Anda di halaman 1dari 10

ANALISIS JURNAL

EVALUASI PEMENUHAN HAK ATAS KESEHATAN BAGI


MASYARAKAT MISKIN DI PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

Duajukan Guna untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah


“Asuransi Kesehatan”

OLEH:
DEWI NOVITA HARDIANTI
I1A111062

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
BANJARBARU

2013
A. ANALISIS JURNAL
Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) merupakan salah satu provinsi
yang paling buruk catatan pembangunannya dalam bidang kesehatan. NTB
memiliki angka kematian ibu dan bayi tertinggi di Indonesia. Ada
kecenderungan bahwa masalah kesehatan dan rawan gizi/busung lapar pernah
menjadi catatan penting daerah NTB yang penyebabnya bisa jadi terkait
dengan masalah kultural dan ekonomi. Salah satu upaya untuk
menanggulangi masalah kesehatan tersebut adalah dengan mengupayakan
pemenuhan hak Maskin (masyarakat miskin) atas pelayanan kesehatan
melalui Jamkesmas (1).
Jaminan Sosial Kesehatan Masyarakat Miskin (Jamkesmas) adalah
bentuan social untuk pelayanan kesehatan bagi fakir miskin dan tidak mampu
yang diselenggarakan oleh Kemerntian Kesehatan sejak 2008 dan merupakan
kelanjutan dari Program Jaminan pemeliharaan Kesehatan Bagi Masyarakat
Miskin (JPKMM) atau lebih dengan program Askeskin yang diselenggarakan
pada tahun 2005-2007. Dengan di keluarkannya Pedoman Pelaksanaan
Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) tahun 2008, maka jaminan
kesehatan bagi masyarakat miskin telah menjadi agenda besar dalam
mengupayakan pemenuhan hak warga Negara untuk dapat hidup sehat. Akan
tetapi tidak menutup kemungkinan bahwa kebijakan tersebut tidak selalu
sama dengan apa yang diharapkan (1,2).
Berikut permasalahan yang ditemui mengenai Jaminan Kesehatan
Masyarakat (Jamkesmas) Tahun 2008 khususnya pada tahap pelaksanaan di
Nusa Tenggara Barat antaralain (1):
1. Tidak tercatatnya semua masyarakat yang berhak mendapatkan
Jamkesmas
Berdasarkan jurnal diketahui bahwa belum semua Maskin
(masyarakat miskin) seperti pengangguran, pendatang tanpa KTP/KIPEM
(Kartu Tanda Penduduk/Kartu Indentitas Penduduk Musiman), pemulung,
tuna wisma memiliki kartu Jamkesmas. Alasan yang melatarbelakangi
belum meratanya pembagian kartu Jamkesmas ini antaralain luputnya
pencatatan nama Maskin yang berhak mendapat Jamkesmas oleh pihak-
pihak kelurahan maupun RT/RW setempat, pihak askes belum mencetak
semua kartu, Maskin dinilai cenderung belum memahami haknya sebagai
warga negara yang dilindungi oleh konstiusi dan penegakkan HAM
perlindungan kelompok rentan (1).
Persoalan kartu Jamkesmas juga terkait oleh gejala warga miskin yang
luput dijangkau pada saat pendataan (baik sengaja atau tidak sengaja). Selain
itu kecenderungan longgarnya kriteria kantor kelurahan menerbitkan SKTM
(Surat Keterangan Tidak Mampu) untuk mendapatkan pelayanan
kesehatan/Jamkesmas, sehingga dipergunakan oleh pihak yang bukan berhak
(warga mampu), turut menghabiskan jatah/alokasi bagi pasien tidak mampu
(1).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan tim pemerintah provinsi daerah
khusus ibukota Jakarta mengenai program BLT (Bantuan Langsung Tunai)
diketahui bahwa tidak tepatnya sasaran program untuk masyarakat miskin
dapat terjadi akibat kesalahan pada proses pendataan yang cenderung
subyektif. Juga disinyalir adanya warga yang memanipulasi informasi pada
saat pendataan, sehingga terdapat beberapa KK penerima bantuan yang
dinilai lebih sejahtera dari KK yang tidak menerima (3).
Selain itu masih ada masyarakat yang menggunakan Surat Keterangan
Tidak Mampu (SKTM) untuk berobat, karena tidak mendapatkan kartu
Jamkesmas dan ada yang diperlakukan sebagai pasien umum (wajib
membayar) jika ingin mendapatkan pelayanan di puskesmas atau rumah sakit
(1).
Berdasarkan tata pelaksanaan Jamkesmas diketahui bahwa bagi
pemerintah Kabupaten/Kota yang telah menetapkan jumlah dan nama,
masyarakat miskin (nomor, nama, dan alamat), serta selama proses penerbitan
distribusi kartu belum selesai, kartu peserta lama atau SKTM masih
diberlakukan sepanjang yang bersangkutan ada dalam daftar masyarakat
miskin yang ditetapkan oleh Bupati/Walikota (4).
Majalah Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (2013)
perlakuan yang sama terhadap Maskin oleh puskemas atau rumah sakit dapat
terjadi akibat penuhnya ruangan pelayanan kelas III di rumah sakit, sehingga
pasien terpaksa untuk melakukan pengobatan atau perawatan di pelayanan
kelas I yang ternyata sangat memberatkan (5).
2. Lambatnya Pembayaran Klaim
Pembayaran klaim Jamkesmas juga tergantung pada hasil verifikasi
yang dilakukan tim dari Dinas Kesehatan Provinsi. Namun, jumlah tenaga
verifikasi yang dimiliki sangat terbatas sehingga proses verifikasi
membutuhkan waktu lama. Pada akhirnya, lamanya proses verifikasi
berimbas pada mundurnya waktu pengajuan klaim. Pihak RS tidak dapat
mengajukan klaim Jamkesmas sebelum melalui proses verifikasi. Selain itu,
ada beberapa tunjangan seperti Jamkesmas dan tunjangan profesi yang kurang
lebih satu tahun ini tidak dibayar. Padahal itu adalah hak paramedis, dokter
dan rumah sakit sebagai penyedia jasa pelayanan kesehatan.
Verifikasi adalah kegiatan menguji kebenaran administrasi
pertanggungjawaban pelayanan yang telah dilaksanakan oleh fasilitas
kesehatan. Verifikasi di puskesmas dilaksanakan oleh Tim Pengelola
Jamkesmas Kabupaten/Kota sedangkan verifikasi di fasilitas kesehatan
lanjutan dilakukan oleh verifikator independen. Standar pelaksanaan
verifikasi di puskesmas dan fasilitas kesehatan lanjutan diatur lebih lanjut
dalam petunjuk teknis verifikasi tersendiri (6).
Hasli penelitian terhadap masalah administrasi Jamkesmas tersebut
juga didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Astuti (2013) yang
menyatakan bahwa bahwa rumah sakit mengalami kendala dalam
penyelesaian klaim Jamkesmas yang disebabkan kekaurangan petugas
verifikator, berkas persyaratan yang kurang lrngkap menyebabkan proses
verifikasi lama, beban kerja yang tinggi dikarenakan petugas mempunyai
pekerjaan rangkap, permasalahan koding karena tulisan dokter sulit terbaca,
perbaikan berkas butuh waktu lama, penyimpanan berkas klaim kurang baik.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Wijaya (2009) proses verifikasi
yang tidak tepat waktu juga dapat disebabkan oleh sistem pelaporan dari
puskesmas maupun rumah sakit yang lama pula. Hal ini dapat terjadi petugas
administrasi yang juga terbatas atau tidak adanya petugas di bidang
administrasi secara khusus (7,8).
3. Membludaknya Pasien Jamkesmas
Adanya kondisi ketika puskesmas maupun rumah sakit memiliki
pasien yang melebihi daya tampung terutama jika terjadi wabah endemi atau
pendemi. Membludaknya pasien Jamkesmas, terkait juga dengan sosialisasi
program kesehatan gratis. Sementara itu jumlah pasien yang bisa ditampung
di puskesmas dan rumah sakit daerah cenderung belum sebanding. Hal ini
merupakan masahal yang harus ditanggung pihak RS.
Pihak RS dilarang untuk menolak pasien, sementara untuk
menyiapkan tempat bukan sesuatu yang mudah. Penambahan ruangan tidak
cukup hanya denga dengan menambah tempat saja, tetapi juga harus disertai
kesiapan peralatan sampai kesiapan sumber daya manusia (SDM). Oleh
karena itu, untuk meningkatkan pelayanan kepada keluarga miskin (Gakin)
pihak puskesmas dan rumah sakit daerah meminta kesabaran pihak Gakin dan
media massa. Hal itu perlu dilakukan secara bertahap karena melibatkan
berbagai persoalan ruang, peralatan, kualitas obat dan ketersediaan
paramedis/dokter yang bersifat kompleks pengadaannya.
Hal ini merupakan faktor terhambat yang telah dirumuskan di
Implementasi Permenkes RI Nomor 40 Tahun 2012 yang menyatakan bahwa
hambatan internal dari pelaksanaan program Jamkesmas diantaranya adalah
keterlambatan ketersediaan obat-obatan dan penunjang kesehatan lainnya.
Selain itu sikap tenaga medis dalam melayani pasien jamkesmas juga menjadi
penghambat dalam implementasi program jamkesmas, karena masih ada
masyarakat yang kurang puas dengan pelayanan yang diberikan (9).
Berdasarkan kasus tersebut,diketahui bahwa hal ini tidak sejalan
dengan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
903/Menkes/Per/V/2011 pada pasal 1 ayat (2) yang menyatakan bahwa pihak
terkait penyelenggaraan program Jaminan Kesehatan Masyarakat harus
mendorong peningkatan pelayanan kesehatan yang terstandar bagi peserta,
tidak berlebihan sehingga terkendali mutu dan biayanya (10).
Selain itu, membludaknya pasien Jamkesmas ini juga diakibatkan oleh
adanya keluarga non miskin yang menggunakan/mendapatkan kartu
Jamkesmas, sedangkan masih terdapat Maskin yang langsung berobat ke
Rumah Sakit tanpa melalui rujukan puskesmas.
Berdasarkan penelitian Dewi (2013) tidak tepatnya sasaran
Jamkesmas ini dapat terjasi karena data kepesertaan yang tidak akurat dan
tidak direvisi pada secara periodik sehingga banyak masyarakat miskin yang
tidak mendapatkan kartu jamkesmas dan justru yang mampu mendapatkan
kartu jamkesmas, sehingga kepesertaan jamkesmas tidak tepat sasaran. Selain
itu kurangnya partisipasi dari masyarakat peserta Jamkesmas juga menjadi
hambatan bagi program Jamkesmas, karena banyak masyarakat yang ingin
memiliki kartu Jamkesmas namun pada saat pemerintah melakukan
sosialisasi masyarakat tersebut tidak menghadirinya (9).
4. Rumitnya Entry Database & Prosedur Klaim
Pembayaran klaim jasa pelayanan Jamkesmas oleh Puskesmas dan
RSUD itu berdasarkan permintaan dari setiap SKPD/tim verifikasi
independen dan dibayarkan berdasarkan permintaan SKPD. Itu pun harus
melalui administrasi yang lengkap. Hal ini juga dikeluhkan pihak RSUD
dalam pengisiannya selain rumit, juga perlu mengentry data base sebanyak
dua kali dengan program komputer yang berbeda.
Administrasi klaim adalah suatu proses dari penyiapan berkas dan
prosedur penilaian layak tidaknya klaim dibayar yang berkaitan dengan
kelengkapan dokumen, yakni surat rujukan, pemeriksaan, pelayanan
penunjang diagnostik, dan tindakan medik yang telah disahkan oleh dokter
yang bertanggungjawab, serta obat-obatan yang digunakan sesuai dengan tarif
yang berlaku sampai dengan pencairan klaim kepada PPK. Seharusnya proses
administrasi Klaim tidak menjadi kendala karena telah diberikannya petunjuk
teknis administrasi klaim dan verifikasi serta adanya petugas administrasi
yang tersedia secara khusus dan berkompeten (11).
B. REKOMENDASI
Implementasi Program Jamkesmas ini membutuhkan data kepesertaan
yang akurat dan up date sehingga kepesertaannya tepat sasaran. Banyak
masyarakat miskin yang tidak mendapatkan kartu Jamkesmas yang baru,
karena permasalahan tersebut maka pihak puskesmas maupun rumah sakit
harus bekerja ulang lagi untuk mendata kembali masyarakat yang akan
menerima kartu Jamkesmas yang baru.
Kualitas maupun kuantitas layanan kesehatan harus ditingkatkan guna
terpenuhinya cakupan masyarakat miskin yang ingin melakukan perawatan
maupun pengobatan. Pelayanan tersebut harus terkendali mutu dan biayanya.
Menurut Parasuraman dalam Irawan (2008), kualitas pelayanan kesehatan
didalam sistem kesehatan nasional diartikan sebagai upaya pelayanan
kesehatan yang bersifat terpadu, meyeluruh, merata dan terjangkau oleh
seluruh lapisan masyarakat. Menurut Berry, Zeithaml dan Parasuraman atau
biasa dikenal dengan teori Servqual terdapat lima dimensi yang digunakan
konsumen dalam menilai kualitas pelayanan kesehatan, yaitu (12):
1. Terwujud bukti fisik (tangible)
Dimensi ini mencakup kondisi fasilitas fisik, peralatan serta penampilan
petugas, karena jasa tidak dapat diamati secara langsung maka pelanggan
sering kali berpedoman pada kondisi yang terlihat mengenai jasa dan
melakukan evaluasi. Kenyataan yang berkaitan dengan hal ini mencakup
objek yang sangat bervariasi, seperti penampilan petugas, karpet, tempat
duduk, pencahayaan ruangan, warna dinding, brosur peralatan dan fasilitas
yang digunakan.
2. Kehandalan (reliability)
Dimensi ini menunjukkan kemampuan rumah sakit dalam memberikan
pelayanan yang akurat dan handal, dapat dipercaya, bertanggung jawab
terhadap apa yang dijanjikan, tidak pernah memberikan janji yang
berlebihan dan selalu memenuhi janjinya. Secara umum dimensi ini
merefleksikan konsistensi dan kehandalan dari kinerja organisasi, hal ini
berkaitan dengan pertanyaan berikut ini, apakah pelayanan yang diberikan
dengan tingkat yang sama dari waktu ke waktu. Untuk melihat dimensi
dapat dilihat pernyataan harapan pelanggan di bawah ini :
a) Jika pelayanan yang unggul, menjanjikan melakukan sesuatu pada
waktu tertentu mereka akan melakukan hal itu.
b) Jika pelanggan bermasalah mereka akan menunjukkan perhatian yang
tulus untuk menyelesaikannya.
c) Layanan yang unggul melayani dengan benar pada waktu pertama kali
(tidak dengan trial and error)
d) Jasa pelayanan yang unggul melayani sesuai dengan waktu yang
dijanjikan.
e) Jasa pelayanan yang unggul memiliki kebijakan agar hasilnya bebas
dari kesalahan.
3. Ketanggapan (responsiveness)
Dimensi ketanggapan merefleksikan komitmen untuk memberikan
pelayanan tepat pada waktunya, yang berkaitan dengan keinginan dan
kesiapan petugas untuk melayani. Dimensi ini merefleksikan persiapan
rumah sakit sebelum memberikan pelayanan. Untuk melihat harapan pada
dimensi ini dapat dilihat di bawah ini:
a) Petugas perusahaan yang unggul memberitahukan secara pasti kepada
pelanggan kapan pelayanan dilakukan.
b) Petugas yang unggul akan memberikan pelayanan dengan cepat dan
tepat kepada pelanggan.
c) Pekerja yang unggul akan selalu berkeinginan untuk membantu
pelanggan.
d) Petugas yang unggul tidak akan pernah terlalu sibuk untuk menanggapi
tuntutan pelanggan
4. Jaminan (assurance)
Dimensi ini mencakup pengetahuan dan kesopanan serta kemampuan
untuk memberikan kepercayaan kepada pelanggan. Dimensi ini
merefleksikan kompetensi jasa pelayanan kepada pelanggan dan keamanan
operasional. Kompetensi berkaitan dengan pengetahuan dan keterampilan
dalam memberikan jasa, keramahan mengacu pada bagaimana pekerja
berinteraksi dengan pelanggannya dan kepemilikan pelanggan. Keamanan
merefleksikan pelanggan bahwa ia bebas dari bahaya resiko dan keragu-
raguan.
5. Perhatian (empathy)
Dimensi ini menunjukkan derajat perhatian yang diberikan kepada setiap
pelanggan. Dimensi ini merefleksikan kemampuan pekerja untuk
menyelami perasaan pelanggan, sebagaimana jika pekerja itu sendiri
mengalaminya. Dimensi ini terdiri dari tiga hal berikut:
a) Accessibility, mencakup kemudahan untuk mendekati atau
menghubungi.
b) Communication Skills, mencakup pemberian informasi kepada
pelanggan dengan bahasa yang dapat dimengerti dan mendengarkan
tanggapan dan pertanyaan pada pelanggan.
c) Understanding the Costumer, hal ini mencakup perlunya usaha untuk
mengetahui pelanggan dan kebutuhan khususnya.
Kuota Jamkesmas sebaiknya dirumuskan dengan melihat kemampuan
layanan kesehatan yang ada di wilayah tersebut sehingga tidak melampaui
kuota layanan kesehatan. Selain itu, perlu dilakukan penambahan petugas
verifikator petugas rumah sakit khusus di bagian administrasi Jamkesmas.

C. KESIMPULAN
Masalah implementasi program Jamkesmas di Provinsi Nusa
Tenggara Barat antaralain tidak tepatnya sasaran Jamkesmas, lambatnya
pembayaran klaim, membludaknya pasien Jamkesmas, dan sulitnya
pengentrian data base dan prosedur klaim. Sebagai upaya penanggulan
terhadap masalah-masalah tersebut adalah perlunya dilakukan tinjauan ulang
terhadap penerima Jamkesmas, penambahan petugas verifikator dan
administrasi rumah sakit maupun puskesmas khususnya dibidang asuransi
kesehatan, serta perlunya peningkatan sarana dan prasarana serta kualitas
layanan kesehatan bagi masyarakat miskin.
DAFTAR PUSTAKA

1. Firdaus. Evaluasi Pemenuhan Hak aas Kesehatan Bagi Masyarakat Miskin


di Provinsi Nusa Tenggara Barat. Jurnal Hak Asasi Manusia 2008.
2. Sitorus, Sopar. Analisis Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Pemanfaatan
Program Jamkesmas Di Kabupaten Labuhanbatu. Skripsi. Universitas
Sumatera Utara 2011.
3. Tim Pemerintah Provinsi Daerah Khusus ibukota Jakarta. Persepsi RTS
terhadap Pelaksanaan dan Manfaat Program: Studi Kasus di Tiga
Kelurahan di Provinsi DKI Jakarta.
4. Prana, Merry MM. Kualitas Pelayanan kesehatan Penerima Jamkesmas di
RSUD Ibnu Sina Gresik. Jurnal Kebijakan dan manajemen Publik 2013;
Vol.1; No.1; 173-185.
5. Parlemantara. Majalah Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia.
Edisi 100 TH.XI.III, 2013.
6. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2012.
Pedoman pelaksanaan Program jaminan Kesehatan Masyarakat.
7. Astuti, Nur Dwi. Analisis Administrasi Klaim Jamkesmas RSUD RAA
Soewondo Tahun 2013. Skripsi. Universitas Diponegoro.
8. Wijaya, Agung Setiadi. Analisis Kinerja Petugas Administrasi
Berdasarkan Persepsi Petugas Puskesmas dan Masyarakat pada Puskesmas
Sukmajaya Kota Depok Tahun 2009. Skripsi. Universitas Indonesia.
9. Dewi, Fepri EP. Implementasi Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 40 Tahun 2012 tentang Pedoman Pelaksanaan Jaminan
Kesehatan Masyarakat di UPT Puskesmas Perawatan Tanjung Palas
Kabupaten Bulungan. EJournal Administrasi Negara 2013; Vol.1; No.2;:
816-830
10. Menteri Kesehatan Republik Indonesia. Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor 903/Menkes/Per/V/2011 tentang Pedoman
Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Masyarakat.
11. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Petunjuk Teknis Administrasi
Klaim dan Verifikasi Program Jaminan Kesehatan Masyarakat 2008.
12. Badan Penelitian dan Pengembangan Kota Medan. Identifikasi Tingkat
Kepuasan Masyarakat Terhadap Jamkesmas. 20013.

Anda mungkin juga menyukai