MODUL PENGELOLAAN BMN - DASAR-koreksi-LUKMAN EFFENDI
MODUL PENGELOLAAN BMN - DASAR-koreksi-LUKMAN EFFENDI
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Sebagai pelaksanaan dari ketentuan Pasal 48 ayat (2) dan Pasal 49 ayat (6)
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, dan
untuk menjamin terlaksananya tertib administrasi dan tertib pengelolaan
BMN/daerah, maka telah diterbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 6
Tahun 2006 tentang Pengelolaan BMN/Daerah.
1
fisik dan hukum) dan pemeliharaan, penilaian, penghapusan,
pemindahtanganan (meliputi penjualan, tukar menukar, hibah, dan PMP),
penatausahaan (meliputi pembukuan, inventarisasi, dan pelaporan),
pembinaan, pengawasan dan pengendalian.
3. Pengadaan
2
Dalam pasal 11 PP nomor 6 tahun 2006 disebutkan bahwa pengadaan BMN
dilaksanakan berdasarkan prinsip-prinsip efisien, efektif, transparan dan
terbuka, bersaing, adil/tidak diskriminatif dan akuntabel. Pengaturan mengenai
pengadaan tanah dilaksanakan sesuai dengan peraturan perudang-undangan.
Sedangkan ketentuan lebih lanjut mengenai pedoman pelaksanaan pengadaan
BMN selain tanah diatur dengan Peraturan Presiden.
4. Penggunaan
Penggunaan BMN pada dasarnya adalah untuk menjalankan tugas pokok dan
fungsi kementerian negara/lembaga dan dilakukan berdasarkan penetapan
status penggunaan oleh pengelola barang. Ketentuan pokok yang mengatur
tentang penggunaan BMN adalah sebagai berikut :
a. BMN berupa tanah dan/atau bangunan harus ditetapkan status
penggunaannya oleh Pengelola Barang.
b. BMN selain tanah dan/atau bangunan yang harus ditetapkan status
penggunaannya oleh Pengelola Barang, yaitu (a) barang-barang yang
mempunyai bukti kepemilikan, seperti sepeda motor, mobil, kapal, pesawat
terbang, dan (b) barang-barang dengan nilai perolehan di atas
Rp 25.000.000,00 (dua puluh lima juta rupiah) per unit/satuan.
c. BMN selain tanah dan/atau bangunan dengan nilai perolehan sampai
dengan Rp 25.000.000,00 (dua puluh lima juta rupiah) per unit/satuan
ditetapkan status penggunaannya oleh Pengguna Barang.
d. BMN pada Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan Kepolisian Negara
Republik Indonesia (Polri) yang merupakan alat utama sistem persenjataan,
tidak memerlukan penetapan status penggunaan dari Pengelola Barang.
e. Pencatatan BMN diatur sebagai berikut, yaitu (a) pencatatan oleh
Pengguna Barang/Kuasa Pengguna Barang dilakukan dalam Daftar Barang
Pengguna/Kuasa Pengguna Barang untuk seluruh BMN yang berada dalam
penguasaan pengguna/Kuasa Pengguna Barang, dan (b) pencatatan oleh
Pengelola Barang dilakukan dalam Daftar BMN untuk tanah dan/atau
bangunan, dan barang lainnya sebagaimana di atas.
f. BMN yang dari awal pengadaannya direncanakan untuk PMP atau
dihibahkan harus ditetapkan status penggunaannya oleh Pengelola Barang
dengan terlebih dahulu diaudit oleh aparat pengawas fungsional.
g. BMN yang telah ditetapkan status penggunaannya pada Pengguna
Barang, dapat digunakan sementara oleh Pengguna Barang lainnya dalam
jangka waktu tertentu tanpa harus mengubah status penggunaan BMN
tersebut setelah terlebih dahulu mendapatkan persetujuan Pengelola
3
Barang.
h. Pengguna Barang/Kuasa Pengguna Barang wajib menyerahkan BMN
berupa tanah dan/atau bangunan yang tidak digunakan untuk
penyelenggaraan tugas pokok dan fungsinya kepada Pengelola Barang.
i. Pengelola Barang menetapkan BMN berupa tanah dan/atau bangunan
yang harus diserahkan oleh Pengguna Barang karena sudah tidak
digunakan untuk penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi
kementerian/lembaga yang bersangkutan.
j. Dalam rangka optimalisasi BMN sesuai dengan tugas pokok dan fungsi
Pengguna Barang, Pengelola Barang dapat mengalihkan status
penggunaan BMN dari suatu Pengguna Barang kepada Pengguna Barang
lainnya.
k. Dalam hal BMN berupa bangunan dibangun di atas tanah pihak lain,
usulan penetapan status penggunaan bangunan tersebut harus disertai
perjanjian antara Pengguna Barang dengan pihak lain tersebut yang
memuat jangka waktu, dan kewajiban para pihak.
Adapun tata cara penetapan status penggunaan BMN telah diatur dalam
Peraturan Menteri Keuangan nomor 96/PMK.06/2007. Tata cara penetapan
status penggunaan BMN dimaksud dikelompokkan ke dalam 5 bagian yaitu
penetapan status penggunaan untuk BMN berupa tanah dan bangunan, untuk
BMN selain tanah dan/atau bangunan, untuk BMN yang dioperasikan oleh
pihak lain dalam rangka menjalankan pelayanan umum sesuai tugas pokok dan
fungsi kemenerian negara/lembaga, untuk BMN berupa tanah dan/atau
bangunan yang tidak dipergunakan untuk penyelenggaraan tugas pokok dan
fungsi Pengguna Barang/Kuasa Pengguna Barang, dan untuk BMN antar
Pengguna Barang.
5. Pemanfaatan
a. Sewa
Sewa adalah pemanfaatan BMN oleh pihak lain dalam jangka waktu
tertentu dan menerima imbalan uang tunai. Adapun pertimbangan
untuk Menyewakan BMN adalah untuk mengoptimalkan pemanfaatan
BMN yang belum/tidak dipergunakan dalam pelaksanaan tugas
pokok dan fungsi penyelenggaraan pemerintahan, menunjang
pelaksanaan tugas pokok dan fungsi kementerian/lembaga, atau
mencegah penggunaan BMN oleh pihak lain secara tidak sah.
4
Barang Milik Negara yang Dapat Disewakan adalah meliputi tanah
dan/atau bangunan, baik yang ada pada Pengelola Barang maupun
yang status penggunaannya ada pada Pengguna Barang, dan BMN
selain tanah dan/atau bangunan.
5
dilakukan oleh tim yang ditetapkan oleh Pengguna Barang dan
dapat melibatkan instansi teknis terkait dan/atau penilai.
Penghitungan nilai BMN selain tanah dan/atau bangunan,
dilakukan oleh tim yang ditetapkan oleh Pengguna Barang dan
dapat melibatkan instansi teknis terkait dan/atau penilai.
6
b. Pinjaman pakai
Pinjam pakai BMN adalah penyerahan penggunaan BMN antara
pemerintah pusat dengan pemerintah daerah dalam jangka waktu
tertentu tanpa menerima imbalan dan setelah jangka waktu berakhir
BMN tersebut diserahkan kembali kepada pemerintah pusat.
Pertimbangan dari pelaksanaan pinjam pakai BMN dimaksud adalah
untuk mengoptimalkan penggunaan BMN yang belum/tidak
dipergunakan untuk pelaksanaan penyelenggaraan pemerintahan
pusat dan untuk menunjang pelaksanaan penyelenggaraan
pemerintahan daerah. Adapun BMN yang dapat dipinjam-pakaikan
adalah tanah dan/atau bangunan, baik yang ada pada Pengelola
Barang maupun yang status penggunaannya ada pada Pengguna
Barang, serta BMN selain tanah dan/atau bangunan.
7
BMN selain tanah dan/atau bangunan. Sedangkan pihak yang
dapat meminjam BMN adalah pemerintah daerah.
8
c. Kerjasama pemanfaatan
Kerjasama pemanfaatan adalah pendayagunaan BMN oleh pihak lain
dalam jangka waktu tertentu dalam rangka peningkatan penerimaan
negara bukan pajak dan sumber pembiayaan lainnya. Pertimbangan
kerjasama pemanfaatan BMN adalah untuk mengoptimalkan
pemanfaatan BMN yang belum/tidak dipergunakan dalam
pelaksanaan tugas pokok dan fungsi penyelenggaraan pemerintahan,
meningkatkan penerimaan negara, dan mengamankan BMN dalam
arti mencegah penggunaan BMN tanpa didasarkan pada ketentuan
yang berlaku. Adapun BMN yang dapat dijadikan objek kerjasama
pemanfaatan adalah adalah tanah dan/atau bangunan, baik yang
ada pada Pengelola Barang maupun yang status penggunaannya
ada pada Pengguna Barang, serta BMN selain tanah dan/atau
bangunan.
9
oleh Pengguna Barang dalam rangka penyelenggaraan tugas
pokok dan fungsinya, dan untuk BMN selain tanah dan/atau
bangunan. Dalam pelaksanaan kerjasama pemanfaatan dimaksud
Pengguna Barang harus dengan persetujuan Pengelola Barang.
Adapun pihak yang dapat menjadi mitra kerjasama pemanfaatan
BMN meliputi Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik
Daerah, dan Badan Hukum lainnya.
11
dan/atau bangunan yang sudah digunakan oleh Pengguna
Barang.
12
Pihak yang dapat melaksanakan BGS/BSG BMN adalah Pengelola
Barang, dan pihak-pihak yang dapat menjadi mitra BGS/BSG adalah
BUMN, BUMD, dan Badan Hukum lainnya.
13
Seluruh biaya yang timbul pada tahap persiapan dan
pelaksanaan kerjasama pemanfaatan, antara lain meliputi biaya
perizinan, konsultan pengawas, biaya konsultan hukum, dan
biaya pemeliharaan objek BGS/BSG, dan biaya audit oleh aparat
pengawas fungsional menjadi beban mitra kerjasama pemanfaatan.
Setelah masa pengoperasian BGS/BSG berakhir, objek pelaksanaan
BGS/BSG harus diaudit oleh aparat pengawas fungsional sebelum
diserahkan kepada Pengelola Barang dan/atau Pengguna Barang. Setelah
masa pemanfaatan berakhir, bangunan dan fasilitas hasil
BGS/BSG ditetapkan status penggunaannya oleh Pengelola
Barang. Sesuai dengan ketentuan dalam PP nomor 6 tahun 2006, maka
Izin Mendirikan Bangunan (IMB) dalam rangka BGS/BSG harus
atas nama Pemerintah Republik Indonesia
Adapun tata cara pelaksanaan BGS/BSG telah diatur dalam Peraturan
Menteri Keuangan nomor 96/PMK.06/2007. Tata cara pelaksanaan BGS dan
BSG dikelompokkan dalam 2 kelompok yaitu untuk BGS/BSG atas tanah
yang berada pada Pengelola Barang, dan untuk BGS/BSG atas tanah yang
status penggunaannya ada pada Pengguna Barang.
Contoh : Alur tata cara pelaksanaan BGS/BSG untuk BGS/BSG atas tanah
yang status penggunaannya ada pada Pengguna Barang.
a. Pengamanan
14
Pengelola Barang, Pengguna Barang dan/atau Kuasa Pengguna Barang
wajib melakukan pengamanan BMN yang berada dalam penguasaannya,
meliputi pengamanan administrasi, fisik, dan pengamanan hukum. BMN
berupa tanah harus disertifikatkan atas nama Pemerintah RI. Sedangkan
BMN berupa bangunan harus dilengkapi dengan bukti kepemilikan atas
nama Pemerintah RI. Selanjutnya, BMN selain tanah dan/atau bangunan
dilengkapi dengan bukti kepemilikan atas nama Pengguna Barang.
Selanjutnya, bukti kepemilikan BMN wajib disimpan dengan tertib dan
aman, dengan ketentuan penyimpanan bukti kepemilikan BMN berupa
tanah dan/atau bangunan dilakukan oleh Pengelola Barang dan selain
tanah dan/atau bangunan oleh Pengguna Barang/Kuasa Pengguna Barang.
b. Pemeliharaan
Pengguna Barang dan/atau Kuasa Pengguna Barang bertanggung jawab
atas pemeliharaan BMN, dengan berpedoman pada Daftar Kebutuhan
Pemeliharaan Barang (DKPB). Biaya pemeliharaan BMN dimaksud
dibebankan pada APBN. Kuasa Pengguna Barang wajib membuat Daftar
Hasil Pemeliharaan Barang (DHPB) yang berada dalam kewenangannya,
dan melaporkan/ menyampaikan hasil pemeliharaan barang tersebut
kepada Pengguna Barang secara berkala. Selanjutnya, Pengguna Barang
atau pejabat yang ditunjuk meneliti laporan tersebut dan menyusun daftar
hasil pemeliharaan barang yang dilakkan dalam 1 tahun anggaran sebagai
bahan untuk melakukan evaluasi mengenai efisiensi pemeliharaan BMN.
7. Penilaian
15
Penilaian BMN dimaksud dilaksanakan untuk mendapatkan nilai wajar. Hasil
penilaian dimaksud ditetapkan oleh pengguna barang.
8. Penghapusan
a. Persyaratan Penghapusan
16
Kuasa Pengguna pada Kuasa Pengguna Barang, dan (b) penghapusan
dari Daftar BMN pada Pengelola Barang.
17
Barang, untuk penghapusan dari Daftar Barang Pengguna
dan/atau Daftar Barang Kuasa Pengguna, dan Pengelola Barang,
untuk penghapusan dari Daftar BMN.
Setelah penghapusan BMN dimaksud dilakukan, Pengguna
Barang wajib menyampaikan laporan pelaksanaan penghapusan
kepada Pengelola Barang dengan dilampiri keputusan penghapusan,
berita acara penghapusan, dan/atau bukti setor, risalah lelang, dan
dokumen lainnya, paling lambat 1 (satu) bulan setelah serah terima.
Khusus untuk kendaraan bermotor dinas operasional hanya dapat
dihapuskan apabila telah berusia sekurang-kurangnya 10 (sepuluh)
tahun, dengan ketentuan untuk kendaraan dengan perolehan dalam
kondisi baru, terhitung mulai tanggal, bulan, tahun perolehannya, dan
untuk kendaraan untuk perolehan dalam kondisi tidak baru terhitung
mulai tanggal, bulan, tahun pembuatannya. Penghapusan
kendaraan bermotor dinas dimaksud sebagaimana tercatat
sebagai BMN dan tidak akan mengganggu penyelenggaraan tugas
pokok dan fungsi kementerian/lembaga yang bersangkutan.
Penghapusan kendaraan bermotor selain tersebut di atas dapat
dilakukan apabila kendaraan bermotor tersebut hilang, atau rusak
berat akibat kecelakaan atau force majeure dengan kondisi paling
tinggi 30% (tiga puluh persen) berdasarkan keterangan instansi yang
kompeten. Sedangkan penghapusan BMN berupa kendaraan bermotor
pada kantor perwakilan Pemerintah RI di luar negeri, persyaratannya
mengikuti ketentuan negara setempat.
Penghapusan sebagaimana disebutkan di atas apabila memenuhi
syarat dapat ditindak lanjuti dengan pemusnahan. Pemusnahan
dimaksud dapat dilakukan dalam hal (a) tidak dapat digunakan,
tidak dapat dimanfaatkan, dan tidak dapat dipindah
tangankan, dan (b) alasan lain sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan. Adapun cara pemusnahan dapat dilakukan
dengan dibakar, dihancurkan, ditimbun, ditenggelamkan dalam laut,
atau sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
9. Pemindahtanganan
a. penjualan
19
sedangkan untuk kendaraan dinas perorangan pejabat negara
yang dijual kepada pejabat negara;
Apabila tindak lanjut penjualan BMN tidak laku dijual secara lelang,
maka terhadap BMN dimaksud dapat dilakukan pemindahtanganan
dalam bentuk lainnya. Namun demikian, dalam hal tidak dapat
dipindahtangankan dalam bentuk lain, BMN dimaksud
dimusnahkan. Pemusnahan BMN dimaksud dilakukan setelah
mendapat persetujuan Pengelola Barang.
20
apabila telah berusia sekurang-kurangnya 10 tahun. Cara
penghitungan usia kendaraan adalah untuk perolehan dalam
kondisi baru terhitung mulai tanggal, bulan, tahun
perolehannya, sedangkan untuk perolehan tidak dalam
kondisi baru terhitung mulai tanggal, bulan, tahun
pembuatannya. Penjualan BMN ini dipersyaratkan juga
bahwa BMN tersebut tercatat sebagai BMN dan tidak akan
mengganggu penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi
kementerian/lembaga yang bersangkutan.
Selain ketentuan di atas, penjualan kendaraan bermotor
dapat dilakukan apabila kendaraan bermotor tersebut hilang,
atau rusak berat akibat kecelakaan atau force
majeure dengan kondisi paling tinggi 30% berdasarkan
keterangan instansi yan berkompeten. Sedangkan penjualan
BMN berupa kendaraan bermotor pada kantor perwakilan
Pemerintah RI di luar negeri, persyaratannya mengikuti
ketentuan negara setempat.
c) Penjualan BMN berupa tanah dan/atau bangunan.
Penjualan BMN ini harus memenuhi persyaratan yaitu
lokasi tanah dan/atau bangunan menjadi tidak sesuai
dengan RUTR disebabkan perubahan tata ruang kota, lokasi
dan/atau luas tanah dan/atau bangunan tidak
memungkinkan untuk digunakan dalam rangka pelaksanaan
tugas dan fungsi; atau tanah dan/atau bangunan yang
menurut awal perencanaan pengadaannya diperuntukan
bagi pembangunan perumahan pegawai negeri.
d) Penjualan BMN berupa tanah kavling yang menurut
awal perencanaan pengadaannya digunakan untuk
pembangunan perumahan pegawai negeri. Penjualan BMN ini
dilakukan dengan ketentuan yaitu pengajuan usul penjualan
disertai dengan dokumen penganggaran yang
menyatakan bahwa tanah tersebut akan digunakan untuk
pembangunan perumahanpegawai negeri, dan penjualan dan
pengalihan kepemilikan dilaksanakan langsung kepada
masing-masing pegawai negeri.
21
Pelaksana penjualan dapat dilakukan oleh pengelola barang maupun
pengguna barang. Pengelola Barang melakukan penjualan BMN
berupa tanah dan/atau bangunan, kecuali untuk bangunan yang
harus dihapuskan karena anggaran untuk bangunan
pengganti sudah disediakan dalam dokumen penganggaran, dan
untuk penjualan tanah dan/atau bangunan yang merupakan
kategori rumah negara golongan III. Pengguna Barang melakukan
penjualan untuk tanah dan/atau bangunan yang tidak dilakukan
oleh pengelolaan barang sebagaimana dimaksud di atas, dan BMN
selain tanah dan/atau bangunan.
b. Tukar menukar
22
dalam bentuk barang, sekurang-kurangnya dengan nilai seimbang.
Pertimbangan dilakukannya tukar-menukar BMN adalah dalam
rangka memenuhi kebutuhan operasional penyelenggaraan
pemerintahan, optimalisasi penggunaan BMN, atau tidak tersedia dana
dalam APBN.
23
Mitra tukar-menukar ditentukan melalui pemilihan calon mitra
tukar menukar (tender) dengan mengikutsertakan sekurang-
kurangnya 5 peserta/peminat, kecuali tukar menukar yang
dilakukan dengan Pemerintah Daerah dan pihak-pihak lain
yang mendapatkan penugasan dari pemerintah dalam rangka
pelaksanaan kepentingan umum. Mitra wajib menyetorkan uang
ke rekening kas umum negara atas sejumlah selisih nilai lebih
antara barang yang dilepas dengan barang pengganti, yang
dilakukan paling lambat sebelum pelaksanaan serah terima barang.
Adapun tata cara pelaksanaan tukar menukar telah diatur dalam Peraturan
Menteri Keuangan nomor 96/PMK.06/2007. Tata Tata cara pelaksanaan
tukar menukar dikelompokkan dalam 3 kelompok yaitu (a) tukar menukar
untuk tanah dan/atau bangunan yang berada pada pengelola barang, (b)
tukar menukar untuk tanah dan/atau bangunan yang masih dipergunakan
untuk penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi pengguna barang tetapi
tidak sesuai dengan RUTR wilayah atau penataan kota, dan (c) tukar
menukar untuk selain tanah dan/atau bangunan.
c. Hibah
Hibah adalah pengalihan kepemilikan BMN dari Pemerintah Pusat
kepada Pemerintah Daerah atau kepada pihak lain tanpa memperoleh
penggantian. Adapun pertimbangan untuk melakukan hibah BMN
adalah untuk kepentingan sosial, keagamaan, kemanusiaan, dan
penyelenggaraan Pemerintahan Daerah.
24
Pihak yang dapat melaksanakan hibah BMN adalah pengelola barang
dan pengguna barang. Pengelola Barang, dapat melaksanakan hibah
untuk tanah dan/atau bangunan, sedangkan, pengguna barang dapat
melaksanakan hibah BMN untuk tanah dan/atau bangunan yang dari
awal pengadaannya direncanakan untuk dihibahkan sebagaimana
tercantum dalam dokumen penganggaran, tanah dan/atau bangunan
yang diperoleh dari dana Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan,
sebagian tanah yang berada pada Pengguna Barang, dan selain tanah
dan/atau bangunan. Pengguna barang dalam melakukan hibah BMN
dimaksud sudah dengan persetujuan Pengelola Barang
Pihak yang dapat menerima hibah adalah meliputi (a) lembaga sosial,
lembaga keagamaan, dan organisasi kemanusiaan, yang
mendapatkan pernyataan tertulis dari instansi teknis yang
kompeten bahwa lembaga yang bersangkutan adalah sebagai
lembaga termaksud, dan (b) Pemerintah Daerah.
25
pada realisasi pelaksanaan kegiatan anggaran yang bersangkutan.
Nilai BMN selain tersebut di atas didasarkan pada hasil
penilaian yang dilakukan oleh penilai sebagaimana diatur
dalam Peraturan Menteri Keuangan nomor 96/PMK.06/2007.
3) Hibah atas BMN, yang sejak perencanaan pengadaannya
dimaksudkan untuk dihibahkan, tidak memerlukan persetujuan
DPR dan pelaksanaannya dilakukan setelah terlebih dahulu
diaudit oleh aparat pengawas fungsional.
4) BMN yang dihibahkan harus digunakan sebagaimana fungsinya
pada saat dihibahkan, atau tidak diperbolehkan untuk
dimanfaatkan oleh dan/atau dipindahtangankan kepada pihak lain.
Adapun tata cara pelaksanaan hibah telah diatur dalam Peraturan Menteri
Keuangan nomor 96/PMK.06/2007. Tata cara pelaksanaan hibah
dikelompokkan dalam 5 bagian yaitu (a) untuk tanah dan/atau bangunan
yang berada pada Pengelola Barang, (b) untuk tanah dan/atau bangunan
yang dari sejak perencanaan pengadaannya dimaksudkan untuk
dihibahkan sebagaimana tercantum dalam dokumen penganggaran, (c)
untuk tanah dan/atau bangunan yang diperoleh dari dana Dekonsentrasi
dan Tugas Pembantuan mengikuti ketentuan sebagaimana tersebut pada
romawi VI angka 2 PMK nomor 96/PMK.06/2007dengan penyesuaian
seperlunya dan memperhatikan ketentuan perundang-undangan yang
mengatur Dana Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan, (d) untuk
sebagian tanah yang berada pada Pengguna Barang mengikuti
ketentuan sebagaimana tersebut pada romawi VI angka 2 PMK
nomor 96/PMK.06/2007 dengan pengecualian persyaratan dan
penelitian terkait dengan dokumen penganggarannya serta
persyaratanhasil audit aparat pengawas fungsional, dan (e) tata cara
hibah BMN selain tanah dan/atau bangunan
Contoh : Alur tata cara pelaksanaan hibah BMN selain tanah dan/atau
bangunan
26
d. Penyertaan
modal pemerintah pusat (PMPP)
27
1) Subjek Pelaksana PMPP.
28
pemegang saham atau instansi yang dianggap kompeten mewakili
pemegang saham. Persyaratan tersebut tidak diperlukan untuk
penyertaan modal pemerintah pusat atas BMN yang dari awal
pengadaannya telah direncanakan untuk PMPP.
Setiap PMPP atas BMN ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
Adapun pengajuan rancangan peraturan pemerintah penetapan
PMPP kepada Presiden dilakukan oleh Pengelola Barang.
Semua biaya yang timbul dari pelaksanaan PMPP dibebankan
pada penerima PMPP.
Adapun tata cara pelaksanaan PMPP telah diatur dalam Peraturan Menteri
Keuangan nomor 96/PMK.06/2007. Tata cara pelaksanaan PMPP
dikelompokkan dalam (a) BMN berupa tanah dan/atau bangunan pada
Pengguna Barang yang dari awal pengadaannya, sebagaimana tercantum
dalam dokumen penganggarannya, direncanakan untuk disertakan sebagai
PMPP, (b) BMN berupa tanah dan/atau bangunan yang berada pada
Pengelola Barang, dan (c) BMN selain tanah dan/atau bangunan.
Contoh : Alur tata cara pelaksanaan PMPP BMN berupa tanah dan/atau
bangunan pada Pengguna Barang yang dari awal
pengadaannya, sebagaimana tercantum dalam dokumen
penganggarannya, direncanakan untuk PMPP.
10. Penatausahaan
29
Seluruh BMN merupakan objek penatausahaan, yakni semua barang yang
dibeli atau diperoleh atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
(APBN) atau berasal dari perolehan lainnya yang sah, yang berada dalam
penguasaan Kuasa Pengguna Barang/Pengguna Barang dan berada dalam
pengelolaan Pengelola Barang.
Penatausahaan BMN meliputi pembukuan, inventarisasi dan pelaporan BMN.
Dalam penatausahaan BMN ini termasuk didalamnya melaksanakan tugas dan
fungsi akuntansi BMN. Penatausahaan BMN dalam rangka mewujudkan tertib
administrasi termasuk menyusun Laporan BMN yang akan digunakan sebagai
bahan penyusunan neraca pemerintah pusat. Sedangkan penatausahaan BMN
dalam rangka mendukung terwujudnya tertib pengelolaan BMN adalah
menyediakan data agar pelaksanaan pengelolaan BMN dapat dilaksanakan
sesuai dengan azas fungsional, kapastian hukum, transparansi dan
keterbukaan, efisiensi, akuntabilitas, dan kepastian nilai.
Hasil penatausahaan BMN ini nantinya dapat digunakan dalam rangka (a)
penyusunan negara pemerintah pusat setiap tahun, (b) perencanaan
kebutuhan pengadaan dan pemeliharaan BMN setiap tahun untuk digunakan
sebagai bahan penyusunan rencana anggaran, dan (c) pengamanan
administrasi BMN.
a. Pengorganisasian
Sebagaimana diketahui BMN tersebar pada 77 kementerian
negara/lembaga yang terbagi lagi pada 20.964 satuan kerja yang lokasinya
tersebar diseluruh Indonesia tentunya membutuhkan koordinasi yang baik
agar tujuan penatausahaan dapat tercapai. Untuk itu, diperlukan
pengorganisasian yang nantinya digunakan dalam alur bisnis proses
penatausahaan BMN.
Penatausahaan BMN meliputi penatausahaan pada Kuasa Pengguna
Barang/Pengguna Barang dan Pengelola Barang. Pelaksana
penataausahaan BMN pada Kuasa Pengguna Barang/Pengguna Barang
dilakukan oleh unit penatausahaan Kuasa Pengguna Barang/Pengguna
Barang dan pada Pengelola Barang dilakukan oleh unit penatausahaan
Pengelola Barang. Selanjutnya dalam pelaksanaan penatausahaan BMN di
Kantor Wilayah dan/atau Unit Eselon I, Pengguna Barang dibantu oleh unit
penatausahaan wilayah dan/atau unit penatausahaan eselon I. Sedangkan
Pengelola Barang dibantu oleh Kantor Vertikal DJKN di daerah yaitu Kanwil
DJKN dan KPKNL.
30
Adapun organisasi penatausahaan BMN pada Pengguna Barang adalah
sebagai berikut:
1) Unit Penatausahaan Pengguna Barang (UPPB);
31
b) Untuk unit penatausahaan BMN dari Dana Dekonsentrasi dan Dana
Tugas Pembantuan, penanggung jawab UPKPB adalah Kepala
Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD).
c) Untuk unit penatausahaan BMN pada BLU, penanggung jawab
UPKPB adalah Pimpinan BLU atau Pimpinan Satuan Kerja pada
BLU.
Organisasi penatausahaan BMN pada Pengelola Barang adalah sebagai
berikut:
1) Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN)
32
2) Alur organisasi penatausahaan BMN pada Kuasa Pengguna
Barang/Pengguna Barang dan pada Pengelola Barang adalah sebagai
berikut:
33
dan/atau bangunan yang idle, dan KPKNL membukukan BMN berupa tanah
dan/atau bangunan idle. Selain dua kegiatan di atas tugas pelaksana
penatausahaan adalah melakukan inventarisasi BMN, melakukan pelaporan
BMN, melakukan pengamanan dokumen, melakukan rekonsiliasi data
dan/atau pemutakhiran data, dan melakukan pembinaan.
c. Pembukuan
1) Pembukuan adalah merupakan kegiatan pendaftaran dan
pencatatan BMN ke dalam Daftar Barang menurut penggolongan dan
kodefikasi barang. Tingkat Pengguna Barang harus membuat Daftar
Barang Pengguna (DBP), tingkat Kuasa Pengguna Barang harus
membuat Daftar Barang Kuasa Pengguna (DBKP), dan tingkat
Pengelola Barang harus Daftar BMN (tanah dan/atau bangunan).
2) Pengguna Barang/Kuasa Pengguna Barang harus menyimpan
dokumen kepemilikan selain tanah dan/atau bangunan yang berada
dalam penguasaannya. Sedangkan Pengelola Barang harus meyimpan
dokumen kepemilikan tanah dan/atau bangunan yang berada dalam
pengelolaannya.
3) Kegiatan Pembukuan pada UPKPB (Satker) adalah membukukan
dan mencatat semua BMN yang telah ada ke dalam Buku Barang
dan/atau Kartu Indentitas Barang (KIB), membukukan dan mencatat
setiap mutasi BMN ke dalam Buku Barang dan/atau KIB, membukukan
dan mencatat hasil inventarisasi ke dalam Buku Barang dan/atau KIB,
menyusun Daftar Barang tersebut yang datanya berasal dari Buku
Barang dan Kartu Indentitas Barang, mencatat semua barang dan
perubahannya atas perpindahan barang antar lokasi/ruangan ke dalam
Daftar Barang Ruangan dan/atau Daftar Barang Lainnya, mencatat
perubahan kondisi barang ke dalam Buku Barang, dan mencatat
Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang bersumber dari
pengelolaan BMN yang berada dalam penguasaannya.
Sebagai catatan : Dalam membukukan dan mencatat BMN ke dalam
Buku Barang, Kartu Identitas Barang, Daftar Barang Ruangan dan
Daftar Barang Lainnya dapat menggunakan Sistem Aplikasi yang sudah
ada (SABMN).
34
Dalam melakukan pembukuan dimaksud akan dikelompokkan jenis
buku/kartu identitas/daftar dan Daftar Barang.
a) Jenis Buku/Kartu Identitas/Daftar.
Buku barang meliputi Buku Barang Intrakomptabel, Buku Barang
Ekstrakomptabel, Buku Barang Bersejarah, Buku Barang
Persediaan, dan Buku Barang Konstruksi Dalam Pengerjaan.
Selanjutnya Kartu Identitas Barang (KIB) meliputi KIB Tanah, KIB
Bangunan Gedung, KIB Bangunan Air, KIB Alat Angkutan Bermotor,
KIB Alat Besar Darat, dan KIB Alat Persenjataan. Selain itu ada
Daftar Barang Ruangan, Daftar Barang lainnya. Terakhir terdapat
Buku Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).
35
inventarisasi BMN berupa tanah dan/atau bangunan idle ke dalam
Buku Barang, dan mencatat PNBP yang bersumber dari
pengelolaan BMN berupa tanah dan/atau bangunan idle yang
berada dalam pengusaannya.
b) Melakukan pembukuan BMN yang berasal
dari Kementerian Negara/ Lembaga dengan cara menghimpun
daftar barang, mutasi barang dan data PNBP dari UKPPB diwilayah
kerjanya
6) Kegiatan pembukuan pada Kanwil DJKN
Kegiatan disini meliputi (a) pembukuan BMN berupa tanah dan/atau
bangunan idle dengan cara menghimpun daftar barang, mutasi barang,
dan data PNBP dari KPKNL, (b) melakukan pembukuan BMN dari
Kementerian Negara/Lembaga dengan cara menghimpun daftar barang,
mutasi barang, dan data PNBP dari KPKNL dan/atau UPPB-W, dan (c)
melakukan pengamanan dokumen.
7) Kegiatan pembukuan pada DJKN
Kegiatan disini adalah (a) melakukan pembukuan BMN berupa tanah
dan/atau bangunan idle dengan cara menghimpun daftar barang, mutasi
barang, dan data PNBP dari Kanwil DJKN, (b) melakukan pembukuan
BMN dari Kementerian Negara/Lembaga dengan cara menghimpun
daftar barang, mutasi barang, dan data PNBP dari Kanwil DJKN
dan/atau UPPB, dan (c) melakukan pengamanan dokumen.
d. Inventarisasi
36
e. Pelaporan
1) Kuasa Pengguna Barang menyusun Laporan Barang Kuasa
Pengguna (LBKP) semesteran dan tahunan untuk disampaikan kepada
Pengguna Barang.
37
12. Evaluasi
Lingkarilah jawaban yang benar pada pernyataan dibawah ini :
1) ( B – S ) : Nilai perolehan barang milik negara selain tanah
dan/atau bangunan sampai dengan Rp 50.000.000,00
(limapuluh juta rupiah) per unit/satuan ditetapkan status
penggunaanya oleh Pengguna Barang.
2) ( B – S ) : Pemanfaatan barang milik negara terdiri dari sewa,
pinjam pakai, penyertaan modal pemerintah pusat, dan
bangunan serah guna/bangunan guna serah.
3) ( B – S ) : Jangka waktu kerjasama pemanfaatan barang milik
negara paling lama 30 (tiga puluh) tahun sejak
ditandatanganinya perjanjian, dan dapat diperpanjang.
4) ( B – S ) : Kendaraan bermotor dinas operasional hanya dapat
dihapuskan apabila telah berusia sekurng-kurangnya 8
(delapan) tahun, terhitung mulai tanggal, bulan, tahun
perolehannya, untuk perolehan dalam kondisi tidak baru.
5) ( B – S ) : Pemindahtanganan barang milik negara terdiri dari
penjualan, tukar menukar, hibah, dan penyertaan modal
pemerintah pusat.
6) ( B – S ) : Barang pengganti atas tukar-menukar barang milik
negara berupa tahan dan/atau bangunan, paling tidak harus
memperhatikan nilai barang pengganti sekurang-kurangnya
sama dengan nilai barang milik negara yang dilepas.
7) ( B – S ) : Penatausahaan barang milik negara adalah merupakan
rangkaian kegiatan yang meliputi pembukuan, inventarisasi,
dan pelaporan barang milik negara sesuai dengan ketentuan
yang berlaku.
8) ( B – S ) : Pengguna Barang harus melakukan inventarisasi atas
seluruh barang milik negara yang digunakannya sekurang-
kurangyna sekali dalam 5 tahun.
9) ( B – S ) : Hasil penatausahaan BMN ini nantinya dapat digunakan
antara lain dalam rangka perencanaan kebutuhan pengadaan
dan pemeliharaan BMN setiap tahun sebagai bahan
penyusunan rencana anggaran.
10) ( B – S ) : Kuasa Pengguna Barang menyusun Laporan Barang
Kuasa Pengguna (LBKP) semesteran dan tahunan untuk
disampaikan kepada Pengelola Barang.
38
Kunci Jawaban
1/s, 2/s, 3/b, 4/s, 5/b, 6/b, 7/b, 8/s, 9/b, dan 10/s
Cocokkan hasil jawaban Anda dengan kunci jawaban Tes Formatif. Hitunglah jumlah
jawaban Anda yang benar. Kemudian gunakan rumus di bawah ini untuk mengetahui
tingkat penguasaan Anda terhadap materi Kegiatan Belajar I
Rumus:
Apabila Anda mencapai tingkat penguasaan 80% ke atas, maka Anda dapat sudah
memahami Kegiatan Belajar. Namun apabila tingkat penguasaan Anda kurang dari
80%, maka Anda harus mengulangi Kegiatan Belajar, terutama pada materi yang
belum Anda kuasai.
39
Daftar Pustaka
1) Undang-Undang nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara;
2) Undang-Undang nomor 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan
Negara;
3) Peraturan Pemerintah nomor 24 tahun 2005 tentang Standar
Akuntansi Pemerintah;
4) Peraturan Pemerintah nomor 6 tahun 2006 tentang Pengelolaan
Barang Milik Negara/Daerah;
5) Peraturan Menteri Keuangan nomor 59/PMK.06/2005 Sistem
Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pemerintah Pusat;
6) Peraturan Menteri Keuangan nomor 96/PMK.06/2007 tentang
tanggal 4 September 2007 tentang Tata Cara Pelaksanaan Penggunaan,
Pemanfaatan, Penghapusan, dan Pemindatangnan Barang Milik Negara;
7) Peraturan Menteri Keuangan nomor 97/PMK.06/200 tanggal 4
September 2007 tentang Penggolongan dan Kodefikasi Barang Milik
Negara;
8) Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan nomor 24/PB/2006
tentang Pelaksanaan Penyusunan Laporan Keuangan Kementerian
Negara/ Lembaga;
9) Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan nomor 38/PB/2006
tentang Pedoman Akuntansi Konstruksi Dalam Pengerjaan;
10) Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan nomor 40/PB/2006
tentang Akuntansi Persediaan.
40
41