Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH


ASUHAN KEPERAWATAN pada PASIEN dengan TUBERKULOSIS
DI RUANG IV SELATAN RSUP FATMAWATI

Disusun Oleh :
Desi Rahmawati Dewi
(11151040000113)

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2017
TUBERKULOSIS

A. Definisi

Tuberkulosis adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan Mycobacterium


tuberculosis yang menyerang paru-paru dan hampir seluruh organ tubuh lainnya. Bakteri
ini dapat masuk melalui saluran pernapasan dan saluran pencernaan (GI) dan luka terbuka
pada kulit. Tetapi paling banyak melalui inhalasi droplet yang berasal dari orang yang
terinfeksi bakteri tersebut (Price, 2012). Sedangkan menurut Rubenstein, dkk (2007),
Tuberkulosis (TB) adalah infeksi batang tahan asam-alkohol (acid-alcoholfast
bacillus/AAFB) Mycrobacterium tuberkulosis terutama mengenai paru, kelenjar getah
bening, dan usus. Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang ditularkan
melalui udara (droplet nuclei) saat seorang pasien Tuberkulosis batuk dan percikan ludah
yang mengandung bakteri tersebut terhirup oleh orang lain saat bernapas (Widoyono,
2008). Sebagian besar basil tuberkulosis menyerang paru, tetapi dapat juga menyerang
organ tubuh lain. Mycobacterium tuberculosis merupakan mikobakteria tahan asam dan
merupakan mikobakteria aerob obligat dan mendapat energi dari oksidasi berbagai
senyawa karbon sederhana. Dibutuhkan waktu 18 jam untuk menggandakan diri dan
pertumbuhan pada media kultur biasanya dapat dilihat dalam waktu 6-8 minggu (Putra,
2010). Suhu optimal untuk tumbuh pada 37ºC dan pH 6,4-7,0. Jika dipanaskan pada suhu
60ºC akan mati dalam waktu 15-20 menit. Kuman ini sangat rentan terhadap sinar
matahari dan Universitas Sumatera Utara radiasi sinar ultraviolet. Selnya terdiri dari
rantai panjang glikolipid dan phospoglican yang kaya akan mikolat (Mycosida) yang
melindungi sel mikobakteria dari lisosom serta menahan pewarna fuschin setelah disiram
dengan asam (basil tahan asam) (Herchline, 2013).

B. Etiologi
1. Faktor penyebab
Penyebab tuberculosis adalah Mycobacterium tuberculosis, sejenis kuman batang
dengan ukuran panjang 1-4 /um dan tebal 0,3 – 0,6/um, sebagian besar kuman
terdiri atas lemak (lipid), peptidoglikan dan arabinomannan. Basil ini tidak
berspora sehingga mudah dibasmi dengan pemanasan, sinar matahari, dan sinar
ultraviolet.
(Sudoyo 2009; Price, 2012; Nurarif, 2015)
2. Faktor predisposisi
Hiswani (2009) mengatakan bahwa keterpaparan penyakit tuberkulosis paru
dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu:
a. Umur
Paling sering ditemukan pada usia muda atau usia produktif 15-50 tahun.
b. Jenis kelamin
Penderita TB paru cenderung lebih tinggi pada laki-laki dibandingkan
perempuan.
c. Status gizi : malnutrisi
d. Tingkat pendidikan
e. Pekerjaan
f. Faktor social ekonomi
g. Kebiasaan merokok
h. Kepadatan hunian dan kondisi rumah
i. Perilaku

C. Manifestasi Klinis

Menurut Ilmu Penyakit Dalam (2014) keluhan yang dirasakan pasien tuberkulosis
dapat bermacam-macam atau malah banyak pasien ditemukan TB paru tanpa keluhan
sama sekali dalam pemeriksaan kesehatan. Keluhan yang terbanyak adalah:
1. Demam
Biasanya subfebril menyerupai demam influenza. Tetapi kadang-kadang panas
badan dapat mencapai 40-41°C. keadaan ini sangat dipengaruhi oleh daya tahan
tubuh pasien dan berat ringannya infeksi kuman tuberculosis yang masuk.
2. Batuk
Terjadi karena adanya iritasi pada bronkus. Batuk ini diperlukan untuk membuang
produk radang. Sifat batuk dimulai dari batuk kering (non produktif). Keadaan
setelah timbul peradangan menjadi produktif (menghasilkan sputum atau dahak).
Keadaan yang lanjut berupa batuk darah haematoemesis karena terdapat
pembuluh darah yang cepat. Kebanyakan batuk darah pada TBC terjadi pada
dinding bronkus.
3. Sesak nafas
Pada gejala awal atau penyakit ringan belum dirasakan sesak nafas. Sesak nafas
akan ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut dimana infiltrasinya sudah
setengah bagian paru-paru.
4. Nyeri dada
Gejala ini dapat ditemukan bila infiltrasi radang sudah sampai pada pleura,
sehingga menimbulkan pleuritis, akan tetapi, gejala ini akan jarang ditemukan.
5. Malaise
Penyakit TBC paru bersifat radang yang menahun. Gejala malaise sering
ditemukan anoreksia, berat badan makin menurun, sakit kepala, meriang, nyeri
otot dan keringat malam. Gejala semakin lama semakin berat dan hilang timbul
secara tidak teratur.

1. Sistemik : malaise, anoreksia, berat badan menurun, dan keluar keringat malam.
2. Akut : demam tinggi, seperti flu dan menggigil.
3. Milier : demam akut, sesak napas, dan sianosis (kulit kuning).
4. Respiratorik : batuk lama lebih dari dua minggu, sputum yang mukoid atau
mukopurulen, nyeri dada, batuk darah, dan gejala lain. Bila ada tandatanda penyebaran ke
organ lain, seperti pleura, akan terjadi nyeri pleura, sesak napas ataupun gejala meningeal
(nyeri kepala, kaku kuduk, dan lain sebagainya) (Ardiansyah, 2012).

D. Patofisiologi

Port desentri kuman Mycobacterium tuberculosis adalah saluran pernafasan,


saluran pencernaan, dan luka terbuka pada kulit. Kebanyakan infeksi terjadi melalui
udara, (air bone), yaitu melalui inhalasi droplet yang mengandung kuman-kuman basil
tuberkel yang terinfeksi. Basil tuberkel yang mencapai alveolus dan diinhalasi biasanya
terdiri atas satu sampai tiga gumpalan. Basil yang lebih besar cenderung bertahan di
saluran hidung dan cabang besar bronkus, sehingga tidak menyebabkan penyakit.
Infeksi diawali karena seseorang menghirup basil M. tuberculosis. Bakteri
menyebar melalui jalan napas menuju alveoli lalu berkembang biak dan telihat
bertumpuk. Pekembangan M. tuberculosis juga dapat menjangkau sampai ke area lain
dari paru-paru (lobus atas). Basil juga menyebar melalui sistem limfe dan aliran darah ke
bagian tubuh lain (ginjal, tulang dan korteks serebri) dan area lain dari paru-paru ( lobus
atas). Selanjutnya, sistem kekebalan tubuh memberikan respons dengan melakukan reaksi
inflamasi. Neutrofil dan makrofag melakukan aksi fagositosis (menelan bakteri),
sementara limfosit spesifik-tuberkulosis menghancurkan (melisiskan) basil dan jaringan
normal. Reaksi jaringan ini mengakibatkan terakumulasinya eksudat dalam alveoli yang
menyebabkan bronkopneumonia. Infeksi awal biasanya timbul dalam waktu 2-10 minggu
setelah terpapar bakteri.
Infeksi antara M. tuberculosis dan sistem kekebalan tubuh pada masa awal infeksi
membenuk sbuah masa jaringan baru yang disebut granuloma. Granuloma terdiri atas
gumpalan basil hidup dan mati yang dikelilingi oleh makrofag seperti dinding.
Granuloma selanjutnya berubah bentuk menjadi massa jaringan fibrosa. Bagian tengah
dari massa tersebut disebut ghon tubercle. Materi yang terdiri atas makrofag dan bakteri
menjadi nekrotik yang selanjutnya membentuk materi yang penampakannya seperti keju
(necrotizing caseosa). Hal ini akan menjadi klasifikasi dan akhirnya membentuk jaringan
kolagen, kemudian bakteri menjadi nonaktif.
Setelah infeksi awal, jika respons sistem imun tidak adekuat maka penyakit akan
menjadi lebih parah. Penyakit yang kian parah dapat timbul akibat infeksi ulang atau
bakteri yang sebelumnya tidak aktif kembali menjadi aktif. Pada kasus ini, ghon tubercle
mengalami ulserasi sehingga menghasilkan necrotizing caseosa di dalam bronchus.
Tuberkel yang ulserasi selanjutnya menjadi sembuh dan membentuk jaringan parut. Paru-
paru yang terinfeksi kemudian meradang, mengakibatkan timbulnya bronkopneumonia,
membentuk tuberkel, dan seterusnya. Pneumonia seluler ini dapat sembuh dengan
sendirinya. Proses ini berjalan terus dan basil terus difagosit atau berkembang biak di
dalam sel. Makrofag yang mengadakan infiltrasi menjadi lebih panjang dan sebagian
bersatu membentuk sel tuberkel epiteloid yang dikelilingi oleh limfosit (membutuhkan
10-20 hari). Daerah yang mengalami nekrosis dan jaringan granulasi yang dikelilingi sel
epiteloid dan fibroblast akan menimbulkan respons berbeda, kemudian pada akhirnya
akan membentuk suatu kapsul yang dikelilingi oleh tuberkel (Soemantri, 2007;
Ardiansyah, 2012).

E. Komplikasi
Penyakit tuberculosis paru bila tidak ditangani dengan benar akan menimbulkan
komplikasi. Komplikasi dibagi atas komplikasi dini dan komplikasi lanjut :
 Komplikasi dini : pleuritis, efusi pleura, empiema, laryngitis, usus, Poncet’s
arthropathy.
 Komplikasi lanjut : obstruksi jalan napas  SOPT (Sindrom Obstruksi Pasca
Tuberculosis), kerusakan parenkim berat  firbrosis paru, kor pulmonal, amiloidosis,
karsinoma paru, sindrom gagal napas dewasa (ARDS), sering terjadi pada TB milier dan
kavitas TB (IPD, 2014).
F. Diagnosis Banding
1. Pneumonia
2. Abses paru
3. Kanker paru
4. Bronkiektasis
5. Pneumonia aspirasi
G. Pemeriksaan Diagnostik.
a. Kultur sputum: positif untuk mycobacterium tuberculosis pada tahap akhir penyakit.
b. Ziehl-Neelsen (pemakaian asam cepat pada gelas kaca untuk usapan cairan darah)
positif untuk basil asam cepat.
c. Tes kulit (mantoux, potongan vollmer): reaksi positif (area indurasi 10 mm atau lebih
besar, terjadi 48-72 jam setelah injeksi intra dermal antigen) menunjukkan infeksi masa
lalu dan adanya antibodi tetapi tidak secara berarti menunjukkan penyakit aktif.
d. Elisa/Wostern Blot: dapat menyatakan adanya HIV.
e. Foto thorak: dapat menunjukkan infiltrasi lesi awal pada area paru atas simpangan
kalsium lesi sembuh primer atau effuse cairan.
f. Histologi atau kultur jaringan paru: positif untuk mycobacterium tuberculosis.
g. Biopsi jarum pada jaringan paru: positif untuk granulana Tb, adanya sel raksasa
menunjukkan nekrosis.
h. Nektrolit: dapat tidak normal tergantung pada lokasi dan beratnya infeksi.
i. GDA: dapat normal tergantung lokasi, berat dan kerusakan sisa pada paru.
j. Pemeriksaan fungsi paru: penurunan kapasitas vital, peningkatan ruang mati,
peningkatan rasio udara dan kapasitas paru total dan penurunan saturasi oksigen sekunder
terhadap infiltrasi parenkim/fibrosis, kehilangan jaringan paru dan penyakit pleural (TB
paru kronis luas) (Doengoes, 2010)
H. Tatalaksana Pasien TUBERKULOSIS
Pengobatan TB bertujuan untuk ;
a. Menyembuhkan pasien dan mengembalikan kualitas hidup dan produktivitas.
b. Mencegah kematian.
c. Mencegah kekambuhan.
d. Mengurangi penularan.
e. Mencegah terjadinya resistensi obat (PDPI, 2011).
Pengobatan tuberkulosis dilakukan dengan prinsip - prinsip sebagai berikut:
• OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat, dalam jumlah cukup
dan dosis tepat sesuai dengan kategori pengobatan. Jangan gunakan OAT tunggal
(monoterapi). Pemakaian OATKombinasi Dosis Tetap (OAT-KDT) lebih
menguntungkan dan sangat dianjurkan.
• Untuk menjamin kepatuhan pasien menelan obat, dilakukan pengawasan langsung
(DOT = Directly Observed Treatment) oleh seorang Pengawas Menelan Obat (PMO)
(Depkes, 2007).
Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan lanjutan.
1. Tahap Awal (Intensif) Pada tahap intensif (awal) pasien mendapat obat setiap hari dan
perlu diawasi secara langsung untuk mencegah terjadinya resistensi obat. Bila
pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat, biasanya pasien menular
menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu. Sebagian besar pasien TB BTA
positif menjadi BTA negatif (konversi) dalam 2 bulan (Depkes, 2007).
2. Tahap Lanjutan Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit, namun
dalam jangka waktu yang lebih lama. Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman
persistent sehingga mencegah terjadinya kekambuhan (Depkes, 2007).
Paduan OAT yang digunakan di Indonesia yaitu :
a. Kategori I
- TB paru (kasus baru), BTA positif atau pada foto toraks terdapat lesi luas.
- Paduan obat yang dianjurkan adalah 2 RHZE/ 4 RH atau 2 RHZE/6HE atau 2 RHZE/
4R3H3.
b. Kategori II
- TB paru kasus kambuh.
• Paduan obat yang dianjurkan adalah 2 RHZES/ 1 RHZE sebelum ada hasil uji
resistensi. Bila hasil uji resistensi telah ada, berikan obat sesuai dengan hasil uji
resistensi.
- TB paru kasus gagal pengobatan
• Paduan obat yang dianjurkan adalah obat lini 2 sebelum ada hasil uji resistensi
(contoh: 3-6 bulan kanamisin, ofloksasin, etionamid, sikloserin dilanjutkan 15-18
bulan ofloksasin, etionamid, sikloserin).
• Dalam keadaan tidak memungkinkan fase awal dapat diberikan 2 RHZES/ 1 RHZE.
• Fase lanjutan sesuai dengan hasil uji resistensi.
• Bila tidak terdapat hasil uji resistensi, dapat diberikan 5 RHE.
3. TB Paru kasus putus berobat.
1. Berobat ≥ 4 bulan
- BTA saat ini negatif. Klinis dan radiologi tidak aktif atau ada perbaikan maka
pengobatan OAT dihentikan. Bila gambaran radiologi aktif, lakukan analisis lebih
lanjut untuk memastikan diagnosis TB dengan mempertimbangkan juga kemungkinan
panyakit paru lain. Bila terbukti TB, maka pengobatan dimulai dari awal dengan
paduan obat yang lebih kuat dan jangka waktu pengobatan yang lebih lama (2 RHZES
/ 1 RHZE / 5 R3H3E3).
- BTA saat ini positif. Pengobatan dimulai dari awal dengan paduan obat yang lebih
kuat dan jangka waktu pengobatan yang lebih lama.
2. Berobat ≤ 4 bulan
- Bila BTA positif, pengobatan dimulai dari awal dengan paduan obat yang lebih kuat
dan jangka waktu pengobatan yang lebih lama (2 RHZES / 1 RHZE / 5 R3H3E3).
- Bila BTA negatif, gambaran foto toraks positif TB aktif, pengobatan diteruskan.
c. Kategori III
- TB paru (kasus baru), BTA negatif atau pada foto toraks terdapat lesi minimal.
- Paduan obat yang diberikan adalah 2RHZE / 4 R3H3.
d. Kategori IV
- TB paru kasus kronik. Paduan obat yang dianjurkan bila belum ada hasil uji
resistensi, berikan RHZES. Bila telah ada hasil uji resistensi, berikan sesuai hasil uji
resistensi (minimal OAT yang sensitif ditambah obat lini 2 (pengobatan minimal 18
bulan).
e. Kategori V
- MDR TB, paduan obat yang dianjurkan sesuai dengan uji resistensi ditambah OAT
lini 2 atau H seumur hidup (PDPI, 2011).
Obat-obat TB memiliki efek samping diantaranya :
1. Isoniazid dapat menyebabkan kerusakan hepar yang akan mengakibatkan mual,
muntah, dan jaundice. Kadang dapat menyebabkan kebas pada tungkai.
2. Rifampisin dapat menyebabkan kerusakan hepar, perubahan warna air mata, keringat,
dan urine menjadi oranye.
3. Pirazinamid dapat menyebabkan kerusakan hepar dan gout.
4. Etambutol dapat menyebabkan pandangan kabur dan gangguan penglihatan warna
karena obat ini mempengaruhi Nervus optikus.
5. Streptomisin dapat menyebabkan pusing dan gangguan pendengaran akibat kerusakan
saraf telinga dalam (Nardell, 2008).
• Hasil Pengobatan
Merupakan hasil akhir dari pengobatan penderita TB paru BTA positif dan
negatif. Dikategorikan menjadi :
a. Sembuh merupakan pasien dengan hasil sputum BTA atau kultur positif sebelum
pengobatan, dan hasil pemeriksaan sputum BTA atau kultur negatif pada akhir
pengobatan serta sedikitnya satu kali pemeriksaan sputum sebelumnya negatif dan pada
foto toraks, gambaran radiologi serial (minimal 2 bulan) tetap sama/ perbaikan.
b. Pengobatan lengkap merupakan pasien yang telah menyelesaikan pengobatan tetapi
tidak memiliki hasil pemeriksaan sputum atau kultur pada akhir pengobatan.
c. Meninggal merupakan pasien yang meninggal dengan apapun penyebabnya selama
dalam pengobatan.
d. Gagal merupakan pasien dengan hasil sputum atau kultur positif pada bulan kelima
atau lebih dalam pengobatan.
e. Default/drop out merupakan pasien dengan pengobatan terputus dalam waktu dua
bulan berturut-turut atau lebih.
f. Pindah merupakan pasien yang pindah ke unit (pencatatan dan pelaporan berbeda dan
hasil akhir pengobatan belum diketahui.

KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN
1. Identitas pasien
a. Nama :
b. Umur :
c. Alamat :
d. Perkerjaan :
e. Tanggal masuk :
f. Status :
2. Riwayat kesehatan
a. Riwayat masuk :
b. Riwayat kesehatan saat ini keluhan pasien, seperti : batuk, sesak nafas, demam,
nyeri dada, malaise.
c. Riwayat kesehatan keluarga : tanyakan pada anggota keluarganya adakah anggota
keluarganya yang mengalami penyakit yang sama dengan pasien saat ini. Serta riwayat
penyakit lainnya seperti: hipertensi, empisema, asma dan alergi.
d. Riwayat kesehatan masa lalu: tanyakan pada pasien apakah pernah mengalami
penyakit yang sama dengan yang dialami saat ini atau penyakit lain seperti : riwayat
asma, diabetes, pembedahan, gastritis, alergi.
3. Pemeriksaan fisik
Keadaan umum :
Kesadaran :

1) Aktifitas
Gejala : kelelahan umum dan kelemahan, mimpi buruk, nafas pendek karena
kerja, kesulitan tidur pada malam hari, menggigil atau berkeringat.
Tanda : takikardia. takipnea/dispnea pada kerja, kelelahan otot, nyeri dan
sesak (tahap lanjut).
2) Sirkulasi
Gejala : riwayat adanya
Tanda : takikardia, penampilan kemerahan, atau pucat
3) Integritas Ego
Gejala : adanya faktor stress lama, masalah keuangan rumah, perasaan tidak
berdaya/tidak ada harapan.
Tanda : menyangkal (khususnya selama tahap dini) ansietas ketakutan, mudah
terangsang.
4) Makanan atau cairan
Gejala : kehilangan nafsu makan. tidak dapat mencerna penurunan berat
badan.
Tanda : turgor kulit buruk, kering/kulit bersisik, kehilangan otot/hilang lemak
subkutan.
5) Higiene
Gejala atau tanda : Kesulitan melakukan tugas perawatan
6) Nyeri atau ketidaknyamanan
Gejala : nyeri dada meningkat karena batuk berulang.
Tanda : berhati-hati pada area yang sakit, perilaku distraksi, gelisah.
7) Keamanan
Gejala : Adanya kondisi penekanan imun, contoh: AIDS, kanker.
Tanda : Demam rendah atau sakit panas akut.
8) Pernafasan:
Gejala : batuk produktif atau tidak produktif, nafas pendek, riwayat
tuberculosis terpajan pada individu terinfeksi.
Tanda : peningkatan frekuensi pernafasan (penyakit luas atau fibrosis
parenkim paru pleura) pengembangan pernafasan tidak simetri (effuse pleura)
perkusi pekak dan penurunan fremitus (cairan pleural atau penebalan pleural
bunyi nafas menurun/tidak ada secara bilateral atau unilateral efusi
pleural/pneumotorak) bunyi nafas tubuler dan bisikan pectoral di atas lesi
luas, krekels tercabut di atas aspek paru selama inspirasi cepat setelah batuk
pendek (krekes posttussic) karakteristik sputum: hijau, puluren, muloid kuning
atau bercak darah deviasi trakeal (penyebaran bronkogenik).
10) Interaksi sosial
Gejala : perasaan isolasi/penolakan karena penyakit menular, perubahan bisa
dalam tanggungjawab/perubahan kapasitas fisik untuk melaksanakan peran.
Tanda : Kesulitan istirahat dengan tenang.
11) Penyuluhan/ pembelajaran
Gejala :
a) Riwayat keluarga TB
b) Ketidakmampuan umum / status kesehatan buruk
c) Gagal untuk membaik / kambuhnya TB
d) Tidak berpartisipasi dalam terapi
Tanda : DRG menunjukkan rerata lama dirawat 6,6 hari.
4. Pemeriksaan penunjang:
Pemeriksaan penunjang pada pasien tuberculosis paru yaitu:
a. Kultur sputum: positif untuk mycobacterium tuberculosis pada tahap akhir penyakit.
b. Ziehl-Neelsen (pemakaian asam cepat pada gelas kaca untuk usapan cairan darah)
positif untuk basil asam cepat.
c. Tes kulit (mantoux, potongan vollmer): reaksi positif (area indurasi 10 mm atau
lebih besar, terjadi 48-72 jam setelah injeksi intra dermal antigen) menunjukkan
infeksi masa lalu dan adanya antibodi tetapi tidak secara berarti menunjukkan penyakit
aktif.
d. Elisa/Wostern Blot: dapat menyatakan adanya HIV.
e. Foto thorak: dapat menunjukkan infiltrasi lesi awal pada area paru atas simpangan
kalsium lesi sembuh primer atau effuse cairan.
f. Histologi atau kultur jaringan paru: positif untuk mycobacterium tuberculosis.
g. Biopsi jarum pada jaringan paru: positif untuk granulana Tb, adanya sel raksasa
menunjukkan nekrosis.
h. Nektrolit: dapat tidak normal tergantung pada lokasi dan beratnya infeksi.
i. GDA: dapat normal tergantung lokasi, berat dan kerusakan sisa pada paru.
j. Pemeriksaan fungsi paru: penurunan kapasitas vital, peningkatan ruang mati,
peningkatan rasio udara dan kapasitas paru total dan penurunan saturasi oksigen
sekunder terhadap infiltrasi parenkim/fibrosis, kehilangan jaringan paru dan penyakit
pleural (TB paru kronis luas) (Doengoes, 2010).
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul yaitu :

a. Ketidakefektifan bersihan jalan napas bd sekresi mukus yang kental, hemoptitis,


kelemahan fisik, upaya batuk buruk dan edema trakeal / faringeal.
b. Ketidakefektifan pola pernafasan yang b/d menurunnya ekspansi paru sekunder
terhadap penumpukan cairan dalam rongga pleura.
c. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d keletihan, anoreksia,
dispnea, dan peningkatan metabolisme tubuh.
d. Risiko penyebaran infeksi b/d tidak adekuatnya mekanisme pertahanan diri, terjadi
infeksi lanjuatan, malnutrisi, kurangnya pengetahuan.
e. Risiko gangguan harga diri b/d image negative tentang penyakit, perasaan malu

C. INTERVENSI
1) Diagnosa I
Tujuan: kebersihan jalan napas kembali efektif
Kriteria hasil:
a. Pasien dapat melakukan batuk efektif
b. Pernapasan pasen normal (16-20) tanpa penggunaan alat bantu napas. Bunyi nafas
normal, dan pergerakan pernafasan nornal
Intervensi:
a. Kaji fungsi pernafasan (bunyi napas, kecepatan, irama, kedalaman, dan pengunaan
otot bantu napas).
b. Kaji kemampuan mengeluarkan sekresi, catat karakter, volume sputum, dan adanya
hemoptisis.
c. Berikan posisi fwoler / semifowler tinggi (yakni posisi tidur dengan punggung
bersandar di bantal atau seperti tidur-duduk) dan bantu pasien untuk bernapas dalam
dan batuk efektif.
d. Pertahankan asupan cairan sedikitnya 2.500 ml/hari, kecuali tidak diindikasikan.
e. Bersihkan sekret dari mulut dan trakea, bila perlu lakukan pengisapan (suction).
f. Kolaborasi pemberian obat sesuai indikasi OAT (Obat Anti Tuberkulosis).
2) Diagnosa II
Tujuan : pola napas kembali efektif
Kriteria hasil:
a. Pasien mampu melakukan batuk efektif.
b. Irama, frekuensi, dan kedalaman pernapasan berada pada batas normal. Pada
pemeriksaan rontgen dada, tidak ditemukan adanya akumulasi cairan, dan bunyi
napas terdengar jelas.
Intervensi:
a. Identifikasi faktor penyebab.
b. Kaji fungsi pernapasan, catat kecepataan pernapasan, dispnea, sianosis, dan
perubahan tanda vital.
c. Berikan posisi fowler/semifowler (tidur bersandar) tinggi dan miring pada sisi yang
sakit dan bantu pasien untuk latihan napas dalam dan batuk efektif.
d. Auskultasi bunyi napas.
e. Kaji pengembangan dada dan posisi trakea.
f. Kolaborasi untuk tindakan thorakosentesis atau kalau perlu WSD (water seal
drainage).
3) Diagnosa III
Tujuan : asupan (intake) nutrisi pasien terpenuhi.
Kriteria hasil :
a. Pasien dapat mempertahankan status gizinya dari yang semula kurang menjadi
memadai.
b. Pertanyaan motivasi kita untuk memenuhi kebutuhan nutrisinya.
Intervensi:
a. Kaji status nutrisi pasien, turgor kulit, berat badan, derajat penurunan berat badan,
integritas mukosa oral, kemampuan menelan, riwayat mual atau muntah, dan diare.
b. Fasilitasi pasien untuk memperoleh diet biasa yang disukai pasien (sesuai indikasi).
c. Pantau asupan daan ouput makanan dan timbang berat badan secara periodik (sekali
seminggu).
d. Lakukan dan ajarkan perawatan mulut sebelum dan sesudah makan, serta sebelum
dan sesudah intervensi atau pemeriksaan peroral.
e. Fasilitasi pemberian diet TKTP (Tinggi Kalori Tinggi Protein), berikan dalam porsi
kecil tapi sering.
f. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menetapkan komposisi dan jenis diet yang tepat.
4) Diagnosa IV
Tujuan: penyebaran infeksi tidak terjadi selama perawatan.
Kriteria hasil:
a. Pasien dapat memperlihatkan perilaku sehat (menutup mulut ketika batuk atau bersin)
b. Tidak muncul tanda-tanda infeksi lanjutan
c. Tidak ada anggota keluarga/orang terdekat yang tertular penyakit
Intervensi:
a. Kaji patologi pnyakit (fase aktif/inaktif) dan potensial penyebaran infeksi melalui
airborne droplet selama batuk, meludah, berbicara, tertawa, dll.
b. Identifikasi risiko penularan kepada orang lain seperti anggota keluarga dan teman
dekat. Instruksikan pasien jika batuk/bersin, maka ludakan ke tissue.
c. Anjurkan penggunaan tissue untuk membuang sputum. Me-review pentingnya
mengontrol infeksi, misalnya dengan menggunakan masker.
d. Memonitor suhu sesuai indikasi

5) Diagnosa V
Tujuan : harga diri pasien dapat terjaga.
Kriteria hasil:
a. Pasien mendemonstrasikan/menunjukkan aspek positif dari dirinya.
b. Pasien mampu bergaul dengan orang lain tanpa merasa malu
Intervensi:
a. Kaji ulang konsep diri pasien
b. Berikan penghargaan pada setiap tindakan yang mengarah kepada peningkatan harga
diri
c. Jelaskan tentang kondisi pasien
d. Libatkan pasien dalam setiap kegiatan

D. IMPLEMENTASI

Implementasi dilaksanakan sesuai dengan rencana keperawatan oleh perawat terhadap


pasien seperti mengukur TTV, mengajarkan teknik napas dalam dan batuk efektif,
memberikan posisi semi fowler, mengobservasi pola napas, memberikan tindakan fisioterapi
dada, memberikan tindakan suction dan memberikan obat anti tuberkulosis (OAT).

E. EVALUASI
a. Bersihan jalan napas efektif.

b. Pola napas efektif.


c. Nutrisi tubuh pasien dalam keadaan seimbang.

d. Tidak terjadi penyebaran infeksi.

e. Harga diri pasien tetap terjaga.


DAFTAR PUSTAKA
1. Amin, Zulkifli & Asril Bahar. 2014. Ilmu Penyakit Dalam. Ed. VI. Jakarta : EGC
2. Ardiansyah, M. 2012. Medikal Bedah Untuk Mahasiswa. Yogyakarta: Diva Press.
3. Aru W, Sudoyo. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, jilid II, edisi V. Jakarta: Interna
Publishing.

4. Depkes RI. 2007. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis. Departemen


Kesehatan Republik Indonesia. Edisi 2, Cetakan I.
5. Doengoes, M.E. 2010. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta: EGC

6. Hiswani. 2009. Tuberkulosis Merupakan Penyakit Infeksi Yang Masih Menjadi Masalah
Kesehatan Masyarakat.

7. Nurarif, A.H dan Kusuma, H. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan


Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC. Jogjakarta: MediAction.

8. PDPI. 2011. Tuberkulosis Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia. Jakarta


: Indah Offset Citra Grafika.
9. Price, S.A. 2012. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses – Proses Penyakit. Jakarta : EGC.
10. Soemantri, Irman. 2007. Keperawatan Medikal Bedah : Asuhan Keperawatan pada
Pasien dengan Gangguan Sistem Penapasan. Jakarta : Salemba Medika.
11. Rubenstein, David, dkk. 2007. Lecture Notes Kedokteran Klinis. Dialih bahasakan oleh
Annisa Rahmalia. Jakarta : Erlangga.
12. Widoyono. 2008. Penyakit Tropis, Epidemiologi, Penularan, Pencegahan dan
Pemberantasannya.Jakarta : Erlangga

Anda mungkin juga menyukai