradibiltas yang tinggi untuk prosesa aerob,
ini ditunjukkan dengan nilai BOD/COD keluaran anaerob lebih besar 1.8 - 2.3 kali
dibandingkan dengan BOD/COD umpan.
Pada proses aerob senyawa aromatik berantai pendek terdegradasi, ini
ditunjukkan oleh nilai BOD hasil aerob tidak terdeteksi lagi (BOD sampel hampir sama
dengan BOD blanko). Senyawa aromatik sederhana didegradasi melalui hydoxilation dan
membuka cincin (Brohm dan Frowein, 1937). Dengan tujuan mineralisasi (Kun dkk,
1992).
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
Pada bab ini disajikan beberapa kesimpulan yang diambil berdasarkan hasil
penelitian dan pembahasan. Disamping itu akan diberikan beberapa saran untuk
pengembangan penelitian lebih lanjut.
6.1. Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Proses anaerob dapat memutuskan ikatan kromofor azo (-N=N-) zat warna C1
Reactive Red 141 J yang ditandai dengan hilangnya zat warna secara visual,
tetapi konsentrasi yang tercatat pada spektrofotometer sekitar 1.1 - 2.2. mg/I.
2. Proses anaerob dapat meningkatkan biodegradable limbah sintetis tekstil.
3. Pada proses aerob terjadi penurunan warna antara 20 - 42%, penurunan COD 39 -
51 %, sedangkan nilai BOD tidak terdeteksi lagi.
4. Pada proses gabungan anaerob-aerob dapat diturunkan nilai COD sekitar 90%
dan warna 2 - 93%.
6.2. Saran
18
DAFTAR PUSTAKA
Bailey, J.E., Ollis, D.F., Biochmeical Engineering Fundamental, 2nd edition, Mc Graw
Hill, 1986.
Bhattacharya SK, Wang S., Angara RV., Kawai T dan Bishop F.D., Fate anf Effect of
Azo Dye on an Anaerobic-aerobic System, 44th Purdue Industrial Waste
Conference Proceedings, Lewis Publishers Inc., Chelsea, Michigan, 295-297,
1990.
Browm, Frowein, dikutip dari Zaoyan, Y., Ke, S., Guangliang, S., Fan, y" Jinshan, D. dan
Haunian, M. Anaerobic-aerobic Treatment of a Dye Wstewater by Combination
of RBC with Activated Sludge, Wat. Sci. Tech., 26(9-11), 2093-2096, 1992.
Carliell C.M., Barclay, S.J., Naidoo, No, Bucley, CA, Mulholland, D.A. dan Senior, E.,
Microbial Decolorization of Reactive Red Dye Under Anaerobic Condition,
Water SA, 21(1), 61-69, 1995.
Grady, G.P.L., dan Lim, C.H., Biological Waste Water Treatment-Theory and Aplication,
Marcel Dekker Inc., New York, 1990.
Hug, W., Schmidt, A., Nortemana, B., Hempel, D.C., Stolz, A. dan Knackmuss, H.J.,
Mineralization of the Sulfonated Azo Dye Mordant Yellow 3 y a 6-
Aminoapthalene-2Sulfonate-Degrading Bacterial Consorsium, Applied and
Environmental Microbiology, 57(11), 3144-3149, 1991.
Heaton, Alan, The Chemical Industry, Second eition, Blackie Academic and Profesional,
Chapman & Hal London, 1994.
19