Anda di halaman 1dari 17

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Akuntansi

Menurut Syaiful Bahri (2016:1), “Akuntansi adalah seni pencatatan,

penggolongan, pengikhtisaran, dan pelaporan atas suatu transaksi dengan

cara sedemikian rupa, sistematis dari segi isi, dan berdasarkan standar

yang diakui umum”. Oleh karena itu, pihak yang berkepentingan atas

perusahaan dapat mengetahui posisi keuangan perusahaan serta hasil

operasi pada setiap waktu yang diperlukan, sehingga dapat mengambil

keputusan maupun pemilihan dari berbagai tindakan alternatif di bidang

ekonomi.

Akuntansi merupakan seni pencatatan, penggolongan dan

pengikhtisaran dengan cara tertentu dan dalam ukuran moneter, transaksi

dan kejadian-kejadian yang umunya bersifat keuangan dan termasuk

menafsirkan artinya.

Menurut American Accounting Asociation (AAA) dalam Soemarso

(2002:3) menyatakan, “Akuntansi sebagai proses pengidentifikasian,

pengukuran, dan pelaporan informasi ekonomi untuk memungkinkan

adanya penilaian dan keputusan yang jelas dan tegas bagi mereka yang

menggunakan informasi tersebut”.

Akuntansi dipandang sebagai ilmu, seni dan teknologi. Akuntansi

dipandang sebagai ilmu karena menjelaskan fenomena akuntansi secara

objektif dan sesuai dengan kaidah keilmuan.

5
Akuntansi sebagai seni adalah keterampilan/kemampuan/kecakapan

menata transaksi keuangan yang beragam menjadi gambaran yang mudah

dimengerti bila dikomunikasikan hasilnya. Dengan demikian, akuntansi

juga dianggap sebagai teknik pengelolaan data keuangan. Hasil karya seni

akuntansi adalah laporan keuangan.

B. Pengertian Persediaan

Menurut Soemarso (2002:384) menyatakan, “Persediaan barang

dagang (Merchandise Inventory) adalah barang-barang yang dimiliki

perusahaan untuk dijual kembali”. Istilah persediaan (inventory) pada

umumnya dihubungkan dengan barang yang menjadi objek usaha pokok

suatu perusahaan. Persediaan setiap perusahaan akan berbeda, tergantung

jenis perusahaan yang bersangkutan.

Ikatan Akuntansi Indonesia (2009:14) mendefinisikan Persediaan

sebagai berikut:

Persediaan adalah asset:

a. Tersedia untuk dijual dalam kegiatan usaha biasa;

b. Dalam proses produksi untuk penjualan tersebut atau;

c. Dalam bentuk bahan atau perlengkapan (supplies) untuk

digunakan dalam proses produksi atau pemberian jasa.

“Persediaan ialah barang dagang yang disimpan untuk dijual dalam

operasi bisnis perusahaan, dan bahan yang digunakan dalam proses

produksi untuk tujuan itu”. Jadi, dapat disimpulkan bahwa yang

dinamakan persediaan barang adalah persediaan yang dimiliki perusahaan,

6
baik yang dapat dijual tanpa diolah lebih lanjut maupun yang harus diolah

terlebih dahulu sebelum kemudian dijual.

C. Sistem Pencatatan Persediaan

Menurut Soemarso (2002:388) menyatakan terdapat dua jenis

utama sistem pencatatan persediaan, yaitu sistem periodik dan sistem

perpektual.

a. Sistem periodik

Sistem periodik adalah sistem pencatatan persediaan yang tidak

mengikuti mutasi persediaan sehingga untuk mengetahui jumlah

persediaan pada suatu saat tertentu harus diadakan perhitungan fisik atas

persediaan barang (stock opname). Perhitungan persediaan (stock opname)

ini diperlukan untuk mengetahui berapa jumlah barang yang masih ada

dan kemudiaan diperhitungkan harga pokoknya. Dalam metode ini, mutasi

persediaan barang tidak diikuti dalam buku-buku, setiap pembeliaan

barang dicatat dalam rekening pembelian.

Karena tidak ada catatan mutasi persediaan barang, maka harga

pokok penjualan juga tidak dapat diketahui sewaktu-waktu. Harga pokok

penjualan baru dapat dihitung apabila persediaan akhir sudah dihitung.

Di dalam metode ini hanya tambahan persediaan dari pembeli saja

yang dicatat, sedangkan mutasi berkurangnya persediaan karena memakai

tidak dicatat dalam kartu persediaan. Untuk mengetahui berapa harga

pokok persediaan yang telah dipakai atau dijual, harus dilakukan dengan

perhitungan fisik sisa persediaan yang masih ada di gudang pada akhir

7
periode akuntansi. Harga pokok persediaan awal periode ditambah dengan

harga pokok persediaan yang dibeli selama periode dikurangi dengan

harga pokok persediaan pada akhir periode merupakan harga pokok

persediaan yang dipakai selama periode akuntansi yang bersangkutan.

Kelemahan dalam metode ini ialah, jika diinginkan menyusun

laporan keuangan jangka pendek (misalnya bulanan), yaitu keharusan

mengadakan perhitungan fisik atas persediaan barang. Bila barang yang

dimiliki jenisnya dan jumlahnya banyak, maka perhitungan fisik akan

menghabiskan waktu yang cukup lama dan akibatnya laporan keuangan

juga akan terlambat. Tidak diikutinya mutasi persediaan dalam buku

menjadikan metode ini sangat sederhana baik pada saat pencatatan

pembelian maupun pada waktu melakukan pencatatan penjualan.

Perhitungan fisik dalam sistem periodik dilakukann dengan cara

menimbang, menghitungkan, mengukur, dan sebagainya terhadap barang

persediaan yang ada. Biasanya sistem ini dilakukan di akhir periode

akuntansi perusahaan.

Jurnal sistem periodik:

a. Transaksi pembelian persediaan

 Mencatat transaksi pembelian barang dagang

Pembelian xxx

Kas / hutang xxx

 Mencatat retur pembelian

Kas/hutang xxx

8
Retur pembelian xxx

 Mencatat potongan pembelian

Kas/hutang xxx

Potongan pembelian xxx

 Mencatat beban angkut pembelian

Beban angkut pembelian xxx

Kas/hutang xxx

b. Transaksi penjualan persediaan

 Mencatat transaksi penjualan barang dagang

Kas/piutang xxx

Penjualan xxx

 Mencatat retur penjualan

Retur Penjualan xxx

Kas/piutang xxx

 Mencatat potongan penjualan

Potongan penjualan xxx

Kas/piutang xxx

 Mencatat beban angkut penjualan

Beban angkut penjualan xxx

Kas/piutang xxx

b. Sistem Perpektual

9
Dalam sistem persediaan perpektual, semua kenaikan dan

penurunan barang dagang dicatat dengan cara yang sama seperti mencatat

kenaikan dan penurunan kas. Akuntansi persediaan barang dagang pada

awal periode akuntansi mengindikasikan stok pada tanggal tersebut.

Pembelian dicatat dengan mendebit harga pokok penjualan dan

mengkredit persediaan barang dagang.

Penggunaan sistem perpektual memberikan sarana pengendaliaan

yang paling efektif atas aktiva tersebut, demikian juga adanya kekurangan

dapat ditentukan dengan mengadakan perhitungan periodik barang dan

membandingkan perhitungan tersebut dengan saldo buku tambahan.

Pemesanan kembali barang secara tepat waktu dan pencengah kelebihan

persediaan dapat dicapai dengan membandingkan saldo buku tambahan

dengan tingkat persediaan maksimum dan minimum yang ditentukan

terlebih dahulu.

Pemakaian sistem persediaan perpektual juga menyediakan cara

yang efektif untuk pengendalian atas persediaan. Jumlah setiap jenis

barang dagang selalu tersedia dalam buku pembantu persediaan.

Jurnal Pencatatan Sistem Perpetual:

a) Transaksi pembelian persediaan

 Mencatat transaksi pembelian barang dagang

Persediaan barang dagang xxx

Kas/hutang xxx

 Mencatat retur pembelian

10
Kas/hutang xxx

Persediaan barang dagang xxx

 Mencatat potongan pembelian

Kas/hutang xxx

Potongan pembelian xxx

 Mencatat beban angkut pembelian

Beban angkut pembelian xxx

Kas/hutang xxx

b) Transaksi penjualan persediaan

 Mencatat transaksi penjualan barang dagang

Kas/piutang xxx

Penjualan xxx

Harga pokok penjualan xxx

Persediaan barang dagang xxx

 Mencatat retur penjualan

Retur Penjualan xxx

Kas/piutang xxx

Persediaan barang dagang xxx

Harga pokok penjualan xxx

 Mencatat potongan penjualan

Potongan penjualan xxx

Kas/piutang xxx

 Mencatat beban angkut penjualan

11
Beban angkut penjualan xxx

Kas/piutang xxx

D. Perhitungan Persediaan Fisik yang Ada di Perusahaan

Menurut Umi Muawanah (2008:491) menyatakan, “Perhitungan

persediaan fisik ini meliputi aktivitas penjumlahan, penimbangan atau

pengukuran jumlah persediaan yang ada pada saat itu. Perhitungan secara

akurat dapat dilakukan jika perusahaan tidak sedang menjual atau

menerima barang. Oleh karena itu perhitungan fisik umumnya dilakukan

pada saat perusahaan berhenti beroperasi”.

E. Sistem Penilaian Persediaan

Menurut Umi Muawanah (2008:497), ada 3 metode untuk menilai

persediaan yaitu:

1. Metode FIFO (First In First Out)

Metode FIFO mengasumsikan bahwa harga pokok barang dagang

yang masuk pertama (yang dibeli lebih dulu) akan digunakan untuk

menentukan harga pokok dari barang yang akan dijual terlebih dahulu

pula. Sedangkan persediaan akhir mencerminkan harga pokok barang

yang dibeli dalam urutan terakhir pada periode tertentu.

2. Metode LIFO (Last In First Out)

Metode LIFO mengasumsikan bahwa harga pokok barang yang

masuk terakhir (yang dibeli terakhir) akan digunakan untuk

menentukan harga pokok dari barang yang akan dijual terlebih dahulu.

12
Dengan demikian persediaan akhir mencerminkan harga pokok barang

yang masuk dengan urutan paling dahulu atau dibeli pertama.

3. Metode Average (Rata-rata tertimbang)

Metode average mengasumsukan bahwa harga pokok barang yang

dijual merupakan nilai rata-rata dari harga pokok seluruh persediaan

yang telah masuk ke dalam (telah dibeli) perusahaan sebelum barang

tersebut dijual.

4. Metode Identifikasi Khusus

Metode Identifikasi khusus biaya adalah atribusi (menghubungkan)

biaya ke barang tertentu yang dapat diidentifikasi dalam persediaan.

Cara ini merupakan perlakuan yang sesuai bagi barang yang

dipisahkan untuk proyek khusus baik yang dibeli maupun yang

dihasilkan.

Jika setiap barang yang dibeli dapat diberi label tanggal pembelian

dan harga pokoknya maka toko dengan mudah dapat mengidentifikasi

dan menentukan biaya barang yang telah dijual. Jadi setiap barang

mempunyai identitas biaya atau harga pokoknya sesuai dengan tanggal

pembeliannya.

F. Biaya terkait persediaan

Menurut Handoko (1999:336) yang didalamnya menyatakan bahwa

pembuatan setiap keputusan yang akan mempengaruhi besarnya (jumlah)

persediaan, biaya-biaya variabel berikut dibawah ini harus

13
dipertimbangkan. Adapun biaya variabel tersebut yang dimaksud adalah

antara lain sebagai berikut :

1. Biaya penyimpanan (holding costs / carrying costs)

Biaya penyimpanan adalah biaya yang terdiri atas biaya-biaya yang

bervariasi secara langsung dengan kuantitas persediaan. Adapun yang

termasuk biaya penyimpanan adalah antara lain sebagai berikut :

a. Biaya fasilitas

Didalam biaya ini sudah termasuk biaya penerangan, biaya pendingin

ruangan dan lain sebagainya;

b. Biaya asuransi persediaan;

c. Biaya pajak persediaan;

d. Biaya pencurian, pengrusakan (perampokan) dan lain sebagainya.

2. Biaya pemesanan atau pembelian (ordering costs/procurement costs)

Yang termasuk didalam biaya ini adalah antara lain meliputi sebagai

berikut :

a. Pemrosesan pesanan dan ekspedisi;

b. Biaya telepon;

c. Pengeluaran surat menyurat;

d. Biaya pengepakan dan penimbangan;

e. Biaya pengiriman ke gudang dan lain sebagainya.

3. Biaya penyiapan pabrik (setup costs manufacturing)

Dalam hal ini terjadi jika bahan-bahan tidak dibeli, namun

diproduksi sendiri dalam pabrik perusahaan. Perusahaan menghadapi

14
biaya penyiapan (setup costs) guna memproduksi komponen tertentu.

Adapun biaya-biaya yang termasuk dalam hal ini adalah antara lain

sebagai berikut:

a. Biaya mesin-mesin menganggur;

b. Biaya penyiapan tenaga kerja langsung;

c. Biaya penjadwalan;

d. Biaya ekspedisi dan lain sebagainya.

4. Biaya kehabisan/kekurangan bahan (shortage costs)

Biaya-biaya persediaan menurut ahli akan dibahas lengkap dengan

daftar pustakanya pada materi pelajaran ekonomi sebagai berikut ini.

Adapun point pokok pembahasan tentang teori konsep para ahli atau

pakar mengenai biaya persediaan yakni sebagai berikut:

1. Biaya penyimpanan;

2. Biaya pemesanan/pembelian;

3. Biaya penyiapan;

4. Biaya kehabisan/kekurangan bahan.

G. Pelaporan Persediaan

Menurut Drs. Hedi Somantri (1999:86) menyatakan, ”Persediaan

dilaporkan melalui Laporan Kartu Stock. Laporan Kartu Stock berisikan

informasi mengenai barang masuk, barang keluar dan saldo barang. Selain

melihat kuantitasnya, harga pokok juga dapat dilihat pada kartu stock ini”.

H. Laporan Laba Rugi

15
Menurut Soemarso (2002:224) menyatakan, “Laporan laba rugi adalah

laporan yang menjabarkan unsur pendapatan dan beban perusahaan dmana

semua beban dikurangkan sebagai satu jumlah terhadap total semua

pendapatan”.

Menurut Soemarso (2002:226) laporan laba rugi terdiri dari:

1. Penjualan Bersih

Jumlah yang dibebankan kepada pembeli karena penjualan barang

dan jasa, baik secara kredit maupun tunai dilaporkan sebagai penjualan

bruto (gross sales). Penjualan retur dan pengurangan harga serta

potongan penjualan dilaporkan sebagai pengurang terhadap penjualan

bruto. Hasil yang diperoleh adalah penjualan bersih (Net Sales).

2. Harga pokok penjualan

Kegiatan perusahaan dagang adalah menjual barang-barang yang

sebelumnya dibeli. Nilai penjualan yang diterima dicatat sebagai

penjualan, sedangkan nilai beli yang dikeluarkan untuk barang yang

dijual dicatat sebagai harga pokok penjualan (cost of goods sold). Dalam

perusahaan dagang harga pokok dihitung sebagai berikut:

Persediaan barang dagang pada periode awal

Pembelian bersih selama periode

Persediaan tersedia dijual

16
Persediaan barang dagang pada akhir periode

Harga pokok penjualan

3. Laba Bruto

Selisih antara penjualan bersih dengan harga pokok penjualan

disebut laba bruto (gross profit) atau margin kotor (gross margin).

Disebut bruto karena jumlah ini masih harus dikurangi dengan beban-

beban usaha.

4. Beban Usaha

Seringkali beban usaha dikelompokkan menjadi beban penjualan

(selling expenses) dan beban administrasi dan umum (general and

administrative expenses). Beban penjualan adalah semua beban yang

terjadi dalam hubungannya dengan kegiatan menjual dan memasarkan

barang seperti kegiatan promosi, penjualan dan pengangkutan barang-

barang yang dijual. Contoh beban ini adalah beban iklan dan promosi.

Beban administrasi dan umum adalah beban bersifat umum dalam

perusahaan, misalnya gaji dan upah, listrik, air dan telepon,

pemeliharaan, dan lain-lain.

5. Laba Usaha

Selisih antara laba bruto dan beban usaha disebut laba usaha

(income from operation) atau laba operasi (operating income). Laba

usaha adalah laba yang diperoleh semata-mata dari kegiatan utama

perusahaan.

17
6. Pendapatan Lain-lain

Pendapatan yang bukan berasal dari kegiatan utama perusahaan

dikelompokkan ke dalam pendapatan lain-lain (others income) atau

pendapatan non-usaha (non-operating income). Termasuk dalam

kelompok ini adalah keuntungan dari penjualan aktiva tetap dan

pendapatan sewa.

7. Beban Lain-lain

Beban-beban yang tidak dapat dihubungkan secara langsung dan

pasti dengan kegiatan usaha perusahaan (perdagangan) dikelompokkan

ke dalam beban lain-lain (other expenses) atau beban non-usaha (non-

operating income). Beban bunga merupakan salah satu contoh dari

beban ini. Kadang-kadang, oleh karena beban bunga timbul sebagai

akibat dari kegiatan perusahaan untuk memperoleh dana

(pembelanjaan), maka disebut beban pembelanjaan (financing

expenses). Contoh lain dari beban lain-lain adalah kerugian dari

penjualan aktiva tetap. Dalam laporan laba rugi, pendapatan, dan beban

lain-lain kadang-kadang digabung.

8. Laba Bersih

Angka terakhir dalam laporan laba rugi adalah laba bersih (net

profit). Jumlah ini merupakan kenaikan bersih terhadap modal.

Sebaliknya, apabila perusahaan menderita rugi, angka terakhir dalam

laporan laba rugi adalah rugi bersih (net loss).

18
Menurut Soemarso (2002:225) ilustrasi Laporan Laba Rugi

PT XXX

Laporan Laba Rugi

Periode xxx

Pendapatan:

Penjualan bruto Rpxxx

Penjualan retur dan

Pengurangan harga (xxx)

Potongan Penjualan (xxx)

Penjualan bersih Rpxxx

Harga pokok penjualan:

Persediaan barang dagang, awal Rpxxx

Pembelian xxx

Transpor/Biaya angkut pembelian xxx

Rpxxx

Pembelian retur dan

Pengurangan harga (xxx)

Potongan pembelian (xxx)

Pembelian bersih Rpxxx

Barang tersedia dijual Rpxxx

Persediaan barang dagang, akhir (xxx)

Harga pokok penjualan Rpxxx

19
Laba bruto Rpxxx

Beban usaha:

Beban gaji Rpxxx

Beban iklan dan promosi xxx

Beban pemeliharaan xxx

Beban penyusutan xxx

Beban listrik, air dan telepon xxx

Beban asuransi xxx

Beban perlengkapan xxx

Beban serba-serbi xxx

Total beban usaha Rpxxx

Laba usaha Rpxxx

Pendapatan (beban) lain-lain:

Pendapatan sewa Rpxxx

Beban bunga (xxx)

Kerugian penjualan aktiva tetap (xxx)

Total pendapatan (beban) lain-lain neto Rpxxx

Laba bersih Rpxxx

20
DAFTAR PUSTAKA

Soemarso. 2002. Akuntansi Suatu Pengantar. Jakarta: Salemba Empat

Ikatan Akuntansi Indonesia. 2009. Standar Akuntansi Keuangan. Jakarta: Salemba

Empat

Bahri, Syaiful. 2016. Pengantar Akuntansi. Yogyakarta: Penerbit Andi

Soemantri, Hendi. 1999. Akuntansi Keuangan SMK. Bandung: CV. ARMICO

Muawanah, Ummi. 2008. Konsep Dasar Akuntansi dan Pelaporan Keuangan.

Klaten: PT MACANAN JAYA CEMERLANG

Handoko, T. Hani. 1999. Dasar-Dasar Manajemen Produksi dan Operasi, Edisi 7.

Yogyakarta: BPFE.

21

Anda mungkin juga menyukai