Anda di halaman 1dari 15

BAB I.

TEORI

1.1 Fase Gibbs

Pada perhitungan dalam keseluruhan termodinamika kimia, J.W Gibbs menarik


kesimpulan tentang aturan fasa yang dikenal dengan Hukum Fasa Gibbs, jumlah
terkecil perubahan bebas yang diperlukan untuk menyatakan keadaan suatu sistem
dengan tepat pada kesetimbangan diungkapkan sebagai:

F= C-P-m+2..........................................................(1.1)

Keterangan :
Jumlah derajat kebebasan (F)
Jumlah komponen (C)
Jumlah fase (P)
Dalam satu sistem, hubungan ini disebut Hukum Fase. Misalnya sistem tersusun
dari P fase dan C komponen. Persoalannya ialah untuk menentukan, beberapa jumlah
variabel agar sistem menjadi tertentu (Atkhins, 2006) .
Sistem selalu tergantung dari variabel tekanan dan temperatur. Untuk menentukan
susunan tiap-tiap fase, perlu ditentukan konsentrasi (C - 1) konstituen, konsentrasi
komponen sisa adalah perbedaannya. Dalam sistem ada P fase, jadi jumlah variabel
konsentrasi ada P(C - 1), variabel tekanan ada 1 dan variabel temperatur ada 1.
Jadi jumlah variabel yang harus ditentukan adalah :

P(C – 1) + 2 .......................................................(1.2)

Jumlah persamaan yang ada dapat dicari sebagai berikut, untuk kesetimbangan
satu konstituen antara dua fase, dapat dituliskan satu persamaan, yaitu persamaan
tenaga bebas permole. Tenaga bebas ini merupakan fungsi temperatur, tekanan dan
(C – 1) variabel konsentrasi. Adanya P fase, menghasilkan (P – 1) persamaan dan
untuk C konstituen ada C (P – 1) persamaan.
Bila jumlah variabel sama dengan jumlah persamaan, maka sistem sudah
tertentu. Umumnya hal ini tidak demikian. Jumlah variabel melebihi persamaannya
dan selisihnya disebut derajat kebebasan (F) :

F = jumlah variabel – jumlah persamaan


= [P(C – 1) + 2] – [C(P – 1)].
F = C – P + 2 ........................................................(1.3)
Di sini dianggap, tiap komponen terdapat dalam tiap fase. Bila satu komponen
tidak ada dalam suatu fase, maka C berkurang satu, demikian pula persamaannya,
hingga rumus tetap (Alberty, 2000).
Jumlah fasa dalam sistem zat cair tiga komponen tergantung pada daya saling
larut antar zat cair tersebut dan suhu percobaan. Titik A, B dan C menyatakan
kompoenen murni. Titik-titik pada sisi AB, BC dan AC menyatakan fraksi dari dua
komponen, sedangkan titik didalam segitiga menyatakan fraksi dari tiga komponen.
Titik P menyatakan suatu campuran dengan fraksi dari A, B dan C masing-masing
sebanyak x, y dan z.
Satu fasa membutuhkan dua derajat kebebasan untuk menggambarkan sistem
secara sempurna, dan untuk dua fasa dalam kesetimbangan, satu derajat kebebasan.
Jadi, dapat digambarkan diagram fasa dalam satu bidang. Cara terbaik untuk
menggambarkan sistem tiga komponen adalah dengan mendapatkan suatu kertas
grafik segitiga (Atkhins, 2006).
Konsentrasi dapat dinyatakan dalam istilah % berat atau fraksi mol. Bila
komposisi masing-masing dinyatakan dalam persen berat masing-masing komponen,
maka perlu diketahui massa jenis tiap komponen untuk menghitung beratnya masing-
masing.
m = ρ X V ...............................................................(1.4)
Keterangan :
m = massa
ρ = massa jenis
V = volume
Bila berat masing-masing komponen sudah dihitung, hitung persen berat masing-
masing komponen (fraksi dari masing-masing komponen). Alas segitiga
menggambarkan komposisi campuran air-chlorofrom. Oleh karena itu, sistem tiga
komponen pada temperatur dan tekanan tetap mempunyai jumlah derajat kebebasan
paling banyak dua, maka diagram fasa sistem ini dapat digambarkan dalam fasa
bidang datar berupa suatu segitiga sama sisi yang disebut diagram Terner . Prinsip
menggambarkan komposisi dalam diagram terner dapat dilihat pada gambar (1) dan
(2) di bawah ini Untuk campuran yang terdiri atas tiga komponen, komposisi
(perbandingan masing-masing komponen) dapat digambarkan di dalam suatu diagram
segitiga sama sisi yang disebut dengan Diagram Terner. Komposisi dapat dinyatakan
dalam fraksi massa (untuk cairan) atau fraksi mol (untuk gas). Diagram tiga
sudut atau diagram segitiga berbentuk segitiga sama sisi dimana setiap sudutnya
ditempati komponen zat. Sisi-sisinya itu terbagi dalam ukuran yang menyatakan
bagian 100% zat yang berada pada setiap sudutnya. Untuk menentukan letak titik
dalam diagram segitiga yang menggambarkan jumlah kadar dari masing- masing
komponen dilakukan sebagai berikut (Oktavian, 1997).

Gambar 1.1 Diagram tiga sudut


Titik A, B dan C menyatakan kompoenen murni. Titik-titik pada sisi Ab, BC
dan Ac menyatakan fraksi dari dua komponen, sedangkan titik didalam segitiga
menyatakan fraksi dari tiga komponen. Titik P menyatakan suatu campuran dengan
fraksi dari A, B dan C masing-masing sebanyak x, y dan z
Gambar 1.2 Diagram fraksi tiga komponen
Titik X menyatakan suatu campuran dengan fraksi A = 25%, B = 25%, dan C =
50%. Titik-titik pada garis BP dan BQ menyatakan campuran dengan perbandingan
dengan jumlah A dan C yang tetap, tetapi dengan jumlah B yang berubah. Hal yang
sama berlaku bagi garis-garis yang ditarik dari salah satu sudut segitiga kesisi yang
ada dihadapannya. Daerah didalam lengkungan merupakan daerah dua fasa. Salah
satu cara untuk menentukan garis binoidal atau kurva kelarutan ini ialah dengan cara
menambah zat B ke dalam berbagai komposisi campuran A dan C. Titik-titik pada
lengkungan menggambarkan komposisi sistem pada saat terjadi perubahan dari jernih
menjadi keruh. Kekeruhan timbul karena larutan tiga komponen yang homogen pecah
menjadi dua larutan konjugat terner (Oktavian, 1997)
Titrasi merupakan metode analisis kimia secara kuantitatif yang biasa
digunakan dalam laboratorium untuk menentukan konsentrasi dari reaktan. Karena
pengukuran volume memainkan peranan penting dalam titrasi, maka teknik ini juga
dikenali dengan analisis volumetrik. Analisis titrimetri merupakan satu dari bagian
utama dari kimia analitik dan perhitungannya berdasarkan hubungan stoikhiometri
dari reaksi-reaksi kimia. Analisis cara titrimetri berdasarkan reaksi kimia seperti:

aA + tT .......................................................................(1.5)

keterangan:
(a) molekul analit A bereaksi
(t) molekul pereaksi T.
Pereaksi T, disebut titran, ditambahkan secara sedikit-sedikit, biasanya dari
sebuah buret, dalam bentuk larutan dengan konsentrasi yang diketahui. Larutan yang
disebut belakangan disebut larutan standar dan konsentrasinya ditentukan dengan
suatu proses standardisasi (Purba, 2000).
BAB II. PERCOBAAN

2.1 Alat-alat yang dipakai


1. Aluminium foil
2. Buret / klem 50 ml
3. Erlenmeyer 250 ml
4. Picnometer 10 ml
5. Termometer 100 °C
2.2 Bahan-bahan yang dipakai
1. Aseton
2. Aquadest
3. Chloroform
2.3 Prosedur Percobaan
1. Di dalam labu erlenmeyer yang bersih, kering dan bertutup, dibuat 9 (sembilan)
campuran cairan A dan C yang saling larut dengan komposisi sebagai berikut :
Tabel 2.1 Perbandingan cairan A dan C
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Cairan A 2 ml 4ml 6ml 8ml 10ml 12ml 14ml 16ml 18ml

Cairan C 18ml 16ml 14ml 12ml 10ml 8l 6ml 4ml 2ml

Semua pengukuran volume dilakukan dengan buret. Kami menggunakan


aquadest sebagai sampel A dan chlorofrom sebagai sampel C lalu, Aseton
sebagai sampel B.
2. Tiap campuran dititrasi dalam labu 1 sampai 9 dengan zat B sampai tepat timbul
keruh.
3. Dicatat jumlah volume zat B yang digunakan.
4. Dilakukan titrasi dengan perlahan-lahan dan hati-hati.
5. Ditentukan rapat masa masing-masing cairan murni A, B, dan C.
6. Dicatat suhu kamar sebelum selama percobaan berlangsung.
2.4 Pengamatan
Berdasarkan hasil dari percobaan didapati aquadest jika dicampur clorofrom akan
terbentuk campuran seperti minyak dan air hal itu sangat jelas didapati saat
perbandingan volume aquadest lebih besar dari chlorofrom.
Untuk pencampuran aquadest dan clorofrom yang dititrasi diperoleh volume
titrasi dari campuran tersebut pada tabel 2.1 berikut

Tabel 2.2 Hasil titrasi larutan


No Larutan A Larutan C Larutan B
(Aquadest) (Clorofrom) (Aseton)

1 2ml 18ml 1.8

2 4ml 16ml 0.8

3 6ml 14ml 0.7

4 8ml 12ml 0.3

5 10ml 10ml 0.6

6 12ml 8ml 0.7

7 14ml 6ml 0.9

8 16ml 4ml 0.5

9 18ml 2ml 0.2

Untuk hasil pengamatan terhadap massa cairan diperoleh :


a. Aseton : 8.14 gr
b. Aquadest : 9,94 gr
c. Chlorofrom : 14.56 gr
Suhu ruangan : 28°C
BAB III. HASIL DAN DISKUSI

3.1 Hasil
Suhu Ruangn 28°C
Massa Cairan :
Aseton : 8, 14 Gram
Aquadest : 9,94 Gram
Clorofrom : 14,56 Gram
Pencampuran Tiga Komponen Zat Cair
Larutan A : Chloroform
Larutan B : Aseton
Larutan C : Aquadest
Tabel 3.1 Volume Larutan Yang Digunakan
No Larutan A Larutan B Larutan C Keterangan
Ml (Titran ) ml Ml
1 2 ml 1,8 ml 18 ml Larut
2 4 ml 0,8 ml 16ml Larut
3 6 ml 0,7 ml 14 ml Larut
4 8 ml 0,3 ml 12 ml Larut
5 10 ml 0,6 ml 10 ml Kurang larut
6 12 ml 0,7 ml 8 ml Kurang larut
7 14 ml 0,9 ml 6 ml Kurang larut
8 16 ml 0,5 ml 4 ml Tidak larut
9 18 ml 0,2 ml 2 ml Tidak larut

3.2 Pembahasan

Pada kali ini dilakukan percobaan yang berjudul “ Sistem Zat Cair Tiga
Komponen Diagram Terner “ yang bertujuan untuk membuat kurva kelarutan suatu
cairan yang terdapat didalam campuran dua cairan tertentu. Pencampuran tiga
komponen yaitu Aquadest bersifat polar, Chloroform bersifa non polar dan Aseton
yang bersifat semi polar. Untuk mengetahui kelarutan masing-masing komponen,
pertama Chloroform dicampurkan dengan aquadest menggunakan erlemenyer sesuai
dengan perbandingan ml yang tertera pd porsedur percobaan. Setelah Chloroform
dicampur dengan aquadest kemudian lakukan titrasi sampai campuran bewarna
keruh. Pada percobn ini semakin besar perbandingan Aquadest yang digunakan
dibandingkan Chloroform maka campuran akan semakin tidak larut. Ini terjadi
karena Aquadest bersifat polar sedangkan Chloroform non polah sehingga campuran
tidak bisa larut. Pada saat pencampurn laruran Chloroform dan Aquadest terbntuk
minyak yang disebabkan oleh Chloroform.
Pemisahan menggunakan pelarut yang tidak larut dengan sempurna terhadap
campuran, tetapi dapat melarutkan salah satu komponen (solute) dalam campuran.
Metode yang digunakan ialah metode titrasi, dimna yang berfungsi untuk melrutkan
adalah Aseton. Untuk mengetahui kelarutan masing-masing suatu komponen, dapat
dilakukan dengan cara menghitung fraksi mol masing-masing komponen dalam
larutan pada setiap perlakuan.
Percobaan yang dilakukan titrasi Aseton dengan campuran larutan Chloroform
dan Aquadest Titrasi dilakukan kedalam campuran Chloroform dan Aquadest dari
proses titrasi diperoleh hasil terbentuk dua fasa pada campuran yang berwarna
campuran keruh. Ketiga zat ini bercampur sebagian. Aseton yang sifatnya
polar berada pada lapisan atas karena memiliki massa jenis yang lebih rendah yaitu
0.784 gr/cm3sedangkan Aquadest yang bersifat polar memiliki massa jenis 0,977
gr/cm3 yang lebih besar dari Aseton dan massa jenis Chloroform adalah
1.48 gr/cm3.Setelah dilakukan proses titrasi maka didapat volume Aseton
yang terpakai pada proses titrasi pada campuran larutan Chloroform dan Aquadest
sampai campuran menjadi keruh.
BAB IV. KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan
1. Diagram Terner digunakan untuk menunjukkan hubungan sifat yang berbeda
antara ketiga zat.
2. Zat yang digunakan pada pervobaan Aquadest (polar), Chlorofrom (non polar),
dan asam asetat (semi polar).
3. Menandakan proses titrasi selesai yaitu larutan menjadi keruh.
4.2 Saran
1. Praktikan sebaiknya menggunakan masker dan sarung tangan.
2. Pada saat proses titrasi harus berhati – hati karena proses titrasi harus dihentikan
ketika melihat perubahan pada larutan (larutan menjadi keruh).
LAMPIRAN A
DOKUMENTASI

NO Gambar Perbandingan
Cairaan A: C
1

2:18

4:16

6:14
4

8:12

10:10

12:8

14:6
8

16:4

16:4
DAFTAR PUSTAKA

Alberty, R. (2000). Kimia Fisika. Jakarta: Erlangga.

Atkins, P. W. (2006). Kimia Fisika. Jakarta: Erlangga.

Oktavian. (1997). Kimia Fisika. Jakarta: Rineka Cipta.

Purba, M. (2000). Kimia Kelas 2 SMU. Jakarta: Erlangga.

Anda mungkin juga menyukai