30 hari di kampung
yang sangat
menyenangkan.
PERGI KE
KAMPUNG
Pagi-pagi sekali aku sudah dibangunkan dengan alarm handphone-
ku yang kerasnya melebihi speaker DWP. Aku segera mematikannya dan
masih terbaring dikasur yang empuk. Beberapa menit kemudian Mama
memanggil namaku.
“ Abang cepat bangun beresin rumah biar kita siap-siap, nanti malam
kita udah berangkat.”
“YA, Mam…”
Akhirnya aku harus bangun dan langsung mandi pagi, supaya segar
dan gak ngantuk. Selasai mandi, aku harus merapikan kamarku. Setelah itu,
aku merapikan rumah seperti nyapu, ngepel, nyuci piring, dan sebagainya.
Aku juga menyiapkan baju-baju yang akan ku pakai nanti diperjalanan dan
di kampung. Karena bertepatan libur idulfitri selama kurang lebih satu bulan,
kami pergi ke kampung melalui jalur darat, tepatnya kita mengendarai
kendaraan roda empat atau mobil hehehe. Tepat jam 07:00, Mama
mengajak aku membeli sarapan dan perlengkapan apa saja yang perlu
dibawa besok pagi.
Sudah seharian kita berjalan waktu juga sudah malam, Papa istirahat
dan aku yang mengendarai mobil. Begitupun seterusnya, kami pun merasa
lega karena melewati wilayah Lahat disiang hari, kalau kalian tahu Lahat
pada saat malam hari pasti kalian gak akan mau melintasi daerah tersebut.
Selama perjalanan 2 hari 1 malam, kami sudah sampai di Padang, Sumatera
Barat. Yaiyalah cepat, kita aja istirahat kalau sudah lapar. Ini dia yang
ditunggu-tunggu ketika melintas di Lintas Tengah Sumatera. Kami mencuci
mata dengan suasana sejuk dipagi hari melihat pemandangan Danau
Singkarak. Sumatera Barat. Tepat disebalah kiri jalan begitu luas dan
jernihmya Danau Singkarak. Kamipun berhenti sejenak sambil menyantap
sarapan.
Memang di kampung itu tidak lepas dari kata sawah, kebun dan
sungai.
Disebelah rumah opungku ternyata sungai, airnya juga sangat jernih bahkan
ikan-ikannya juga dapat terlihat jelas. Aku baru ingat biasanya ada si Gibran.
Ternyata dia sedang memanen padi di sawah. Akupun segera menyusul
kesawah untuk membantunya. Sesampainya disawah..
“Kamikan pergi naik mobil Gib, bukan naik pesawat mana mungkin
kami cepat sampai kesini”
“Hehehe iya ya, nunga mangan ho (udah makan kau)?” diapun
mengajak aku berbincang dengan bahasa batak.
“Oke siap”
Pada saat malam hari, memang belum ngantuk kami pergi ke sekolah
dekat rumah si Gibran. Disana ada WIFI gratis, kami pergi kesana hanya
untuk mencari data untuk saluran televisi. Kami mau mencari saluran televisi
yang menyiarkan acara Piala Dunia 2018. Sekitar sejam kami mengotak-atik
TV, akhirnya kami menemukan siaran tersebut. Kamipun begadang sambil
memprediksi siapa yang menang Piala Dunia 2018.
Hari ini kami tidak berenang karena habis hujan, airnya sangat dingin
jadi takut sakit. Malam-malam dingin seperti ini, ternyata ada hidangan
makanan yang sudah disiapkan oleh bibiku yaitu sop daging dan tulang ular.
Rasanya sangat nikmat dan benar membuat hangat badan. Memang tahu
aja bibiku yang satu ini. Kami berkumpul sambil bercanda tawa. Aku sama
Gibran melanjutkan menonton pertandingan Piala Dunia.
“Okelah ayok”
Sudah menjelang sore, ini dia yang ku tunggu bermain sepak bola
antar kampung. Ternyata lawannya adalah dari kampung papaku. Aku kaget
tapi aku main bareng Gibran aja. Bermain secara sportotif dan sehat,
akhirnya tim yang ku dukung menang. Ternyata mereka main taruhan, kami
pun dikasih duit jajan dan aku disuruh main minggu depannya tetapi, aku
minggu deoan sudah tidak di kampung ini lagi. Mereka mengatakan senang
bermain dengan aku. Gibran pun bangga punya saudara seperti aku yang
bisa bermain bola. Yaa main bola sih bisa tapi, sampai sejago seperti pemain
kelas dunia Ronaldo belum tentu bisa hehehe.
“Ayo pan kita tinggal aja disini semalaman, kita pergi lihat
terutung(durian), besok lagi kita berenang sambil liat umpan”
“Sama-sama ya”
“Ohh iya hampir saja kita lupa hehehe, ayo pan kita ke jembatan”
Tanpa pikir panjang, aku sudah berani melompat dari jembatan. Kami
berdua pun langsung melompat dan segera menepi. Kami melihat bahwa
benang pancingan kami bergerak.
Aku pun takut, karena takutnya yang nyangkut dikail adalah ular
hahaha. Setelah ditarik Gibran, benar kami mendapatkan ikan gabus
seukuran ikan lele.
“Wah benar kali kau Gib hahaha, ku kira tadi itu ular Gib”
“Nonton apaan pan, Piala Dunia kan gk ada jadwalnya hari ini adanya
besok.”
“Iyaa lumayan.”
“Iyaa pung.”
“Oalah pung hahaha aku baru tau, oke pung aku ambilin lagi. Ayo Gib,
kita kumpulin bijinya”
“Oke pan”
Akhirnya sampai juga di kolam ikan, kami segera membuat tenda dari
kayu dan daun-daunan serta alat untuk memasak air. Kami juga tidak lupa
membawa bekal karena kami pasti seharian memanen ikan. Sebelum kami
panen, kami harus menguras air dari kolam. Butuh 30 menit untuk
mengurasnya, karena kolamnya sangat luas. Perlahan-lahan kami sudah
melihat beberapa ikan, ternyata ikannya sudah besar-besar sekali. Aku dan
Gibran pun sudah gak sabar untuk nyebur. Sakin tidak sabarnya kami pun
langsung melompat dan menangkap ikan-ikan tersebut. Opung pun tertawa
bahagia melihat kami bersemangat menangkap ikan.
Gak terasa udah 2 minggu di kampung papa, aku dan Gibran pun
ingin bermain dihari terakhir aku di kampung bapak. Setelah kami dari
kampung bapak, kami harus melanjutkan perjalanan menuju ke kampung
mama dengan waktu perjalanan 1 hari. Kami bermain seperti biasa, jalan-
jalan naik motor, berenang, dan memancing ikan. Hmm rasanya ingin terus
berada disini tapi, karena papa dan mama