Latar Belakang
Salah satu agenda reformasi keuangan negara adalah adanya pergeseran sistem penganggaran
dari pengganggaran tradisional menjadi pengganggaran berbasis kinerja. Dengan basis
kinerja ini, arah penggunaan dana pemerintah menjadi lebih jelas dari sekedar membiayai
input dan proses menjadi berorientasi pada output. Perubahan ini penting mengingat
kebutuhan dana yang makin tinggi tetapi sumber daya pemerintah terbatas.
Penganggaran yang berorientasi pada output merupakan praktik yang dianut oleh
pemerintahan modern di berbagai negara. Mewirausahakan pemerintah (enterprising the
government) adalah paradigma yang memberi arah yang tepat bagi sektor keuangan publik
untuk mendorong peningkatan pelayanan. Ketentuan tentang penganggaran tersebut telah
dituangkan dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.
Prinsip-prinsip pokok yang tertuang dalam kedua undang-undang tersebut menjadi dasar
instansi pemerintah untuk menerapkan pengelolaan keuangan BLU. BLU diharapkan dapat
menjadi langkah awal dalam pembaharuan manajemen keuangan sektor publik, demi
meningkatkan pelayanan pemerintah kepada masyarakat.
Pengertian
Badan Layanan Umum (BLU) adalah instansi di lingkungan pemerintah yang dibentuk
untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang atau jasa yang
dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan dan dalam melakukan kegiatannya
didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktivitas.
Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum, yang selanjutnya disebut PPK-BLU,
adalah pola pengelolaan keuangan yang memberikan fleksibilitas berupa keleluasaan untuk
menerapkan praktek-praktek bisnis yang sehat untuk meningkatkan pelayanan kepada
masyarakat dalam rangka memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan
bangsa.
Rencana Bisnis dan Anggaran BLU, yang selanjutnya disebut RBA, adalah dokumen
perencanaan bisnis dan penganggaran yang berisi program, kegiatan, target kinerja, dan
anggaran suatu BLU.
Dasar Hukum
Karakteristik
Tujuan
BLU bertujuan untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka memajukan
kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa dengan memberikan fleksibilitas
dalam pengelolaan keuangan berdasarkan prinsip ekonomi dan produktivitas, dan penerapan
praktik bisnis yang sehat.
Asas
Asas BLU adalah sebagai berikut:
Pola pengelolaan keuangan pada BLU merupakan pola pengelolaan keuangan yang
memberikan fleksibilitas berupa keleluasaan untuk menerapkan praktik-praktik bisnis yang
sehat untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka memajukan
kesejahteraan dan mencerdaskan kehidupan bangsa, sebagai pengecualian dari ketentuan
pengelolaan keuangan negara pada umumnya.
Yang dimaksud dengan praktik bisnis yang sehat adalah proses penyelenggaraan fungsi
organisasi berdasarkan kaidah-kaidah manajemen yang baik dalam rangka pemberian layanan
yang bermutu dan berkesinambungan.
Instansi pemerintah yang melakukan pembinaan terhadap pola pengelolaan keuangan BLU
adalah Direktorat Pembinaan Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum Ditjen
Perbendaharaan.
Persyaratan
Persyaratan Substantif
Persyaratan Teknis
1. Kinerja pelayanan di bidang tugas pokok dan fungsinya layak dikelola dan
ditingkatkan pencapaiannya melalui BLU sebagaimana direkomendasikan oleh
menteri/pimpinan lembaga/kepala SKPD sesuai dengan kewenangannya; dan
2. Kinerja keuangan satker instansi yang bersangkutan sehat sebagaimana ditunjukan
dalam dokumen usulan penetapan BLU.
Persyaratan Administratif
1. organisasi dan tata laksana, yang memuat antara lain struktur organisasi, prosedur
kerja, pengelompokan fungsi yang logis, ketersediaan dan pengembangan sumber
daya manusia;
2. akuntabilitas, yaitu mempertanggungjawabkan pengelolaan sumber daya serta
pelaksanaan kebijakan yang dipercayakan kepada satuan kerja Instansi Pemerintah
bersangkutan dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan secara periodik, meliputi
akuntabilitas program, kegiatan, dan keuangan;
3. transparansi, yaitu adanya kejelasan tugas dan kewenangan, dan ketersediaan
informasi kepada publik.
1. Kelengkapan laporan:
1. Laporan Realisasi Anggaran/Laporan Operasional Keuangan, yaitu
laporan yang menyajikan ikhtisar sumber, alokasi, dan pemakaian
sumber daya ekonomi yang dikelola, serta menggambarkan
perbandingan antara anggaran dan realisasinya dalam suatu periode
pelaporan yang terdiri atas unsur pendapatan dan belanja;
2. Neraca/Prognosa Neraca, yaitu dokumen yang menggambarkan posisi
keuangan mengenai aset, kewajiban, dan ekuitas pada tanggal tertentu;
3. Laporan Arus Kas, yaitu dokumen yang menyajikan informasi kas
sehubungan dengan aktivitas operasional, investasi, dan transaksi
nonanggaran yang menggambarkan saldo awal, penerimaan,
pengeluaran, dan saldo akhir kas selama periode tertentu;
4. Catatan atas Laporan Keuangan, yaitu dokumen yang berisi penjelasan
naratif atau rincian dari angka yang tertera dalam Laporan Realisasi
Anggaran, Neraca/Prognosa Neraca, dan Laporan Arus Kas, disertai
laporan mengenai kinerja keuangan.
2. Kesesuaian dengan standar akuntansi;
3. Hubungan antarlaporan keuangan.
4. Kesesuaian antara keuangan dan indikator kinerja yang ada di rencana
strategis;
5. Analisis laporan keuangan.
Standar Pelayanan Minimum (SPM) merupakan ukuran pelayanan yang harus
dipenuhi oleh satuan kerja instansi pemerintah untuk menerapkan PK BLU.
SPM ditetapkan oleh Menteri/Pimpinan Lembaga dalam rangka penyelenggaraan
kegiatan pelayanan kepada masyarakat yang harus mempertimbangkan kualitas
layanan, pemerataan, dan kesetaraan layanan biaya serta kemudahan memperoleh
layanan.
SPM sekurang-kurangnya mengandung unsur:
1. Jenis kegiatan atau pelayanan yang diberikan oleh satker. Jenis kegiatan merupakan
pelayanan yang diberikan oleh satker baik pelayanan ke dalam (satker itu sendiri)
maupun pelayanan yang diberikan kepada masyarakat. Jenis kegiatan ini merupakan
tugas dan fungsi dari satker yang bersangkutan.
2. Rencana Pencapaian SPM. Satuan kerja menyusun rencana pencapaian SPM yang
memuat target tahunan pencapaian SPM dengan mengacu pada batas waktu
pencapaian SPM sesuai dengan peraturan yang ada.
3. Indikator pelayanan. SPM menetapkan jenis pelayanan dasar, indikator SPM dan
batas waktu pencapaian SPM.
4. Adanya tanda tangan pimpinan satuan kerja yang bersangkutan dan menteri/pimpinan
lembaga.
Laporan audit terakhir, merupakan laporan auditor tahun terakhir sebelum satuan
kerja instansi pemerintah yang bersangkutan diusulkan untuk menerapkan PK BLU.
Dalam hal satuan kerja instansi pemerintah tersebut belum pernah diaudit, satuan
kerja instansi pemerintah dimaksud harus membuat pernyataan bersedia untuk diaudit
secara independen yang disusun dengan mengacu pada formulir yang telah
ditetapkan.
Tata Kelola
Kelembagaan
Pengelolaan Keuangan BLU dapat diterapkan oleh setiap instansi pemerintah yang secara
fungsional menyelenggarakan kegiatan yang bersifat operasional. Instansi dimaksud dapat
berasal dari dan berkedudukan pada berbagai jenjang eselon atau non eselon pada
kementerian/lembaga. Sehubungan dengan itu, apabila instansi pemerintah yang menerapkan
PK-BLU memerlukan perubahan status ataupun struktur kelembagaan, maka perubahan
tersebut berpedoman pada ketentuan yang ditetapkan oleh Menteri Pendayagunaan Aparatur
Negara.
Pejabat Pengelola
1. Pemimpin BLU
Pemimpin berfungsi sebagai penanggung jawab umum operasional dan keuangan
BLU yang berkewajiban:
Kepegawaian
Pejabat pengelola dan pegawai BLU dapat terdiri dari pegawai negeri sipil (PNS) dan/atau
tenaga profesional non-PNS sesuai dengan kebutuhan BLU. Syarat pengangkatan dan
pemberhentian pejabat pengelola dan pegawai BLU yang berasal dari PNS dilaksanakan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan bagi PNS. Pejabat pengelola dan
pegawai BLU yang berasal dari tenaga profesional non-PNS dapat dipekerjakan secara tetap
atau berdasarkan kontrak.
Dewan Pengawas
Dewan Pengawas untuk BLU di lingkungan pemerintah pusat dibentuk dengan keputusan
menteri/pimpinan lembaga atas persetujuan Menteri Keuangan.
Anggota dewan pengawas terdiri dari unsur-unsur pejabat dari kementerian negara/lembaga
teknis yang bersangkutan, Kementerian Keuangan, dan tenaga ahli yang sesuai dengan
kegiatan BLU.
Remunerasi
Kepada Pejabat Pengelola, Dewan Pengawas, dan Pegawai Badan Layanan Umum (BLU)
diberikan remunerasi berdasarkan tingkat tanggung jawab dan tuntutan profesionalisme yang
diperlukan. Remunerasi dapat juga diberikan kepada Sekretaris Dewan Pengawas.
1. Proporsionalitas, yaitu pertimbangan atas ukuran (size) dan jumlah aset yang dikelola
BLU serta tingkat pelayanan;
2. Kesetaraan, yaitu dengan memperhatikan industri pelayanan sejenis;
3. Kepatutan, yaitu menyesuaikan kemampuan pendapatan BLU yang bersangkutan;
4. Kinerja operasional BLU yang ditetapkan oleh Menteri/Pimpinan Lembaga sekurang-
kurangnya mempertimbangkan indikator keuangan, pelayanan, mutu dan manfaat
bagi masyarakat.
Gaji Pejabat Keuangan dan Pejabat Teknis ditetapkan sebesar 90% (sembilan puluh persen)
dari gaji Pemimpin BLU.
1. Honorarium Ketua Dewan Pengawas sebesar 40% (empat puluh persen) dari gaji
Pemimpin BLU.
2. Honorarium anggota Dewan Pengawas sebesar 36% (tiga puluh enam persen) dari
gaji Pemimpin BLU.
3. Honorarium Sekretaris Dewan Pengawas sebesar 15% (lima belas persen) dari gaji
Pemimpin BLU.
Pejabat Pengelola, Dewan Pengawas dan Sekretaris Dewan Pengawas yang diberhentikan
sementara dari jabatannya memperoleh penghasilan sebesar 50% (lima puluh persen) dari
gaji/honorarium bulan terakhir yang berlaku sejak tanggal diberhentikan sampai dengan
ditetapkannya keputusan difinitif tentang jabatan yang bersangkutan.
BLU dapat memberikan tunjangan tetap, insentif, bonus atas prestasi, pesangon dan/atau
pensiun kepada Pejabat Pengelola, Dewan Pengawas, Sekretaris Dewan Pengawas, dan
Pegawai BLU, dengan memperhatikan kemampuan pendapatan BLU yang bersangkutan.
Pada setiap akhir masa jabatannya, Pejabat Pengelola, Dewan Pengawas, dan Sekretaris
Dewan Pengawas dapat diberikan pesangon berupa santunan purna jabatan dengan
pengikutsertaan dalam program asuransi atau tabungan pensiun yang beban premi/iuran
tahunannya ditanggung oleh BLU yang besarannya ditetapkan paling banyak sebesar 25%
(dua puluh lima persen) dari gaji/honorarium dalam satu tahun.
Besaran remunerasi untuk Pejabat Pengelola, Dewan Pengawas, Sekretaris Dewan Pengawas,
dan Pegawai BLU pada masing-masing BLU diusulkan oleh Menteri/Pimpinan Lembaga
kepada Menteri Keuangan untuk ditetapkan dalam Peraturan Menteri Keuangan.
Penilaian
Dalam rangka penilaian usulan PK-BLU, Menteri Keuangan dapat membentuk Tim Penilai
yang terdiri dari unsur di lingkungan Kementerian Keuangan yang terkait dengan kegiatan
satker BLU yang diusulkan, antara lain Ditjen Perbendaharaan, Sekretariat Jenderal
Kementerian Keuangan, dan Ditjen Anggaran. Tim Penilai tersebut dapat menggunakan
narasumber yang berasal dari lingkungan pemerintahan maupun masyarakat.
Tim Penilai dalam melaksanakan prosedur penilaian sesuai dengan prosedur operasi standar
Penilaian dan Penetapan BLU.
Penetapan
Menteri Keuangan memberi keputusan penetapan atau surat penolakan terhadap usulan
penetapan BLU paling lambat tiga bulan sejak dokumen persyaratan diterima secara lengkap
dari menteri/pimpinan lembaga.
Berdasarkan penilaian yang dilakukan oleh Tim Penilai, usulan penetapan BLU dapat ditolak
atau ditetapkan dengan status BLU penuh maupun BLU bertahap.
Perubahan status dari BLU Penuh menjadi BLU Bertahap atau sebaliknya, dapat terjadi
apabila BLU yang bersangkutan mengalami penurunan atau peningkatan kinerja. Ditjen
Perbendaharaan c.q. Direktorat Pembinaan PK-BLU setiap periode melakukan pembinaan,
monitoring, dan evaluasi kinerja BLU. Hasil dari pembinaan, monitoring, dan evaluasi
tersebut menjadi masukan dalam perubahan status BLU.
1. Dicabut oleh Menteri Keuangan berdasarkan rekomendasi atau masukan dari tim
pembinaan, monitoring, dan evaluasi kinerja BLU ;
2. Dicabut oleh Menteri Keuangan atas usulan menteri teknis/pimpinan lembaga;
3. Berubah status menjadi badan hukum dengan kekayaan negara yang dipisahkan.
Tarif
Satker berstatus BLU dapat memungut biaya kepada masyarakat sebagai imbalan atas
barang/jasa layanan yang diberikan. Imbalan atas barang/jasa layanan yang diberikan tersebut
ditetapkan dalam bentuk tarif yang disusun atas dasar perhitungan biaya per unit layanan atau
hasil per investasi dana yang dapat bertujuan untuk menutup seluruh atau sebagian dari biaya
per unit layanan. Tarif layanan tersebut dapat berupa besaran tarif atau pola tarif sesuai jenis
layanan BLU yang bersangkutan. Apabila BLU memiliki jenis layanan yang tidak terlalu
banyak, maka cukup memiliki tarif berupa angka mutlak ataupun kisaran tarif. Apabila BLU
memiliki jenis layanan yang banyak dan bersifat kompleks, seperti rumah sakit, maka
tarifnya berupa pola tarif untuk kelompok layanan.
Hal-hal yang wajib dipertimbangkan dalam menyusun tarif adalah sebagai berikut:
Biaya Satuan
Dalam penyusunan tarif dan biaya layanan, terlebih dahulu ditentukan biaya satuan per unit
output dari layanan atau kegiatan BLU. Biaya satuan dibuat berdasarkan perhitungan
akuntansi biaya untuk setiap output barang/jasa yang dihasilkan.
Dalam rangka penyusunan biaya satuan per unit layanan, maka perlu diperhitungkan biaya-
biaya yang timbul, yaitu:
1. Biaya langsung; adalah biaya-biaya yang secara khusus dapat ditelusuri atau
diidentifikasi sebagai komponen langsung dari biaya produk. Total biaya langsung ini
dalam beberapa literatur juga sering disebut dengan istilah biaya utama (prime cost).
2. Biaya tidak langsung adalah semua biaya yang tidak dapat diidentifikasi secara
khusus terhadap suatu produk dan dibebankan kepada seluruh jenis produk secara
bersamaan. Biaya tidak langsung ini sering disebut juga dengan istilah biaya overhead
(overhead cost).
3. Biaya variabel adalah biaya yang berubah secara total seiring dengan berubahnya
volume produk yang dibuat. Sehingga hubungan antara total biaya variabel dengan
total unit barang yang diperoduksi adalah linier (garis lurus). Sedangkan biaya per
unit-nya adalah tetap. Contoh: Biaya bahan baku langsung dan tenaga kerja langsung.
4. Biaya tetap (fixed cost), seperti biaya penyusutan dan biaya sewa akan selalu tetap
(constant) dalam suatu rentang waktu/periode tertentu. Perlu dicatat bahwa biaya tetap
akan selalu konstan pada semua tingkat produksi (volume), sedangkan biaya tetap per
unit akan menurun seiring dengan meningkatnya volume produksi.
BLU menyusun rencana strategis bisnis lima tahunan dengan mengacu kepada Rencana
Strategis Kementerian/Lembaga (Renstra K/L). Rencana strategis bisnis merupakan istilah
yang pengertiannya sama dengan Renstra bagi instansi pemerintah. Oleh karena itu
penyusunan rencana strategis bisnis berpedoman pada Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun
1999 tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah.
Sesuai dengan Inpres tersebut, rencana strategis mengandung visi, misi, tujuan/sasaran, dan
program yang realistis dan mengantisipasi masa depan yang diinginkan dan dapat dicapai.
Perencanaan dan penganggaran BLU pada prinsipnya tidak berbeda dengan perencanaan dan
penganggaran pada kementerian/lembaga.
RKA-K/L sebagai dokumen usulan anggaran (budget request) memuat sasaran terukur yang
penyusunannya dilakukan secara berjenjang dari tingkat kantor/satuan kerja ke tingkat yang
lebih tinggi (bottom-up) untuk melaksanakan penugasan dari menteri/pimpinan lembaga (top
down). Dengan demikian dalam menyusun suatu Rencana Kerja dan Anggaran BLU harus
menerapkan anggaran berbasis kinerja.
BLU sebagai satuan kerja merupakan bagian dari kementerian negara/lembaga. Oleh karena
itu pengintegrasian RBA BLU ke dalam RKA-K/L dilakukan oleh kementerian
negara/lembaga bersangkutan. Tata cara pengintegrasian RBA kedalam RKA-K/L
berpedoman pada ketentuan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2004 tentang
Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga.
Pelaksanaan Anggaran
Setelah RKA-KL dan Undang-undang APBN disahkan, pimpinan BLU menyesuaikan usulan
Rencana Bisnis dan Anggaran (RBA) menjadi RBA Definitif. RBA definitif digunakan
sebagai acuan dalam menyusun DIPA BLU untuk diajukan dan mendapat pengesahan
Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Perbendaharaan.
Dalam hal DIPA BLU belum disahkan oleh Menteri Keuangan, BLU dapat melakukan
pengeluaran paling tinggi sebesar angka dokumen pelaksanaan anggaran tahun lalu.
DIPA BLU yang telah disahkan oleh Menteri Keuangan menjadi lampiran dari contractual
performance agreement yang ditandatangani oleh menteri/pimpinan lembaga dengan
pimpinan BLU yang bersangkutan dan sekaligus menjadi dasar penarikan dana.
Pengelolaan PNBP
1. Penggunaan PNBP
1. Pada BLU Penuh
Satuan kerja berstatus BLU Penuh diberikan fleksibilitas pengelolaan
keuangan, antara lain dapat langsung menggunakan seluruh PNBP dari
pendapatan operasional dan nonopersaional, di luar dana yang yang bersumber
dari APBN, sesuai RBA tanpa terlebih dahulu disetorkan ke Rekening Kas
Negara. Apabila PNBP melebihi target yang ditetapkan dalam RBA tetapi
masih dalam ambang batas fleksibilitas, kelebihan tersebut dapat digunakan
langsung mendahului pengesahan revisi DIPA. Terhadap kelebihan PNBP
yang melampaui ambang batas fleksibilitas, dapat digunakan dalam tahun
berjalan setelah mendapat persetujuan Menteri Keuangan c.q. Dirjen
Perbendaharaan atau menjadi saldo awal tahun berikutnya.
2. Pada BLU Bertahap
Satker berstatus BLU Bertahap dapat menggunakan PNBP sebesar persentase
yang telah ditetapkan. Sedangkan PNBP yang dapat digunakan langsung
adalah sebesar persentase yang ditetapkan dalam Keputusan Menteri
Keuangan tentang penetapan satker yang menerapkan PK-BLU yang
bersangkutan.
Satker berstatus BLU Bertahap menyetor penerimaan PNBP yang tidak
digunakan langsung ke Rekening Kas Negara secepatnya. PNBP yang telah
disetor dapat dipergunakan kembali sebesar selisih antara PNBP yang dapat
digunakan dengan PNBP yang telah digunakan langsung.
2. Pertanggungjawaban Pengunaan PNBP oleh BLU
Satker BLU mempertanggungjawabkan pengggunaan PNBP secara langsung dengan
menyampaikan SPM Pengesahan kepada KPPN setiap triwulan selambat-lambatnya
tanggal 10 setelah akhir triwulan yang bersangkutan dengan dilampiri Surat
Pernyataan Tanggung Jawab (SPTJ) yang ditandatangani oleh pimpinan BLU.
Berdasarkan SPM pengesahan tersebut, KPPN menerbitkan SP2D sebagai
pengesahan penggunaan dana PNBP.
Pertanggungjawaban penggunaan dana PNBP selain yang digunakan langsung oleh
satker yang berstatus BLU Bertahap menggunakan mekanisme pertanggungjawaban
PNBP sebagaimana diatur dalam ketentuan perundangan yang berlaku
(mengakomodasi perubahan Peraturan Dirjen Perbendaharaan Nomor PER-
66/PB/2005).
Revisi Anggaran
DIPA BLU ataupun RBA Definitif apabila diperlukan dapat direvisi. Perubahan/revisi
terhadap DIPA BLU atau RBA Definitif dapat dilakukan jika:
Tata cara perubahan/revisi yang berhubungan dengan penganggaran dan perubahan program
dan/atau kegiatan BLU berpedoman kepada Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2004
atau Peraturan Menteri Keuangan (Nomor ?) tentang Mekanisme Revisi DIPA Kementerian
Negara/Lembaga dan RBA serta pelaksanaan anggaran BLU.
Perubahan/revisi sebagaimana dimaksud pada angka 4 dapat dilakukan setelah belanja
dilaksanakan. Perubahan tersebut dapat dilaksanakan sebelum akhir tahun anggaran dalam
bentuk pengesahan oleh Direktur Jenderal Perbendaharaan.
Surplus anggaran BLU adalah selisih lebih antara pendapatan dengan belanja BLU yang
dihitung berdasarkan laporan keuangan operasional berbasis akrual pada suatu periode
anggaran. Estimasi surplus dalam tahun anggaran berjalan diperhitungkan dalam RBA tahun
anggaran berikut untuk disetujui penggunaannya.
Surplus anggaran BLU dapat digunakan dalam tahun anggaran berikutnya kecuali atas
perintah Menteri Keuangan, disetorkan sebagian atau seluruhnya ke rekening kas umum
negara dengan mempertimbangkan posisi likuiditas BLU.
Defisit anggaran BLU adalah selisih kurang antara pendapatan dengan belanja BLU yang
dihitung berdasarkan laporan keuangan operasional berbasis akrual pada suatu periode
anggaran.
Defisit anggaran BLU dapat diajukan pembiayaannya dalam tahun anggaran berikutnya
kepada Menteri Keuangan melalui Menteri/Pimpinan Lembaga. Menteri Keuangan dapat
mengajukan anggaran untuk menutup defisit pelaksanaan anggaran BLU dalam APBN tahun
anggaran berikutnya.
Pengelolaan Kas
Pengelolaan kas BLU dilakukan berdasarkan praktek bisnis yang sehat. Dalam melaksanakan
pengelolaan kas, BLU menyelenggarakan hal-hal sebagai berikut :
Pengelolaan Piutang
Dalam pengelolaan keuangan, BLU dapat memberikan piutang terkait dengan kegiatannya,
yang dikelola secara tertib, efisien, ekonomis, transparan, dan bertanggung jawab serta dapat
memberikan nilai tambah, sesuai dengan praktek bisnis yang sehat dan ketentuan perundang-
undangan yang berlaku.
Piutang BLU dapat dihapus secara mutlak atau bersyarat oleh pejabat berwenang, yang
nilainya ditetapkan secara berjenjang. Kewenangan penghapusan piutang secara berjenjang
ditetapkan dengan Peraturan Menteri Keuangan dengan memperhatikan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Pengelolaan Utang
Dalam kegiatan operasional dengan pihak lain, BLU dapat memiliki utang yang dikelola
secara tertib, efisien, ekonomis, transparan, dan bertanggung jawab, sesuai dengan praktek
bisnis yang sehat. Pembayaran utang BLU pada prinsipnya menjadi tanggung jawab BLU.
Pengelolaan utang harus sesuai dengan peruntukannya, utang jangka pendek ditujukan hanya
untuk belanja operasional, sedangkan utang jangka panjang hanya untuk belanja modal.
Hak tagih atas utang BLU kadaluarsa setelah lima tahun sejak utang tersebut jatuh tempo,
kecuali ditetapkan lain oleh UU.
Perikatan peminjaman/utang dilakukan sesuai dengan jenjang kewenangan yang diatur oleh
Menteri Keuangan.
Pengelolaan Investasi
BLU tidak dapat melakukan investasi jangka panjang, kecuali atas persetujuan Menteri
Keuangan. Investasi jangka panjang yang dimaksud antara lain adalah penyertaan modal,
pemilikan obligasi untuk masa jangka panjang, atau investasi langsung (pendirian
perusahaan). Jika BLU mendirikan/membeli badan usaha yang berbadan hukum, kepemilikan
badan usaha tersebut ada pada Menteri Keuangan. Keuntungan yang diperoleh dari investasi
jangka panjang merupakan pendapatan BLU.
Pengelolaan Barang
Pengadaan barang dan jasa pada BLU secara khusus diatur dalam Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 8/PMK.02/2006, antara lain sebagai berikut:
1. Barang inventaris BLU dapat dihapuskan dan/atau dialihkan kepada pihak lain dengan
cara dijual, dipertukarkan, atau dihibahkan, berdasarkan pertimbangan ekonomis dan
dilaporkan secara berkala kepada menteri/pimpinan lembaga;
2. BLU tidak dapat mengalihkan dan/atau menghapus aset tetap, kecuali atas persetujuan
pejabat yang berwenang sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
3. Penerimaan hasil penjualan barang inventaris/aset tetap merupakan pendapatan BLU;
4. Penggunaan aset tetap untuk kegiatan yang tidak terkait langsung dengan tugas pokok
dan fungsi BLU harus mendapat persetujuan pejabat Pengelola Barang (Menteri
Keuangan) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
5. Tanah dan bangunan disertifikatkan atas nama kementerian/lembaga terkait;
6. Tanah dan bangunan yang tidak digunakan untuk penyelenggaraan tugas pokok dan
fungsi BLU, dapat dialihgunakan oleh menteri/pimpinan lembaga terkait dengan
persetujuan Menteri Keuangan.
Kerjasama Operasional
Dengan pertimbangan bahwa barang modal membutuhkan dana yang besar, sedangkan
kemampuan BLU yang terbatas dan alokasi dana APBN tidak dapat diperoleh segera,
sementara kebutuhan tidak dapat ditunda lagi, maka cara yang paling memungkinkan adalah
dengan melakukan kerja sama operasional (KSO) dengan pihak lain berdasarkan
pertimbangan efisiensi dan ekonomi. KSO dapat dilakukan antara lain dengan cara:
1. Buy-Build-Operate (BBO) adalah suatu fasilitas publik yang ada dipindahtangankan
ke pihak swasta untuk dilakukan renovasi dan dioperasikan selama suatu periode
tertentu atau sampai biaya renovasi tertutup dengan suatu tingkat keuntungan tertentu,
tetapi kepemilikan berada di tangan pihak swasta. Bentuk kerja sama mengijinkan
pihak pemerintah untuk mengawasi terhadap keamanan, dampak lingkungan, harga,
serta mutu layanan kepada masyarakat.
2. Built-Transfer-Operate (BTO) suatu praktek kerja sama di mana pihak swasta
mendanai dan membangun fasilitas dan selanjutnya memindahtangankan kepada
instansi pemerintah pada saat selesai pembangunannya. Selanjutnya pihak swasta
mengoperasikannya untuk suatu periode waktu tertentu sesuai dengan perjanjian.
3. Built-Operate-Transfer (BOT) adalah praktek kerja sama di mana pihak swasta
mendanai, membangun, memiliki, dan mengoperasikan suatu fasilitas untuk suatu
periode waktu tertentu atau sampai kembalinya dana investasi dengan tingkat
keuntungan tertentu. Setelah itu barulah fasilitas ini diserahkan kepada instansi
pemerintah.
4. Build-Own-Operate (BOO), dalam hal ini pihak swasta mendanai, membangun, dan
mengoperasikan suatu fasilitas, dengan memperoleh insentif untuk melakukan
investasi lebih lanjut namun pihak pemerintah mengatur harga dan kualitas layanan.
Model ini banyak dipakai untuk menyediakan fasilitas baru yang dapat diantisipasi
bawa permintaan pasar akan selalu ada.
Penyelesaian Kerugian
Setiap kerugian negara pada BLU yang disebabkan oleh tindakan melanggar hukum atau
kelalaian seseorang diselesaikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
mengenai penyelesaian kerugian negara.
Bendahara, pegawai negeri bukan bendahara, atau pejabat lain yang karena perbuatannya
melanggar hukum atau melalaikan kewajiban yang dibebankan kepadanya secara langsung
merugikan keuangan negara, wajib mengganti kerugian tersebut.
Setiap pimpinan kementerian negara/lembaga dapat segera melakukan tuntutan ganti rugi,
setelah mengetahui bahwa dalam kementerian negara/lembaga yang bersangkutan terjadi
kerugian akibat perbuatan dari pihak manapun.
Akuntansi
BLU mengembangkan dan menerapkan sistem akuntansi dengan mengacu pada standar
akuntansi yang berlaku sesuai dengan jenis layanannya dan ditetapkan oleh menteri/pimpinan
lembaga.
Pelaporan
BLU menyampaikan laporan keuangan setiap triwulan kepada menteri/pimpinan lembaga
berupa Laporan Realisasi Anggaran, Laporan Arus Kas, dan Catatan atas Laporan Keuangan
dan Laporan keuangan yang lengkap (termasuk neraca dan ikhtisar laporan keuangan) pada
setiap semester dan tahunan. Laporan-laporan tersebut disampaikan paling lambat satu bulan
setelah periode pelaporan berakhir. Laporan keuangan unit-unit usaha yang diselenggarakan
dikonsolidasikan oleh BLU dan menjadi lampiran laporan keuangan BLU.
Pertanggungjawaban
Pembinaan
Pengawasan
Dalam rangka pelaksanaan pembinaan BLU dapat dibentuk dewan pengawas. Pembentukan
dewan pengawas hanya berlaku pada BLU yang memiliki realisasi nilai omzet tahunan
(menurut laporan realisasi anggaran) atau nilai aset (menurut neraca) memenuhi syarat
minimum yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan.
Dewan pengawas BLU bertugas melakukan pengawasan terhadap pengurusan BLU oleh
Pejabat Pengelola BLU mengenai pelaksanaan Rencana Bisnis dan Anggaran, Rencana
Strategis Bisnis Jangka Panjang, dan ketaatan terhadap ketentuan peraturan perundang-
undangan yang berlaku. Dewan pengawas BLU di lingkungan Pemerintah Pusat
berkewajiban:
1. realisasi nilai omzet tahunan menurut laporan realisasi anggaran tahun terakhir,
minimum sebesar Rp15.000.000.000; atau
2. nilai aset menurut neraca, minimum sebesar Rp75.000.000.000.
Dewan Pengawas untuk BLU di lingkungan pemerintah pusat dibentuk dengan keputusan
menteri/pimpinan lembaga atas persetujuan Menteri Keuangan. Anggota Dewan Pengawas
terdiri dari unsur-unsur pejabat dari kementerian /lembaga, kementerian keuangan, serta
tenaga ahli yang sesuai dengan kegiatan BLU.
Masa jabatan anggota Dewan Pengawas ditetapkan selama lima tahun dan dapat diangkat
kembali untuk satu kali masa jabatan berikutnya. Pengangkatan anggota Dewan Pengawas
tidak bersamaan waktunya dengan pengangkatan pejabat pengelola BLU, kecuali
pengangkatan untuk pertama kali pada waktu pembentukan BLU.
Jumlah anggota dewan pengawas ditetapkan sebanyak 3 (tiga) orang untuk BLU yang
memiliki :
o realisasi nilai omzet tahunan menurut laporan realisasi anggaran sebesar
Rp15.000.000.000,- (lima belas miliar rupiah) sampai dengan
Rp30.000.000.000,- (tiga puluh miliar rupiah); dan/atau
o nilai aset menurut neraca sebesar Rp 75.000.000.000,- (tujuh puluh lima miliar
rupiah) sampai dengan Rp 200.000.000.000,- (dua ratus miliar rupiah).
Jumlah anggota dewan pengawas dapat ditetapkan sebanyak 3 (tiga) orang atau 5
(lima) orang untuk BLU yang memiliki :
o realisasi nilai omzet tahunan menurut laporan realisasi anggaran lebih besar
dari Rp 30.000.000.000,- (tiga puluh miliar rupiah); dan/atau
o nilai aset menurut neraca lebih besar dari Rp 200.000.000.000,- (dua ratus
miliar rupiah).
Yang dapat diangkat menjadi anggota Dewan Pengawas adalah orang perseorangan
dengan ketentuan:
o memiliki integritas, dedikasi, dan memahami masalah-masalah yang berkaitan
dengan kegiatan BLU, serta dapat menyediakan waktu yang cukup untuk
melaksanakan tugasnya; dan
o mampu melaksanakan perbuatan hukum dan tidak pernah dinyatakan pailit
atau tidak pernah menjadi anggota direksi atau komisaris atau dewan
pengawas yang dinyatakan bersalah sehingga menyebabkan suatu badan usaha
pailit, atau orang yang tidak pernah dihukum karena melakukan tindak pidana
yang merugikan keuangan negara.
Pemberhentian
Anggota Dewan Pengawas dapat diberhentikan sebelum habis masa jabatannya oleh
menteri/pimpinan lembaga atas persetujuan Menteri Keuangan, apabila terbukti:
Pemeriksaan
Pemeriksaan intern BLU dilaksanakan oleh satuan pemeriksaan intern (SPI) yang merupakan
unit kerja dan berkedudukan langsung di bawah pemimpin BLU, sedangkan pemeriksaan
ekstern dilaksanakan oleh lembaga pemeriksa ekstern sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
BLU Daerah
BLU Daerah adalah Satuan Kerja Perangkat Daerah di lingkungan pemerintah daerah yang
dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat dengan prinsip usaha seperti BLU
Pusat, yaitu tanpa mengutamakan mencari keuntungan dan dalam melakukan kegiatannya
didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktivitas.
Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum Daerah (PPK-BLUD) adalah pola
pengelolaan keuangan yang memberikan fleksibilitas berupa keleluasaan untuk menerapkan
praktik-praktik bisnis yang sehat untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dalam
rangka memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa.