Tetanus merupakan penyakit ineksi yang disebabkan oleh toksin kuman klostridium tetani
Manifestasi kejang otot proksimal(kekakuan seluruh tubuh)
Klostridium tetani: kuman yang mengeluarkan toksin neurotoksik (kejang otot dan sara tepi
perifer)
Luka dalam perawatan yang salah
Klostridium bisa dari tanah, tempat kotor, besi berkarat sampai tusuk sate
Toksin: rusak eritrosit, rusak leukosit
Toksin=) tetanospasmin; neurotropik yang disebabkan ketegangan dan spasme otot
Anamnesis: riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, diagnose tik, psikososial
Tanda dan gejala tetanus: panas badan tinggi, penurunan tingkat kesadaran, kaku, kejang
Penyebabnya yaitu karena luka
Gejala: kapan mulai serangan?, apakahsembuh/bertambah buruk?
Stimulasi kejang, tindakan yang dilakukan untuk atasi kejang, penurunan kesadaran
Pemeriksaan fisik
1. Peningkatan suhu tubuh 38-40°c
2. hipertermi→inflamasi, aktivasi toksin ke SSP
3. bradikardi→penurunan perfusi jaringan otak
4. takikardi→peningkatan metabolism
5. 6B; breathing, blood, braind, bladder, bowel, bone
Diagnostik: laboratorium → leukosit, cairan otak untuk deteksi kuman
Terapi pencegahan: rawat luka →H2O2
Antimiktoba→open fraktur
ATS: TT→imunitas
Terapi pengobatan : ATS fenobarbital diazepam
Debridement luka oksigenasi
Meningitis
Meningitis merupakan inflamasi selaput meningen (selaput yang melapisi otak dan medulla
spinalis)
Diagnose keperawatan
1. Bersihan jalan napas tidak efektif b.d akumulasi sekret didalam trakea, penurunan
kemampuan batuk
2. Hipertermi b.d proses inlamasi dan efek toksin pada jaringan otak
3. Risiko tinggi cedera: kejang berulang
4. Nutrisi kurang dari kebutuhan b.d asupan in adekuat
5. Hambatan mobilitas fisik b.b kejang umum
6. Gangguan ADL b.d kelemahan
7. Gangguan eliminasi urin b.d spasme abdomen
8. Koping individu tidak efektif b.d prognosis penyakit yang tidak jelas
9. Ansietas b.d prognosis penyakit, kemungkinan kejang berulang
1. Bakteri: pembentuk pus(nanah)→meningokokus, pnemukokus, influenza
2. virus
3. jamur
Manifestasi klinis: hipertermi, nyeri kepala hebat,, bradikardia, penurunan kesadaran,
penurunan kemampuan batuk, mual, muntah, anoreksia, kelemahan fisik, kejang, kaku kuduk
1. Kaku kuduk→kepala ditekuk, tangan yang lain diletakkan diatas dada, perhatikan adanya
tahanan. tahanan→+
2. kernig→paha fleksi sampai membuat sudut 90°. Tungkai baah di ekstensikan sampai
membentuk sudut >135°. Tahanan an rasa nyeri pada sudut <135°→+
3. lasegue→salah satu tungkai diangkat lurus dengan fleksibel di persendian panggul. Tungkai
lain lurus. Normal: dapat menapai sudut 70° sebelum timbul rasa sakit dan tahanan. Bila rasa
sakit dan tahanan pada <70°→+
Diagnostic : 1. Lab klinik: hb, leukosit, trombosit dl
2. analisis cairan otak
3. kultur→jenis mikroba
4. rontgen paru, thorak dan ct scan: edema serebral
Penatalaksanaan : antibiotic, antimikroba, simptomatik, pencegahan cedera
Diagnose keperawatan
1. Nyeri b.d peningkatan tik
2. Perfusi jaringan otak tidak efektif b.d inflamasi, edema otak
3. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d akumulasi sekret, penurunan kemampuan batuk,
perubahan tingkat kesadaran
4. Pola napas tidak efektif b.d penurunan tingkat kesadaran
5. Hipertermi b.d inflamasi, peningkatan metabolism
6. Resiko defisit cairan: muntah dan demam
7. Nutrisi kurang dari kebutuhan b.d intake in adekuat, mual muntah
8. 8resiko trauma: kejang berulang
9. Gangguan ADL b.d kelemahan fisik umum
10. Ansietas b.d prognosis penyakit
CEDERA KEPALA
1. CKR: 13-15 (cedera ringan)
2. CKS : 9-12 (cedera sedang)
3. CKB :kurang dari 8 (cedera berat)
Gcs(glasgow coma scale)
1. Eye: 4: dengan spontan
3: dengan diajak bicara
2: dengan rangsangan nyyeri
1: tidak membuka mata
2. Verbal: 5: orientasi baik
4: jawaban kacau
3: berkata tidak sesuai
2: hanya mengerang
1:tidak ada suara
3. Motorik: 6: sesuai perintah
5: gerakan normal
4: fleksi cepat, abduksi bahu (reaksi)
3: fleksi lengan dengan adduksi bahu
2: ekstensi lengan, adduksi, endoro tasi bahu, pronasi lengan bawah
1: tidak ada gerakan
Intraserebral hematoma (ich)
Subdural hematoma (sdh)
Epidural hematoma (edh)
Diagnostic: 1. CT Scan
2. MRI
3. angiografi serebral
4. EEG
5. rotgen: fraktur
6. kadar elektrolit
7. AGS
Penatalaksanaan: 1. ABC
2. status neurologis
3. oksigenasi
4. glukosa
Diagnose kep: 1. Pola napas tidak efektif b.d depresi SSP, kelemahan otot pernapasan
2. bersihan jalan napas napas tdk eektif b.d penumpukan sekret, penurunan
kemampuan batuk
3. nyeri b.d trauma jaringan
4. gngguan perfusi jaringan otak b.d edema otak
5. nutrisi kurang dari kebutuhan b.d intake in adekuat
6. gangguan komplikasi verbal b.d pemasangan tracheostomi dan paralisis
7. gangguan mobilittas fisik b.d kelemahan
8. ansietas keluarga b.d krisis situasional
9. kerusakan integritas kulit b.d trauma mekanik
10. resiko tinggi peningkatan tik b.d perdarahan
SISTEM MUSKULOSKLETAL, SISTEM PERSYARAFAN, SISTEM PENGINDRAAN
ROM
Range Of Motion (ROM) adalah tindakan/latihan otot atau persendian yang diberikan kepada pasien
yang mobilitas sendinya terbatas karena penyakit, diabilitas, atau trauma. Dimana klien menggerakan
masing-masing persendiannya sesuai gerakan normal baik secara aktif ataupun pasif. Atau juga dapat di
definisikan sebagai jumlah maksimum gerakan yang mungkin dilakukan sendi pada salah satu dari tiga
potongan tubuh: sagital, frontal, dan transfersal. Potongan sagital adalah garis yang melewati tubuh dari
depan ke belakang, membagi tubuh menjadi bagian kiri dan kanan. Potongan frontal melewati tubuh
dari sisi ke sisi dan membagi tubuh menjadi bagian depan dan belakang. Potongan transfersal adalah
garis horizontal yang membagi tubuh menjadi bagian atas dan bawah.
B. Tujuan
1. Untuk mengurangi kekakuan pada sendi dan kelemahan pada otot yang dapat dilakukan secara
aktif maupun pasif tergantung dengan keadaan pasien.
C. Manfaat
a. Menentukan nilai kemampuan sendi tulang dan otot dalam melakukan pergerakan
D. Jenis ROM
1. ROM aktif : Perawat memberikan motivasi, dan membimbing klien dalam melaksanakan
pergerakan sendi secara mandiri sesuai dengan rentang gerak sendi normal (klien aktif).
2. ROM pasif : Perawat melakukan gerakan persendian klien sesuai dengan rentang gerak yang
normal (klien pasif).
E. Indikasi
3. Kelemahan otot.
F. Kontra Indikasi
1. Klien dengan fraktur.
1. Fleksi
2. Ekstensi
3. Hiperekstensi
4. Rotasi
5. Sirkumsisi
6. Supinasi
7. Pronasi
8. Abduksi
9. Adduksi
10. Oposisi
a. Latihan I
. Latihan II
- Angkat tangan yang kontraktur melewati dada ke arah tangan yang sehat.
d. Latihan IV
e. Latihan V
- Pegang pergelangan tangan yang kontraktur menggunakan tangan yang sehat angkat ke atas
dada.
f. Latihan VI
- Tekuk jari-jari yang kontraktur dengan tangan yang sehat kemudian luruskan.
g. Latihan VII
- Turunkan kaki yang sehat sehingga punggung kaki yang sehat dibawah pergelangan kaki yang
kontraktur.
- Angkat kedua kaki ke atas dengan bantuan kaki yang sehat, kemudian turunkan pelan-pelan.
h. Latihan VIII
- Angkat kaki yang kontraktur menggunakan kaki yang sehat ke atas sekitar 3cm.
- Ayunkan kedua kaki sejauh mungkin kearah satu sisi kemudian ke sisi yang satunya lagi.
i. Latihan IX
- Anjurkan pasien untuk menekuk lututnya, bantu pegang pada lutut yang kontraktur dengan
tangan yang lain.
OSTEOMILITIS
Adalah infeksi tulang. Infeksi tulang lebih sulit disembuhkan daripada infeksi jaringan lunak.
KLASIFIKASI:
ETIOLOGI :
Staphylococcus aureus hemolitikus (koagulasi positif) sebanyak 90% dan jarang oleh
streptococcus hemolitikus.
Haemophylus influenza (50%) pada anak-anak dibawah umur 4 tahun. Organism yang lain
seperti : bakteri coli, salmonella thyposa dan sebagainya.
Penyebaran hematogen dari pusat infeksi jauh (tonsilitis, bisul atau jerawat, ISPA).
PATOFISIOLOGI:
Staphylococcus aureus merupakan penyebab 70% sampai 80% infeksi tulang. Organisme
patogenik lainnya yang sering dijumpai pada Osteomielitis meliputi : Proteus, Pseudomonas,
dan Escerichia Coli.
MANIFESTASI KLINIS :
PENATALAKSANAAN :
Pemberian antibiotik ditujukan untuk mencegah terjadinya penyebaran infeksi pada tulang
sehat lainnya, mengontrol eksaserbasi akut.
Tindakan operatif dilakukan bila fase eksaserbasi akut telah reda setelah pemberian dan
rumatan antibiotik yang adekuat.
DIAGNOSA :
Kerusakan mobilisasi fisik berhubungan dengan nyeri, alat imobilisasi dan keterbatasan
menahan beban berat badan.
Resiko terhadap penyebaran infeksi berhubungan dengan pembentukan abses tulang,
kerusakan kulit
OSTEOARTRITIS
Adalah suatu penyakit sendi menahun yang ditandai oleh adanya kelainan pada tulang
rawan (kartilago) sendi dan tulang didekatnya.
ETIOLOGI :
Umur
Kegemukan
Trauma
Hormon estrogen
KLASIFIKASI :
Tipe primer (idiopatik): tanpa kejadian atau penyakit sebelumnya yang berhubungandengan
osteoarthritis.
Peradangan
Pembengkakan Sendi
Deformitas
PENATALAKSANAAN:
Tindakan preventif:
Penurunan BB.
Pencegahan cedera.
Terapi konservatif : kompres hangat, mengistirahatkan sendi, pemakaian alat- alat ortotik untuk
menyangga sendi yang mengalami inflamasi.
Pembedahan: artroplasti.
PENCEGAHAN :
DIAGNOSA :
Nyeri akut b/d distensi jaringan oleh akumulasi cairan/proses inflamasi, distruksi sendi.
PARKINSON
Usia
Genetik
Periode
Faktor lingkungan
GEJALA :
Motorik :
Tremor
Rigiditas/kekakuan
Freezing
Bicara monoton
Nonmotorik :
Disfungsi otonom
Gg. Tidur
Gg. Sensasi
PEMERIKSAAN PENUNJANG :
EEG
CT Scan
PENATALAKSANAAN :
Neuroproteksi
Neurorestorasi
PENGOBATAN :
Farmakologi
Nonfarmakologi : edukasi
Adalah rasa nyeri yang dirasakan pada bagian pinggang bawah yang disebkan oleh
kelainan system musculoskeletal, neuromuscular, vascular, viseral, & psikogenik.
ETIOLOGI :
Kegemukan.
Keseleo.
Gaya berjalan.
Merokok.
MANIFESTASI KLINIS :
LBP Viscerogenik
LBP Vaskulogenik
LBP Neurogenik
LBP Spondilogenik
LBP Psikogenik
DIAGNOSA :
Kerusakan mobilitas fisik b.d nyeri spasme otot dan berkurangnya kelenturan.
Adalah menjebolnya nucleus pulposus ke dalam kanalis vertebralis akibat degenerasi annulus
fibrosus korpus vertebralis.
ETIOLOGI :
GEJALA :
dapat berupa nyeri yang menusuk tajam seperti nyeri gigi pada bagian bawah pinggang yang
menjalar ke lipatan bokong.
PENCEGAHAN :
Menjaga berat badan sehingga tekanan pada tulang belakang tidak berat
adalah peradangan akut sebagian atau seluruh telinga tengah, tuba eustachi, antrum
mastoid, dan sel-sel mastoid.
ETIOLOGI :
Bakteri :
Virus : influenza
FAKTOR RISIKO :
Usia(Bayi&Anak-anak)
Alergi
Kongenital
BSD GEJALA :
OMA : Proses peradangan pada telinga tengah yang terjadi secara cepat dan singkat (dalam
waktu kurang dari 3 minggu) yang disertai dengan gejala lokal dan sistemik.
Otitis Media Supuratif Kronik: Infeksi kronik telinga tengah disertai perforasi membran timpani
dan keluarnya sekret.
Stadium Oklusi : ditandai dengan gambaran retraksi membran timpani akibat tekanan negatif
telinga tengah. Membran timpani kadang tampak normal atau berwarna suram.
Stadium Hiperemis: ini tampak pembuluh darah yang meleba disebagian atau seluruh
membran timpani, membran timpani tampak hiperemis disertai edem.
Stadium Supurasi : Ditandai dengan edem yang hebat telinga tengah disertai hancurnya sel
epitel superfisial serta terbentuknya eksudat purulen di kavum timpani sehingga membran
timpani tampak menonjol (bulging) ke arah liang telinga luar.
Stadium Perforasi :Terjadi ruptur membran timpani sehingga nanah keluar dari telinga tengah
ke liang telinga.
MANIFESTASI KLINIS :
Gangguan pendengaran
PEMERIKSAAN PENUNJANG :
Otoskopi
Otoskop Pneumatic
Timpanometri
Timpanosintesis
Uji Rinne
Uji Webber
Uji Swabach
TULI KONDUKTIF
Adalah kondisi ketika suara tidak bisa masuk ke telinga bagian dalam karena ada masalah
pada saluran telinga, gendang telinga, maupun tulang-tulang pendengaran di telinga bagian
tengah.
PENYEBAB :
Infeksi telinga tengah (otitis media) atau infeksi pada saluran telinga (otitis ekterna).
Infeksi saluran eustachius yang menghubungkan antara telinga tengah dan hidung.
Lubang di gendang telinga.
ETIOLOGI :
Penderita tuli konduktif biasanya sulit mendengar suara pelan. Sedangkan suara yang lebih
nyaring mungkin akan terdengar pelan.
Gangguan pendengaran ini paling sering terjadi pada anak-anak yang memiliki infeksi telinga
berulang atau yang sering memasukkan benda asing ke dalam saluran telinga mereka.
PENATALAKSANAAN :
Membersihkan liang telinga dengan penghisap atau kapas dengan hati-hati. Penilaian terhadap
secret,oedema dinding kanalis dan membrane timpani bila memungkinkan.
Terapi analgetik
DIAGNOSA :
Adalah suatu skala neurologic yang dipakai untuk menilai secara objektif derajat kesadaran
seseorang.
GCS terdiri dari 3 pemeriksaan, yaitu penilaian: respons membuka mata (eye opening),
respons motorik terbaik (best motor response), dan respons verbalterbaik (best verbal
response).
Skor tertinggi menunjukkan pasien sadar (compos mentis), yakni GCS 15 (E4M6V5), dan skor
terendah menunjukkan koma (GCS 3 = E1M1V1).
PENILAIAN GCS :
a. Compos mentis adalah kondisi sadar sepenuhnya. Pada kondisi ini, respon pasien terhadap
diri sendiri dan lingkungan sangat baik. Pasien juga dapat menjawab pertanyaan penanya
dengan baik. Nilai GCS untuk compos mentis adalah 15-14.
b. Apatis adalah kondisi di mana seseorang tidak peduli atau merasa segan terhadap
lingkungan sekitarnya. Nilai GCS untuk apatis adalah 13-12.
c. Delirium adalah kondisi menurunnya tingkat kesadaran yang disertai dengan kekacauan
motorik. Pada kondisi ini pasien mengalami gangguan siklus tidur, merasa gelisah, mengalami
disorientasi, merasa kacau, hingga meronta-ronta. Nilai GCS adalah 11-10.
d. Somnolen adalah kondisi mengantuk yang cukup dalam namun masih bisa dibangunkan
dengan menggunakan rangsangan. Ketika rangsangan tersebut berhenti, maka pasien akan
langsung tertidur kembali. Nilai GCS untuk somnolen adalah 9-7.
e. Sopor adalah kondisi mengantuk yang lebih dalam dan hanya dapat dibangunkan melalui
rangsangan yang kuat seperti rangsangan nyeri. Meskipun begitu pasien tidak dapat bangun
dengan sempurna dan tidak mampu memberikan respons verbal dengan baik. Nilai GCS
adalah 6-5.
f. Semi-koma atau koma ringan adalah kondisi penurunan kesadaran di mana pasien tidak
dapat memberikan respons pada rangsangan verbal dan bahkan tidak dapat dibangunkan
sama sekali. Tetapi jika diperiksa melalui mata maka masih akan terlihat refleks kornea dan
pupil yang baik. Pada kondisi ini respons terhadap rangsangan nyeri tidak cukup terlihat atau
hanya sedikit. Nilai GCS untuk semi-koma adalah 4.
g. Koma adalah kondisi penurunan tingkat kesadaran yang sangat dalam. Dalam kondisi ini
tidak ditemukan adanya gerakan spontan dan tidak muncul juga respons terhadap rangsangan
nyeri. Nilai GCS untuk koma adalah 3.
Fraktur adalah suatu bentuk diskontinuitas / terputusnya hubungan struktur tulang. Fraktur merupakan
lesi tulang yang paling sering terjadi.
Fraktur tertutup sama bahanya dengan fraktur terbuka karena luka dari jaringan lunak menyebabkan
perdarahan yang banyak.
KLASIFIKASI FRAKTUR:
Direk : fraktur terjadi langsung pada area yang mengalami trauma. (ex : antebrakhii dipakai menahan
pukulan lawan sehingga terjadi fraktur corpus ulna).
Indirek : fraktur terjadi di area lain setelah gaya trauma dihantarkan melalui tulang. (ex : jatuh dengan
lengan lurus menumpu sehingga terjadi fraktur clavikula).
Fraktur fatik/stress à karena trauma kronis/berulang sehingga tulang tersebut menjadi lemah (ex.
Fraktur os fibula pada atlet).
Fraktur Patologis à karena proses patologis yang membuat tulang menjadi rapuh
Fraktur transversal
Fraktur oblik
Fraktur Spiral
Fraktur Butterfly
Fraktur inkomplit
Fraktur segmental
Fraktur kominutif
Fraktur kompresi
Fraktur simple/tertutup à kulit di area fraktur masih intak / utuh tidah robek
Fraktur terbuka à kulit di area fraktur robek sehingga tulang terekspose keluar àpotensial infeksi tinggi
Fraktur komplikasi à fraktur menyebabkan kerusakan struktur / jaringan lain seperti vasa darah, saraf,
sendi, organ viscera dll
Look
vrgt
Bengkak
Feel
Nyeri tekan
Krepitasi
Move
Penatalaksanaan:
Pada survey primer, kita harus sangat berhati-hati, karena pada fraktur tulang besar kita juga
harus mengontrol perdarahan. Pada survey sekunder yang lazimnya dilakukan adalah :
1. Look/inspeksi à DOTS
S : Swelling à Pembengkakan
2. Feel/palpasi à cari apakah ada tenderness, krepitasi, nyeri saat digerakkan dll.
Periksa trauma daerah lain head to toe (leher, kepala, dada, perut, pelvis, tungkai, lengan,
punggung).
G : gerakan/move à mengecek fungsi saraf motoris (minta korban menggerakkan jari dll)
S : sensasi à mengecek fungsi saraf sensoris (pasien ditanya bagian apa yg dipegang dokter dll)
S : sirkulasi à cek waktu pengisian kapiler/WPK, warna kulit, suhu kulit, pulsasi
Periksa radiologis dengan sisi antero-posterior dan lateral. Foto harus memuat 2 sendi (1
proksimal 1 distal, identitas, tanggal yang jelas)
SPLINT/SPALK
Maacam-macam Splint
Rigid Splint : tipe ini dapat dibuat dari macam bahan termasuk papan panjang, plastik keras, besi atau
kayu.
Soft Splint : tipe ini meliputi splint udara, bantal dan mitela. Splint udara baik untuk fraktur pada lengan
bawah dan tungkai bawah.
Tujuan:
Korban yang memerlukan pemindahan tempat, memerlukan imobilisasi yang baik dengan
menggunakan long spine board.
SISTEM MUSKULOSKLETAL
TULANG
TENGKORAK OTAK : 8
TENGKORAK WAJAH : 14
TELINGA DALAM : 6
LIDAH : 1
KERANGKA DADA : 25
TL. BELAKANG-PANGGUL: 26
EKS ATAS: 64
EKS BAWAH : 62
Bentuk tulang:
Pengkajian:
Fraktur
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang, yang biasanya disertai dengan luka sekitar
jaringan lunak, kerusakan otot, rupture tendon, kerusakan pembuluh darah
Patah Tulang
Traumatik:
KECELAKAAN, JATUH
Patologik:
Manifestasi klinis:
DEFORMITAS : MEMENDEK
BENGKAK : EDEMA
KEHILANGAN FUNGSI
GERAKAN ABNORMAL
Diagnosa:
Hambatan mob fisik b.d respon nyeri, kerusakan neuromuskuloskletal, pergerakan pragmen tulang
Resiko tinggi syok hypobolemik d.f kehilangan banyak darah cedera vaskuler
RESPON REFLEKS
SISTEM SENSORIK
Stroke:
Adl : kelainan fungsi otak yang timbul mendadak yang terjadi karena gangguan peredaran darah otak
berlangsung selama 24 jam, dapat menyebabkan kematian.
Trombosis serebral : pembuluh darah oklusi ⇨ iskemia jaringan, edema dan kongesti.
Hemoragi : hipertensi
Faktor Resiko
Hipertensi*
Diabetets Mellitus
Penyakit kardiovaskuler
Koleterol tinggi
Obesitas
Merokok
Konsumsi alkohol
Penyalahgunaan obat