Anda di halaman 1dari 4

Nama : Astari Wahyuni

Kelas : VI A
NIM : 11661201137

Pengaruh Strorytelling terhadap Empati Pada Generasi Z

Seiring berkembangnya informasi dan teknologi memberikan berbagai


dampak terhadap psikologis seorang, baik itu positif maupun negatif. Satu sisi bisa
membuat individu menjadi lebih kreatif, cerdas hingga berwawasan luas karena tidak
ada batasan untuk mendapatkan informasi. Namun, di sisi lain, hal ini juga bisa
berdampak buruk bagi individu yang tidak bisa memilah-milah sehingga
menimbulkan masalah baik bagi dirinya sendiri maupuan orang lain. Dampak yang
sangat terlihat jelas ialah pada anak-anak jaman sekarang atau biasa disebut generasi
z.

Hawkins, dkk memaparkan beberapa macam generasi. Generasi yang ada


adalah generasi pre-depression, depression generation, baby boom, the baby bust
atau yang sering disebut sebagai generasi x, the echo of baby boom atau yang lebih
dikenal dengan generasi y, millenials atau yang lebih umum dikenal sebagai generasi
z (Tirta, 2015). Joint venture survey, menyatakan bahwa generasi millenials
merupakan generasi yang paling terkoneksi secara sosial. Internet sangat berpengaruh
terhadap keadaan generasi ini. Dapat dilihat bahwa generasi ini merupakan generasi
informasi, semua batasan informasi terlah terbuka secara luas melalui internet pada
generasi ini (Tirta, 2015).

Maka tidak heran jika anak-anak pada generasi ini cukup mencolok
perilakunya. Karena mereka mengikuti informasi dan trend yang terjadi melalui
internet. Anak-anak sekarang lebih gemar menyanyikan lagu-lagu orang dewasa yang
berkisah mengenai percintaan, perselingkuhan dan lain-lain. Gaya berpakaian anak
jaman sekarang. Anak usia belia sudah bisa ber-make-up layaknya wanita dewasa.
Setiap hari libur anak-anak sekarang sibuk dengan menonton tv, bermain game, jalan-
jalan ke pusat perbelanjaan. Akibatnya, anak akan tumbuh menjadi orang yang
individualis kurang bisa bersosialisasi dengan masyarakat sehingga kurang memiliki
empati.
Saat ini, intimidasi masih menjadi masalah yang tidak dapat diselesaikan di
indonesia. Di kalangan siswa, fenomena bullying terjadi mulai dari tingkat TK hingga
SMA. Salah satu factor yang menyebabkan hal ini adalah internet. Anak melihat
adegan perkelahian atau kekerasan di Youtube atau bermain game online yang
mengandung kekerasan sehingga anak mempraktekkan ke dunia nyata. Dengan
memiliki empati, anak-anak menjadi banyak lebih banyak pengertian, lebih mahir
dalam menangani kemarahan dan berani mengatakan tidak untuk melakukan
kekerasan, termasuk intimidasi. Untuk mengatasi perilaku kekerasan, meningkatkan
kecerdasan moral anak-anak kita adalah dianggap penting agar mereka bisa bertindak
serta berpikir benar dengan melindungi moral mereka kehidupan. Di antara banyak
kebajikan, empati adalah yang kebajikan esensial pertama yang dianggap sebagai
kunci untuk mendukung rasa yang benar dan salah. Khususnya untuk anak-anak,
empati adalah sebuah kunci untuk mencegah intimidasi dan banyak bentuk lainnya
kekejaman.

Empati diartikan sebagai perasaan simpati dan perhatian terhadap orang lain,
khususnya untuk berbagi pengalaman atau secara tidak langsung merasakan
penderitaan orang lain (Sears,dkk,1991). Hal senada diungkapkan oleh Hurlock
(1999) yang mengungkapkan bahwa empati adalah kemampuan seseorang untuk
mengerti tentang perasaan dan emosi orang lain serta kemampuan untuk
membayangkan diri sendiri di tempat orang lain.

Lalu bagaimana cara untuk menumbuhkan rasa empati pada generasi


millennial saat ini, dimana interkasi mereka lebih banyak dihabiskan dengan gadget
dan internet. Hal ini butuh peran besar orang tua, karena empati seharusnya diajarkan
dari kecil. Maka yang harus dilakukan orang tua seperti memberikan batasan
penggunaan gadget pada anak, memilah konten-konten yang mendidik, mengganti
media informasi dari gadget dengan buku, mengajak anak keluar sambil
mencontohkan bagaimana berempati pada orang lain.

Selain itu peran guru sebagai orang tua dari anak yang mana sebagai pendidik,
wajib mengajarkan nilai moral khusus nya empati pada anak. Beberapa pendekatan
atau metode yang dapat digunakan oleh guru dalam menumbuhkan dan menanamkan
empati pada anak antara lain adalah keteladanan, penggunaan kata-kata verbal dalam
menegur anak yang nakal, pengalaman langsung, kebersamaan dalam bermain,
pembentukan empati lewat pembiasaan, kisah/cerita yang berkaitan dengan empati
/moral (Ali, 2008).

Storytelling yang berarti penyampaian cerita kepada para pendengar dirasa


tepat dijadikan metode pembelajaran bagi anak karena sifatnya yang menyenangkan,
tidak menggurui, serta dapat mengembangkan imajinasi. Cerita yang disajikan
melalui storytelling akan mengisi memori anak dengan berbagai informasi termasuk
nilai-nilai kehidupan dan berbagai sudut pandang. Peristiwa-peristiwa yang ada
dalam cerita akan memperkaya pengalaman anak sehingga dapat digunakan sebagai
bahan referensi pemecahan masalah atau mengubah perilaku (Rita, 2013).
Referensi :

Angela, Tirta, Nurlaila Effendi. 2015. Faktor-Faktor Brand Loyalty Smartphone Pada
Generasi Y. Jurnal Experientia Volume 3, Nomor 1.
Hurlock, E. B. (1999). Perkembangan Anak.
Jilid2.Alihbahasa:Med.Meitasaritjandrasa Dan Muslichah Zarkasih. Edisi Keenam.
Jakarta: Erlangga.
Sears, D.O; Fredman, J.L., Dan Peplau, L. A. (1991). Psikologi Sosial. Jilid 2. Alih
Bahasa: Michael Adryanto. Jakarta: Erlangga.
Ali Muhtadi. 2018. Pengembangan Empati Anak Sebagai Dasar Pendidikan Moral.
Jurnal UNY
Rita Diah Ayuni, Siswati, Diana Rusmawati .2013.Pengaruh Storytelling terhadap
Perilaku Empati Anak. Jurnal Psikologi Undip vol.12 No.2.

Anda mungkin juga menyukai