Anda di halaman 1dari 6

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tuberkulosis (TB) masih merupakan masalah kesehatan masyarakat yang

menjadi tantangan global dan nasional. Berdasarkan laporan Globat TB Report

tahun 2016 diketahui bahwa Indonesia merupakan salah satu Negara yang

mempunyai beban TB yang tersesar di antara 5 negara yaitu India, Indonesia,

China, Nigeria dan Pakistan. Sesuai hasil survei prevalensi TB 2013-2014 yang

dilakukan oleh Badan Litbangkes Kemenkes RI, angka inseden TB adalah 399 per

100 ribu penduduk, angka prevalensi TB sebesar 647 per 100 ribu penduduk

(WHO,2015).

PMO (Pengawas Menelan Obat) merupakan komponen DOTS (Directly

Observed Treatment Shortcourse Chemotherapy) yang berupa pengawasan

langsung menelan obat pasien TB oleh PMO, dengan tujuan untuk memastikan

pasien menelan semua obat yang dianjurkan. Memberikan dorongan pada pasien

yang sedang dalam masa pengobatan, mengingatkan serta menemani pasien untuk

periksa dahak ke Puskesmas, memberikan penyuluhan kepada anggota keluarga

mengenai gejala, cara pencegahan, cara penularan TB dan menyarankan untuk

memeriksakan diri bila memiliki gejala seperti pasien TB. Orang yang menjadi

PMO dapat berasal petugas kesehatan, kader, guru, tokoh masyarakat atau

anggota keluarga.(Permenkes RI 67 tahun 2016). Dengan demikian peranan PMO

dalam system pengobatan pasien TB sangat penting. Tidak hanya untuk


2

kesembuhan pasen, tapi juga untuk lingkungan sekitarnya. Namun dalam

kenyataannya peranan ini menjadi sangat lemah dikarenakan oleh beberapa faktor.

Data profil kesehatan Kabupaten Tasikmalaya menunjukkan kasus TB

pada tahun 2017 sebanyak 2.205 kasus dan tahun 2018 sebanyak 2.245 kasus dari

semua jenis kasus TB. Terjadi peningkatan jumlah kasus pada setiap tahunnya,

meskipun angka kesembuhannya telah mencapai 90% pada tahun 2017 namun

pasien loss to follow up sebanyak kurang lebih 5%. Wilayah kerja Dinas

Kesehatan Kab. Tasikmalaya merupakan sebagian besar wilayahnya terdiri dari

kecamatan yang mempunyai daerah pegunungan dengan akses ke Fasyankes

yang cukup jauh, medan yang terjal dengan tingkat pendidikan terbesar adalah

lulusan SD/sederajat. (Profil Dinkes, 2017) terdiri dari 8 Koordinator wilayah

(Korwil), salah satunya adalah Korwil Manonjaya yang membawahi 4 Puskesmas

yaitu : Puskesmas Gunungtanjung, Puskesmas Manonjaya, Puskesmas Cineam

dan Puskesmas Karangjaya.

Peranan PMO di Korwil Manonjaya memang masih rendah, hal ini dapat

terlihat pada kunjungan pasien TB yang mengambil obat seringkali tidak

didampingi oleh PMO bahkan PMO sendiri kurang memperhatikan bahkan tidak

mengetahui apa yang menjadi tugas dan peranannya sebagai Pengawas Menelan

Obat. Padahal peran PMO sangatlah penting untuk menunjang keberhasilan

pengobatan pasien, sebagai motivator, sebagai pendorong perubahan sikap dan

prilaku pasien dan lingkungannya, karena PMO merupakan orang yang sangat

dekat dengan pasien.


3

Berdasarkan survey yang dilakukan melalui wawancara pada beberapa

PMO pasen TB pada saat awal pengobatan, diperoleh gambaran bahwa mereka

tahu bahwa penyakit TB itu menular dan harus diobati selama 6 bulan, namun

mereka tidak mereka tidak tahu cara penularan penyakit TB melaui apa saja

penyakit itu bisa menular, kebanyakan dari penderita TB masih membuang ludah

sembarangan. Perilaku anggota keluarga yang tidak menasihati kepada pasien

agar tidak meludah sembarangan dan tidak menyediakan tempat khusus untuk

meludah karena minimnya pengetahuan mengenai bagaimana cara penularan

penyakit TB tersebut dan lain sebagainya.

Padahal Pengawas Menelan obat adalah seseorang yang menjamin

keteraturan minum obat penderita TB . Peran PMO dalam proses pengobatan

pasien TB tidak hanya sebatas pengobatan pasien TB, namun juga untuk

melakukan tindakan-tindakan pencegahan penularan penyakit TBC kepada

anggota keluarga lainnya.. Perilaku pencegahan penularan TBC harus dilakukan

sesuai dengan anjuran yang telah ditentukan misalnya ventilasi rumah,

pembuangan dahak, dan sebagainya.

Letak Geografis dari ketiga puskesmas yaitu Gununtanjung, Cineam dan

Karangjaya merupakan daerah pegunungan dengan akses ke Fasyankes cukup

jauh dapat juga menjadi kendala. Dimana cost untuk mencapai Faskes cukup

tinggi bila ditempuh dengan kendaraan umum dengan tingkat pendapatan

masyarakat yang masih rendah. Hal ini juga merupakan masalah lain terhadap

optimalisasi PMO dalam pendampingan terhadap Pasien.


4

Dalam penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Prabowo (2014),

menjelaskan bahwa peran PMO berpengaruh dengan kepatuhan kunjungan pasien.

Keberadaan PMO dalam masa pengobatan pasien TB sangat membantu, karena

ketidakpatuhan pasien TB dalam berobat disebabkan oleh tidak adanya

konsistensi dari pasien dalam mengambil obat, kontrol kembali ke Puskesmas

serta mengkonsumsi obat selama 6 bulan.

Hasil penelitian dalam jurnal yang berjudul: Peran PMO dalam

Keberhasian Pengobatan TB di masyarakat oleh Nursalam dkk, menyebutkan

bahwa terdapat hubungan bermakna antara tinggkat pendidikan, dukungan

keluarga dan motivasi PMO, sedangkan menurut Nazilatul Fadlilah dalam

jurnalnya yang berjudul Hubungan Karakteristik PMO terhadap Kepatuhan

Berobat Pasien Tuberkulosis Paru di Puskesmas Pragaan menyebutkan bahwa

tingkat pengetahuan PMO masih sangat rendah terhadap pengakit TB.

Informasi penting yang perlu dipahami PMO : TB disebabkan bakteri, bukan

penyakit keturuna atau kutukan, TB dapat disembuhkan dengan berobat teratur,

cara penularan TB, gejala-gejala yang mencurigakan dan cara pencegahannya,

cara pemberian pengobatan pasien (tahap intensif dan tahap lanjutan), pentingnya

pengawasan supaya pasien berobat secara teratur dan kemungkinan terjadinya

efek samping obat dan perlunya segera meminta pertolongan ke Fasyankes.

Berdasarkan latar belakang diatas peneliti tertarik untuk melakukan

intervensi pengetahuan PMO serta analisa terhadap tingkat pengetahuan dan

faktor resiko PMO terhadap penyakit TB di korwil Manonjaya Tasikmalaya.


5

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan masalah

sebagai berikut:

1. Bagaimanakah tingkat pegetahuan PMO sebelum dilakukan

intervensi/penyuluhan?

2. Bagaimanakah tingkat pegetahuan PMO sesudah dilakukan

intervensi/penyuluhan?

3. Apakah ada perbedaan tingkat pengetahuan sebelum dan sesudah dilakukan

intervensi/penyuluhan?

4. Bagaimanakah faktor resiko PMO terhadap penyakit TB?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Mengetahui tingkat pengetahuan PMO sebelum dilakukan

intervensi/penyuluhan

2. Mengtahui tingkat pengetahuan PMO sesudah intervensi/penyuluhan

3. Mengetahui perbedaan tingkat pengetahuan PMO sebelum dan sesudah

intervensi/penyuluhan

4. Mengetahui faktor resiko PMO terhadap penyakit TB

1.4 Manfaat Penelitian

1. Memberikan gambaran tentang tingkat pengetahuan PMO terhadap

penyakit TB sesudah dan sebelum penyuluhan

2. Meningkatkan tugas dan peran PMO terhadap Pasien TB


6

3. Menjadi trigger/pemicu untuk dinas terkait untuk mengadakan

peningkatan pengetahuan terhadap PMO

4. Memberikan gambaran tentang faktor resiko PMO terhadap penyakit

TB.

Anda mungkin juga menyukai