ALIRAN FLUIDA
Disusun oleh:
Kelompok 7
Kelas C
AINIS NIDILA (1707110994)
MAWADDAH (1707111258)
SENDRA ERFA SATRIA (1707123109)
Catatan Tambahan :
Pekanbaru,_______________
Dosen Pembimbing Praktikum
ii
4.1.2 Pada Pipa No 4 ...........................................................................17
4.2 Head Loss & Friction Loss didalam Pipa Pipa Elbow ..................19
4.2.1 Elbow 45o ...................................................................................19
4.2.2 Elbow 90o ...................................................................................20
4.3 Friction Loss didalam Pipa Enlargement dan Contraction .............22
4.3.1 Pada Enlargement ......................................................................22
4.3.2 Pada Contraction ........................................................................23
BAB V. PENUTUP
5.1 Kesimpulan .....................................................................................25
5.2 Saran ...............................................................................................25
DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................26
LAMPIRAN A. LEMBAR PENUGASAN
LAMPIRAN B. PERHITUNGAN
LAMPIRAN C. DOKUMENTASI
iii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Jenis Aliran Fluida : (a) Aliran Laminar. (b) Aliran turbulen ..........4
Gambar 2.2 Jenis Pengelasan ...............................................................................8
Gambar 3.1 Rangkain alat Arrangement of Apparatus ......................................15
Gambar 4.1 Grafik V vs H Pada Pipa No 2 ........................................................16
Gambar 4.2 Grafik f vs Nre Pada Pipa No 2 ......................................................17
Gambar 4.3 Grafik V vs H Pada Pipa No 4 ........................................................18
Gambar 4.4 Grafik f vs Nre Pada Pipa No 4 ......................................................18
Gambar 4.5 Grafik V vs H Pada Elbow 45° .......................................................19
Gambar 4.6 Grafik f vs Nre Pada Elbow 45° .....................................................20
Gambar 4.7 Grafik V vs H Pada Elbow 90° .......................................................21
Gambar 4.8 Grafik f vs Nre Pada Elbow 90° .....................................................21
Gambar 4.9 Grafik H vs V Pada Enlargement ...................................................22
Gambar 4.10 Grafik f vs Nre Pada Enlargement ..................................................23
Gambar 4.11 Grafik H vs V Pada Contraction .................................................... 23
Gambar 4.12 Grafik f vs Nre Pada Contraction ................................................. 24
iv
DAFTAR TABEL
Tabel B.1 Pengukuran Kecepatan Volumetrik dan Head Loss Pipa No. 2
Tabel B.2 Perhitungan Friction Loss Pipa No. 2
Tabel B.3 Pengukuran Kecepatan Volumetrik dan Head Loss Pipa No.4
Tabel B.4 Perhitungan Friction Loss Pipa No. 4
Tabel B.5 Pengukuran Kecepatan Volumetrik dan Head Loss Elbow 45°
Tabel B.6 Perhitungan Friction Loss Elbow 45°
Tabel B.7 Pengukuran Kecepatan Volumetrik dan Head Loss Elbow 90°
Tabel B.8 Perhitungan Friction Loss Elbow 90°
Tabel B.9 Pengukuran Kecepatan Volumetrik dan Head Loss pada Pipa
Enlargement
Tabel B.10 Perhitungan Friction Loss Enlargement
Tabel B.11 Pengukuran Kecepatan Volumetrik dan Head Loss pada Pipa
Contraction
Tabel B.12 Perhitungan Friction Loss Contraction
v
ABSTRAK
Aliran fluida merupakan suatu perpindahan fluifa dari titik satu ke titik yang
lainnya. Pada percobaan ini bertujuan untuk memperlajari head loss dan friction
loss. Kehilangan energi merupakan faktor yang mempengaruhi kapasitas pipa
sebagai sarana penghantar aliran baik air maupun minyak. Kehilangan energi
menyebabkan terjadinya pengurangan debit aliran. Kehilangan energi disebabkan
beberapa faktor diantaranya kekasaran dinding pipa dan akibat gesekan melalui
pipa belokan. Head loss dan friction loss aliran fluida pada pipa 2, elbow 45℃,
elbow 90℃, enlargement , contraction pada sistem perpipaan. Telah dilakukan
percobaan memggunakan fluida cair, untuk alat disusun secara skematik yaitu
general arrangement of apparatus dan manomeneter correction dengan adanya
varianle bahan valve 25%, 50%, 75%,dan 100% serta variasi volume 10, 15 dan 20
L. Pengujian dilakukan untuk mendapatkan laju aliran dan perubahan tekanan
dengan menggunakan flowmeter dan manometer U. Dari hasil percobaan
didapatkan nilai friction loss terbesar pada pipa 2 enlargement dan head loss
terbesar pada pipa 2.
vi
BAB I
PENDAHULUAN
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Fluida
Menurut Raswari (1986), fluida merupakan suatu zat/bahan yang dalam
keadaan setimbang tak dapat menahan gaya atau tegangan geser (shear force).
Dapat pula didefinisikan sebagai zat yang dapat mengalir bila ada perbedaan
tekanan dan atau tinggi. Suatu sifat dasar fluida nyata, yaitu tahanan terhadap aliran
yang diukur sebagai tegangan geser yang terjadi pada bidang geser yang dikenai
tegangan tersebut adalah viskositas atau kekentalan/kerapatan zat fluida tersebut.
Fluida dapat didefinisikan sebagai suatu zat mampu alir dan dapat
menyesuaikan bentuk dengan bentuk wadah yang ditempatinya, serta apabila
diberikan tegangan geser, betapapun kecilnya akan menyebabkan fluida tersebut
bergerak dan berubah bentuk secara terus-menerus selama tegangan tersebut
bekerja (White, 1988). Sifat dasar fluida terdiri dari beberapa hal sebagai berikut :
1. Rapat massa/massa jenis/densitas.
2. Berat jenis/rapat berat
3. Volume spesifik
4. Spesific gravity
5. Kompresibilitas/modulus total elastisitas
6. Viskositas
7. Tegangan permukaan
8. Tekanan hidrostatis
2
perubahan volume pada saat diberi gaya dari luar seperti perubahan tekanan atau
suhu. Fluida compressible adalah fluida yang mengalami perubahan volume pada
saat diberi gaya dari luar. Contoh dari fluida compresibble adalah gas dan uap
(Tobing, 2010).
3
Gambar 2.1 Jenis Aliran Fluida : (a) Aliran Laminar. (b) Aliran turbulen
Angka Reynolds adalah bilangan tanpa dimensi yang nilainya bergantung
pada kekasaran dan kehalusan pipa sehingga dapat menentukan jenis aliran dalam
pipa. Profesor Osborne Reynolds menyatakan bahwa ada dua tipe aliran yang ada
didalam suatu pipa yaitu :
1. Aliran laminar pada kecepatan rendah dimana berlaku h α v
2. Aliran Turbulen pada kecepatan tinggi dimana berlaku h α vn
Dalam penelitiannya, Reynolds mempelajari kondisi dimana satu jenis aliran
berubah menjadi aliran jenis lain, dan bahwa kecepatan kritis, dimana aliran laminar
berubah menjadi aliran turbulen. Keadan ini bergantung pada empat buah besaran
yaitu: diameter tabung, viskositas, densitas dan kecepatan linear rata-rata zat cair.
Lebih jauh ia menemukan bahwa ke empat faktor itu dapat digabungkan menjadi
suatu gugus, dan bahwa perubahan macam aliran berlangsung pada suatu nilai
tertentu gugus itu (Wright, 2006). Pengelompokan variabel menurut penemuannya
itu adalah :
𝐷.𝑉.𝜌
NRe =
𝜇
..................................................... (2.1)
Dimana : D = Diameter pipa ( m )
V = Kecepatan rata-rata zat cair ( m/s )
μ = Viskositas zat cair ( kg/m.s )
ρ = Densitas zat cair ( kg/m3 )
4
2.4 Head Loss & Friction Loss pada pipa Horizontal
Head loss biasanya dinyatakan dengan satuan panjang. Sehingga untuk
persamaan (2.2), head loss adalah harga ∆p yang dinyatakan dengan satuan panjang
mmHg atau inchHg. Harga F sendiri bergantung pada tipe alirannya. Untuk aliran
laminar, dimana NRe < 2100, berlaku persamaan (Geankoplis, 1993):
f L.V 2
F .
2 g c .D ..................................................... (2.2)
5
2.6 Friction Loss pada Enlargement dan Contraction
Untuk pipa dimana diameternya berubah kecil ke besar, pipa pertama dengan
diameter D1 dan pipa kedua dengan diameter D2, atau enlargement, dan pipa masih
didalam posisi horizontal, tidak ada kerja pada sistem, maka ∆Z =0, W = 0 dengan
persamaan (Geankoplis, 1993):
V 2 p
F ................................................ (2.4)
2 gc
∆𝑝⁄ ∆𝑣 2⁄
Jika 𝜌 sangat kecil, dan bisa diabaikan terhadap harga dari 2𝑔𝑐 , maka:
∆𝑣 2
= −𝐹 .................................................... (2.5)
2𝑔𝑐
6
turbulen. Gesekan juga dapat menimbulkan panas pada pipa sehingga merubah
energi mekanik menjadi energi panas (kalor).
Dalam aplikasi kesehariannya, ada banyak sekali bentuk dan model pipa,
seperti pipa bentuk elbow, mitter, tee, reducer, cross, dan lainnya. Bentuk serta
model yang beraneka ragam tersebut sangat membantu dalam desain layout sistem
perpipaan didunia industri. Pada saat operasi, bentuk dan model pipa yang
bermacam-macam tersebut akan memiliki karakteristik tegangan yang berbeda-
beda sebagai akibat dari pembebanan yang diterimanya. Akumulasi dari berat pipa
itu sendiri dan tekanan fluida yang mengalir didalamnya, akan menyebabkan
tegangan pada pipa yang dikenal sebagai beban statik. Namun efek dari
pembebanan seperti ini dapat diminimalisasi dengan memilih jenis penyangga
(support) yang sesuai, dan menggunakan penyangga tersebut dalam jumlah cukup.
Secara umum, beban dinamik dan beban termal pada pipa merupakan dua hal yang
lebih penting, dan lebih sulit untuk ditangani. Pembebanan dinamik terjadi pada
pipa yang berhubungan langsung dengan peralatan bergetar seperti pompa atau
kompresor. Beban dinamik juga terjadi pada pipa yang mengalami beban termal,
sehingga beberapa bagian pipa berekspansi dan menimbulkan tegangan pada pipa.
Oleh sebab itu, perlu digunakan beberapa alat atau mekanisme yang didesain untuk
memperkecil tegangan pada system perpipaan tersebut, agar kelebihan beban yang
bisa mengakibatkan kegagalan pada bagian pipa, atau kerusakan pada alat yang
terhubung dengannya dapat dihindari.
Salah satu komponen penyambungan dalam sistem perpipaan adalah pipe
bend (pipa lengkung) atau elbow. Pipe bend berfungsi untuk membelokkan arah
aliran fluida didalam pipa. Namun pipe bend lebih sulit untuk dianalisa karena
permukaannya menjadi oval dibawah pembebanan momen bending. Hal ini
menyebabkan pipe bend memiliki fleksibilitas yang lebih besar dibandingkan
dengan pipa lurus yang sama ukuran dan jenis materialnya. Lebihnya fleksibilitas
ini menjadikan pipe bend berfungsi sebagai penyerap ekspansi termal. Dengan
berbagai karakteristik tersebut, pipe bend menjadi komponen yang sangat penting
di dalam sistem perpipaan dan memerlukan berbagai macam pertimbangan dalam
proses perancangannya (Geankoplis, 1993).
7
2.9 Fitting dan Valve
Untuk menghubungkan pipa satu dan yang lain dapat dilakukan dengan
beberapa cara seperti pengelasan, sambungan ulir, ataupun flange. Pengelasan
adalah cara yang paling sering digunakan untuk menyambung pipa, karena dengan
metode ini lebih kuat dan tidak mudah bocor seperti dengan metode flange dan ulir.
Penyambungan dengan metode ini tidak menambah berat pada pipa seperti pada
metode flange dan harus menambah ketebalan dinding seperti metode ulir.
Pengelasan dapat dibagi menjadi 3, yaitu V-bevel, double V-bevel, U-bevel.
8
dari desain tersebut dan harus dievaluasi karakteristik dari katup, fitur desain,
material kontruksi, dan performansi (Poerboyo, 2013).
2.10 Pompa
Pompa merupakan mesin fluida yang digunakan untuk memindahkan fluida
cair dari suatu tempat ketempat lainnya melalui sistem perpipaan. Pada prinsipnya,
pompa mengubah energi mekanik motor menjadi energy aliran fluida. Suatu pompa
dapat memberikan pelayanan yang baik maka dalam pemakaiannya pompa perlu
dipilih secara benar dan tepat (Ardhellas dkk, 2015). Pemilihan suatu pompa dalam
penggunaannya didasarkan pada beberapa faktor :
1. Kapasitas
Kapasitas adalah jumlah kebutuhan aliran yang akan dipompakan, termasuk
kebutuhan maksimum dan minimum.
5. Kondisi kerja.
a. Beroperasi secara terputus-putus.
b. Beroperasi secara terus-menerus.
9
c. Sebagai cadangan.
6. Lokasi pompa.
a. Ketinggian lokasi pompa di atas permukaan laut.
b. Di luar atau di dalam gedung.
c. Fluktuasi suhu.
7. Pertimbangan ekonomis.
Harga, biaya operasi dan pemeliharaan
Head pompa adalah energi per satuan berat yang harus disediakan untuk
mengalirkan sejumlah zat cair yang direncanakan sesuai dengan kondisi instalasi
pompa, atau tekanan untuk mengalirkan sejumlah zat cair, yang umumnya
dinyatakan dalam satuan panjang m (SI). Pompa merupakan mesin yang bekerja
dengan menggunakan energi luar. Energi dari luar (motor listrik) diubah menjadi
putaran poros pompa dimana impeler terpasang padanya. Perubahan energi dari
suatu bentuk ke bentuk lain selalu tidak sempurna dan ketidaksempurnaan
perubahan ini yang disebut dengan efisiensi (Ardhellas dkk, 2015).
10
BAB III
METODE PERCOBAAN
11
f. Untuk menentukan kecapatan volumetrik air, dilakukan dengan cara
aliran air dibuka melalui volumetric measuring tank. Perubahan tinggi
air pada sight tube diamati. Stopwatch digunakan untuk menentukan
waktu yang dibutuhkan mengalirkan air setiap 10, 15, 20 liter. Sehingga
diperoleh kecepatan volumetrik air rata – rata.
g. Untuk menentukan pressure drop, manometer valves ditutup.
Selanjutnya tinggi air raksa pada kedua pipa U dicatat. Pada pipa air
raksa, yang tinggi merupakan nilai ha dan yang rendah adalah nilai hb
h. Cara yang sama dilakukan pada pipa 4.
12
f. Untuk menentukan kecapatan volumetrik air, dilakukan dengan cara
aliran air dibuka melalui volumetric measuring tank. Perubahan tinggi
air pada sight tube diamati. Stopwatch digunakan untuk menentukan
waktu yang dibutuhkan mengalirkan air setiap 10, 15, 20 liter.
Sehingga diperoleh kecepatan volumetrik air rata – rata.
g. Untuk menentukan pressure drop, manometer valves ditutup.
Selanjutnya setelah tinggi air raksa pada kedua pipa U dicatat. Pada
pipa air raksa, yang tinggi merupakan nilai ha dan yang rendah adalah
nilai hb
h. Cara yang sama sama dilakukan didalam penentuan tenaga hilang
pada contraction dengan cara memindahkan selang yang
menghubungkan manometer dengan pipa contraction.
13
e. Setelah aliran air terlihat stabil, yang ditandai dengan tidak terdapat
lagi gelembung udara pada aliran, selanjutnya kecepatan volumetrik
air dan pressure drop dicatat.
f. Untuk menentukan kecapatan volumetrik air, dilakukan dengan cara
aliran air dibuka melalui volumetric measuring tank. Perubahan tinggi
air pada sight tube diamati. Stopwatch digunakan untuk menentukan
waktu yang dibutuhkan mengalirkan air setiap 10, 15, 20 liter.
Sehingga diperoleh kecepatan volumetrik air rata –rata.
g. Untuk menentukan pressure drop, manometer valves ditutup.
Selanjutnya setelah tinggi air raksa pada kedua pipa U dicatat. Pada
pipa ai raksa, disebelah kiri merupakan nilai ha dan disebelah kanan
merupakan hb.
h. Cara yang sama sama dilakukan pada 90̊ elbow.
14
3.4 Rangkain Alat
15
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Grafik V vs H
9
8
7
6
H (inch Hg)
5
4
3 H (inch Hg)
2
1
0
12.42375835 12.45823035 12.53742916 8.449787723
V (ft/detik)
Pada aliran turbulen nilai head loss akan sebanding dengan nilai kecepatan
volumetrik dipangkatkan n. Semakin kecil nilai kecepatan volumetrik aliran, maka
akan semakin kecil pula nilai head lossnya, begitupun sebaliknya ini disebabkan
karena aliran dengan dengan kecepatan tinggi maka gesekan fluida dengan dinding
pipa semakin besar sehingga energi yang hilang (head loss) juga semakin banyak
(Geankoplis,1993).
16
Aliran yang terbentuk dari percobaan juga dapat ditentukan dengan grafik
hubungan bilangan Reynolds dan fanning factor. Berikut adalah grafik hubungan
bilangan Reynolds dan fanning factor.
f vs Nre
35000
30000
25000
20000
Nre
15000
Nre
10000
5000
0
0.005972654 0.005968519 0.00595907 0.006576869
f
17
Grafik H vs V
1.6
1.4
1.2
H (inch Hg) 1
0.8
0.6 H (inch Hg)
0.4
0.2
0
6.042597673 6.021339133 5.603278415 1.748326603
V (ft/detik)
f vs Nre
40000
30000
Nre
20000
Nre
10000
0
0.005692426 0.005697444 0.005800865 0.007761536
f
18
Berdasarkan grafik hubungan Reynolds Number dengan Fanning Friction
terlihat bahwa semakin kecil nilai Reynolds Number pada aliran, maka nilai
Fanning Friction semakin besar. Dari Gambar 4.4 dapat terlihat bahwa aliran yang
terjadi adalah turbulen karena didapatkan Reynolds Number yang lebih besar dari
4000.
Grafik H vs V
0.6
0.58
H (inch Hg)
0.56
0.54
0.52 H (inch Hg)
0.5
0.48
8.0649133598.0006846927.6238503562.693548139
V (ft/detik)
Aliran yang terbentuk dari percobaan juga dapat ditentukan dengan grafik
hubungan bilangan Reynolds dan fanning factor. Berikut adalah grafik hubungan
bilangan Reynolds dan fanning factor.
19
f vs Nre
60000
50000
40000
Nre 30000
20000 Nre
10000
0
0.005296066 0.005306663 0.005371057 0.00696662
f
20
Grafik H vs V
0.2
0.15
H (inch Hg)
0.1
H (inch Hg)
0.05
0
6.692208705 6.76780352 6.1458402712.060631987
V (ft/detik)
Pada aliran turbulen nilai head loss akan sebanding dengan nilai kecepatan
volumetrik dipangkatkan n. Semakin besar nilai kecepatan volumetrik aliran, maka
akan semakin besar pula nilai head lossnya.
Aliran yang terbentuk dari percobaan juga dapat ditentukan dengan grafik
hubungan bilangan Reynolds dan fanning factor. Berikut adalah grafik hubungan
bilangan Reynolds dan fanning factor.
f vs Nre
50000
40000
30000
Nre
20000
Nre
10000
0
0.005620625 0.005604864 0.005741584 0.007545307
f
21
Figure 2.10-3 untuk aliran turbulen pada buku Transport Processes and Unit
Operations (Geankoplis, 1993).
4.3 Head Loss dan Friction Loss pada Enlargement dan Contraction
4.3.1 Pada Enlargement
Pada percobaan ini, didapatkan jenis aliran fluida pada pipa nomor 2 yang
mengalami enlargement adalah aliran turbulen. Berdasarkan data percobaan pada
grafik pipa enlargement, hubungan antara kecepatan volumetrik dengan head loss
menghasilkan kurva yang tidak lurus, maka jenis aliran yang terjadi adalah aliran
turbulen. Dari data percobaan di dapat bahwa nilai head loss tertinggi adalah pada
bukaan valve 100%. Dibawah ini adalah grafik hasil percobaan yang dilakukan
Grafik H vs V
5.22
5.2
H (inch Hg)
5.18
5.16
5.14 H (inch Hg)
5.12
5.1
12.9078165712.8910505212.376740928.537853144
V (ft/detik)
22
f vs Nre
40000
30000
Nre
20000
10000 Nre
0
0.005913485 0.005915407 0.005975925 0.006557216
grafik H vs V
1.2
1
H (inch Hg)
0.8
0.6
0.4 H (inch Hg)
0.2
0
13.34129059 12.16944898 12.39251322 7.587187587
V (ft/detik)
23
Kemudian hubungan Reynolds Number dengan Fanning Friction terlihat
bahwa semakin kecil nilai Reynolds Number pada aliran, maka nilai Fanning
Friction-nya pun akan semakin besar. Berikut adalah grafik hubungan bilangan
Reynolds dan fanning factor.
f vs Nre
35000
30000
25000
20000
Nre
15000
10000 Nre
5000
0
0.005864854 0.006001212 0.005974022 0.006753618
f
24
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
1. Jenis aliran yang terjadi pada pipa horizontal, elbow, pipa enlargement, dan
contraction adalah aliran turbulen
2. Pada aliran turbulen nilai head loss akan sebanding dengan nilai kecepatan
volumetrik dipangkatkan n. Semakin besar nilai kecepatan volumetrik
aliran, maka akan semakin besar pula nilai head lossnya
3. Aliran turbulen yang terbentuk dari percobaan juga dapat ditentukan dengan
grafik hubungan bilangan Reynolds dan fanning factor dimana semakin
besar nilai Reynolds Number pada aliran, maka nilai Fanning Friction-nya
pun akan semakin kecil.
5.2 Saran
1. Diharapkan praktikan lebih teliti dalam membaca alat seperti dalam
membaca nilai tekanan pada manometer.
2. Praktikan memahami prosedur sebelum melakukan praktikum
3. Selama praktikum, praktikan harus hati-hati dan harus dalam keadaan yang
kering terutama ketika menghidupkan/mematikan aliran listrik pada alat.
4. Praktikan diharapkan dapat bekerja sama dengan baik
25
DAFTAR PUSTAKA
Ardhellas, K.A., E. Yohana, dan Arijanto. Pengaruh aliran dua fase crude oil-
wataer pada performansi pompa sentrifugal yang didesain untuk aliran
satu fase. http://eprints.undip.ac.id/. Diakses 15 Oktober 2019.
Geankoplis, C.J. 1993. Transport Processes and Unit Opertion Third Edition. New
York: Prentice-Hall International, Inc.
L.Tobing. 2010. Prinsip kerja pengukuran aliran fluida. http://repository.usu.ac.id.
Diakses 15 Oktober 2019.
26
LAMPIRAN B
PERHITUNGAN
𝑓𝑡 3
= 0,00371788 𝑠
= 4,347133 ft Hg
- Luas Penampang (A)
1
= 4 𝜋𝑑 2
1
= 4 3,14(0,0237 )2
= 0,00044 ft2
- Kecepatan air (v)
𝑄
= 𝐴
𝑓𝑡 3⁄
0,00371788 𝑠 𝑓𝑡
= = 8,431976 𝑠
0,00044 ft2
= 20773,76395
- Friction loss (F)
0,079
=𝑓 = 𝑁𝑅𝑒 0,25
0,079
=20773,760,25
= 0,00658
∆𝐿 𝑉 2
= 𝐹 = 𝑓x 𝐷 2𝑔𝑐
3.14961 8,4322
= (0,00658)x x 2(32,174)
0.0237
𝑓𝑡 3
= 0,00549 𝑠
= 7,578 ft Hg
- Luas Penampang (A)
1
= 4 𝜋𝑑 2
1
= 4 3,14(0,0237 )2
= 0,00044 ft2
- Kecepatan air (v)
𝑄
= 𝐴
𝑓𝑡 3⁄
0,0001557 𝑠 𝑓𝑡
= = 12,47
0,00044 ft2 𝑠
- Pressure drop (∆𝑃)
𝑔
= 𝐻𝑟𝑒𝑟𝑎𝑡𝑎 𝑥 𝜌𝐻𝑔 𝑥 (𝑔 )
𝑐
9.80665
= 7,578 ft Hg × 848.64 lbm/ft3 × 32.174
𝑙𝑏𝑚
= 1958,82
𝑓𝑡.𝑠 2
- Reynold Number (NRe)
𝜌×𝑉×𝐷
= 𝜇
62,428×12,472×0,0237
= 0,00060054
= 30727,02
- Friction loss (F)
0,079
=𝑓 = 𝑁𝑅𝑒 0,25
0,079
=30727,020,25
= 0,00596
∆𝐿 𝑉 2
= 𝐹 = 𝑓x 𝐷 2𝑔𝑐
3.14961 12,4722
= (0,00596)x x 2(32,174)
0.0237
𝑓𝑡 3
= 0,005482 𝑠
= 7,7224 ft Hg
- Luas Penampang (A)
1
= 4 𝜋𝑑 2
1
= 4 3,14(0,0237 )2
= 0,00044 ft2
- Kecepatan air (v)
𝑄
= 𝐴
𝑓𝑡 3⁄
0,0005482 𝑠 𝑓𝑡
= = 12,43
0,00044 ft2 𝑠
9.80665
= 7,72 ft Hg × 848.64 lbm/ft3 × 32.174
𝑙𝑏𝑚
= 1996, 167
𝑓𝑡.𝑠 2
- Reynold Number (NRe)
𝜌×𝑉×𝐷
= 𝜇
62,428×12,432×0,0237
= 0,00060054
= 30628,5
- Friction loss (F)
0,079
=𝑓 = 𝑁𝑅𝑒 0,25
0,079
=30628,50,25
= 0,00597
∆𝐿 𝑉 2
= 𝐹 = 𝑓x 𝐷 2𝑔𝑐
3.14961 12,4322
= (0,00597)x x 2(32,174)
0.0237
𝑓𝑡 3
= 0,005466 𝑠
= 0,00044 ft2
- Kecepatan air (v)
𝑄
= 𝐴
𝑓𝑡 3⁄
0,000546 𝑠 𝑓𝑡
= = 12,393
0,00044 ft2 𝑠
9.80665
= 7,84 ft Hg × 848.64 lbm/ft3 × 32.174
𝑙𝑏𝑚
= 2026,72
𝑓𝑡.𝑠 2
- Reynold Number (NRe)
𝜌×𝑉×𝐷
= 𝜇
62,428×12,397×0,0237
= 0,00060054
= 30543,75
- Friction loss (F)
0,079
=𝑓 = 𝑁𝑅𝑒 0,25
0,079
=30543,750,25
= 0,005976
∆𝐿 𝑉 2
= 𝐹 = 𝑓x 𝐷 2𝑔𝑐
3.14961 12,4322
= (0,005976)x x 2(32,174)
0.0237
Head
Bukaa
Q Loss v log log
n P NRe f F
(ft3/s) (ft (ft/s) v H
Valve
Hg)
25% 0,0047 4,35 1,74 0,24 0,64 1123,69 10700,13 0,0077 0,0195
50% 0,015 7,58 5,59 0,75 0,88 1958,82 34293,24 0,0058 0,150
0,170
0,0164
75% 7,72 6,00 0,78 0,89 1996,17 36851,86 0,0057
8
100% 0,0165 7,84 6,02 0,78 0,89 2026,72 36981,97 0,0056 0,171
B.2 Friction Loss dan Head Loss pada Elbow 45o dan Elbow 90o
B.2.1 Elbow 45o
Perhitungan pada Elbow 45o untuk bukaan valve yang lainnya sama dengan
perhitungan di atas.
Elbow 45o
Densitas fluida (ρ air) = 62,43 lbm/ft3
Densitas raksa (ρ Hg) = 849,048 lbm/ft3
Viskositas air (µ) = 6,0056 x10-4 lbm/ft.s
Panjang pipa (L) = 3,1496064 ft
ID pipa = 0,05905511811 ft
Luas penampang pipa (A) = 0,002738 ft2
Konstanta gravitasi (gc) = 32,174 lbm ft/lbf s2
Tabel B.2 Hasil perhitungan pada elbow 45 o
Bukaan Q Head v Log Log
P Nre f F
Valve (ft3/s) Loss (ft/s) H v
25% 0,0055 0,00021 2,01 0,638 0,3 1123,7 12341,92 0,0075 0,025
50% 0,01558 0,00061 5,69 0,88 0,76 1958,8 34932,73 0,0058 0,155
75% 0,01635 0,00064 5,972 0,888 0,78 1996,2 36659,4 0,0057 0,169
100% 0,01648 0,00064 6,02 0,894 0,78 2026,7 36953,69 0,0057 0,171
75% 0,0167 7,7224 6,769 0,8878 0,8305 1996,17 39475,05 0,0056 0,2241
100% 0,0165 7,8406 6,6934 0,8943 0,8256 2026,72 39034,12 0,0056 0,2197
B.3.2 Contraction
Untuk friction loss pada contraction mengunakan persamaan berikut:
𝑣2 2
𝐹=𝐾
2𝑔𝑐
Dengan kondisi proses sebagai berikut :
Contraction
Densitas fluida (ρ air) = 62,428 lbm/ft3
Densitas raksa (ρ Hg) = 849,048 lbm/ft3
ID pipa 4 = 0,056416 ft
Luas pipa 4 (A1) = 2,498 x10-3 ft2
ID pipa 2 = 0,0247 ft
Luas pipa 2 (A2) = 4,789 x10-4 ft2
Konstanta grafitasi (gc) = 32,174 lbm ft/lbf s2
25% 0,003 4,34 7,64 0,63 0,88 1123,6 3032,46 0,01 0,363
50% 0,0055 7,57 12,48 0,87 1,09 1958,82 30753,33 0,0059 0,968
75% 0,0054 7,72 12,25 0,88 1,08 1996,1 30199,77 0,0059 0,934
100% 0,0059 7,84 13,43 0,89 1,12 2026,7 33107,82 0,0058 1,12
LAMPIRAN B
DATA PRAKTIKUM
Tabel B.3 Pengukuran Kecepatan Volumetrik dan Head Loss Pipa No.4
Bukaan volume waktu debit (Q) Q rata-rata ha hb Head
valve (liter) (detik) (m3/s) (m3/detik) (mmHg) (mmHg) Loss
(mmHg)
10 23.98 0.000417014 485 449 36
100% 15 31.4 0.000477707 0.000468439 482 452 30
20 39.17 0.000510595 486 447 39
10 23.68 0.000422297 485 447 38
75% 15 31.55 0.000475436 0.000466791 483 450 33
20 39.79 0.000502639 483 450 33
10 25.99 0.000384763 483 450 33
50% 15 33.87 0.00044287 0.000434381 485 449 36
20 42.06 0.000475511 487 446 41
10 84.32 1.18596E-04 473 461 12
25% 15 108.78 0.000137893 0.000135535 474 460 14
20 133.23 0.000150116 471 462 9
C.5 Head loss dan Friction Loss pada Pipa Elbow 45˚