Anda di halaman 1dari 7

“KELOMPOK BERESIKO DISFORIA GENDER, LGBT SEBAGAI FENOMENA

PENINGKATAN HIV-AIDS”

MATA KULIAH KEPERAWATAN HIV-AIDS

DISUSUN OLEH :

UCIK INDRIYANA

1706206201

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

STIKES WIYATA HUSADA SAMARINDA

2019/2020
“KELOMPOK BERESIKO DISFORIA GENDER, LGBT SEBAGAI FENOMENA
PENINGKATAN HIV-AIDS”

“DISfORIA GENDER”

Disforia gender didefinisikan secara umum adalah mengenai kondisi tidak puas secara
afektif Dan kognitif dengan gender yang dimiliki, distres sebagai akibat dari tidak selarasnya
pengalaman atau ekspresi gender seseorang dengan gender yang aslinya. Transeksual yang
sejati merasa bahwa mereka adalah bagian dari jenis kelamin lain yang mereka inginkan dan
fungsinya sebagai anggota lawan jenis, dan tidak hanya tampak seperti itu, bagi mereka,
organ mereka yang utama (testis) sama dengan yang kedua. Menurut mereka kelamin mereka
sebagai cacat yang harus diubah oleh pisau bedah, hanya karena kemajuan besar baru-baru ini
di endocrinology dan bedah memiliki perubahan kelamin.

KRITERIA DIAGNOSTIK : Disforia gender pada anak yaitu ketidakselarasan antara


pengalaman atau ekspresi gender dengan gender asli selama setidaknya 6 bulan. Disforia
gender pada anak memiliki kriteria, yaitu
1). keinginan yang kuat untuk menjadi lawan dari jenis kelaminnya,
2). cross-dressing,
3). berperan sebagai lawan gendernya, baik hanya bermain-main ataupun seting sebenarnya,
4). suka dengan permainan, alat permainan, atau kegiatan yang dilakukan oleh lawan
gendernya,
5). bermain dengan individu dari lawan gendernya,
6). menolak kuat permainan, mainan, kegiatan yang sesuai dengan gendernya,
7). sangat tidak suka dengan anatomi seksualnya,
8). hasrat yang kuat pada karakteristik seksual primer dan atau seksual lawan gendernya.
Terdapat distres atau ketidaksesuain di area sosial, sekolah, atau area penting lainnya.
Disporia gender pada remaja dan dewasa ketidakselarasan antara pengalaman atau ekspresi
gender dengan gender asli selama setidaknya 6 bulan.

Disforia gender pada remaja dan dewasa paling sedikit mempunyai 2 kriteria , yaitu
1)hasrat yang kuat untuk lterlepas dari karakteristik seksual primer atau sekunder.
2) keinginan yang kuat untuk menjadi lawan dari jenis kelaminnya.
TAHAP PEMBENTUKAN GENDER :
1). Penerapan lebel laki-laki dan perempuan yang mulai dari 2 tahun.
2). Keistimewaan gender : yaitu bagamana laki-laki bersikap ?
3). Memperoleh ketetapan gender dari 7-9 tahun.

PERKEMBANGAN DAN DISFORIA GENDER : perkembangan diforia gender yaitu


disforia gender tanpa gangguan perkembangan seksual, disforia gender yang berhubungan
dengan perkembangan seksual

PENYEBAB DISFORIA GENDER : ada beberapa penyebab terjadinya disforia gender


yaitu , Kedekatan ekstrem ibu dengan anak laki-laki, hubungan ibu dan ayah, ayah yang tidak
ada atau jauh dari anak

FAKTOR YANG BERPENGARUH TERJADINYA DISFORIA GENDER : ada dua


faktor yang berpengaruh terjadinya disforia gender yaitu faktor biologis dan dan sosial
psikologis. Faktor biologis mencakup masalah hormonal dan identitas gender sudah diberi di
otak. Faktor sosial dan psikologis mencakup pola asuh, reaksi sosial, pergaulan dan stimulasi
eksternal.

“LGBT DAN HIV-AIDS”

LATAR BELAKANG LGBT : perilaku yang menyimpang masih merupakan ha tabu bagi
masyarakat Indonesia yang berbudaya ketimuran, masyarakat masih memegang teguh apa
yang dinamakan dengan ajaran moral, etika, dan agama, sehingga perilaku seksual yang
menyimpang tentu bukanlah fenomena yang dapat diterima begitu saja.

Periaku seksual yang menympang itu sendiri, muncul atas dasar orientasi seksual adalah
kecenderungan seseorang untuk mengarahkan rasa ketertarikkan, romantisme, emosiaonal,
dan seksualnya kepada pria, wanita, atau kombinasi keduanya (Douglas, Markus, 2015).
PERILAKU SEKSUAL MENYIMPng dilakukan oleh kelompok-kelompok orang yang
memiliki orientasi seksual menyimpng, atau lebih dikenal dengan istilah kelompok LGBT
(lesbian, gay, bisexual, dan transgender/transsexual).
LGBT adalah stialh yang digunakan sejak tahun 1990-an (sinyo, 2014), menggantikan frasa
“komunitas gay” kaena istilah ini dinilai lebih mewakili kelompok-kelompok yang mengisi
area tersebut secara rinci. LGBT terdiri dari kelompok: 1) lesbi: kelompok wanita yang
secara fisik, emosionl, dan/atau spiritual merasa tertarik dengan wanita lain; 2) gay:
kelompok pria yang secara fisik, emosional, dan/atau spiriyual merasa tertarik dengan pria
lain; 3) biseksual: kelompok yang secara fisik, emosional, dan/atau spiritual merasa tertarik
baik kepada lawan jenis dan sesame jenis; 4) transgender: kelompok yang merasa identitas
gendernya berbeda dengan anatomi kelamin yang dimiliki, sehingga memilih/tidak memilih
untuk melakukan operasi kelamin menyesuaikan dengan identitas gender yang diinginkan
(APA: American Psychological Associantion, 2015).

FENOMENA LGBT : Gay menyadari telah terjadi disforia gender semenjak usia sekolah
(remaja) dan melakukan hubungan seksual yang lebih muda dibandingkan dengan remaja
heteroseksual (Kabongo Joe et al., 2018). Remaja yang gay menyadari kondisi sekitar yang
tidak menguntungkan bila identitasnya diketahui, dan memilih menjauh dari keluarga hingga
menjadikan prostitusi sebagai profesi untuk bertahan hidup. Pasangan yang menggunakan
jasa prositusi (gay) berasal juga dari lelaki yang sudah menikah dan memiliki anak, fantasi
liar mereka menyebabkan menggunakan jasa prostitusi gay, dan sebagian menyesal telah
menikah (Kabongo Joe et al., 2018).

Hasil juga menunjukkan bahwa remaja Gay Lesbian Biseksual memiliki risiko HIV
yang lebih besar, baik pada 3 bulan, t = -2,711, p <0,05 dan seumur hidup, t = -2,690, p
<0,05, dibandingkan dengan pemuda heteroseksual. Di antara pemuda heteroseksual,
perempuan memiliki risiko lebih besar pada 3 bulan sementara dibandingkan dengan laki-
laki, t = -2,451, p <0,05. Dalam kelompok GLB tidak ada perbedaan gender dalam risiko
HIV untuk tindakan 3 bulan dan seumur hidup.

Secara umum, perempuan lesbian dan biseksual memiliki risiko lebih besar
(seumur hidup, p = 0,05 dan 3 bulan, p <0,05) dibandingkan dengan laki-laki gay dan
heteroseksual dan heteroseksual perempuan ditemukan bahwa untuk remaja heteroseksual,
penggunaan opiat, alkohol, dan ganja dalam 90 hari terakhir adalah prediktor risiko HIV
yang signifikan. Hasil ini menunjukkan bahwa di bawah pengaruh zat, mempengaruhi untuk
melakukan hubungan seksual pada pemuda heteroseksual sehinga dapat meningkatkan risiko
untuk HIV. Homoseksual dan biseksual mengalami situasi penganiayaan yang berulang-
ulang sepanjang masa kanak-kanak dan remaja, menganggap kekerasan seksual, rumah
tangga, dan di isntitusi sebagai yang paling menyakitkan dan sulit dihadapi, dan yang
berkorelasi dengan kerentanan terhadap HIV / AIDS.

Komunitas homoseksual Afrika sangat dipengaruhi oleh infeksi HIV, dan penelitian
menunjukkan prevalensi yang secara signifikan lebih tinggi di antara laki-laki berhubungan
seks dengan laki-laki (LSL) dibandingkan dengan populasi umum. Di Senegal, 21,7% LSL
di mana HIV terinfeksi versus 0,7% pada populasi umum, 40% pada LSL dibandingkan
dengan rata-rata 6,1% di Kenya [2]. Homoseksual membentuk kelompok-kelompok rahasia
untuk berkomunikasi, Beberapa negara menganggap homoseksual adalah aib dan sesuatu
yang tidak legal, berhubungan dengan proses pemujaan setan, sehingga mereka melakukan
dalam kelompok yang rahasia serta terbatas pada kelompoknya saja.

Angka pervalensi HIV/AIDS di negara-negara Asia Pasifik : Beberapa negara


menganggap faktor resiko HIV AIDS adalah sebuah kriminialisasi seperti

1. Transgender adalah sebuah bentuk tindakan kriminal,


2. Pekerja seksual adalah sebuah tindakan krimial
3. Penggunaan NAPZA adalah sebuah tindakan kriminal
4. Konsen Orang tua ke remaja untuk test HIV sedini mungkin
5. Konsentrasi pasangan untuk test HIV sebelum menikah
6. Melakukan test HIV ke beberapa kelompok berisiko pada pasangannya

Beberapa hal yang membuat pria gay dan biseksual berisiko lebih tinggi :

1. Lebih banyak pria gay dan biseksual teridentifikasi HIV dibandingkan dengan
kelompok lain di Asia Amerika Serikat. Pria gay dan biseksual memiliki peluang
lebih tinggi memiliki pasangan yang HIV-positif.
2. 1 dari 6 pria gay dan biseksual dengan HIV tidak menyadari mereka memilikinya.
Tidak bisa mendapatkan perawatan yang mereka butuhkan dan dapat bebas infeksi
kepada orang lain tanpa menyadarinya.
3. Kebanyakan pria gay dan biseksual mendapatkan HIV melalui hubungan seks anal
tanpa kondom atau obat-obatan untuk mencegah atau mengobati HIV. Seks anal
adalah jenis seks paling berisiko untuk mendapatkan atau menularkan HIV.
4. Pria gay dan biseksual berisiko lebih tinggi terhadap penyakit menular seksual, seperti
sifilis, gonore, dan klamidia. Memiliki STD lain dapat secara signifikan
meningkatkan seseorang peluang terkena atau menularkan HIV.
5. Stigma, homofobia, dan diskriminasi menempatkan laki-laki gay dan biseksual dari
semua ras /etnis yang berisiko terhadap banyak masalah kesehatan dan dapat
memengaruhi apakah mereka mampu untuk mendapatkan perawatan kesehatan yang
berkualitas

Apa saja yang akan dilakukan untuk mengurangi HIV AIDS dari sektor LGBT

1. Lingkungan yang dilindungi dan legal, termasuk dekriminalisasi.


2. Akses pada kualitas layanan kesehatan gratis diskriminasi.
3. Data tentang HIV dan pria gay dan pria lain yang berhubungan seks dengan pria.
4. Memperkuat sistem komunitas.
5. Melibatkan LGBT yang terifenksi HIV AIDS dalam program dukungan teman sebaya
dapat menurunkan HIV AIDS.

PENGERTIAN HIV-AIDS

HIV (human immunodeficiency virus adalah virus yang merusak sistem kekebalan
tubuh, dengan menginfeksi dan menghancurkan sel CD4. Semakin banyak sel CD4 yang
dihancurkan, kekebalan tubuh akan semakin lemah, sehingga rentan di serang berbagai
penyakit. Jika tidak segera di tangani akan berkembang menjadi kondisi serius yang disebut
AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome. AIDS adalah stadium akhir dari infeksi
virus HIV. Pada tahap AIDS kemampuan tubuh untuk melawan infeksi sudah hilang
sepenuhnya, dan sampai saat ini belum ada obat untuk HIV dan AIDS.

Indonesia merupakan negara dengan jumlah kasus HIV paling banyak di Asia
Tenggara yaitu diperkirakan 48.000 kasus. Di Asia, Indonesia menempati urutan ketiga
terbesar dalam kasus HIV/AIDS (UNAIDS, 2017). Jumlah kasus HIV di Indonesia pada saat
ini terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Pada tahun 2014 terdapat 32.711 kasus,
tahun 2015 terdapat 30.395 kasus dan pada tahun 2016 terdapat 41.250 kasus (Kemenkes RI,
2017).

TIPE HIV

Virus HIV terbagi menjadi 2 tipe utama, yaitu HIV-1 dan HIV-2. Masing-masing tipe
terbagi lagi menjadi beberapa subtipe. Pada banyak kasus, infeksi HIV disebabkan HIV-1, 90
% di antaranya adalah HIV-1 subtipe M. Sedangkan HIV-2 diketahui hanya menyerang
sebagian kecil individu, terutama di Afrika Barat.
Infeksi HIV dapat disebabkan oleh lebih dari 1 subtipe virus, terutama bila seseorangtertular
lebih dari 1 orang. Kondisi ini disebut dengan superinfeksi. Meski kondisi ini hanya terjadi
kurang dari 4% penderita HIV, risiko superinfeksi cukup tinggi pada 3 tahun pertama setelah
terinfeksi

HIV dan AIDS di Indonesia

Berdasarkan data Kementrian Kesehatan RI, selama tahun 2016 terdapat lebih dari 40 ribu
kasus Infeksi HIV di Indonesia. Dari jumlah tersebut, HIV paling sering terjadi pada
heteroseksual, diikuti lelaki seks lelaki (LSL), dan pengguna NAPZA suntuk (penasun). Di
tahun yang sama, lebih dari 7000 orang menderita AIDS, dengan jumlah kematian lebih dari
800 orang. Data terakhir Kemenkes RI menunjukan, Pada rentang Januari hingga Maret 2017
saja sudah tercatat lebih dari 10.000 laporan infeksi HIV, dan tidak kurang dari 650 kasus
AIDS di Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai