Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN PENDAHULUAN

FRAKTUR

DISUSUN OLEH :

3 D.IV KEPERAWATAN

RIZKY OKTAVIA HARDIANTO


PO714201171047

CI LAHAN CI INSTITUSI

......................................... .......................................

POLTEKKES KEMENKES MAKASSAR


2019
A. Pengertian
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan atau tulang rawan yang
umumnya disebabkan oleh ruda paksa.
B. Etiologi
1. Trauma
a. Trauma langsung, benturan pada tulang mengakibatkan ditempat tersebut
b. Trauma tidak langsung, titik tumpu benturan dengan terjadinya fraktur berjauhan
2. Patologis adalah suatu fraktur yang secara primer terjadi karena adanya proses
pelemahan tulang akibat suatu proses penyakit atau kanker bermetastase atau
osteoporosis
3. Fraktur akibat kecelakaan atau tekanan. Tulang juga busa mengalami otot-otot yang
berada disekitar tulang tersebut tidak mampu mengabsorbsi energi atau kekuatan
yang menimpanya
4. Spontan. Terjadi tarikan otot yang sangat kuat seperti olahraga
5. Fraktur tibia dan fibula yang terjadi akibat pukulan langsung, jatuh dengan kaki
dalam posisi fleksi atau gerakan memuntir yang keras
6. Fraktur tibia dan fibula secara umum akibat dari pemutaran pergelangan kaki yang
kuat dan sering dikait dengan gangguan kesejajaran
C. Klasifikasi
1. Berdasarkan luas
a. Fraktur complete : tulang patah terbagi menjadi dua bagian atau lebih
b. Fraktur incomplete :
1) Crack, tulang terputus seluruhnya tetapi masi di tempat, baisa terjadi pada
tulang pipih
2) Greenstick, biasa terjadi pada anak-anak dan pada os. Radius, ulna, klavikula,
dan kostae
3) Buckle, korteksnya melipat ke dalam
2. Berdasarkan konfigurasi tulang
a. Transversal, garis patah tulang melintang sumbu tulang (800-1000 dari sumbu
tulang)
b. Oblik, garis patah tulang melintang sumbu tulang (<800atau>1000 dari sumbu
tulang)
c. Longitudinal, garis patah mengikuti sumbu tulang
d. Spiral, garis patah tulang berada di dua bidang atau lebih
3. Berdasarkan hubungan
a. Undisplace, fragment tulang fraktur masih terdapat pada tempat anatomisnya
b. Displace, fragmen tulang fraktur tidak pada tempat anatomisnya
4. Secara umum berdasarkan ada tidaknya hubungan antara tulang yag fraktur dengan
dunia luar, fraktur juga dapat dibagi menjadi 2, yaitu:
a. Fraktur tertutup, apabila kulit diatas tulang yang fraktur masih utuh\
b. Fraktur terbuka, apabila kulit diatasnya tertembus tulang yang fraktur dengan
dunia luar yang memungkinkan kuman dari luar dapat masuk ke dalam luka
sampai ke tulang , :
1) Derajat I
a) Luka kurang 1 cm
b) Kerusakan jaringan lunak sedikit tidak ada tanda luka remuk
c) Kraktur sederhana, tranversa;. Obliq, atau kumulatif ringan
d) Kontaminasi ringan
2) Derajat II
a) Laserassi lebih dari 1 cm
b) Kerusakan jaringan lunak, tidak luas, avulse
c) Fraktur komuniti sedang
3) Derajat III
Terjadi kerusakan jaringan lunak yang luas meliputi struktur kulit, otot,
dan neurovaskuler serrta kontaminasi derajat tinggi
D. Patofisiologi
Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya pegas untuk
menahan. Tapi apabila tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang dapat diserap
tulang, maka terjadilah trauma pada tulang yang mengakibatkan rusaknya atau
terputusnya kontinuitas tulang. Setelah terjadi fraktur, periosteum dan pembuluh darah
serta saraf dalam korteks, marrow, dan jaringan lunak yang membungkus tulang rusak.
Perdarahan terjadi karena kerusakan tersebut dan terbentuklah hematoma di rongga
medula tulang. Jaringan tulang segera berdekatan ke bagian tulang yang patah. Jaringan
yang mengalami nekrosis ini menstimulasi terjadinya respon inflamasi yang ditandai
dengan vasodilatasi, eksudasi plasma dan leukosit, dan infiltrasi sel darah putih. Kejadian
inilah yang merupakan dasar dari proses penyembuhan tulang nantinya
E. Manifestasi Klinis
1. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang diimobilisasi.
Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai alamiah yang dirancang
untuk meminimalkan gerakan antar fragmen tulang.
2. Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian tidak dapat digunakan dan cenderung bergerak
secara alamiah (gerakan luar biasa). Pergeseran fragmen pada fraktur lengan dan
tungkai menyebabkan deformitas (terlihat maupun teraba) ektremitas yang bisa
diketahui dengan membandingkannya dengan ektremitas normal. Ekstremitas tidak
dapat berfungsi dengan baik karena fungsi normal otot tergantung pada integritasnya
tulang tempat melekatnya otot.
3. Pada fraktur panjang, terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena kontraksi
otot yang melekat di atas dan bawah tempat fraktur. Fragmen sering saling melengkapi
satu sama lain sampai 2,5 sampai 5 cm (1 sampai 2 inci).
4. Saat ekstremitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang dinamakan
krepitus yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu dengan lainnya. Uji krepitus
dapat mengakibatkan kerusakan jaringan lunak yang lebih berat.
5. Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi sebagai akibat trauma dan
perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini biasa terjadi setelah beberapa jam atau
hari setelah cedera.
F. Pemeriksaan Penunjang
1. X.Ray dilakukan untuk melihat bentuk patahan atau keadaan tulang yang cedera.
2. Bone scans, Tomogram, atau MRI Scans
3. Arteriogram : dilakukan bila ada kerusakan vaskuler.
4. CCT kalau banyak kerusakan otot.
5. Pemeriksaan Darah Lengkap
G. Komplikasi
1. Kerusakan Arteri
Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan tidak adanya nadi, CRT
menurun, cyanosis bagian distal, hematoma yang lebar, dan dingin pada ekstrimitas
yang disebabkan oleh tindakan emergensi splinting, perubahan posisi pada yang
sakit, tindakan reduksi, dan pembedahan.
2. Kompartement Syndrom
Komplikasi ini terjadi saat peningkatan tekanan jaringan dalam ruang tertutup di otot,
yang sering berhubungan dengan akumulasi cairan sehingga menyebabkan hambatan
aliran darah yang berat dan berikutnya menyebabkan kerusakan pada otot.
3. Fat Embolism Syndrom
Merupakan keadaan pulmonari akut dan dapat menyebabkan kondisi fatal. Hal ini
terjadi ketika gelembung – gelembung lemak terlepas dari sumsum tulang dan
mengelilingi jaringan yang rusak. Gelombang lemak ini akan melewati sirkulasi dan
dapat menyebabkan oklusi pada pembuluh – pembuluh darah pulmonary yang
menyebabkan sukar bernafas. Gejala dari sindrom emboli lemak mencakup dyspnea,
perubahan dalam status mental (gaduh, gelisah, marah, bingung, stupor), tachycardia,
demam, ruam kulit ptechie.
4. Infeksi
System pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan. Pada trauma
orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk ke dalam. Ini biasanya
terjadi pada kasus fraktur terbuka, tapi bisa juga karena penggunaan bahan lain dalam
pembedahan seperti pin dan plat.
5. Avaskuler Nekrosis
Avaskuler Nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ke tulang rusak atau terganggu
yang bisa menyebabkan nekrosis tulang dan diawali dengan adanya Volkman’s
Ischemia. Nekrosis avaskular dapat terjadi saat suplai darah ke tulang kurang baik
6. Shock
Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya permeabilitas
kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi. Ini biasanya terjadi pada
fraktur.
7. Osteomyelitis
Adalah infeksi dari jaringan tulang yang mencakup sumsum dan korteks tulang dapat
berupa exogenous (infeksi masuk dari luar tubuh) atau hematogenous (infeksi yang
berasal dari dalam tubuh).
H. Penatalaksanaan Medis
1. Untuk menghilangkan rasa nyeri
a. Pembidaian
b. Pemasangan gips
2. Untuk menghasilkan dan mempertahankan posisi yang ideal dari fraktur
a. Traksi
b. Fiksasi
3. Agar terjadi penyatuan tulang kembali
4. Untuk mengembalikan fungsi normal semula
I. Pengkajian
1. Pengumpulan Data
a. Anamnesa
1) Identitas Klien
2) Keluhan Utama
3) Riwayat Penyakit Sekarang
Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab dari fraktur, yang
nantinya membantu dalam membuat rencana tindakan terhadap klien. Ini bisa
berupa kronologi terjadinya penyakit tersebut sehingga nantinya bisa
ditentukan kekuatan yang terjadi dan bagian tubuh mana yang terkena. Selain
itu, dengan mengetahui mekanisme terjadinya kecelakaan bisa diketahui luka
kecelakaan yang lain
4) Riwayat Penyakit Dahulu
Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab fraktur dan memberi
petunjuk berapa lama tulang tersebut akan menyambung. Penyakit-penyakit
tertentu seperti kanker tulang dan penyakit paget’s yang menyebabkan fraktur
patologis yang sering sulit untuk menyambung. Selain itu, penyakit diabetes
dengan luka di kaki sanagt beresiko terjadinya osteomyelitis akut maupun
kronik dan juga diabetes menghambat proses penyembuhan tulang
5) Riwayat Penyakit Keluarga
Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit tulang merupakan salah
satu faktor predisposisi terjadinya fraktur, seperti diabetes, osteoporosis yang
sering terjadi pada beberapa keturunan, dan kanker tulang yang cenderung
diturunkan secara genetik
2. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum: baik atau buruknya yang dicatat adalah tanda-tanda,
b. Secara sistemik dari kepala sampai kelamin
1) Sistem Integumen
Terdapat erytema, suhu sekitar daerah trauma meningkat, bengkak, oedema,
2) Kepala
Tidak ada gangguan yaitu, normo cephalik, simetris, tidak ada penonjolan,
tidak ada nyeri kepala
3) Leher
Tidak ada gangguan yaitu simetris, tidak ada penonjolan, reflek menelan ada.
4) Muka
Wajah terlihat menahan sakit, lain-lain tidak ada perubahan fungsi maupun
bentuk. Tak ada lesi, simetris, tak oedema.
5) Mata
Terdapat gangguan seperti konjungtiva anemis (jika terjadi perdarahan)
6) Telinga
Tes bisik atau weber masih dalam keadaan normal. Tidak ada lesi atau nyeri
tekan.
7) Hidung
Tidak ada deformitas, tak ada pernafasan cuping hidung.
8) Mulut dan Faring
Tak ada pembesaran tonsil, gusi tidak terjadi perdarahan, mukosa mulut tidak
9) Thoraks
Tak ada pergerakan otot intercostae, gerakan dada simetris.
10) Paru
I : Pernafasan meningkat, reguler atau tidaknya tergantung pada riwayat
penyakit klien yang berhubungan dengan paru.
P : Pergerakan sama atau simetris, fermitus raba sama.
P: Suara ketok sonor, tak ada erdup atau suara tambahan lainnya.
A : Suara nafas normal, tak ada wheezing, atau suara tambahan lainnya seperti
stridor dan ronchi.
11) Jantung
I : Tidak tampak iktus jantung.
P : Nadi meningkat, iktus tidak teraba.
A : Suara S1 dan S2 tunggal, tak ada mur-mur.
12) Abdomen
I : Bentuk datar, simetris, tidak ada hernia.
P : Tugor baik, tidak ada defands muskuler, hepar tidak teraba.
P : Suara thympani, ada pantulan gelombang cairan.
A : Peristaltik usus normal ± 20 kali/menit.
3. Pemeriksaan Diagnostik
a. Radiologi
b. Pemeriksaan laboratorium
c. Pemeriksaan lainnya (Biopsi tulang, Elektromiografi,arthroscopy,Indium imaging,
dan MRI
J. Diagnosa keperawatan
a. Nyeri akut b/d spasme otot, gerakan fragmen tulang, edema, cedera jaringan lunak,
pemasangan traksi, stress/ansietas, luka operasi.
b. Gangguan mobilitas fisik b/d kerusakan rangka neuromuskuler, nyeri, terapi restriktif
(imobilisasi)
c. Risiko infeksi b/d ketidakadekuatan pertahanan primer (kerusakan kulit, taruma
jaringan lunak, prosedur invasif/traksi tulang)
d. Gangguan integritas kulit b/d fraktur terbuka, pemasangan traksi (pen, kawat, sekrup)
e. Gangguan pola tidur b/d nyeri
K. Intervensi Keperawatan
1. Nyeri akut b/d spasme otot, gerakan fragmen tulang, edema, cedera jaringan lunak,
pemasangan traksi, stress/ansietas, luka operasi.
Tujuan Intervensi Rasional
Setelah dilakukan 1. Kaji status nyeri 1. Mengetahui KU klien
asuhan keperawatan 2. Pertahankan imobilisasi 2. Mengurangi nyeri dan
3 x 24 jam, bagian yang sakit dengan tirah malformasi
diharapkan nyeri baring, gips, bebat dan atau 3. Meningkatkan aliran balik vena,
pada pasien traksi mengurangi edema
berkurang atau 3. Tinggikan posisi ekstremitas 4. Mengontrol nyeri
hilang dengan KH: yang terkena. 5. Mengurangi nyeri
1. Tampak 4. Lakukan kompres dingin 6. Menurunkan nyeri melalui
rileks selama fase akut mekanisme penghambatan
2. Nyeri 5. Ajarkan penggunaan teknik rangsang nyeri baik secara sentral
berkurang nafas dalam maupun perifer
atau hilang 6. Kolaborasi pemberian
analgetik
2. Gangguan mobilitas fisik b/d kerusakan rangka neuromuskuler, nyeri, terapi restriktif
Tujuan Intervensi Rasional
Setelah dilakukan 1. Kaji batas aktivitas klien 1. Mengetahui batas getak klien
tindakan 2. Identifikasi adanya nyeri 2. Mengetahui adanya nyeri
keperawatan selama 3. Monitor lokasi dan 3. Mengetahui hambatan klien
3x24 jam diharapkan ketidaknyamanan selama selama melakukan aktivitas
aktivitas pada klien melakukan aktivitas 4. Mencegah terjadinya kekaukan
dapat terpenuhi 4. Ajarkan latihan rentang gerak otot/ sendi
dnegan KH pasif dan aktif 5. Meningkatkan aktivitas gerak
1. Peningkatan 5. Anjurkan keluarga untuk klien
aktivitas pada membantu klien dalam 6. Mengurangi nyeri agar tidk
klien melakukan aktivitas secara menghambat aktivitas
2. Tidak terjadi bertahan
kaku otot/sendi 6. Kolaborasi pemberian obat
3. Risiko infeksi b/d ketidakadekuatan pertahanan primer (kerusakan kulit, taruma jaringan
lunak, prosedur invasif/traksi tulang)
Tujuan Intervensi Rasional
Setelah dilakukan tindakan 1. Pantau TTV 1. Mengetahui KU klien
keperawatan selama 3x24 jam 2. Kaji tanda-tanda infeksi 2. Mengetahui adanya
diharapkan klien terhindar dari 3. Pertahankan teknik aseptik kelainan
resiko infeksi dengan KH 4. Anjurkan klien dan keluarga 3. Mencegah terjadinya
1. Tidak ada tanda-tanda untuk menjaga kebersihan infeksi
infeksi klien dan lingkungannya 4. Mencegah terjadinya
2. Jumlah leukosit dalam batas 5. Kolaborasi pemberian obat infeksi
normal 5. Mencegah terjadinya
infeksi
4. Gangguan integritas kulit b/d fraktur terbuka, pemasangan traksi (pen, kawat, sekrup)
Tujuan Intervensi Rasional
Setelah dilakukan tindakan 1. Monitor kondisi kulit 1. Mengetahui adanya
keperawatan selama 3x24 2. Jaga kebersihan lingkungan kerusakan
jam diharapkan gangguan klien dan klien 2. Menghindari terjadinya
integritas kulit pada klien 3. Anjurkan minum air infeksi
tidak terjadi secukupnya 3. Menjaga kelembapan
1. Integritas kulit baik 4. Anjurkan meningkatkan asupan kulit
2. Tidak ada tanda-tanda buah dan sayur 4. Menjaga kelembapan
kerusakan jaringan kulit kulit

5. Gangguan pola tidur b/d nyeri


Tujuan Intervensi Rasional
Setelah dilakukan tindakan 1. Pantau TTV 1. Mengetahui KU klien
keperawatan selama 3x24 2. Kaji pola tidur klien 2. Mengetahi pola tidur klien
jam diharapkan pasien 3. Kaji faktor pengganggu tidur 3. Mengetahui faktor
dapat tidur dengan pada klien pengganggu tidur pada klien
nyenyak dengan KH 4. Beri lingkungan yang nyaman 4. Meningkatkan kualitas tidur
1. KU baik 5. Ajarkan teknik relaksasi nafas 5. Mengurangi nyeri
2. Peningkatan kualitas dalam 6. Meningkatkan kualitas tidur
tidur klien 6. Anjurkan minum air hangat klien
sebelum tidur 7. Meredakan nyeri
7. Kolaborasi pemberian obat
Daftar Pustaka

Brunner & Suddarth, (2013). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8 volume 2.
Jakarta EGC.
Dougherty, L. & Lister, S. (2015). Manual of Clinical Nursing Procedures (9thed). UK : The
Royal Marsden NHS Foundation Trust.
Delaune & Ladner (2011). Fundamental of Nursing, Standard and Practices (4th ed) USA:
Delmar, Cengange Learning

Anda mungkin juga menyukai