oleh
ii
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Tuhan Yang Maha Esa yang Maha Pengasih lagi
Maha Panyayang, Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang
telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami
dapat menyelesaikan makalah tentang Perkembangan Industri Pengolahan dan
Pemurnian Logam di Indonesia Guna Mempertimbangkan Larangan Ekspor Bijih
dan Konsentrat.
Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan
dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk
itu kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah
berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya serta materi
yang ada. Oleh karena itu, kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca
agar kami dapat memperbaiki makalah ini.
Akhir kata kami berharap semoga makalah tentang Perkembangan Industri
Pengolahan dan Pemurnian Logam di Indonesia Guna Mempertimbangkan
Larangan Ekspor Bijih dan Konsentrat ini dapat memberikan manfaat maupun
inpirasi serta keinginan untuk mencari lebih lanjut mengenai materi yang kami
sampaikan.
Penyusun
iii
DAFTAR ISI
JUDUL ............................................................................................................ i
ABSTRAK .....................................................................................................ii
KATA PENGANTAR ..................................................................................iii
DAFTAR ISI ................................................................................................. iv
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... v
DAFTAR TABEL ........................................................................................ vi
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................ 1
1.1 Latar Belakang dan Rumusan Masalah ....................................... 1
1.2 Ruang Lingkup Kajian ................................................................ 2
1.3 Tujuan Penulisan ......................................................................... 3
1.4 Anggapan Dasar .......................................................................... 3
1.5 Hipotesis...................................................................................... 4
1.6 Metode dan Teknik Pengumpulan Data ...................................... 4
1.7 Sistematika Penulisan ................................................................. 4
BAB II TEORI DASAR ................................................................................ 6
2.1 Peran Perundang-undangan di Indonesia .................................... 6
2.2 Peraturan Perundang-undangan Dalam Sektor Pertambangan dan
Hilirisasi Pertambangan dalam Perindustrian ................................... 6
2.3 Produk Domestik Bruto Sebagai Indikator
Pertumbuhan Negara ......................................................................... 9
2.4 Pengaruh Pengolahan dan Pemurnian Bijih Terhadap
Nilai Jual ......................................................................................... 10
2.5 Fasilitas Pengolahan dan Pemurnian Logam ............................ 11
BAB III DATA DAN PENGOLAHAN DATA .......................................... 12
3.1 Peraturan Menteri ESDM No. 1 tahun 2014 ............................. 12
3.2 Kebijakan Pemerintah Indonesia terhadap Setiap
Perusahaan Tambang ...................................................................... 14
3.3 Perkembangan Industri Pengolahan dan Pemurnian
Tambang Indonesia ......................................................................... 22
3.4 Teknis Pembangunan Smelter ................................................... 25
iv
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN ............................................... 28
4.1 Analisis Kelebihan dan Kekurangan Pembangunan Industri
Pengolahan dan Pemurnian di Indonesia ........................................ 28
4.2 Analisis Kebijakan Pemerintah Tentang Larangan Ekspor Dalam
Bentuk Bijih dan Konsentrat ........................................................... 31
BAB V SIMPULAN DAN SARAN ............................................................. 35
5.1 Simpulan ................................................................................... 35
5.2 Saran .......................................................................................... 35
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 36
v
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR TABEL
vii
BAB I
PENDAHULUAN
1
perusahaan tambang yang tidak kunjung membangun smelter, ditambah dengan
keadaan industri di Indonesia dimana tetap kurang tersedianya fasilitas penambah
nilai bahan galian lainnya. Oleh karena itu, mereka tetap dilarang ekspor, dan
menyebabkan hasil tambang mereka tidak dapat dijual, dan berpotensi
menyebabkan perusahaan merugi, dimana akan berdampak pada berkurangnya
pemasukan negara.
Karena potensi kerugian yang besar akibat kebijakan tersebut, pemerintah
berupaya untuk mengubah peraturan-peraturan mengenai pelarangan ekspor bijih
beberapa kali untuk mencapai keadaan optimal (dimana kerugian perusahaan
diminimalisir dan pendapatan negara dioptimasi sebaik mungkin), namun karena
terjadinya perubahan berkali-kali, pemerintah cenderung terlihat tidak konsisten
dalam membuat peraturan. Di sisi lain, dengan adanya pelarangan ini akan
mendorong perkembangan industri pengolahan dan pemurnian di Indonesia, yang
berpotensi menaikkan produksi industri pertambangan kembali, serta menambah
lapangan pekerjaan. Namun kebijakan ini perlu dievaluasi apakah akan
memberikan manfaat lebih kepada Indonesia atau tidak.
Kegiatan ekspor bijih dan konsentrat adalah kegiatan penjualan bijih dan
konsentrat yang belum diolah menjadi produk logam jadi (contohnya logam
batangan, kerangka mobil, dan kerangka senjata). Bijih adalah bahan galian yang
memiliki nilai ekonomis jika dijual, langsung diperoleh dari penggalian bijih.
Konsentrat adalah bijih yang telah diolah untuk meningkatkan konsentrasi logam
dalam bijih, membuang mineral pengotor dalam bentuk tailings, namun belum
terolah menjadi produk logam jadi.
1.5 Hipotesis
3
Pelarangan ekspor bijih dan konsentrat yang dilakukan oleh pemerintah
terhadap perusahaan pertambangan bertujuan baik, yaitu untuk menambah
keuntungan dalam negeri berbentuk PDB dikarenakan barang jadi hasil olahan bijih
diproduksi di dalam negeri. Pemrosesan dan pemurnian bijih membutuhkan
fasilitas dalam bentuk industri pengolahan dan pemurnian logam, sehingga dengan
munculnya industri tersebut akan membuka lapangan kerja baru dan membantu
pertumbuhan ekonomi di Indonesia.
1.6.1 Metode
Metode yang digunakan adalah penentuan sebab akibat dari kebijakan yang
berlaku terhadap dampak yang timbul, serta akibat yang muncul secara konsekuen
terhadap pembukaan lapangan kerja baru dan pertumbuhan ekonomi di Indonesia.
Penulisan laporan penelitian ini terbagi atas lima bab. Pembicaraan dimulai
dengan pendahuluan sebagai bab pertama memuat latar belakang dan rumusan
masalah, ruang lingkup kajian, tujuan penulisan, anggapan dasar, hipotesis, metode
dan teknik pengumpulan data, serta sistematika penulisan.
4
Selanjutnya, pada bab dua dijabarkan teori-teori mengenai peran
perundang-undangan dalam pertambangan di Indonesia, peraturan yang berlaku
yang relevan, PDB sebagai indikator pertumbuhan ekonomi negara, pengaruh
pengolahan bijih terhadap nilai jual barang, serta fasilitas pengolahan bijih menjadi
logam jadi.
Pada bab tiga, dijabarkan data yang diperoleh serta pengolahan data
mengenai dampak pelarangan ekspor bijih dan konsentrat di Indonesia.
Pada bab lima, dikemukakan simpulan yang telah didapat dari kajian fakta
mengenai pelarangan ekspor bijih dan konsentrat serta saran bagi pemerintah agar
dapat membantu membuka lapangan pekerjaan baru dan membantu pertumbuhan
ekonomi negara.
5
BAB II
TEORI DASAR
7
• Perubahan jangka waktu permohonan perpanjangan IUP/IUPK paling cepat
5 tahun sebelum waktu habis kontrak.
Pengaturan lebih lanjut terkait tata cara peningkatan nilai tambah dan
penjualan mineral logam ke luar negeri, pemerintah menerbitkan Peraturan Menteri
ESDM No. 5 tahun 2017 dan Peraturan Menteri ESDM no. 6 tahun 2017.
8
• Membayar bea keluar maksimum 10% sesuai progress fisik dan realisasi
keuangan pembangunan smelter.
Dalam Peraturan Menteri ESDM No. 6 tahun 2017 tentang Tata Cara dan
Persyaratan Pemberian Rekomendasi Pelaksanaan Penjualan Mineral Ke Luar
Negeri Hasil Pengolahan dan Pemurnian menjelaskan bahwa setiap perusahaan
sebelum mendapatkan persetujuan ekspor, untuk melakukan kegiatan pengolahan
dan pemurnian yang disertai rekomendasi pelaksanaannya. Untuk mendapatkan
rekomendasi tersebut para pemegang izin usaha harus mengajukan permohonan
rekomendasi kepada Menteri ESDM. Dan dalam Permen ini menyatakan bahwa
rekomendasi pelaksanaan penjualan mineral ke luar negeri merupakan persyaratan
untuk mendapatkan persetujuan ekspor.
Pada tahun 2018, Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral mengeluarkan
Peraturan Menteri ESDM No. 25 tahun 2018 tentang Pengusahaan Pertambangan
Mineral dan Batubara. Permen ini menjelaskan secara lengkap dimulai dari usaha
pertambangan, jenis-jenis ijin usaha pertambangan, pelaksanaan kegiatan
eksplorasi maupun operasi produksi, penjualan mineral hasil pengolahan dan/atau
pemurnian ke luar negeri, hingga pengakhiran kegiatan usaha pertambangan.
Permen ini mengatur tentang:
• Khusus untuk bijih nikel dan bauxite, diperbolehkan melakukan ekspor jika
niker berkadar <1,7% dan bauksit dengan kadar Al2O3 >= 42% jika pemegang
IUP/IUPK sedang atau telah membangun fasilitas pemurnian.
9
Peraturan Menteri ESDM No. 50 tahun 2018 tentang Perubahan Atas Peraturan
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral No. 25 tahun 2018 tentang Pengusahaan
Pertambangan Mineral dan Batubara kemudian mewajibkan pemegang IUP/IUPK
untuk memenuhi syarat kemajuan fisik fasilitasi pemurnian sesuai dengan
ketentuan yang berlaku untuk memperoleh rekomendasi dari Direktur Jenderal
yang merupakan salah satu syarat untuk melakukan ekspor.
Peraturan Menteri ESDM No. 11 tahun 2019 tentang Perubahan Kedua Atas
Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral dan Batubara No. 25 tahun
2018 tentang Pengusahaan Pertambangan Mineral dan Batubara mencabut ijin
untuk melakukan ekspor nikel berkada <1,7%. Untuk pemegang IUP/IUPK yang
telah mendapatkan ijin untuk ekspor, maka ijin tersebut berakhir pada tanggal 31
Desember 2019. Permen ini mulai berlaku sejak tanggal 1 Januari 2020.
Produk Domestik Bruto (PDB) atau Gross Domestik Product (GDP) dalam
Bahasa Inggris adalah sebuah indikator ekonomi negara yang dihitung berdasarkan
setiap barang jadi yang dibeli untuk pertama kalinya. PDB memperhitungkan
• setiap barang di pasar swalayan yang dibeli konsumen (seperti susu, telur,
mainan, mobil baru, dan
• properti yang pertama kali dijual, seperti rumah baru.
PDB tidak memperhitungkan
• barang setengah jadi, seperti dore bullion, pulp, aspal, padi, dan
• barang yang pernah diperjualbelikan sebelumnya dan diperjualbelikan
kembali, seperti pembelian rumah yang pernah ditinggali, pembelian barang
bekas
Selain pada barang-barang tersebut, PDB hanya memperhitungkan barang jadi
pertama kali pakai yang diproduksi di dalam negeri, sehingga pembelian barang
10
baru impor dari luar negeri tidak diperhitungkan pada PDB suatu negara, namun
ekspor akan menambah PDB suatu negara.
Produk hasil tambang secara mentah dalam bentuk bijih ataupun konsentrat
bukanlah merupakan barang yang bermanfaat bagi konsumen tingkat akhir (end
user), sehingga membutuhkan proses pengolahan. Karena perbedaan nilai manfaat
tersebut, barang yang bermanfaat bagi konsumen tingkat akhir akan memiliki harga
yang lebih mahal daripada barang mentah.
Sebagai contoh, terdapat perbedaan yang signifikan antara harga pasir besi,
harga besi cor, harga besi dengan properti khusus untuk keperluan khusus, dan
harga senjata bahan baja yang membutuhkan besi dengan properti khusus. Pasir
besi akan memiliki harga terendah, karena merupakan produk paling mentah hasil
tambang. Setelah pasir basi diproses menjadi besi cor, besi cor akan memiliki harga
yang lebih tinggi daripada pasir besi. Setelah besi cor tersebut diproses kembali
untuk menjadi besi dengan properti khusus (seperti tahan retakan dingin, memiliki
susunan kristal tertentu) akan memiliki harga yang lebih tinggi daripada besi cor,
namun masih belum dapat digunakan oleh konsumen tingkat akhir. Setelah proses
lebih lanjut, besi dengan properti khusus tersebut, atau disebut baja, dapat diproses
11
menjadi kerangka senjata, bagian dari senjata yang memiliki harga yang jauh lebih
tinggi daripada besi mentah, dan memiliki nilai guna untuk keperluan polisi dan
militer. Hal ini membuktikan bahwa dengan pengolahan dan pemurnian logam,
ditambah dengan proses lebih lanjut dapat meningkatkan nilai pada logam tersebut
secara signifikan.
12
BAB III
PP No. 1 Tahun 2014 juga telah dikeluarkan Peraturan Menteri ESDM No.
1 Tahun 2014 tentang Peningkatan Nilai Tambah Mineral Melalui Kegiatan
Pengelolaan dan Pemurnian Mineral Dalam Negeri. Pasal 12 ayat 5 ditetapkan
bahwa batas akhir pembangunan smelter diperpanjang kembali menjadi paling
lambat tiga tahun sejak dikeluarkan pada tanggal 11 Januari 2014. Dengan
ketentuan Peraturan Menteri ESDM No. 1 Tahun 2014 tersebut jelas bahwa batas
waktu yang ditentukan oleh Pasal 103 juncto Pasal 170 UU Minerba dengan
sendirinya akan terlampaui atau industri pertambangan dapat menunda kembali
kewajiban membangun smelter hingga tahun 2017 tepatnya 12 Januari. Tidak
hanya batasan waktu, batasan jenis hasil tambang dan kadar kemurniannya juga
mengalami perubahan. Batasan minimum pengolahan dan pemurnian lebih lanjut
diatur dengan Peraturan Menteri ESDM. Sebelumnya, berdasarkan Permen ESDM,
tembaga baru boleh diekspor bila tingkat kemurnian, serta pemurnian tembaga
99%. Namun setelah dilakukan revisi, maka penjualan dapat mengekspor bijih
mineral mentah dengan tingkat kemurnian 30-40%.
13
baik sendiri maupun bekerja sama. Artinya, amanat Undang-undang No. 4 Tahun
2009 tidak berjalan sesuai dengan ketentuan. Dimana awalnya realisasi peraturan
pembangunan smelter harus selesai pada tahun 2014. Namun nyatanya masih
belum ada yang membangun fasilitas pemurnian. Hingga akhirnya terbit lagi
peraturan baru yang justru memperpanjang jangka waktu pembangunan smelter.
14
3.2 kebijakan pemerintah Indonesia terhadap Setiap Perusahaan Tambang
15
melakukan ekspor konsentrat tanpa diolah dan dimurnikan terlebih dahulu di
smelter yang ada di wilayah Indonesia. Dalam perkembangannya, undang-undang
tersebut memerlukan adanya dukungan dalam bentuk operasional di tingkat
kementerian. Salah satu tindak lanjut dari undang-undang ini adalah terbitnya
Peraturan Menteri ESDM No. 7 tahun 2012 tentang Peningkatan Nilai Tambah
Mineral Melalui Kegiatan Pengolahan dan Pemurnian Mineral.
PT. Freeport dan PT. Newmont ini mengancam akan menghentikan produksinya di
Indonesia yang akan menyebabkan pemutusan hubungan kerja ribuan karyawan
apabila pemerintah benar-benar menerapkan UU No. 4 tahun 2009 tentang Minerba
(Rikang, 2014). Dengan tidak adanya kesepahaman antara pemerintah dengan dua
perusahaan tambang ini kemudian membuat PT. Newmont menggugat pemerintah
Indonesia ke jalur hukum melalui mahkamah arbitrase internasional melalui the
International Center for the Settlement of Investment Disputes (ICSID). (Hartono,
2014)
A. Penerapan UU Minerba
16
Indonesia merupakan salah satu Negara dengan kekayaan sumber alam
yang berlimpah, dan hal inilah yang mengundang banyak pihak datang ke Indonesia
untuk mengambil keuntungan. Salah satu hasil kekayaan alam di Indonesia yang
menarik perhatian yaitu di bidang pertambangan, sehingga banyak perusahaan
dalam, maupun luar negeri menanamkan modal dalam bidang ini. Dengan semakin
banyaknya para penanam modal dan besarnya keuntungan yang
diperoleh, disinilah peran pemerintah dalam menetapkan peraturan diperlukan guna
mempertahankan hak dan meningkatkan keuntungan Negara. Salah satu peraturan
Negara dalam menerapkan perannya adalah UU minerba nomor 4 tahun 2009 yang
berisi tentang pelarangan ekspor konsentrat / bahan mentah dan mewajibkan setiap
perusahaan membangun smelter. Diharapkan pembangunan smelter ini akan
meningkatkan investasi dalam negeri. Peraturan ini ditetapkan melalui
pertimbangan agar tercipta nilai tambah secara nyata bagi perekonomian nasional
dalam usaha mencapai kemakmuran dan kesejahteraan rakyat secara berkeadilan.
1. Pasal 103 ayat 1 yang berbunyi Pemegang IUP (Izin Usaha Pertambangan) dan
IUPK (Izin Usaha Pertambangan Khusus) operasi produksi wajib melakukan
pengolahan dan pemurnian hasil pertambangan di dalam negeri.
2. Pasal 170 Pemegang kontrak karya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 169 yang
sudah berproduksi wajib melakukan pemurnian sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 103 ayat (1) selambat – lambatnya 5 (lima) tahun sejak Undang-Undang ini
diundangkan.
17
Dilihat dari dua pasal di atas maka secara jelas UU minerba No. 4 tahun
2009 mengharuskan setiap perusahaan tambang yang ada di Indonesia melakukan
pengolahan dan pemurnian hasil pertambangan di dalam negeri. Peraturan ini
dilakukan paling lambat 5 tahun sejak UU minerba tersebut diterbitkan. Hal
tersebut diperkuat dengan adanya peraturan pemerintah No. 23 tahun 2010 tentang
pelaksanaan kegiatan usaha pertambangan mineral dan batu bara.
Dengan di berlakukannya UU tersebut merupakan salah satu usaha dari pemerintah
dalam melindungi hasil kekayaan bumi Indonesia. Sebagai indikasi SDA yang
berlimpah produksi dan ekspor bahan mentah yang mengalami peningkatan pada
setiap tahunnya. Apabila peningkatan ini di pergunakan dengan baik, maka akan
menimbulkan dampak yang besar bagi kesejahteraan rakyat Indonesia berupa
peningkatan devisa Negara (R, 2015). Kebijakan yang mewajibkan setiap
perusahaan tambang membangun smelter, memiliki beberapa tantangan tersendiri
bagi pemerintah Indonesia yaitu :
22
tinggal diam. Melalui Kementerian ESDM, Pemerintah Indonesia mengancam akan
mencabut hold amandemen apabila gugatan tersebut tidak dicabut. Dirjen Minerba
Kemenetrian ESDM Menyayangkan sikap PT. NNT yang tidak konsisten. Pada
akhirnya gugatan tersebut dicabut. Juru Bicara PT Newmont menyatakan bahwa
gugatan tersebut dilayangkan tanpa konsultasi dan sepengetahuan direksi PT
Newmont lainnya. Sehingga proses penandatanganan amandemen kontrak
pertambangan bisa kembali dilanjutkan.
Pada 2015 ini akan dibangun enam smelter nikel tambahan di samping dua
yang sudah ada yaitu PT Indoferro dan PT Cahaya Modern Mining.
Lebih lanjut, perkembangan beberapa perusahaan nikel di Indonesia mengarah pada
perkembangan yang positif. Hal tersebut yang membuat pemerintah menargetkan
nilai ekspor mineral 2016 melebihi dari 2013. Pada 2013 nilai yang didapatkan
USD3,4 miliar dari bauksit, nikel, dan pasir besi.
pada tahun 2016, akan menjadi USD17 miliar total ekspor kita. Tahun ekspor
mineral 2013 kita menjual total mineral ekspor USD15,1 miliar. Termasuk logam
dan biji, Sebagai informasi, 2015 akan dibangun delapan smelter tambahan
sehingga total akan ada delapan smelter di 2015. Lalu 2016 akan dibangun lagi 12
smelter
24
Saat ini, terdapat dua kementerian yang menerbitkan izin pembangunan smelter
yaitu Izin Usaha Pertambangan (IUP) Operasi Produksi Khusus diberikan oleh
Kementerian ESDM dan Izin Usaha Industri (IUI) yang dikeluarkan oleh
Kementerian Perindustrian. lalu, dalam hal pemberian insentif pajak, smelter bisa
mendapat tax allowance, tapi bukan tax holliday ,Sebab, industri smelter tidak
memberikan nilai tambah atau value added pada produknya. serta Royalti Harus
diambil di Hulu bukan di pengolahannya.
Pada tahun 2017 awal Kebijakan pembukaan keran ekspor mineral mentah
ikut ternyata berdampak terhadap operasional pabrik pengolahan dan pemurnian
(smelter). Sebanyak 92% smelter nikel yang ada di Indonesia merugi sejak adanya
pemberlakuan kebijakan tersebut. Wakil Ketua Asosiasi Perusahaan Pengolahan
dan Pemurnian Mineral Indonesia (AP3I) Jonatan Handjojo mengatakan saat ini
ada 25 perusahaan yang membangun smelter nikel. Dari jumlah itu, hanya dua
smelter di Morowali, Sulawesi Tengah yang masih beroperasi secara sehat.
Total investasi 23 smelter nikel yang terancam tutup itu mencapai US$ 18 miliar.
Adapun kebijakan relaksasi impor ini tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor
1 Tahun 2017 tentang Pelaksanaan kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan
Batubara. Aturan itu menyebutkan pemerintah kembali membuka keran ekspor
kepada perusahaan tambang dalam negeri dengan catatan wajib membangun
smelter paling lambat selama lima tahun ke depan.
Kebijakan itu juga diperkuat dengan aturan turunannya, yakni Peraturan Menteri
ESDM Nomor 6 Tahun 2017. Dalam aturan itu, pemerintah melonggarkan ekspor
bijih nikel dengan kadar kurang dari 1,7 persen. Sedangkan ekspor bijih bauksit
dengan kadar lebih besar dari 42 persen dibuka asal sudah melalui proses
pencucian. Akibat kebijakan itu juga, jumlah pembangunan smelter setiap tahunnya
belum menunjukkan perkembangan yang signifikan. Tahun 2015, dari 12 smelter
bauksit atau nikel yang akan dibangun, hanya lima smelter yang terealisasi.
25
Hingga Februari 2018, sebanyak 52 smelter telah terbangun (27 telah
beroperasi) dan 19 smelter lainnya yang tengah dibangun dengan perkembangan di
atas 5%.
Berdasarkan data dari Kementerian ESDM, total 71 smelter yang telah dan sedang
dibangun tersebut merupakan gabungan dari smelter yang menggunakan Izin Usaha
Pertambangan Operasi Produksi Khusus (IUP OPK) dan Izin Usaha Industri (IUI).
Smelter timah mendominasi dengan 29 smelter yang ada. Nikel menjadi smelter
yang paling berkembang berikutnya dengan jumlah yang telah terbangun mencapai
14 unit. Selain itu, akan ada tambahan 12 smelter.
Komoditas besi telah memiliki empat smelter yang ada. Rencananya ada tambahan
tiga smelter tahun ini. Bauksit dan mangan masing-masing telah memiliki dua
smelter. Belum ada tambahan smelter yang progresnya sudah di atas 5%. Tembaga
sudah memiliki satu smelter. Rencananya akan ada tambahan satu smelter lagi.
3.3.6 Tahun 2019
Pada tahun 2019 masih tetap ada 27 smelter yang beroperasi tetapi direncanakan
akan ad 2 smelter lagi yang akan beroperasi pada akhir tahun 2019.
26
dan pemurnian). Menurut Spelt dan Ten Berge, figur izin merupakan sebuah tanda
persetujuan dari pemerintah, berdasarkan peratruan perundang-undangan.
Hal- hal yang harus dilakukan perusahaan tersebut untuk memperoleh IUP OPK
pengolahan dan pemurnian ialah
1. Melampirkan Surat Permohonan pengajuan IUP OPK Pengolahan dan
pemurnian
2. Melengkapi keterangan di dalam formulir pengajuan IUP OPK Pengolahan dan
pemurnian
3. Melengkapi checklist dokumen pengajuan
sedangkan ,dokumen yang harus dilampirkan dan izin yang harus dimiliki dalam
permohonan IUP OPK Pengolahan dan pemurnian mineral ialah
1. Profil perusahaan
A) akta pendirian ,susunan direksi , pemegang saham.
B) NPWP
C) SIUP
D) Surat Keterangan Domisili
E) Tanda Daftar Perusahaan
F) Pengesahan Akta pendirian perusahaan dari yang berwenang
2. Memorandum of Understanding
A) Spesifikasi Bahan Galian
B) VOLUME ( TONASE)
C) jangka waktu MOU
D) bermeterai cukup
3. Legalitas IUP Produksi SK IUP OP yang telah terdaftar di Direktorat Jendral
Mineral dan Batubara
4. Data Teknis Pemilik Tambang/IUP OP (cadangan / sumber daya -kapasitas
produksi)-surat persetujuan AMDAL
5. Laporan Finansial Perusahaan Pemegang IUP operasi produksi
6. Perizinan Industri / perizinan berdirinya pabrik
7. Laporan keuangan perusahaan 3 tahun terakhir
8. Laporan RKAB tahun terakhir
27
9. Persetujuan AMDAL atau UKL dan UPL
10. Persetujuan FS / Studi kelayakan pabrik
11. Daftar Tenaga Ahli
28
BAB IV
30
4.2 Analisis Kebijakan Pemerintah Tentang Larangan Ekspor Dalam bentuk
Bijih dan Konsentrat
31
impor. Tingginya biaya impor akan berpengaruh terhadap sejumlah produk yang
masih mengandalkan komponen impor.
Infrastruktur listrik di daerah yang memiliki potensi tambang sering memiliki rasio
elektrifikasi rendah, seperti Sumatera Selatan sebesar 72,71 persen, Kalimantan
Tengah 67 persen, Kalimantan Selatan 75 persen, dan Papua 29,25 persen. Smelter
biasanya akan dibangun dekat dengan sumber tambang agar dapat menekan biaya
32
transportasi. Dengan tingkat elektrifikasi rendah, investor akan berpikir dua kali
sebelum membangun industri smelter.
Pada Hakikatnya Indonesia baru memiliki 52 Smelter dengan hanya 3/4 nya
saja yang sudah dapat digunakan, itu pula disandingi dengan adanya pembatasan
33
Ekspor . Dilihat dari progres dari pembuatan pabrik pengolahan dan pemurnian
tambang di Indonesia ini memiliki Hasil yang positif , dari tahun ke tahun
meningkat sebesar 6- 8 jumlah smelter . Undang- Undang Nomor 4 Tahun 2009
Tentang Minerba , yang telah menetapkan pembuatan dalam jangka 3-5 tahun ini
akan berakhir tahun 2019 , dimana terdapat target penyelesaian dalam pembuatan
smelter ini . Namun halnya masih terdapat kekurangan dalam pembuatannya dan
butuh pula daya listrik lebih yang harus dikoordinasikan kepada pemerintah .
Maka dari itu langkah pemerintah dalam pemberlakuan ekspor dibarengi dengan
pembuatan pabrik pengolahan dan pemurnian tambang di Indonesia merupakan
langkah yang cukup baik guna untuk mempertimbangkan kepentingan bersama dan
tetap berjalanya investasi .
34
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
Pada Kondisi seperti ini , dengan melihat perkembangannya dari sejak tahun
2014 , masih banyak sekali industri pengolahan dan pemurnian yang kalang kabut
dalam proses pembuatan alat smelter. Namun, Implikasi dari minimnya smelter
adalah banyak bahan mentah tambang yang tidak dapat dijual, pada akhirnya
membuat pelaku tambang mengurangi kapasitas produksi atau bahkan menutup
usahanya. Hal ini akan berdampak pada tiga hal yaitu:
1. Berkurangnya penerimaan negara.
2. Pengurangan tenaga kerja di sektor tambang.
3. Semakin tergerusnya neraca perdagangan.
5.2 Saran
1. Pemerintah Perlu Melakukan adanya Evaluasi Tiap Bulan melihat kinerja dari
pembuatan smelter tersebut .
2. Mengawasi kelangsungan ekspor bahan mentah yang dianggap sebagai
Pemenuhan Kebutuhan sementara perusahaan.
35
DAFTAR PUSTAKA
Adrian Sutedi, Hukum Ekspor Impor, Raih Asa Sukses: Jakarta, 2014
Patilima, Hamid. Metode Penelitian Kualitatif: Edisi Revisi. Bandung: Alfabeta. 2011
Majalah internal direktorat jenderal mineral dan batubara. Warta minerba: meningkatkan
kinerja sub sektor minerba, edisi xv. April 2013
Gocht, WR., Zantop,H., Eggert, RG., 1988, International Mineral Economic, Mineral
Exploration, Mine Valuation, Mineral Markets, International Mineral Policies, Springer
Verlag Berlin Heidelberg.
http : //www. Smelting.co.id, 2009, PT Smelting Gresik Copper Smelter and Refinary.
http://jdih.minerba.esdm.go.id/minerba/dok/KepmenESDM2018.pdf
36