Anda di halaman 1dari 19

Cerita singkat selama

30 hari di kampung
yang sangat
menyenangkan.

Waktu yang cepat


berlalu tidak dapat
terulang kembali.

BERLIBUR By. Ivan Caesar

PERGI KE
KAMPUNG
Pagi-pagi sekali aku sudah dibangunkan dengan alarm handphone-
ku yang kerasnya melebihi speaker DWP. Aku segera mematikannya dan
masih terbaring dikasur yang empuk. Beberapa menit kemudian Mama
memanggil namaku.

“ Abang cepat bangun beresin rumah biar kita siap-siap, nanti malam
kita udah berangkat.”

“YA, Mam…”

Akhirnya aku harus bangun dan langsung mandi pagi, supaya segar
dan gak ngantuk. Selasai mandi, aku harus merapikan kamarku. Setelah itu,
aku merapikan rumah seperti nyapu, ngepel, nyuci piring, dan sebagainya.
Aku juga menyiapkan baju-baju yang akan ku pakai nanti diperjalanan dan
di kampung. Karena bertepatan libur idulfitri selama kurang lebih satu bulan,
kami pergi ke kampung melalui jalur darat, tepatnya kita mengendarai
kendaraan roda empat atau mobil hehehe. Tepat jam 07:00, Mama
mengajak aku membeli sarapan dan perlengkapan apa saja yang perlu
dibawa besok pagi.

Perlengkapan yang kita beli, yaa seperti perlengkapan untuk mandi,


obat-obatan, cemilan untuk dijalan,dan oleh-oleh dari daerah jawa yaitu
dodol. Ohh iya, aku juga dingatkan saudaraku dari kampung, kenalin
namanya “Gibran.” Kita berbincang melalui media sosial, aku baru ingat
padahal dikampungku belum ada sinyal.

“Gib, dikampungkan belum ada sinyal, kok bisa kamu internetan?”

“Iyaa dong, setelah ada kebijakan pemerintah melaksanakan UN


berbasis komputer, pemerintah menyediakan WIFI gratis.”

“ohh.., hehe enak dong”

“ iyalah pastinya, jangan lupalah ya kau kemas-kemas kaju kau. Jangan


lupa juga bawa sepatu bola, biar tarkam kita dilapangan kampung kita.”
“Oke siap CEES”

Sesudah mengemas semua barang yang perlu untuk dibawa, aku


disuruh Papa untuk memanaskan mesin mobil serta mengecek ban mobil,
supaya safety saat berkendara. Setelah mobil sudah aman, aku harus
memasukkan barang-barang dan menatanya didalam mobil, supaya
kelihatan rapih dan tidak sempit. Semuanya sudah rapih, lelah juga seharian
berbenah untuk perjalan besok. Yaa walaupun capek tapi, ada rasa gak
sabaran untuk segera sampai dikampung. Belum merasa puas juga, Mama
mengajak aku pergi ke mall. Tak disangka padahal aku belum ulang tahun
tetapi, Mama malah memberikan aku handphone baru. Mungkin supaya aku
semangat nanti pas aku bawa mobil bisa lebihj semangat. Itulah aku, jadi
supir cadangan mengingat kejadian yang sudah berlalu, Papa terjatuh akibat
kecapean menyetir mobil.

Waktupun sudah malam waktunya tidur, biasanya sih kalo rasa-rasa


gak sabaran seperti ini jadi susah tidur dan pasti nanti bisa cepat bangunya,
seperti itulah diriku hehehe. Akhirnya akupun bisa tertidur pulas. Dan benar
alarm belum menyala saja aku sudah terbangun jam 04:00. Ternyata Mama
sudah bangun lebih awal dan sudah menyiapkan sarapan. Memang Mama
adalah manusia terbaik di dunia ini. Akupun mengajak bercanda Mama
sambil mayantap makanan yang lezat buatan mama-ku.

Selesai aku sarapan, aku langsung mandi. Setelah semuanya sudah


siap, sebelum berangkat saki berdoa sejenak agar perjalanan kita
dilancarkan Tuhan. Setelah berdoa, kita berangkat menuju Pelabuhan Merak
untuk menyebrang ke Pulau Sumatera. Kita menyebrang menggunakan
kapal ferry dengan lama perjalanan kurang lebih 2 jam. Pada saat naik kapal
ferry, kami menikmati angin laut dengan cuaca yang cukup bersahabat.
Melihat pemandangan hamparan laut yang luas dan ada ikan yang
mengikuti arus kapal rasanya jadi ingin mancing ikan.
Tak terasa, dari yang belum terlihat kini Pulau Bakauheni sudah terlihat
pertanda sebentar lagi kami segera sampai di Pulau Sumatera tepatnya di
Lampung. Klakson Kapal Ferry sudah berbunyi, tandanya kita harus sudah
bersiap dikendaraan masing-masing untuk mendarat di pelabuhan. Kami
melanjutkan perjalanan menuju jalan Lintas Tengah Sumatera. Alasan kami
memilih lintas tengah, karena jalannya sudah rapih walaupun masih hutan
semua tetapi, kami tidak takut karena banyak orang-orang yang mudik juga
ke sumatera. Sesampainya kita sampai ditengah perjalanan, perut kami
sudah kelaparan. Akhirnya kami berhenti di warung makan sambil istirahat
sejenak.

Sudah seharian kita berjalan waktu juga sudah malam, Papa istirahat
dan aku yang mengendarai mobil. Begitupun seterusnya, kami pun merasa
lega karena melewati wilayah Lahat disiang hari, kalau kalian tahu Lahat
pada saat malam hari pasti kalian gak akan mau melintasi daerah tersebut.
Selama perjalanan 2 hari 1 malam, kami sudah sampai di Padang, Sumatera
Barat. Yaiyalah cepat, kita aja istirahat kalau sudah lapar. Ini dia yang
ditunggu-tunggu ketika melintas di Lintas Tengah Sumatera. Kami mencuci
mata dengan suasana sejuk dipagi hari melihat pemandangan Danau
Singkarak. Sumatera Barat. Tepat disebalah kiri jalan begitu luas dan
jernihmya Danau Singkarak. Kamipun berhenti sejenak sambil menyantap
sarapan.

Kurang lebih 1 jam kami istirahat, kamipun melanjutkan perjalanan


menuju rumah kakaknya Bapak di Padang Panjang. Aku memanggil
kakaknya Bapak, “nomboru.” Sampai di rumah Nomboru, kami istirahat
melepaskan capenya diperjalanan. Waktu menjelang sore hari, aku diajak
anaknya nomboru untuk berenang di sungai. Akupun senang karena baru
tahu kalau di daerah rumah noboru ada sungai. Nama anaknya nomboruku
adalah Doli. Akupun bercakap sambil berjalan menuju sungai.

“Doli memang air sungainya bersih atau tidak”


“Sudah bang kau tengok saja nanti”

Memang meragukan karena aku tidak mau berenang di sungai kotor.


Tetapi pas sudah sampai, wahh ternyata airnya sangat jernih dan dingin.
Sontak kami langsung berenang dengan semangat. Akupun ditantang dia
untuk melompat dari pohon yang tinggi terjun ke air sungai yang dalam.
Aku menerima tantangannya. Sangat mengasikan, yang tadinya pikiran
pusing akhirnya hilang begitu saja karena berenang di sungai. Aku juga
mengabadikan momen-momen seperti ini untuk difoto. Sakin asiknya
berenang sampai lupa sudah mau malam, kamipun bergegas untuk pulang
ke rumah. Suasananya cukup dingin, akupun dibuatkan susu hangat oleh
nomboru. Esok harinya aku sekeluarga dan keluarga nomboru bersiap-siap
untuk melanjutkan perjalanan menuju kampung halaman Kota Pak-Pak
Barat, Sidikalang. Perjalanan 1 hari 1 malam akhirnya kami sampai di
kampung halaman. Ternyata adeknya opungku sudah menyediakan
makanan khas kampung.

Memang di kampung itu tidak lepas dari kata sawah, kebun dan
sungai.
Disebelah rumah opungku ternyata sungai, airnya juga sangat jernih bahkan
ikan-ikannya juga dapat terlihat jelas. Aku baru ingat biasanya ada si Gibran.
Ternyata dia sedang memanen padi di sawah. Akupun segera menyusul
kesawah untuk membantunya. Sesampainya disawah..

“Gibran…,” diapun kaget melihatku sudah sampai di kampung.

“Ivan…, lama kali lah kau perjalanan kesini”

“Kamikan pergi naik mobil Gib, bukan naik pesawat mana mungkin
kami cepat sampai kesini”
“Hehehe iya ya, nunga mangan ho (udah makan kau)?” diapun
mengajak aku berbincang dengan bahasa batak.

“Sudahlah, sini ku bantu angkat karung ini”

“Oke siap”

Akupun bercerita tentang perjalanan menuju ke kampung, sambil


mengendarai motor mengankut karung berisikan padi. Aku menemani dia
sampai semua karung terangkat ke gudang walaupun capek tapi, ada
serunya juga. Sudah menjelang sore, dia mengajak aku untuk berenang ke
sungai disebelah rumah opung. Kali ini aku ditantang lagi untuk melompat
dari jembatan yang tingginya kurang lebih 7 meter dengan kedalaman air 3
meter. Ini adalah pengalaman pertama kali bisa melompat di jembatan
tersebut. Memang ada rasa deg-degan tapi pas sudah terjun, benar rasanya
sangat menyenangkan. Begitupun dilakukan anak-anak kecil dikampungku,
akupun jadi malu karena semoat ragu untuk melompat. Ya maklumin lah ya,
baru pertama kali mencoba wahana sederhana dikampungku hehehe.

Pada saat malam hari, memang belum ngantuk kami pergi ke sekolah
dekat rumah si Gibran. Disana ada WIFI gratis, kami pergi kesana hanya
untuk mencari data untuk saluran televisi. Kami mau mencari saluran televisi
yang menyiarkan acara Piala Dunia 2018. Sekitar sejam kami mengotak-atik
TV, akhirnya kami menemukan siaran tersebut. Kamipun begadang sambil
memprediksi siapa yang menang Piala Dunia 2018.

“Kira-kira siapa jagoan mu GIb?”

“Portugal lah, aku suka permainan CR. Kalau kamu?”

“Aku Prancis lah, jelas bakalan juara tahun ini”


Hingga jam 3 pagi, kamipun tertidur. Esoknya kami dibangunkan
Opung jam 9 pagi. Ohh iya orang tuaku dan nomboru melanjutkan
perjalanan ke kampung bapakku, aku sebenarnya masih dirumah adeknya
opungku di daerah Siantar Dairi. Aku memang lebih suka di rumah si Gibran,
karena tidur tidak sempit-sempitan. Setelah selesai sarapan, kami menuju
kek kebun durian, ada dua pohon durian saja. Tapi buahnya sangat banyak,
ada 7 buah yang sudah jatoh ke tanah. Akupun segera mengambil dan
mencoba menyicipi satu buah durian tersebut. Hmm duarian asli kampung
ku ini memang sangat enak. Kamipun menjaga pohon durian tersebut
hingga sore hari, karena jika tidak ada yang menjaga pasti buahnya hilang.

Hari ini kami tidak berenang karena habis hujan, airnya sangat dingin
jadi takut sakit. Malam-malam dingin seperti ini, ternyata ada hidangan
makanan yang sudah disiapkan oleh bibiku yaitu sop daging dan tulang ular.
Rasanya sangat nikmat dan benar membuat hangat badan. Memang tahu
aja bibiku yang satu ini. Kami berkumpul sambil bercanda tawa. Aku sama
Gibran melanjutkan menonton pertandingan Piala Dunia.

Keesokan harinya, kami melanjutkan berpetualang naik motor hehe.


Kekampung halaman ku yang jauhnya kurang lebih 10 km. Jalanannya
memang belum mulus masih berbatuan semua. Tetapi dengan
pemandangan sungai dan gunung perjalanan menjadi tak terasa. Kami
disuruh untuk menginap semalam di kampung opung supaya besok
paginya dapat pergi ziarah ke makam opung boru atau nenek yang setahun
lalu sudah meninggal.
Memang sih rumah menjadi sepi tidak ada opung, tapi kami tidak mau
membuat sepi opung doli (kakek) kami.

Malam ini memang tidak seseru malam yang sebelumnya, karena


saluran TV di rumah opung tidak dapat menayangkan Piala Dunia. Kamipun
mencari angin keluar dan mengobrol santai dengan saudara-sadaraku yang
sebaya dengan ku. Sudah larut malam, waktunya pulang dan tidur. Esok
harinya kami bergegas untuk ziarah ke makam opung. Kami berdoa dan
melakukan sapa menyapa bercerita di makam opung. Walaupun tidak dapat
kami lihat opung tapi kami merasakan kehadiran opung. Tetes air mata pun
tak dapat kami tahan, betapa rindunya diri kami kepada orang yang kami
cintai.
Akupun kebagian untuk memberikan sepatah kata atau adat orang
batak menyebutnya Mandok Hata.

“Untuk opung yang aku sayangi, makasih pung udah pernah


menggendong ku waktu kecil, makasih udah pernah memberiku uang jajan,
makasih udah memberi motivasi kepada ku, sekarang opung udah sehat
disana, opung udah gak sakit-sakit lagi. Doain aku pung supaya aku bisa
dating lagi kesini dengan cita-cita yang udah pernah ku ceritakan ke opung.”
Akupun meneteskan air mata, karena pada saat opung akan di kubur aku
sama sekali tidak bisa ke kampung.

Setelah selesai berziarah, kami pulang ke rumah. Kami bersiap-siap


untuk mandi ke sungai. Jaraknya cukup jauh jadi kami pergi menggunakan
mobil. Pada saat sampai di rumah Tulang, ternyata Tulang sedang bersiap-
siap untuk menjaring ikan. Ikan yang ada di sungai ini cukup mahal
harnganya, karena menangkap dan memelihara ikan ini cukup sulit. Nama
spesies ikan ini adalah ikan semah tetapi, bahasa bataknya ihan. Akupun ikut
membantu menjaring ikan, ternyata benar menjaring ikan tersebut cukup
sulit. Ikan semah hidup di air sungai yang dalam dan berarus. Kami mencari
ikan tersebut hingga kedalaman 2 meter. Alhasil, kita mendapatkan 10 ekor
ikan semah berukuran sedang atau seukuran ikan lele.

Cukup unik, ternyata cara memasak ikan tersebut cukup diasapi


selama 3 hari. Untung saja sudah ada ikan yang sudah masak. Rasa dari ikan
semah sangat enak, tekstur daging yang lembut dan manis. Pantas saja
harga ikan semah saat ini Rp200.000 per kilogramnya. Hari sudah mau sore
kami pulang ke rumah opung.

Esok paginya, aku dan Gibran pulang ke rumahnya, karena ingin


bermain bola sore-sore. Untung aku pergi dan menginap jadi aku bisa
sekalian mengambil sepatu. Sesudah sampai di rumah Opung Gibran, kami
makan siang dengan daging ayam buatan opung benar-benar bikin
nambah. Selesai makan siang, Gibran mengajak aku pergi ke puskesmas.
Aku kira ada yang sakit, ternyata..

“Pan ayo temanin aku dulu ke puskemas”


“Mau ngapain rupanya Gib?”

“Cepatlah temanin aku dulu”

“Okelah ayok”

Ternyata dia pergi ke puskesmas hanya untuk menikmati WIFI gratis,


sial ku kira ada yang penting atau dia lagi sakit hehehe. Yaudahlah aku juga
mau ikutan WIFI gratis, update foto-foto liburan ku yang tidak gabut. Dan
banyak yang komentar tentang kampung ku, katanya kampung nya indah
banget jadi pengen pergi ke sana hehehe.

Sudah menjelang sore, ini dia yang ku tunggu bermain sepak bola
antar kampung. Ternyata lawannya adalah dari kampung papaku. Aku kaget
tapi aku main bareng Gibran aja. Bermain secara sportotif dan sehat,
akhirnya tim yang ku dukung menang. Ternyata mereka main taruhan, kami
pun dikasih duit jajan dan aku disuruh main minggu depannya tetapi, aku
minggu deoan sudah tidak di kampung ini lagi. Mereka mengatakan senang
bermain dengan aku. Gibran pun bangga punya saudara seperti aku yang
bisa bermain bola. Yaa main bola sih bisa tapi, sampai sejago seperti pemain
kelas dunia Ronaldo belum tentu bisa hehehe.

Sampai jam 6 di kampung memang belum terasa gelap, biasanya di


Bogor jam 6 sudah gelap. Kami pulang ke rumah opung dan makan malam.
Mala ini kami ketiduran karena kelelahan kamipun tidak menonton Piala
Dunia. Besok pagi kami juga harus pergi ke kebun durian untuk melihat
buah durian yang sudah matang. Dan kami besok juga harus ke sawah
mengambil padi yang sudah menguning.

Opung membangunkan kami dipagi hari, pagi-pagi ini kami mau


mandi di sungai dulu. Kami malah keasikan main di sungai. Kami menjaring
ikan-ikan kecil untuk menjadi umpan ikan gabus. Kami mendapatkan ikan
sebesar ibu jari dan langsung memasang kail dengan umpannya ikan yang
didapatkan tadi.
Kata Gibran ditunggu semalam biasanya dapat ikan gabus. Kami
meletakannya di ranting-ranting pohon yang tercebur ke dalam sungain.
Tempatnya juga seperti sarang ikan tepat dibawah jembatan.

“Ayo pan kita tinggal aja disini semalaman, kita pergi lihat
terutung(durian), besok lagi kita berenang sambil liat umpan”

“Oke GIb siap”

Kami melanjutkan petualangan kami yang sangat menyenangkan.


Sesampainya di kebun ternyata ada seekor tupai yang sangat nakal. Tupai
tersebut memanjat pohon durian dan memetik durian yang tidak matang,
kamipun marah karena tupai tersebut tidak mau pergi. Padahal kami sudah
melempar batu, kayu, sampai parang pun kami bikin terbang. Setelah
beberapa kali kami mencoba mengusir tupai tersebut, akhirnya tupai itu pun
pergi dari pohon durian.

“Woi tupai! Pergi dari pohon kami buruan!!”

“Arghhhhh” wush wush wush.

“Bagaimana dong ini Gib?”

“Kita lemparkan saja ini batu besar ini pan!”

“Sekalian ini parangnya juga Gib, hahaha.” Setelah melempar semua


barang akhirnya tupai tersebut pergi.

“Huft akhirnya pergi juga itu tupainya.”


“Iya Pan, dibikin cape kita sama tupai itu. Mana duriannya kena petik
juga.”

“Besok kita harus lebih awal kesini Gib.”

“Oke pan siap.”

Setelah beberapa jam menjaga, kami mendapatkan sekitar 5 buah


durian yang cukup besar. Walaupun ada beberapa durian yang termakan
tupai dan yang mentah juga dipetik sama tupai tersebut tetapi, kami
membawa pulang beberapa durian yang matang. Kami pulang ke rumah,
diperjalanan bertemu dengan orang. Orang tersebut menanyakan kepada
kami,

“Dijual tidak durian tersebut,” kata orang tersebut.

“Tidak lae tapi, kalau mau Rp20.000 ini satu buahnya.”

“Oke lae ambil 2 aku ya, nah hepengnya”

“Oke lae, terimakasih ya”

“Sama-sama ya”

Gibran mengajak saya untuk jajan di warung. Di warung kami membeli


makanan ringan, aku baru tau kalo makanan ringan di kampung sangat
berbeda dengan di kota-kota. Kami pun melanjutkan pulang untuk
bergegas mengambil padi di sawah.

Sesampainya di sawah, aku melihat ada seekor burung jalak kerbau


atau jalak kebo. Burung ini dapat berbicara layaknya manusia. Burung ini
sejenis dengan burung beo. Aku pun mengambilnya karena masih sangat
kecil.
Ternyata burung itu terjatuh dari atas pohon dan induknya tidak ada. Aku
pun merawatnya, memberi makan, dan membersihkan kandangnya. Ini
dialah yang ku suka dari petualangan di kampung, memancing ikan,
berenang, mencari hewan-hewan yang dapat dibawa pulang ke Bogor.

Setelah itu kami harus segera membawa padi-padi ke lapangan untuk


di jemur, agar padi-padi tersebut dapat mudah terkelupas kulitnya. Seharian
kami menjemur padi tersebut dibawah terik matahari. Aku bersama Gibran
berteduh dibawah pohon rindang yang dapat menyegarkan suasana. Kami
pun harus menjaga padi-padi tersebut, agar tidak dimakan burung dan
ayam. Hari menjelang sore, waktunya kami pulang kerumah. Kami pun
mandi, setelah mandi kami mencari anak-anak anjing punya Gibran yang
berkeliaran. Ternyata anak-anak anjingnya mengumpat dibawah kolong
mobil. Anak- anak anjing ini baru lahir 3 minggu yang lalu. Anak-anak
anjingnya sangat lucu, mereka tidak mau ditangkap jadi kita bermain
bersama anak-anak anjing.

Matahari perlahan tenggelam, tandanya waktu sudah mau malam.


Kami pun segera berkumpul kembali ke rumah opung, karena semua
saudara berkumpul di rumah opung. Kami berkumpul untuk membicarakan
pembagian harta warisan dari ketiga opung kami. Agar pembagian nya
merata jadi kami harus menyapakati pada malam ini. Ya sambil makan
malam. Pada saat berkumpul aku disuruh untuk bercerita, apa saja yang
sudah aku lakukan beberapa hari di kampung. Ya, aku mengeluarkan semua
cerita ku bersama Gibran. Aku menganggap Gibran menjadi lebih dari
sahabat hehehe.

Selesai makan malam dan berbincang-bincang, papa dan mamaku


serta keluarga yang dari kampung sebelah langsung pulang. Akupun masih
tinggal di rumah Gibran. Ya, enaklah tinggal di rumah Gibran bisa bebas
main kemana-mana. Besoknya, pakaian ku sudah kotor semua. Gibran
mengajak aku untuk mencuci baju di Sungai. Ternyata mencuci di sungai
lebih seru dari pada di kamar mandi. Walaupun aku laki-laki tapi, aku juga
tahu cara mencuci baju hehehe. Aku juga belajar dari kehidupan saudara-
saudaraku yang di kampung, bahwa di kampung kita harus hidup mandiri.
Selesai mencuci baju, kami segera menjemurnya di rumah opung. Soalnya
aku tidak ada lagi pakaian bersih, semuanya ada di kampung papa.

Kamipun sampai lupa dengan umpan pancing telah kami pasang.

“Ohh iya Gib, bagaimana umpan kita?”

“Ohh iya hampir saja kita lupa hehehe, ayo pan kita ke jembatan”

“Oke siap Gib”

Tanpa pikir panjang, aku sudah berani melompat dari jembatan. Kami
berdua pun langsung melompat dan segera menepi. Kami melihat bahwa
benang pancingan kami bergerak.

“WAHH PAN, kita dapat ikan ini besar kali”

“Ahh yang benar kamu Gib?”

Aku pun takut, karena takutnya yang nyangkut dikail adalah ular
hahaha. Setelah ditarik Gibran, benar kami mendapatkan ikan gabus
seukuran ikan lele.

“Kau tengok dulu ini pan ada 2 ikan nah”

“Wah benar kali kau Gib hahaha, ku kira tadi itu ular Gib”

“Hahaha ada-ada aja kamu pan”


Ikan gabus itu kami bawa pulang dan opung pun kaget karena kami
dapat mencari ikan sendiri. Opung langsung membersihkan ikan gabus itu
dan memasaknya untuk kami. Masakan opung memang paling enak, kami
sampai kekenyangan makan. Setelah makan aku harus memberikan makan
anak burung jalak yang pernah ku temukan, anak burung tersebut sudah
mulai numbuh bulunya. Aku sangat senang, karena untuk mendapatkan dan
menjinakkan burung tersebut sangatlah susah.

Hari menjelang sore, cuaca agak mendung menandakan akan


datangnya hujan. Ternyata benar malam-malam hujan sangat deras, untung
aku sudah memasukan pakaian ku yang jemur tadi, kalau lupa bisa-bisa aku
gk ganti baju besoknya.

Opung dan Gibran menceritakan bahwa, pernah hujan seharian dan


air sungai pernah naik hampir kerumah opung. Jalan jembatan pun sampai
tidak terlihat. Kami bercerita-cerita hingga waktunya untuk tidur. Ternyata
kami belum ngantuk. Aku membawa laptop dari rumah, aku mengajak
Gibran untuk menonton film horror berjudul “Anabelle,” ternyata dia belum
tahu tentang film-film jaman sekarang. Maklum lah diakan tinggal di
kampung, untuk pergi ke kota juga harus ke Medan untuk dapat nonton
film.

“Ayo Gib kita nonton film aja”

“Nonton apaan pan, Piala Dunia kan gk ada jadwalnya hari ini adanya
besok.”

“Ada deh kita nonton film ‘Anabelle’ nih seru.”

Aku juga mengajak adik-adiknya Gibran untuk menonton film juga,


merka pun menerima ajakkan ku

“Ayo dek nonton bareng kita”

“Nonton apa ban?”

“Ayolah lumayan seru ini filmnya”


“Oke bang ayo”

Mereka pun ikut menonton bersama kami. Pada saat menonton


mereka sudah tahu ternyata film horror. Tetapi mereka tetap ikut menonton,
karena rasa penasaran mereka yang cukup tinggi jadi rasa takut mereka jadi
hilang. Selama menonton film, aku suka mengagetkan mereka. Gibran pun
ikut-ikut tertawa walaupun ada rasa kagetnya hahaha. Kami menonton film
hingga habis dan aku mematikan laptop mereka sudah tidur duluan. Pada
saat tengah malam, ada suara wanita menangis. Aku yang tertidur pulas pun
terbangun, ternyata adiknya Gibran yang menangis, Gibran pun ikutan
terbangun. Ternyata adiknya Gibran yang sering dipanggil butet mengigau
atau bermimpi hingga membuat dia menangis. Aku dan Gibran pun
membangunkannya, butet terbangun dan bingung. Dia menceritakan kalau
dia sedang dihantui boneka anabelle, hahaha ada-ada saja.

“Kenapa kamu butet?” kata aku sambil tertawa.

“Mimpi aku tau bang hmm.”

Kami pun melanjutkan tidur kami. Keesokannya, aku harus pergi ke


kampung Bapak untuk mengetahui lahan mana saja yang dikasih opung
untuk aku. Untungnya aku ditemani Gibran. Sesampainya ditempat, ternyata
disebelah lahannya opung sedang ada pembangunan PLTA (Pembangkit
Listrik Tenaga Air). Pemerintah memilih dilahan itu karena temoatnya sangat
strategis dan airnya sangat deras. Pemerintah membeli lahan tersebut dari
masyarakat di kampung ku dengan harga yang sangat fantastis. Mungkin
aku berharap semoga lahan opung ku bisa dibeli oleh pemerintah, kan
lumayan siapa tahu opung bisa ngasih uang jajan ke aku hehehe.

Ternyata lahan opungku masih hutan, opung menanam pohon


cokelat atau kakao disini. Kami pun memetik buahnya yang sudah
menguning dan mencicipinya. Rasanya manis-manis asam, ya lumayan
enaklah. Setelah ku makan buahnya, bijinya ku buang. Opung pun
menyuruh ku untuk mengambilnya kembali. Ternyata biji dari buah tersebut
sangat laku untuk dibuat bubuk coklat.

“Gimana rasanya pan.”

“Hmm lumayan enak ini pung, iyakan Gib?”

“Iyaa lumayan.”

“Bijinya kalian buang??”

“Iyaa pung.”

“Yaampun, kumpulin lagi! Itu nya yang bisa dijual hahaha.”

“Oalah pung hahaha aku baru tau, oke pung aku ambilin lagi. Ayo Gib,
kita kumpulin bijinya”

“Oke pan”

Setelah mengumpulkan biji kakao, opung menunjukkan kolam ikan di


tengah-tengah lahan nya opung. Ternyata sudah setahun opung menebar
bibit-bibit ikan, didalamnya ada ikan mas, mujair, dan nila. Opung menyuruh
kami untuk besok kami harus memanen ikan-ikan di kolam tersebut. Setelah
itu kami semua harus balik ke rumah. Sesampainya di rumah kamis
menyiapkan segala alat untuk memanen ikan seperti cangkul, jaring ikan,
peralatan minum, dan masih banyak lagi. Sesudah itu aku dan Gibran iseng-
iseng membuat ketapel. Ketapel yang kami buat untuk besok, sekalian jalan
ke hutan kami mau menembak burung atau hewan yang ada di sana. Bukan
untuk menyakiti hewan kok tapi buat iseng-iseng saja .

Besoknya, kami pun memulai perjalanan kami menuju kolam ikan


yang kami jumpai, dengan peralatan yang sudah disiapkan kemarin.
Diperjalanan kami menemukan babi hutan, sontak kami terkejut dan
langsung menembaknya dengan ketapel. Untungnya babi hutan tersebut
pergi, kalau tidak kami akan diseruduk oleh babi hutan itu. Untung kami
membuat ketapel kemarin, huftt deg-degan juga. Kata opung sebenarnya
bisa aja ditangkap babi itu, karena alat yang kami bawa bukan untuk
menanhgkap babi jadi kami hanya mengusirnya saja.

Akhirnya sampai juga di kolam ikan, kami segera membuat tenda dari
kayu dan daun-daunan serta alat untuk memasak air. Kami juga tidak lupa
membawa bekal karena kami pasti seharian memanen ikan. Sebelum kami
panen, kami harus menguras air dari kolam. Butuh 30 menit untuk
mengurasnya, karena kolamnya sangat luas. Perlahan-lahan kami sudah
melihat beberapa ikan, ternyata ikannya sudah besar-besar sekali. Aku dan
Gibran pun sudah gak sabar untuk nyebur. Sakin tidak sabarnya kami pun
langsung melompat dan menangkap ikan-ikan tersebut. Opung pun tertawa
bahagia melihat kami bersemangat menangkap ikan.

“Ayo Gib gak pake lama”

“Ayo pan hahaha”

“Ambil yang sudah besar saja yaa” kata opung.

Sahut kami berdua, “Siap pung”

Beberapa lama kemudian ternyata banyak yang menyusul kami untuk


melihat memanen ikan. Memang sangat seru cucuk-cucuk opung dari yang
kecil sampe dewasa pun keasikan main lumpur. Mereka bukannya
menangkap ikan, malah bermain lumpur. Setelah sudah semua kami ambil
ikannya, kami beristirahat ditenda yang dibuat dengan kreatif. Dengan
hangatnya kopi asli kampung membuat tenang pikiranku, ditambah lagi
suara burung yang saling berkicau satu sama yang lain. Setelah beristirahat,
kami harus mengemas ikan-ikan tersebut kedalam plastik yang sudah
disediakan. Kami memisahkan ikan-ikan sesuai jenisnya masing-masing agar
tidak berkelahi.
Hari sudah mau sore, kita harus segera kembali kerumah. Untungnya
yang tadi menyusul mereka membawa mobil jadi kami tidak cape membawa
ikannya. Sampai juga dirumah, kami harus melepaskan ikan-ikan itu
kedalam kolam ikan yang ada di rumah opung. Setelah seharian kami
berada di kolam, aku sangat kecapean. Aku pun harus mandi , setelah mandi
aku terridur pulas.

Besoknya kami memasak beberapa ikan tersebut, kami akan


melaksanakan acara makan-makan dan ulang tahun opung. Setelah itu,
kami juga sudah menyiapkan kue ulang tahun untuk opung. Acara pun
segera dimulai, sebelum makan kami mengadakan ibadah dan berdoa.
Sesudah itu, kami makan-makan dan merayakan ulang tahun opung. Rasa
kebersamaan ini akan sulit terulang kembali bahagia terharu kami rasakan
bersama-sama. Opung pun tidak merasakan kesepian lagi. Rasanya kami
ingin selalu ada disamping opung.

Gak terasa udah 2 minggu di kampung papa, aku dan Gibran pun
ingin bermain dihari terakhir aku di kampung bapak. Setelah kami dari
kampung bapak, kami harus melanjutkan perjalanan menuju ke kampung
mama dengan waktu perjalanan 1 hari. Kami bermain seperti biasa, jalan-
jalan naik motor, berenang, dan memancing ikan. Hmm rasanya ingin terus
berada disini tapi, karena papa dan mama

Anda mungkin juga menyukai