PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Maksud
1.3 Tujuan
BAB II
PERCOBAAN
2.1 Pengenalan Alat Laboratorium
2.1.1 Dasar Teori
Alat-alat laboratorium yang kita gunakan memiliki skala yang berbeda- beda,
dan tentu saja memiliiki tingkat ketelitian yang berbeda pula. Semakin kecil
skala alat tersebut maka akan semakin besar tingkat ketelitiannya. Hal kedua
yang harus diperhatikan adalah bagaimana menggunakan dan cara agar dapat
membaca skala itu itu sendiri (Khoirul, 2009).
3. Pengaduk Gelas
Adalah alat untuk mengaduk suatu campuran atau larutan zat-zat kimia
pada waktu melakukan reaksi-reaksi kimia. Digunakan pula untuk
membantu pada proses menuangkan endapan yang ada dalam larutan pada
waktu penyaringan.
4. Corong
Terbuat dari gelas, adalah alat untuk memasukkan cairan kedalam botol,
labu ukur atau buret (tempat yang mulutnya sempit)
Gambar 4. Corong
5. Pipa bengkok
Adalah alat kimia yang terbuat dari gelas, digunakan untuk mengalirkan
gas ke dalam suatu tempat tertutup atau kedalam larutan
Gambar 5. Pipa Bengkok
6. Gelas arloji
Terbuat dari gelas, digunakan sebagai tempat menimbang zat yang
berbentuk Kristal
7. Gelas ukur
Digunakan untuk mengukur volume zat kimia dalam bentuk cair. Alat ini
mempunyai skala, dan terdiri dari bermacam – macam ukuran.
Gambar 7. Gelas ukur
9. Erlenmeyer
Merupakan alat untuk menampung zat yang akan di titrasi, bukan
merupakan alat ukur, dan juga dapat digunakan untuk memanaskan zat.
Gambar 9. Erlenmeyer
11. Pipet
a) Pipet Gondok
Pipet jenis ini mempunyai bentuk bagian tengah yang membesar (gondok)
dan ujungnya runcing. Digunakan untuk mengambil larutan dengan
volumme tertentu dan tepat. Alat ini lebi tepat dari pada gelas ukur.
Mempunyai bermacam – macam ukuran.
Gambar 11. Pipet gondok
b) Pipet Ukur
Berbeda dengan pipet gondok, pipet ini semua bagiannya sama.
Digunakan untuk mengamil larutan dengan volume tertentu dan
mempunyai ukuran bermacam – macam
12. Buret
Terbuat dari gelas. Mempunyai skala dan kran. Digunakan untuk
melakukan titrasi. Zat yang digunakan untuk menitrasi ditempatkan dalam
buret, dan dkeluarkan sedikit demi sedikit melalui kran. Volume yang
dipakai dapat dilhat pada skala pada buret.
Metode ini dimanfaatkan untuk membersihkan air dari sampah pada pengolahan
air, menjernihkan preparat kimia di laboratorium, menghilangkan pirogen
(pengotor) pada air suntik injeksi dan obat-obat injeksi, dan membersihkan sirup
dari kotoran yang ada pada gula. Penyaringan di laboratorium dapat
menggunakan kertas saring dan penyaring buchner. Penyaring buchner adalah
penyaring yang terbuat dari bahan kaca yang kuat dilengkapi dengan alat
penghisap.
Kertas saring digunakan untuk membantu proses penyaringan larutan. Ada tiga
(3) jenis kertas saring, yaitu:
1. Penyaring tak berabu adalah yang bila dibakar tidak menimbulkan atau
menghasilkan abu. Penjaring ini digunakan untuk menghaluskan endapan –
endapan dalam gravimetric yang kemudian dibakar dan dipijarkan.
2. Penjaring barit adalah kertas saring yang pori – porinya sangat kecil sekali
sehingga dapat digunakan untuk endapan – endapan sangat halus.
3. Penjaring biasa adalah penjaring yang dapat dibakar. Digunakan untuk
menyaring segala sesuatu yang perlu disaring. ( Alaerts, 1968)
Semua zat yang bersifat gas dapat berbaur dengan sesamanya dan akan
bercampur dalam segala perbandingan. Karena itu, semua campuran gas adalah
larutan yang homogen. Ciri khas molekul gas antara lain, gaya tarik menariknya
sangat kecil, susunannya sangat tidak teratur, dan letaknya saling berjauhan.
Empat sifat dasar yang menentukan tingkah laku fisis dari gas adalah banyaknya
molekul gas, volume gas, suhu, dan tekanan. (Petrucci, 1989)
Dalam hubungan nya dengan pH, gas dapat bersifat asam atau basa. Kertas
lakmus adalah indikator asam basa suatu bahan yang dapat berubah warna
apabila diberikan pada larutan asam atau basa. Kertas lakmus biasa digunakan
untuk membedakan suatu larutan bersifat asam atau basa dengan cara
memberikan perubahan warna yang berbeda pada larutan asam dan basa.
(Hervey D, 2000).
Asam adalah zat yang bila dilarutkan dalam air akan menghasilkan ion hidrogen
(H+). Sedangkan basa adalah zat yang bila dilarutkan dalam air akan
menghasilkan ion hidroksida (OH-). (Arrhenius, 1884).
Asam: zat/senyawa yang dapat mendonorkan proton (H+) bisa berupa kation
atau molekul netral. Basa: zat/senyawa yang dapat menerima proton (H+), bisa
berupa anion atau molekul netral. (Bronsted-Lowry, 1923).
Menurut Chang (2004), secara umum, asam memiliki beberapa sifat. Asam
memiliki rasa asam, misalnya cuka yang mempunyai rasa asam dari asam asetat.
Asam menyebabkan perubahan warna pada kertas lakmus, dari biru menjadi
merah. Asam bereaksi dengan logam- logam tertentu, seperti seng, magnesium,
dan besi yang akan menghasilkan gas hidrogen. Yang terakhir, asam dapat
bereaksi dengan karbonat dan bikarbonat, yang akan menghasilkan
karbondioksida (CO2).
Menurut Chang (2004), secara umum basa memiliki beberapa sifat. Basa
memiliki rasa pahit. Basa terasa licin, misalnya sabun. Basa menyebabkan
perubahan warna pada kertas lakmus dari merah menjadi biru. Larutan basa
dalam air dapat menghantarkan arus listrik.
Dalam percobaan ini, larutan NH4Cl yang direaksikan dengan NaOH agar
memperoleh senyawa berwujud gas. Campuran NH4Cl dan NaOH memiliki
warna yang bening, baik sebelum atau pun sesudah pemanasan. Sebelum
pemanasan, larutan ini tidak berbau. Kertas lakmus berwarna kuning ketika
didekatkan pada mulut tabung reaksi, serta memiliki pH 5 yang berarti asam.
Tetapi setelah pemanasan, larutan NH4Cl dan NaOH tersebut mengeluarkan bau
yang menyengat/ tengik. Dan ketika kertas lakmus di dekatkan pada mulut
tabung reaksi, warna nya berubah menjadi biru muda dengan pH 7. Gas tersebut
akan menyebabkan terbentuknya amonia dan air, dengan reaksi sebagai berikut:
Hal yang perlu diperhatikan dalam percobaan ini adalah cara membaui gas yang
benar. Caranya dengan mengipas- ngipaskan tangan kita di atas tabung reaksi,
dan hidung kita berusaha untuk membaui pada jarak yang relatif jauh. Cara ini
digunakan agar kita tidak menghirup gas tersebut secara langsung. Bau tersebut
adalah bau amonia (NH3) yang dihasilkan dari campuran NH4Cl dan NaOH
yang terurai dan membentuk amonia.
Skema klarifikasi yang berikut ternyata telah berjalan dengan baik dalam
praktek. Skema ini bukanlah skema yang kaku, karena beberapa anion termasuk
dalam lebih dari satu sub golongan, lagi pula, tak mempunyai dasar teoritis. Pada
hakekatnya, proses-proses yang dipakai dapat dibagi ke dalam (A) proses yang
melibatkan identifikasi produk-produk yang mudah menguap, yang diperoleh
pada pengolahan dengan asam-asam, dan (B) proses yang tergantung pada
reaksi-reaksi dalam larutan. Kelas (A) dibagi lagi kedalam sub-kelas (i) gas-gas
yang dilepaskan dengan asam klorida encer atau asam sulfat encer, dan (ii) gas
atau uap dilepaskan dengan asam sulfat pekat. Kelas (B) dibagi lagi kedalam
sub-kelas (i) reaksi pengendapan, dan (ii) oksidasi dan reduksi dalam larutan
(Vogel, A. I., 1979).
Kelas A, (i) Gas dilepaskan dengan asam klorida encer atau asam sulfat encer:
Karbonat, hidrogen karbonat (bikarbonat), sulfit, tiosulfat, sulfida, nitrit,
hipoklorit, sianida, dan sianat. (ii) Gas atau uap asam dilepaskan dengan asam
sulfat pekat. Ini meliputi zat-zat dari (i) plus zat yang berikut: fluorida,
heksafluorsilikat, klorida, bromida, iodida, nitrat, klorat (Bahaya), perklorat,
permanganat (Bahaya), bromat, borat, heksasianoferat (II), heksasianoferat (III),
tiosianat, format, asetat, oksalat, tartrat, dan sitrat (Vogel, A. I., 1979).
Bromida, Br-. Perak, merkurium(I), dan tembaga(I) tak larut dalam air. Timbel
bromida sangat sedikit larut dalam air dingin, tetapi mudah larut dalam air
mendidih. Semua bromida lainya larut. Untuk mempelajari reaksi-reaksi ini,
dipakai larutan kalium bromida, Kbr, 0,1M (Vogel, A. I., 1979).
Iodida, I-. Kelarutan iodida adalah serupa dengan klorida dan bromida. Perak,
merkurium(I), merkurium(II), tembaga(I), dan timbel iodida adalah garam-
garamnya yang paling sedikit larut. Reaksi-reaksi ini dapat dipelajari dengan
larutan kalium iodida, KI, 0,1M. (Vogel, A. I., 1979).
Metode untuk mendeteksi anion tidaklah sistematik seperti pada metode untuk
mendeteksi kation. Sampai saat ini belum pernah dikemukakan suatu skema
yang benar-benar memuaskan, yang memungkinkan pemisahan anion-anion
yang umum ke dalam golongan utama, dan dari masing-masing golongan
menjadi anggota golongan tersebut yang berdiri sendiri. Pemisahan anion-anion
ke dalam golongan utama tergantung pada kelarutan garam pelarutnya. Garam
kalsium, garam barium, dan garam zink ini hanya boleh dianggap berguna untuk
memberi indikasi dari keterbatasan- keterbatasan metode ini. Skema identifikasi
anion bukanlah skema yang kaku, karena satu anion termasuk dalam lebih dari
satu sub golongan (Vogel, A. I., 1979).
Uji air kapur dapat dilakukan dengan perealatan dengan tabung uji yang
c) Tambahkan filtrat dengan amonia maka akan terbentuk endapan atau larutan
Kelima golongan kation dan ciri-ciri khas golongan-golongan ini adalah sebagai
berikut (Mulyono HAM, 2005) :
Golongan I Kation golongan ini membentuk endapan dengan asam klorida
encer.Ion-ion ini adalah timbal,merkurium(I) (raksa), dan perak.
Golongan II Kation golongan tidak bereaksi dengan asam klorida, tetapi
membentuk endapan dengan hidrogen sulfida dalam suasana asam mineral
encer.Ion- ion golongan ini adalah merkurium (II), tembaga, bismut,
kadmium, arsenik,(III), aresenik (V), stibium (III), stibium (V),timah(II)dan
timah(III) (IV).Keempat ion yang pertama merupakan sub-golongan IIA
dan keenam yang terakhir, sub golongan IIB.Sementara sulfida dari kation
dalam golongan IIA tidak dapat larut dalam amonium polisulfida, sulfida
dari kation dalam golongan IIB justru yang dapat larut.
Golongan III Kation golonganini tak bereaksi dengan asam klorida encer,
ataupun dengan hidrogen sulfida dalam suasana asam mineral encer.Namun,
kation ini membentuk endapan dengan amonium sulfida dalam suasana
netral atau amoniakal.Kation-kation golongan ini adalah kobalt(II), nikel
(II),besi(II), besi(III), kromium (III), aluminium, zink dan mangan (II).
Golongan IV kation golongan ini tak bereaksi dengan regens golongan
I,II,III.Kation-kation ini membentuk endapan dengan amonium karbonat
dengan adanya amonium klorida, dalam suasana netral atau sedikit
asam.Kation-kation golongan ini adalah : kalsium, strontium, dan barium.
Kation golongan II diatas dua subgolongan yaitu subgolongan tembaga dan sub
golongan arsenik. Subgolongan tembaga terdiri dari Hydrargium (II), Plumbum
(II), Bismut (III), Cuprun (II), dan Codmium (II). Subgolongan arsenik terdiri
dari arsen (III), stibium (II), stibium (V), starnum (II), dan starnum (IV) (Svehla
G, 1985).
Reagensia golongan yang dipakai untuk klasifikasi kation golongan III menurut
vogel adalah larutan hydrogen sulfida dengan adanya ammonia dan ammonium
klorida atau laruta ammonium sulfida (Svehla G, 1985).
Klasifikasi ini didasarkan atas apakah suatu kation bereaksi dengan reagensia-
reagensia tertentu dengan membentuk endapan atau tidak. Jadi boleh kita
katakan bahwa, klasifikasi kation yang paling umum didasarkan atas perbedaan
larutan dari klorida, sulfida, dan karbonat dari kation tersebut .Reaksi golongan II
yaitu membentuk endapan. Endapan dengan berbagai warna seperti Fe2S2
(hitam), Al(OH)3 (putih), Cr(OH)3 (hijau), NiS (hitam), CoS (hitam), MnS
(merah jambu), dan ZnS (putih) (Svehla G, 1985).
Logam-logam pada golongan III ini tidak diendapkan oleh reagensia golongan
untuk kation golongan I dan II, tetapi semuanya diendapkan dengan adanya
ammonium klorida dan hydrogen sulfide dari larutan yang telah dijadikan basa
dengan larutan ammonia. Logam-logam ini diendapakan dengan silfide kecuali
alumunium dan kromium yang diendapkan sebagai hidroksida karena hidrolisis
yang sempurna dari sulfida dalam larutan air. Besi, alumunium dan krom (sering
disertai mangan) juga diendapkan sebagai hidrokdsida aleh larutan ammonia
dengan adanya ammonium klorida. Sedangkan logam-logam dari kation
golongan ini tetap berada dalam larutan dan dapat diendapkan sebagai sulfida
oleh hydrogen sulfida. Maka golongan ini biasanya dibagi menjadi golongan
besi, meliputi besi, alumunium, atau kromium sering disebut golongan III A dan
dolongan Zink meliputi nikel, kobalt, mangan dan seng atau disebut golongan
III B (Svehla G, 1985).
Kation golongan IV, meliputi barium, stronsium, dan kalsium. Reagensia yang
dipakai untuk klasifikasi kation golongan IV adalah (NH4)2CO3, yang nantinya
akan menghasilkan endapan putih (Mulyono HAM, 2005).
Kation golongan V sering disebut sebagai golongan sisa sehingga tak ada
regensia umum untuk golongan V. Kation-kation golongan V tidak bereaksi
dengan HCl, H2S, (NH4)2CO3. Reaksi-reaksi atau uji-ujinya ia dapat dipakai
untuk mengidentifikasi ion-ion ini. Adapun kation yang termasuk golongan V
adalah magnesium, kalium, natrium, dan ion ammonium (Svehla G, 1985).
ANALISIS KUANTITATIF
Berdasarkan atas hasil reaksi antara analit dengan larutan standar maka analisis
volumetrik dibagi menjadi titrasi netralisasi (asam basa) yang terdiri dari
alkalimetri dan asidimetri. Asidimetri merupakan titrasi terhadap larutan basa
bebas dan larutan garam terhidrolisis dari asam lemah. Sedangkan alkalimetri
merupakan titrasi terhadap larutan asam bebas dan larutan garam terhidrolisis
dari basa lemah. (Keenan, 1986).
Titrasi biasanya merupakan larutan elektrolit kuat seperti NaOH dan HCl yang
diperlukan untuk bereaksi sempurna oleh zat yang dianalisis yang disebut
sebagai titik ekivalen. Perbedaan titik akhir dan titik ekivalen disebut sebagai
kesalahan titik akhir. Kesalahan titk akhir adalah kesalahan acak yang berbeda
ntuk setiap sistem. Kesalahan ini bersifat aditif dan determinan dan nilainya
dapat dihitung. Dengan menggunakan metode potensiometri dan konduktometri,
kesalahan titik akhir ditekan sampai nol (Rivai, 1995).
Kemudian nilai konsentrasi larutan yang diuji dihitung berdasarkan cara yang
telah ditetapkan dalam metode titrasi. Pada metode ini mata manusia memegang
peranan penting dalam pengamatan terjadinya perubahan warna, juga dalam
pengendalian proses yang berlangsung,dan penentuan nilai konsentrasi larutan,
perhitungannya dilakukan secara manual