Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN TANAH PERTANIAN

BAB
KEADAAN TANAH
III
3.1. GENESA PEMBENTUKAN TANAH

Faktor-faktor pembentuk tanah yang bersifat lokal dan sangat dominan dalam proses
pembentukan tanah di daerah survey terutama adalah aktivitas air sungai. Di pinggir-
pinggir sungai besar kerapkali terjadi banjir. Keadaan topofrafi yang datar menunjang
pengaruh banjir lebih jauh melebar ke pinggir sungai. Lahan di bagian pinggir sungai
terbentuk lama-kelamaan akan membentuk tanggul yang elevasinya relatif lebih
tinggi. Satuan bentuk lahan di daerah ini disebut daerah tanggul atau levee.

Pada daerah tanggul terbentuk tanah-tanah akibat banjir periodik dengan sifat-
sifatnya seperti penyebaran liat atau C-organik yang tidak konstan atau teratur pada
penampang tanah. Daerah tanggul sungai di pinggir sungai mempunyai lebar yang
sempit. Di belakang tanggul umumnya lahan lebih rendah elevasinya. Pengaruh air
dapat lebih menonjol di seluruh penampang tanah. Penggenangan-penggenangan
sering terjadi ketika banjir, ataupun hujan. Satuan bentuk lahan daerah ini dinamakan
back swamp. Warna tanah di daerah back swamp umumnya rendah atau kelabu.

Air tanah di daerah ini sewaktu-waktu dapat saja berada lebih bawah. Keadaan ini
memberi kesempatan terjadinya proses oksidasi. Bila waktu cukup maka akan
terbentuk bercak-bercak atau karat berkroma tinggi. Sifat ini mencerminkan keadaan
aerobik, dan disebut sebagai sifat aerik. Endapan semakin ke dalam semakin
berkurang. Penambahan bahan baru bukan lagi penghalang terhadap perkembangan
tanah. Tubuh tanah telah mengalami sedikit perkembangan. Hal ini tercermin dari
penyebaran liat yang relatif konstan, dan bahan organik menurun agak teratur sesuai
kedalaman. Elevasi lahan lebih rendah dari tanggul. Dalam hal ini pengaruh air
masih cukup menonjol diseluruh penampang. Warna matriks tanah umumnya kelabu.

3.2. KLASIFIKASI TANAH

Klasifikasi jenis dan macam tanah daerah survey menggunakan sistem klasifikasi dari
sistem taksonomi tanah Amerika (USDA, 1998) sampai tingkat sub group. Kemudian
berdasarkan atas sistem klasifikasi ini digunakan juga kesetaraannya menurut sistem
klasifikasi pusat penelitian tanah (1983) sampai pada tingkat macam yang sebagian
besar didasarkan pada definisi dari sistem FAO-UNESCO (1974).

DED Rehabilitasi Jaringan Tersier Daerah Irigasi Panti Rao Kabupaten Pasaman III - 1
LAPORAN TANAH PERTANIAN

Penetapan jenis maupun macam tanah di daerah survey ini didasarkan atas hasil
pengamatan morfologi tanah dilapangan dan data hasil analisa laboratorium dari
sample tanah. Secara umum jenis tanah yang ditemukan didaerah survey tergolong
kedalam ordo Inceptisol dan Entisol, atau dalam istilah tata nama Indonesia Inceptisol
dan Entisol keduanya tergolong pada tanah Aluvial.

3.2.1. Ciri Umum Tanah

1. Entisol
Di lokasi daerah survey ditemukan Entisol yang merupakan tanah yang baru
berkembang. Walaupun demikian tanah ini tidak hanya berupa bahan asal atau
bahan induk tanah saja, tetapi harus sudah terjadi proses pembentukan tanah.
Beberapa macam proses pembentukan tanah mungkin mulai berjalan, tetapi
belum dapat menghasilkan horison penciri tertentu yang dapat digolongkan ke
dalam ordo tanah lain selain Entisol. Proses tersebut baru dapat menghasilkan
epipedon okhrik, akibat pembentukan struktur dan pencamppuran bahan
organik di lapisan atas.

Tanah yang termasuk dalam ordo Entisol yang ditemukan di daerah survey ini
menurut sistem tata nama Indonesia lebih dikenal dengan nama tanah Aluvial.
Sesuai dengan bentuk lahannya (fisiografi) tanah tersebut, yang terbentuk oleh
proses pengendapan karena pengaruh baik aktivitas sungai maupun sungai.
Bahan-bahan endapan yang dibawa baik oleh air sungai maupun air sungai
pada awalnya, kemudian diendapkan dan terakumulasi pada sebagian daerah
survey. Sifat-sifat tanahnya kemudian banyak dipengaruhi oleh jenis bahan-
bahan endapannya tersebut.

Proses pengendapan yang berlangsung berulang-ulang menyebabkan tanah


yang terbentuk berlapis-lapis. Walaupun demikian lapisan-lapisan tersebut tidak
mencirikan suatu horison epenciri tertentu. Bahan-bahan penyusun lapisan-
lapisan tanah tersebut cenderung bervariasi baik warna maupun distribusi besar
butirnya. Bahan-bahan endapan yang tergolong hasil aktivitas sungai, terlihat
relatif lebih spesifik dibandingkan dengan endapan laut.

Usaha reklamasi lahan yang telah berjalan cukup lama di daerah survey, juga
sedikit banyak mempengaruhi karakteristis tanahnya. Upaya reklamasi lahan ini
secara tidak langsung disamping mempercepat tingkat kematangan tanah, juga
mereduksi unsur-unsur beracun yang terkandung dalam tanah.

Proses pengatusan air rawa yang terutama terjadi pada musim kemarau
menyebabkan tanah menjadi termampatkan, terpadatkan dan terkompaksi.
Adanya sistem drainase juga cenderung membuat proses pencucian berjalan

DED Rehabilitasi Jaringan Tersier Daerah Irigasi Panti Rao Kabupaten Pasaman III - 2
LAPORAN TANAH PERTANIAN

dengan lebih baik. Seperti diketahui lahan-lahan di daerah ini secara umum
memiliki kandungan unsur-unsur beracun yang spesifik.

2. Inceptisol
Tanah-tanah yang ada di daerah survey yang tergolong pada ordo Inceptisol
terutama ditemukan pada daerah-daerah dengan bentuk fisiografi tanggul
sungai. Khususnya macam tanah ini terdapat pada daerah-daerah dengan
bentuk fisiografi tanggul belakang (back ridges) dimana proses pengendapan
dan banjir pengaruhnya sudah sangat kecil.

Menurut sistem klasifikasi tanah PPT tanah ini tergolong tanah Gleisol.
Walaupun demikian tanah ini sebagian besar masih memiliki ciri atau
karakteristik ordo Entisol dengan sedikit ciri perkembangan penampang tanah
serta kondisi tanah. Jadi Inceptisol ini merupakan tanah muda tapi lebih
berkembang dari pada entisol. Inceptisol yang terdapat di daerah survey secara
umum tidak memiliki lapisan tanah yang mengandung pirit. Hal ini juga dapat
disebabkan oleh aktivitas pencucian yang relatif lebih baik di daerah ini.

3.2.2. Macam Tanah (sub group)

Berdasarkan hasil pengamatan tanah di lapangan dan ditunjang dengan data hasil
analisa laboratorium ditemukan 1 (satu) sub group di daerah survey. Terdapat 2 (dua)
sub group pada Ordo Entisol yaitu yaitu Typic Tropaquents, dan Tropopsaments.
Didalam pemakaian tata nama tanah yang ditemukan di daerah survey, selain
memakai tata nama taksanomi (USDA , 1998) juga dipakai tata nama menurut Pusat
Penelitian Tanah (1983) dan FAO-UNESCO (1982). Hasil dari padanan pemakaian
ketiga sistem tata nama tersebut disajikan pada tabel berikut:

Tabel 3.1. Padanan Macam Tanah di Daerah Survei

SISTEM KLASIFIKASI
SPT
PPT (1983) FAO-UNESCO (1982) USDA (1998)

1 Aluvial Eutrik Eutric Fluvisols Tropopsamments


2 Aluvial Histik Histic Fluvisols Typic Tropaquents

DED Rehabilitasi Jaringan Tersier Daerah Irigasi Panti Rao Kabupaten Pasaman III - 3
LAPORAN TANAH PERTANIAN

3.3. MORFOLOGI DAN SIFAT KIMIA TANAH

3.3.1. Tekstur Tanah

Tekstur merupakan perbandingan fraksi-fraksi partikel penyusun tanah. Pengamatan


terhadap tekstur dilakukan di lapangan dan di Laboratorium. Pengamatan tekstur
bertujuan guna melihat korelasi dengan sifat-sifat tanah lainnya yang berhubungan
dengan pengolahan tanah, misalnya tanah yang bertekstur halus relatif lebih lambat
melalukan air (permeabilitas) dibandingkan dengan tekstur yang lebih kasar.
Pengamatan tekstur dilakukan pada setiap lapisan tanah (untuk tujuan menunjang),
namun untuk tujuan pengelolaan tanah dititik beratkan pada lapisan atas (0 - 30 cm)
dan lapisan bawah (31 - 60 cm).

Informasi mengenai tekstur sangat penting untuk memberikan gambaran guna


mengambil kebijakan dalam perencanaan teknis penanaman, terutama dalam
pengolahan tanah dan pengaturan pola tanam. Tanah yang teksturnya halus
umumnya memiliki kandungan liat yang tinggi dan memiliki Kapasitas Tukar Kation
yang tinggi pula sehingga ketersediaan unsur hara bagi tanaman cukup baik,
disamping itu jika dilakukan pemupukan dapat lebih efektif.

Bahan-bahan padatan tanah (soild fase) berdasarkan sifat dan ukurannya


dikelompokkan menjadi 3 kelompok, yaitu:
 pasir (ukuran > 2 mm dan bersifat kasar dan tidak lekat);
 debu (ukuran 0,05 hingga 0,002 mm bersifat licin tetapi tidak lekat);
 liat (ukuran < 0,002 mm dan bersifat licin dan lekat).

Sedangkan bagian tanah yang berukuran lebih kecil dari 0,001 mm disebut koloid.
Tekstur adalah perbandingan relatif dari pasir, debu, dan liat (clay) di dalam tanah.

Selanjutnya perbandingan antara fraksi pasir, debu dan liat suatu tanah berdasarkan
Departemen Pertanian Amerika Serikat (USDA) dikelompokkan menjadi 12 kelas yang
disebut kelas tekstur tanah. Selanjutnya oleh kelompok ahli tanah Amerika (SSSA)
pembagian 12 kelas tekstur tanah disajikan dalam bentuk segitiga kelas tekstur tanah
seperti pada gambar berikut:

DED Rehabilitasi Jaringan Tersier Daerah Irigasi Panti Rao Kabupaten Pasaman III - 4
LAPORAN TANAH PERTANIAN

Gambar 3.1. Segitiga Kelas Tekstur Tanah

Dari tabel pemeriksaan tektur tanah dapat diketahui secara umum lapisan top soil
lahan adalah liat berdebu, sedangkan lapisan bawanya adalah berupa tanah liat,
kecuali pada tanah di sekitar tanggul sungai Kahayan sampai kedalaman 0.6 meter
tanah liat berdebu. Formasi demikian menandakan bahwa tanah penyusun di sekitar
kiri kanan sungai Kahayan berasal dari endapan sungai.

Berdasarkan sifat fisik, tanah liat lebih sulit diolah, memiliki kelekatan (konsistensi)
yang tinggi, namun umumnya impermeabel sehingga sangat baik untuk persawahan.
Kelompok tekstur dapat dilihat pada Tabel 3.2. dan kondisi tekstur di daerah survey
berdasarkan hasil analisa laboratorium disajikan pada Tabel 3.3.

Tabel 3.2. Kelas Tekstur

Simbol Nomenklaur Kelas Tekstur


C Halus K – Cl – S.Cl – Si.Cl
E Agak Halus Cl.L – Si.Cl.L – S.Cl.L
L Sedang L – Si.L – Si
M Agak Kasar S–L
S Kasar L.S – S
Sumber : PPT, 1974
Keterangan :
K : Liat Berat S : Sand (Pasir)
Si. : Silt (Debu) Cl : Clay (Liat)
L : Loam (Lempung)

Tabel 3.3. Hasil Analisa Laboratorium Mengenai Tekstur

DED Rehabilitasi Jaringan Tersier Daerah Irigasi Panti Rao Kabupaten Pasaman III - 5
LAPORAN TANAH PERTANIAN

Berdasarkan hasil analisis tersebut, SPT 1 dan SPT 2 akan baik disawahkan apabila
dilakukan pengolahan (untuk sawah dibajak) akan terbentuk lapisan bajak yang
bersifat impermeabel. Lapisan bajak ini diperlukan pada persawahan agar genangan
air tidak mudah berlalu.

3.3.2. Keasaman Tanah

1. Kandungan Fe2+
Keasaman tanah aktual diartikan sebagai keasaman yang terjadi saat ini
(aktual). Kandungan Fe2+ merupakan satu parameter yang diperlukan dalam
menunjang kegiatan perencanaan ini. Fe 2+ diukur di lapangan menggunakan
Fe2+ Test Paper. Keasaman aktual sangat perlu untuk diketahui. Bila kandungan
Fe2+ lebih dari 150 ppm sudah merupakan ancaman bagi tanaman. Namun
secara laboratoris ion Fe 2+ di daerah survey tidak terdeteksi, demikian pula
kandungan sulfat.

2. Keasaman ( pH ) Tanah
Keasaman tanah banyak dipengaruhi oleh kandungan Al3+ dan H+ dalam
tanah. Pengaruh pH tanah pada pertumbuhan tanaman dapat bersifat langsung
maupun tidak langsung. Efek tidak langsung terutama mempengaruhi ikatan
kimia yang akan melepaskan unsur hara yang berguna bagi tanaman. Unsur
hara tersebut pada umumnya tidak tersedia pada suasana tanah masam.

DED Rehabilitasi Jaringan Tersier Daerah Irigasi Panti Rao Kabupaten Pasaman III - 6
LAPORAN TANAH PERTANIAN

Tanaman yang mempunyai toleransi tinggi terhadap tanah masam sedikit sekali
jumlahnya. Tanaman yang banyak digemari masyarakat setempat umumnya
tidak toleransi terhadap keasaman dan apabila dipaksakan akan memberikan
hasil yang rendah. Upaya peningkatan produksi tanaman pangan (palawija)
didaerah ini dengan jalan pengapuran yang kontinyu. Upaya lain adalah
dengan pencucian (pengendalian muka air tanah).

Kebutuhan kapur tanah tidak hanya berhubungan dengan pH tanah, tetapi juga
berhubungan dengan kemampuan menyangga tanah atau kapasitas tukar
kation (KTK). Jumlah total liat dan bahan organik tanah, demikian juga macam
liat akan menentukan seberapa kuat untuk mempertahankan kondisinya atau
daya sangga (buffer). Daya sangga ini dapat diartikan seberapa kuat tanah
tahan terhadap perubahan pH. Kemampuan menyangga semakin
tinggi/meningkat sesuai dengan jumlah liat dan bahan organik, sehingga
kebutuhan kapur lebih besar pada tanah yang kuat penyangganya
dibandingkan dengan tanah yang daya sangganya rendah. Tanah-tanah pasiran
dengan jumlah bahan organik dan liat rendah, mempunyai daya sangga rendah
sehingga membutuhkan kapur yang lebih sedikit untuk menentukan kelarutan Al
atau merubah pH.

Untuk tanah yang bersifat asam akan menurunkan daya sangga pH tanah,
penurunan daya sangga tanah ini sesuai atau secara proporsional dengan
penurunan pH tanah dari nilai awalnya. Kalibrasi perubahan pH dalam larutan
tersangga yang berdasarkan penambahan jumlah asam tertentu akan dapat
digunakan untuk menghitung jumlah kapur yang dibutuhkan.

Manfaat kapur bagi tanah masam dapat meningkatkan pertumbuhan dan


produksi tanaman. Hal ini disebabkan karena fungsi kapur :
Dapat mengurangi Alumunium dan keracunan metal lainnya
Dapat memperbaiki dan meningkatkan kondisi fisik tanah
Merangsang aktifitas mikrobiologi dalam tanah
Meningkatkan KTK tanah melalui peningkatan muatan negatif tanah
yang dapat berubah-ubah atau muatan tergantung pH
Meningkatkan ketersediaan unsur hara tertentu, khususnya Phospor
Mensuplai Ca dan Mg untuk tanaman, dan
Meningkatkan fiksasi N secara simbiosis oleh tanaman leguminose.

Pengapuran tanah diharapkan tidak melebihi nilai pH 5.5, hal ini disebabkan jika
pengapuran tanah terlalu berlebihan dapat menurunkan struktur tanah,
penurunan P tersedia dan menyebabkan defisiensi Zn, B dan Mn.

Beberapa permasalahan yang sering terjadi pada tanah masam, yaitu :

DED Rehabilitasi Jaringan Tersier Daerah Irigasi Panti Rao Kabupaten Pasaman III - 7
LAPORAN TANAH PERTANIAN

Konsentrasi unsur Al, Fe dan Mn dapat mencapai taraf racun karena terjadi
peningkatan kelarutannya
Organisme yang berfungsi pada pelapukan an organik dan transpormasi
N, P dan S bisa menjadi rendah baik dalam jumlah dan aktivitasnya.
Kalsium dapat menjadi defisien (rendah) jika KTK tanah sangat rendah,
demikian juga dengan unsur Mn.
Perilaku herbisida yang diaplikasikan pada tanah dapat berpengaruh
terbalik jira pH tanah terlalu rendah.
Fiksasi N secara simbiotik oleh leguminose berkurang secara tajam.
Tanah liat sangat masam teragregasi kurang baik disebabkan oleh
permeabilitas dan aerasi. Pengapuran mempunyai pengaruh tidak
langsung dengan penambahan sisa-sisa bahan tanaman yang selanjutnya
dapat meningkatkan struktur tanah.
Ketersediaan P dan Mo berkurang, dan
Kecenderungan K tercuci akan meningkat.

Hasil analisis laboratorium mengenai keasaman (pH) tanah disajikan pada


Tabel 3.4.

Berdasarkan data tersebut tanah di daerah survey tergolong sangat masam


dengan kisaran nilai pH 4,0 – 6,5.

DED Rehabilitasi Jaringan Tersier Daerah Irigasi Panti Rao Kabupaten Pasaman III - 8
LAPORAN TANAH PERTANIAN

Tabel 3.4. Hasil Analisis Laboratorium Mengenai Keasaman (pH) Tanah

3. Pengapuran
Walaupun pH tanah merupakan indikator tunggal sang sangat baik untuk
keasaman tanah, tetapi nilai pH tidak bisa menunjukkan berapa kebutuhan
kapur. Kebutuhan kapur tanah tidak hanya berhubungan dengan pH tanah
tetapi juga berhubungan dengan kemampuan menyangga tanah atau Kapasitas
Tukar Kation (KTK), jumlah total liat dan bahan organik tanah, demikian juga
macam liat akan menentukan seberapa kuat untuk mempertahankan kondisinya
atau daya sangga (buffer). Daya sangga ini dapat diartikan seberapa kuat
tanah tahan terhadap perubahan pH, kemampuan menyangga semakin
kuat/meningkat sesuai dengan jumlah liat dan bahan organik. Sehingga
kebutuhan kapur lebih besar pada tanah yang kuat penyangganya
dibandingkan dengan tanah yang rendah daya sangganya.

Tanah-tanah pasiran, dengan jumlah bahan organic dan liat rendah, mempunyai
daya sangga rendah sehingga membutuhkan kapur yang lebih sedikit untuk
menurunkan kelarutan Aldd atau merubah pH. rekomendasi secara umum yang
didasarkan pada bahan kapur yang digiling halus (kapur pertanian) disajikan
pada Tabel 3.5.

DED Rehabilitasi Jaringan Tersier Daerah Irigasi Panti Rao Kabupaten Pasaman III - 9
LAPORAN TANAH PERTANIAN

Tabel 3.5.
Jumlah kapur pertanian yang dibutuhkan tanah setebal 20 cm/ha

Nilai pH yang diharapkan Jumlah kapur (ton.ha -1)

5.2 1.2 *

5.5 1.5 *

6.0 2.1 *

6.5 ** 2.7 *
Sumber : * Soepandi, 1988 dalam Sugeng Winarso, 2005
** Hasil Analisis Tim Konsultan.

Walaupun pada tanah-tanah yang mengandung Fe dan Al-Oksida, pemberian


kapur berlebihan dengan ditunjukkan oleh pH tanah yang lebih besar 6.0 – 7.0
dapat menyebabkan masalah serius yaitu menurunnya produksi (Sugeng,
2005). Hal ini disebabkan oleh penurunan struktur tanah, penurunan P tersedia
dan menyebabkan defisiensi Za, B dan Mn, sehingga pengapuran tanah pada
tanah-tanah tropika tidak melebihi pH 5.5.

Berkaitan dengan hal tersebut diatas maka direkomendasikan untuk kebutuhan


kapur adalah 1.5 ton/Ha dengan acuan bahwa kandungan bahan organik
didaerah survey < 7 % dan dengan dosis tersebut dapat dinetralisir 85 – 90 %
kandungan Aldd dalam tanah, dimana Aldd merupakan racun bagi tanaman.
Disamping itu sudah mencukupi untuk pertumbuhan tanaman utama padi
dimana memerlukan syarat tumbuh pada kisaran pH 5.5 – 6.5.

Berikut ini disajikan Tabel Syarat Tumbuh beberapa tanaman pangan dan
tanaman perkebunan yang sekiranya bisa dikembangkan di daerah survey baik
dari jenis tanaman yang biasa dikembangkan oleh petani setempat maupun
tanaman usulan seperti pada Tabel 3.8.

 Waktu dan Frekwensi Pengapuran


Untuk lahan-lahan yang ditanami tanaman leguminose (kedelai, kacang
dll) sebagai tanaman rotasi, khususnya untuk tanah sangat masam
sebaiknya pengapuran dilakukan 3 – 6 bulan sebelum penanaman. Jika
pengapuran dilakukan hanya beberapa hari sebelum penanaman dapat
menurunkan produksi hal ini dikarenakan kapur tidak cukup waktu untuk
bereaksi dengan tanah.
Beberapa faktor yang mempengaruhi proses pengapuran, diantaranya :

DED Rehabilitasi Jaringan Tersier Daerah Irigasi Panti Rao Kabupaten Pasaman III - 10
LAPORAN TANAH PERTANIAN

Tekstur tanah, tanah pasir seharusnya dikapur lebih sering


dibandingkan dengan tanah liat.
Dosis pemupukan N yang diberikan pada tanah tinggi umumnya lebih
cepat masam.
Besarnya resapan Ca oleh tanaman khususnya tanaman leguminose
umumnya lebih banyak mengambil Ca dan Mg dibandingkan dengan
tanaman non-leguminose.
Tanah yang mendapatkan kapur tinggi biasanya tidak memerlukan
pengapuran yang sering akan tetapi harus dihindari pengapuran yang
berlebihan.
Mempertahankan pH atau Al yang diharapkan sangat rendah biasanya
memerlukan frekwensi pengapuran lebih sering dibandingkan dengan
mempertahankan variasi pH sedang.

Jenis kapur bakar (CaO) atau kapur hidrat (Na(OH)2) mempunyai daya
netralitas kebih tinggi dibandingkan dengan Kalsium Karbonat atau kapur
pertanian murni. Sedangkan dolomit, kalsit dan abu kayu mempunyai
daya netralitas lebih rendah dibandingkan dengan kalsium karbonat. Tabel
3.7. menunjukkan nilai netralisasi relatif beberapa bahan kapur.

Tabel 3.7. Nilai Netralitas Relatif Beberapa Bahan Kapur

Bahan Kapur Unsur Kapur Nilai Netralisasi Relatif, %


Kalsium Karbonat Ca 100
Dolomit Ca dan Mg 95 – 100
Kalsit Ca 85 – 100
Marl Ca, K 50 – 90
Kapur Bakar Ca 150 – 175
Kapur Hidrat Ca 120 – 135
Basic Slag Ca 50 – 70
Abu Kayu Ca, Mg, K, Na 40 – 80
Gipsum Ca Tidak ada
Sumber : Sugeng Winarso : KESUBURAN TANAH”2005.

3.4. KESUBURAN TANAH

Penelitian terhadap tingkat kesuburan tanah pada dasarnya bertitik tolak pada jumlah
unsur hara yang dibutuhkan oleh tanaman secara umum yang mampu disediakan
oleh tanah. Contoh tanah yang dijadikan penilaian adalah contoh komposit lapisan
tanah (0 - 30 sm) dan lapisan bawah (31 – 60 cm) diambil pada setiap satuan peta

DED Rehabilitasi Jaringan Tersier Daerah Irigasi Panti Rao Kabupaten Pasaman III - 11
LAPORAN TANAH PERTANIAN

tanah. Contoh tanah mewakili 250 ha per sample, sehingga terdapat 12 (dua belas)
titik pengambilan sampel tanah pewakil.

3.4.1. Bahan Organik, Nitrogen, Phospor dan Kalium

Nitrogen, Phospor dan Kalium merupakan unsur hara yang paling banyak diperlukan
oleh tanaman, oleh karenanya disebut unsur makro.

Unsur nitrogen dalam tanah banyak dijumpai dalam senyawa-senyawa organik,


sehingga semakin banyak bahan organik pada tanah-tanah mineral maka jumlah
nitrogen tanah semakin banyak pula. Unsur nitrogen dibutuhkan oleh tanaman
terutama untuk bagian-bagian tanaman yang menghasilkan protein dan menunjang
pertumbuhan bagian daun. Kehilangan unsur nitrogen terutama hilang karena proses
pencucian dan penguapan, oleh karena itu proses reklamasi rawa perlu
memperhatikan pengolahan arus pengeluaran dan pemasukan air, sehingga dengan
demikian kandungan unsur hara tanah dapat dipertahankan dari proses tersebut.

Tambahan unsur Nitrogen dapat dilakukan melalui tambahan pupuk buatan (Urea, Zk,
ZA, dll) atau dengan mempergunakan tanaman sejenis kacang-kacangan yang dapat
mengikat Nitrogen alam.

Unsur Phospor dan Kalium banyak dibutuhkan oleh tanaman guna menunjang
pertumbuhan akar dan buah. Di dalam tanah unsur-unsur tersebut disediakan oleh
mineral-mineral tanah yang telah mengalami pelapukan.

Kandungan unsur-unsur tersebut tergantung dari bahan induk dan tingkat pelapukan
yang telah terjadi. Ketersediaan Phospor dalam tanah sangat terkait dengan pH
tanah, pada pH yang rendah unsur Phospor dalam tanah sangat terkait oleh
Alumunium. Kehilangan unsur-unsur dari tanah banyak terjadi karena pencucian.
Tambahan unsur ini dapat dilakukan melalui pupuk buatan (TSP. KCl, dll) atau dari
mineral-mineral yang telah tergiling. Kandungan bahan organik terutama pada lapisan
atas tergolong sangat tinggi demikian halnya dengan kandungan Nitrogen. Kondisi ini
perlu dipertahankan agar ketersediaan Nitrogen tetap terjaga dan input Nitrogen
untuk budidaya tanaman tidak perlu dilakukan atau diberikan dalam jumlah rendah.
Kandungan Phospor tersedia pada lapisan atas bervariasi mulai sedang hingga
sangat tinggi, namun pada lapisan bawah dijumpai kandungan phospor yang sangat
rendah. Pemberian phospor untuk menunjang budidaya tanaman diperlukan dalam
jumlah sedang. Kandungan Kalium pada lapisan atas maupun lapisan bawah
umumnya rendah. Pemberian pupuk Kalium untuk menunjang budidaya tanaman
diperlukan dalam jumlah tinggi.

3.4.2. Kapasitas Tukar Kation, Kejenuhan Basa dan Susunan Basa-Basa

DED Rehabilitasi Jaringan Tersier Daerah Irigasi Panti Rao Kabupaten Pasaman III - 12
LAPORAN TANAH PERTANIAN

Kapasitas Tukar Kation (KTK) adalah kemampuan tanah untuk mengikat kation-
kation. Nilai KTK dapat digunakan untuk melihat efisiensi dari pupuk yang akan
diberikan, semakin tinggi nilai KTK suatu tanah maka akan semakin efisien pupuk
yang akan diberikan. Kejenuhan Basa (KB) memberikan gambaran tentang jumlah
basa-basa pada komplek serapan yang tersedia bagi tanaman, kejenuhan basa
tersebut dinyatakan sebagai jumlah basa dalam nilai ekuivalen setiap 100 gram
tanah. Dengan semakin tingginya nilai kejenuhan basa, semakin tinggi pula
ketersediaan basa-basa tersebut bagi tanaman. Kation-kation yang menyusun KB
adalah dari basa-basa Ca, Mg, K dan Na. Hasil analisis mengenai KTK, KB dan basa-
basa yang menyusunnya disajikan pada Tabel 3.8.

KTK didaerah survey bervariasi mulai sedang hingga sangat tinggi (22,95 – 47,00
m/100 gr). Pemberian pupuk pada daerah yang mempunyai nilai KTK tinggi dapat
sekaligus agar pupuk yang diberikan dapat termanfaatkan oleh tanaman.

Kejenuhan basa di daerah survey umumnya sangat rendah, pada beberapa tempat
dijumpai tanah yang mempunyai KB tinggi. Basa-basa penyusun KB umumnya
didominasi oleh unsur Mg, menyusul Ca kemudian Na dan K. Ketersediaan unsur Ca
umumnya sangat rendah, kandungan Mg umumnya sangat tinggi karena dipengaruhi
oleh air pasang surut Sungai Kahayan. Kondisi ini memberikan gambaran bahwa di
daerah survey perlu unsur Ca. Tambahan ini dapat dilakukan dengan pemberian
kapur (dolomit). Unsur K dan Na umumnya sangat rendah hingga rendah.
Kandungan Na yang rendah menunjukkan efek salinitas tidak membahayakan.

Susunan kation didominasi oleh susunan Mg > Ca > Na > K. Susunan ini memberikan
gambaran bahwa terbentuk dari bahan induk tua dan tanah telah mengalami
pencucian karena ada pengaruh pasang surut.

Tabel 3.8. Hasil Analisis Laboratorium


Mengenai Kandungan Basa-Basa dapat ditukar, KTK dan KB

DED Rehabilitasi Jaringan Tersier Daerah Irigasi Panti Rao Kabupaten Pasaman III - 13
LAPORAN TANAH PERTANIAN

3.4.3. Pemupukan
Pupuk diperlukan karena tanah sudah tidak mampu memenuhi kebutuhan unsur hara
sesuai dengan kebutuhan tanaman secara alami. Di lingkungan tertutup, kemampuan
tanah untuk mencukupi unsur hara sesuai kebutuhan tanaman secara alami hanya 2
– 3 tahun penanaman, setelah itu tanah sudah tidak sanggup lagi memenuhinya. Hal
ini dapat dibuktikan dalam kegiatan pertanian ladang berpindah tebang bakar pada
penanaman 2 – 3 tahun penanaman produksi tanaman sudah merosot, sehingga
dilakukan pembukaan ladang baru dengan cara menebang dan membakar di lokasi
lain. Selanjutnya kesuburan tanah yang ditinggalkan tersebut akan pulih kembali
secara alami, sehingga dapat dibuka lagi akan tetapi membutuhkan waktu 15 hingga
20 tahun (Soenarjo, 1994 dalam Garrity and Khan, 1994).

Hasil penelitian lainnya yaitu pada pertanian padi sawah, setiap ton produksi padi
menghilangkan atau mengambil unsur hara tanah hingga 20 kg N; 5 kg P dan 44 kg K
(Pandey, 1991). Sedangkan pemanfaatan hara makro dan sekunder beberapa
tanaman secara umum dapat dilihat pada Tabel 3.9.

DED Rehabilitasi Jaringan Tersier Daerah Irigasi Panti Rao Kabupaten Pasaman III - 14
LAPORAN TANAH PERTANIAN

Tabel 3.9. Rata-Rata Pemanfaatan Hara oleh Beberapa Tanaman

Berdasarkan gambaran ini menunjukkan bahwa dalam pertumbuhan tanaman,


khususnya dalam pertanian intensif, kemampuan lahan untuk mencukupi kebutuhan
hara untuk tanaman sudah tidak mampu lagi, sehingga untuk menjaga kesuburan
tanah serta kelangsungan pertumbuhan dan produksi tanaman, pupuk sangat perlu
diberikan atau bahkan sudah menjadi kebutuhan.

3.5. SATUAN PETA TANAH

Pengelompokan Satuan Peta Tanah (SPT) didasarkan pada kesamaan sifat-sifat


tanah. Satuan Peta Tanah dibedakan menjadi satu kelompok utama, yakni Tanah
Mineral, yang mempunyai ketebalan gambut < 50 cm. Pengelompokkan SPT
kemudian lebih rinci menurut karakteristik tanahnya. Di daerah irigasi Panti Rao
dijumpai 2 (dua) Satuan Peta Tanah.

Uraian mengenai Satuan Peta Tanah di Daerah Irigasi Panti Rao dapat dijelaskan
sebagai berikut:

Satuan Peta Tanah I

DED Rehabilitasi Jaringan Tersier Daerah Irigasi Panti Rao Kabupaten Pasaman III - 15
LAPORAN TANAH PERTANIAN

Alluvial Eutrik, solum dalam dengan lapisan tidak beraturan, tekstur sedang
hingga halus, pH netral, KTK sedang, KB sangat rendah, kejenuhan Al sangat
rendah, warna coklat terang. Satuan Peta Tanah ini menyebar di bagian timur
daerah survey, diperkirakan menempati zone levee sungai Batang Sumpur.
SPT ini sebagian besar termasuk tipe B, dan C.

Tata guna lahan saat ini adalah kebun karet, pada beberapa tempat dijumpai
kebun kelapa rakyat, dan padi. Pada musim hujan lahan ini dimanfaatkan
untuk padi sawah. Muka air tanah pada saat pengamatan < 40 cm, keasaman
tanah sangat masam dengan nilai pH 3,42 – 4,11 , KTK sedang hingga
sangat tinggi (22,95 – 47,00 %) dan KB sangat rendah hingga tinggi (19,75 –
61,57 %, kejenuhan Al tinggi dan warna coklat gelap). Luas SPT I ini 5000 Ha
atau 58,82 % dari total luas wilayah survey.

Satuan Peta Tanah II

Aluvial Histik, solum dalam dengan lapisan tanah berubah jelas beraturan,
tekstur halus, pH netral 6,52 – 7,10, KTK sedang hingga tinggi (23,04 – 32,85
%), KB sangat rendah hingga rendah (19,88 – 29,66 %), kejenuhan Al tinggi,
warna coklat gelap.

Satuan Peta Tanah ini menyebar dibagian tengah daerah survey, menempati
zone backswamp sungai Batang Sumpur. SPT ini terpengaruh banjir sungai
dengan Type B. Tata Guna Lahan saat ini adalah sawah dan pada beberapa
tempat dijumpai kebun jagung.

DED Rehabilitasi Jaringan Tersier Daerah Irigasi Panti Rao Kabupaten Pasaman III - 16

Anda mungkin juga menyukai