Anda di halaman 1dari 38

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

1.2 Maksud

1.3 Tujuan
BAB II
PERCOBAAN
2.1 Pengenalan Alat Laboratorium
2.1.1 Dasar Teori

Alat-alat laboratorium yang kita gunakan memiliki skala yang berbeda- beda,
dan tentu saja memiliiki tingkat ketelitian yang berbeda pula. Semakin kecil
skala alat tersebut maka akan semakin besar tingkat ketelitiannya. Hal kedua
yang harus diperhatikan adalah bagaimana menggunakan dan cara agar dapat
membaca skala itu itu sendiri (Khoirul, 2009).

Alat adalah suatu benda yang dipakai untuk mengerjakansesuatu, perkakas,


perabot, yang dipakai untuk mencapai maksud.( Kamus Besar Bahasa
Indonesia,2009,hal: 30). Sebelum melakukan pratikum di laboratorium, pratikan
harus mengenal dan memahami cara menggunakan semua peralatan dasar yang
sering digunakan di laboratorium kimia (Annonymous,2011). Hal hal yang perlu
diperhatikan adalah kebersihan dari alat alat yang digunakan. Kebersihan alat
dapat mengganggu hasil pratikum. Apabila alat yang digunakan tersebut tidak
bersih, maka akan terjadi hal hal yang tidak diinginkan. Contohnya jika alat –
alat tersebut masih tersisa zat – zat kimia , maka zat tersebut bisa saja bereaksi
dengan zat yang kita gunakan sesudahnya dan dapat mengakibatkan kegagalan
dalam pratikum. ( Risma,2012 ).

2.1.2 Alat dan Bahan


1. Tabung Reaksi
Tabung reaksi, adalah peralatan gelas yang umum ada di laboratorium
berbentuk tabung sebesar kira-kira jari tangan manusia dewasa, terbuat
dari kaca atau plastik, terbuka di bagian atasnya, biasanya alasnya
berbentuk huruf-U. Tabung reaksi besar khusus untuk mendidihkan cairan
disebut labu didih.

Tabung reaksi tersedia dalam berbagai ukuran panjang dan diameter,


umumnya dari diameter 10 sampai 20 mm dan panjang 50 sampai 200 mm.
Bagian atasnya seringkali dilengkapi dengan bibir yang melebar untuk
membantu menuang isinya; beberapa sumber mempertimbangkan bahwa
adanya bibir tersebut membedakan tabung reaksi dari tabung biasa.
Tabung reaksi ada yang memiliki dasar rata, bulat, atau mengerucut.
Beberapa tabung reaksi dibuat agar dapat dipasangi sumbat kaca atau
tutup berulir. Ada pula yang dilengkapi dengan kaca kasar (ground glass)
atau area berglazuur di bagian atas agar mudah diberi tanda menggunakan
pensil.

Gambar 1. Tabung reaksi

2. Penjepit tabung reaksi


Adalah alat untuk menjepit tabung reaksi saat tabung dipanaskan. Dapat
terbuat dari kayu atau besi.

Gambar 2. Penjepit tabung reaksi

3. Pengaduk Gelas
Adalah alat untuk mengaduk suatu campuran atau larutan zat-zat kimia
pada waktu melakukan reaksi-reaksi kimia. Digunakan pula untuk
membantu pada proses menuangkan endapan yang ada dalam larutan pada
waktu penyaringan.

Gambar 3. Pengaduk gelas

4. Corong
Terbuat dari gelas, adalah alat untuk memasukkan cairan kedalam botol,
labu ukur atau buret (tempat yang mulutnya sempit)

Gambar 4. Corong

5. Pipa bengkok
Adalah alat kimia yang terbuat dari gelas, digunakan untuk mengalirkan
gas ke dalam suatu tempat tertutup atau kedalam larutan
Gambar 5. Pipa Bengkok

6. Gelas arloji
Terbuat dari gelas, digunakan sebagai tempat menimbang zat yang
berbentuk Kristal

Gambar 6. Gelas arloji

7. Gelas ukur
Digunakan untuk mengukur volume zat kimia dalam bentuk cair. Alat ini
mempunyai skala, dan terdiri dari bermacam – macam ukuran.
Gambar 7. Gelas ukur

8. Gelas Piala (Beker gelas)


Merupakan alat yang digunakan sebagai tempat larutan, dan juga untuk
memanaskan larutan zat – zat kimia yang fungsinya untuk menguapkan
atau memekatkan.

Gambar 8. Gelas piala

9. Erlenmeyer
Merupakan alat untuk menampung zat yang akan di titrasi, bukan
merupakan alat ukur, dan juga dapat digunakan untuk memanaskan zat.
Gambar 9. Erlenmeyer

10. Labu ukur


Labu ukur terbuat dari gelas, mempunyai bermacam – macam ukuran.
Digunakan untuk membuat larutan standar atau larutan tertentu dengan
volume yang tepat. Alat ini juga sering digunakan untuk pengenceran
sampai volume tertentu, tetapi tidak boleh untuk mengukur larutan /
pelarut yang panas.

Gambar 10. Labu ukur

11. Pipet
a) Pipet Gondok
Pipet jenis ini mempunyai bentuk bagian tengah yang membesar (gondok)
dan ujungnya runcing. Digunakan untuk mengambil larutan dengan
volumme tertentu dan tepat. Alat ini lebi tepat dari pada gelas ukur.
Mempunyai bermacam – macam ukuran.
Gambar 11. Pipet gondok

b) Pipet Ukur
Berbeda dengan pipet gondok, pipet ini semua bagiannya sama.
Digunakan untuk mengamil larutan dengan volume tertentu dan
mempunyai ukuran bermacam – macam

Gambar 12. Pipet ukur

c) Pipet Pasteur (tetes)


Pipet janis ini adalah yang paling sering dijumpai. Pipet jenis ini
digunakan untuk mengambil larutan dalam volume yang kecil / tetes –
tetes.
Gambar 13. Pipet Pasteur

12. Buret
Terbuat dari gelas. Mempunyai skala dan kran. Digunakan untuk
melakukan titrasi. Zat yang digunakan untuk menitrasi ditempatkan dalam
buret, dan dkeluarkan sedikit demi sedikit melalui kran. Volume yang
dipakai dapat dilhat pada skala pada buret.

Gambar 14. Buret


2.1.3 Laporan Pengamatan. Alat Laboratorium
2.2 Penyaringan Endapan
2.2.1 Dasar Teori

Filtrasi atau penyaringan merupakan metode pemisahan untuk memisahkan zat


padat dari cairannya dengan menggunakan alat berpori (penyaring). Dasar
pemisahan metode ini adalah perbedaan ukuran partikel antara pelarut dan zat
terlarutnya. Penyaring akan menahan zat padat yang mempunyai ukuran partikel
lebih besar dari pori saringan dan meneruskan pelarut. Proses filtrasi yang
dilakukan adalah bahan harus dibuat dalam bentuk larutan atau berwujud cair
kemudian disaring. Hasil penyaringan disebut filtrat sedangkan sisa yang
tertinggal dipenyaring disebut residu. (ampas).

Gambar 15. Proses Penyaringan Endapan

Metode ini dimanfaatkan untuk membersihkan air dari sampah pada pengolahan
air, menjernihkan preparat kimia di laboratorium, menghilangkan pirogen
(pengotor) pada air suntik injeksi dan obat-obat injeksi, dan membersihkan sirup
dari kotoran yang ada pada gula. Penyaringan di laboratorium dapat
menggunakan kertas saring dan penyaring buchner. Penyaring buchner adalah
penyaring yang terbuat dari bahan kaca yang kuat dilengkapi dengan alat
penghisap.

Metode pemisahan merupakan suatu cara yang digunakan untuk memisahkan


atau memurnikan suatu senyawa atau skelompok senyawa yang mempunyai
susunan kimia yang berkaitan dari suatu bahan, baik dalam skala laboratorium
maupun skala industri. Metode pemisahan bertujuan untuk mendapatkan zat
murni atau beberapa zat murni dari suatu campuran, sering disebut sebagai
pemurnian dan juga untuk mengetahui keberadaan suatu zat dalam suatu sampel
(analisis laboratorium).

Kertas saring digunakan untuk membantu proses penyaringan larutan. Ada tiga
(3) jenis kertas saring, yaitu:

1. Penyaring tak berabu adalah yang bila dibakar tidak menimbulkan atau
menghasilkan abu. Penjaring ini digunakan untuk menghaluskan endapan –
endapan dalam gravimetric yang kemudian dibakar dan dipijarkan.
2. Penjaring barit adalah kertas saring yang pori – porinya sangat kecil sekali
sehingga dapat digunakan untuk endapan – endapan sangat halus.
3. Penjaring biasa adalah penjaring yang dapat dibakar. Digunakan untuk
menyaring segala sesuatu yang perlu disaring. ( Alaerts, 1968)

2.2.2 Alat dan Bahan


- Alat : Tabung reaksi, Kertas lakmus, Corong, Erlen meyer
- Bahan : Larutan Pb(CH3COO)2, Larutan H2SO4, Air Aquades

2.2.3 Cara Kerja


- Ambil 5 ml larutan Pb Asetat masukkan dalam tabung pereaksi
- Tambahkan H2SO4, amati apa yang terjadi catat (endapan dan warna)
- Ambil kertas saring yang berbentuk lingkaran dan lipat menjadi ¼ lingkaran,
kemudian lipat lagi 2-3 kali lipatan.
- Masukkan kertas saring dalam corong dan basahi sedikit dengan air
suling/aquades, agar kertas menempel pada dinding corong
- Pasang corong yang berkertas saring tersebut diatas erlen meyer untuk
menampung fitrat/air larutan pada endapan dan air cucian endapan.
- Tuangkan larutan yang akan disaring endapannya kedalam corong.
Penuangan dibantu dengan gelas pengaduk, agar larutan mengarah ke lubang
corong. Tungkan sedikit demi sedikit dan hati-hati agar tidak jatuh keluar
corong.
2.2.4 Laporan Penyaringan Endapan
2.3 Pembuatan dan Pengenalan Bau Gas NH3 dan Kertas Lakmus
2.3.1 Dasar Teori

Semua zat yang bersifat gas dapat berbaur dengan sesamanya dan akan
bercampur dalam segala perbandingan. Karena itu, semua campuran gas adalah
larutan yang homogen. Ciri khas molekul gas antara lain, gaya tarik menariknya
sangat kecil, susunannya sangat tidak teratur, dan letaknya saling berjauhan.
Empat sifat dasar yang menentukan tingkah laku fisis dari gas adalah banyaknya
molekul gas, volume gas, suhu, dan tekanan. (Petrucci, 1989)

Dalam hubungan nya dengan pH, gas dapat bersifat asam atau basa. Kertas
lakmus adalah indikator asam basa suatu bahan yang dapat berubah warna
apabila diberikan pada larutan asam atau basa. Kertas lakmus biasa digunakan
untuk membedakan suatu larutan bersifat asam atau basa dengan cara
memberikan perubahan warna yang berbeda pada larutan asam dan basa.
(Hervey D, 2000).

Asam adalah zat yang bila dilarutkan dalam air akan menghasilkan ion hidrogen
(H+). Sedangkan basa adalah zat yang bila dilarutkan dalam air akan
menghasilkan ion hidroksida (OH-). (Arrhenius, 1884).

Asam: zat/senyawa yang dapat mendonorkan proton (H+) bisa berupa kation
atau molekul netral. Basa: zat/senyawa yang dapat menerima proton (H+), bisa
berupa anion atau molekul netral. (Bronsted-Lowry, 1923).

Asam: zat/senyawa yang dapat menerima pasangan elektron bebas dari


zat/senyawa lain untuk membentuk ikatan baru. Basa: zat/senyawa yang dapat
mendonorkan pasangan elektron bebas dari zat/senyawa lain untuk membentuk
ikatan baru. (Lewis, 1923).

Menurut Chang (2004), secara umum, asam memiliki beberapa sifat. Asam
memiliki rasa asam, misalnya cuka yang mempunyai rasa asam dari asam asetat.
Asam menyebabkan perubahan warna pada kertas lakmus, dari biru menjadi
merah. Asam bereaksi dengan logam- logam tertentu, seperti seng, magnesium,
dan besi yang akan menghasilkan gas hidrogen. Yang terakhir, asam dapat
bereaksi dengan karbonat dan bikarbonat, yang akan menghasilkan
karbondioksida (CO2).

Menurut Chang (2004), secara umum basa memiliki beberapa sifat. Basa
memiliki rasa pahit. Basa terasa licin, misalnya sabun. Basa menyebabkan
perubahan warna pada kertas lakmus dari merah menjadi biru. Larutan basa
dalam air dapat menghantarkan arus listrik.

Dalam percobaan ini, larutan NH4Cl yang direaksikan dengan NaOH agar
memperoleh senyawa berwujud gas. Campuran NH4Cl dan NaOH memiliki
warna yang bening, baik sebelum atau pun sesudah pemanasan. Sebelum
pemanasan, larutan ini tidak berbau. Kertas lakmus berwarna kuning ketika
didekatkan pada mulut tabung reaksi, serta memiliki pH 5 yang berarti asam.

Tetapi setelah pemanasan, larutan NH4Cl dan NaOH tersebut mengeluarkan bau
yang menyengat/ tengik. Dan ketika kertas lakmus di dekatkan pada mulut
tabung reaksi, warna nya berubah menjadi biru muda dengan pH 7. Gas tersebut
akan menyebabkan terbentuknya amonia dan air, dengan reaksi sebagai berikut:

NH4Cl(l) + NaOH(l)  NH3(g) + NaCl(l) + H2O(l)

NH4Cl (ammonium klorida) yang ditambahkan NaOH akan menghasilkan


NaCl, NH3 (gas amonia), dan H2O (air).

Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, kita dapat mengamati berbagi


perubahan yang terjadi dari sebuah reaksi kimia, dan kita dapat mengetahui
adanya suatu gas serta mengetahui sifat asam atau basa gas tersebut
menggunakan kertas lakmus. Dapat dibuktikan, sebelum pemanasan larutan
tidak berbau, tetapi setelah pemanasan, larutan tersebuat mengeluarkan bau
menyengat/ tengik. Begitupula dengan perubahan pada kertas lakmus, yang
semula kuning berubah menjadi biru muda. pH nya pun demikian, dari 5 menjadi
7. Semua perubahan dari sebelum dan sesudah pemanasan mengindikasikan
bahwa telah terjadi reaksi kimia antara NH4Cl dan NaOH.

Hal yang perlu diperhatikan dalam percobaan ini adalah cara membaui gas yang
benar. Caranya dengan mengipas- ngipaskan tangan kita di atas tabung reaksi,
dan hidung kita berusaha untuk membaui pada jarak yang relatif jauh. Cara ini
digunakan agar kita tidak menghirup gas tersebut secara langsung. Bau tersebut
adalah bau amonia (NH3) yang dihasilkan dari campuran NH4Cl dan NaOH
yang terurai dan membentuk amonia.

2.3.2 Alat dan Bahan


- Alat : Pipet tetes, Tabung reaksi, Penjepit tabung,
- Bahan : NH4Cl, NaOH,

2.3.3 Cara Kerja


- Ambil 4-5 tetes larutan NH4Cl masukkan kedalam tabung reaksi
- Tambahkan beberapa tets larutan NaOH
- Peganglah tabung reaksi dengan penjepit, lalu dipansakan sambil di goyang-
goyang
- Arahkan mulut tabung ketempat yang kosong, dan tabung agak
dicondongkan.
- Setelah mendidih, angkat dari atas api jangan sampai larutan yang di didihkan
tumpah.
- Praktekan cara membau gas dengan cara mengipas-ngipaskan tangan diatas
mulut tabung kearah hidung kita yang berjarak relatif jauh untuk membau
yang keluar
- Reaksi yang terjadi : NH4Cl + NaOH  NaCl + NH4OH.
- Dekatkan kertas lakmus merah ke mulut tabung, lihat apa yang terjadi pada
kertas lakmus merah tersebut dan simpulkan
2.3.4 Laporan Pembuatan dan Pengenalan Bau Gas NH3 dan Kertas
Lakmus
2.4 Analisa Anion
2.4.1 Dasar Teori
Dalam kimia analisis kuantitatif dikenal suatu cara untuk menentukan ion
(kation/anion) tertentu dengan menggunakan pereaksi selektif dan spesifik.
Pereaksi selektif adalah pereaksi yang memberikan reaksi tertentu untuk satu
jenis kation/anion tertentu. Dengan menggunakan pereaksi-pereaksi ini maka
akan terlihat adanya perubahan-perubahan kimia yang terjadi, misalnya
terbentuk endapan, terjadinya perubahan warna, bau dan timbulnya gas (Vogel,
A. I., 1979).

Skema klarifikasi yang berikut ternyata telah berjalan dengan baik dalam
praktek. Skema ini bukanlah skema yang kaku, karena beberapa anion termasuk
dalam lebih dari satu sub golongan, lagi pula, tak mempunyai dasar teoritis. Pada
hakekatnya, proses-proses yang dipakai dapat dibagi ke dalam (A) proses yang
melibatkan identifikasi produk-produk yang mudah menguap, yang diperoleh
pada pengolahan dengan asam-asam, dan (B) proses yang tergantung pada
reaksi-reaksi dalam larutan. Kelas (A) dibagi lagi kedalam sub-kelas (i) gas-gas
yang dilepaskan dengan asam klorida encer atau asam sulfat encer, dan (ii) gas
atau uap dilepaskan dengan asam sulfat pekat. Kelas (B) dibagi lagi kedalam
sub-kelas (i) reaksi pengendapan, dan (ii) oksidasi dan reduksi dalam larutan
(Vogel, A. I., 1979).

Kelas A, (i) Gas dilepaskan dengan asam klorida encer atau asam sulfat encer:
Karbonat, hidrogen karbonat (bikarbonat), sulfit, tiosulfat, sulfida, nitrit,
hipoklorit, sianida, dan sianat. (ii) Gas atau uap asam dilepaskan dengan asam
sulfat pekat. Ini meliputi zat-zat dari (i) plus zat yang berikut: fluorida,
heksafluorsilikat, klorida, bromida, iodida, nitrat, klorat (Bahaya), perklorat,
permanganat (Bahaya), bromat, borat, heksasianoferat (II), heksasianoferat (III),
tiosianat, format, asetat, oksalat, tartrat, dan sitrat (Vogel, A. I., 1979).

Kelas B, (i) Reaksi pengendapan : Sulfat, peroksodisulaft, fosfat, fosfit,


hipofosfit, arsenat, arsenit, kromat, dikromat, silikat, heksafluorosilikat, salisilat,
benzoat, dan suksinat. (ii) Oksidasi dan reduksi dalam larutan: Manganat,
permanganat, kromat, dan dikromat (Vogel, A. I., 1979).

Untuk memudahkan, reaksi dari asam-asam organik tertentu, dikelompokan


bersama-sama; ini meliputi asetat, format, oksalat, tartrat, sitrat, salisilat,
benzoat, dan suksinat. Perlu ditunjukan disini, bahwa asetat, format, salisila,
benzoat dan suksinat sendiri, membentuk suatu golongan yang lain lagi;
semuanya memberi pewarnaan atau endapan yang khas setelah ditambahkan
larutan besi(III) klorida kepada suatu larutan yang praktis netral (Vogel, A. I.,
1979).

Karbonat, CO32-. Kelarutan: semua karbonat normal, dengan kekecualian


karbonat dari logam-logam alkali serta amonium, tak larut dalam air. Hidrogen
karbonat atau bikarbonat dari kalsium, strontium, barium, magnesium, dan
mungkin dari besi ada dalam larutan air; mereka terbentuk karena aksi oleh asam
karbonat yang berlebihan terhadap karbonat-karbonat normal, entah dalam
larutan air atau suspensi dan akan terurai pada pendidihan larutan.
CaCO3 + H2O + CO2 → Ca2+ + 2HCO3-
Hidrogen karbonat dari logam-logam alkali larut dalam air, tetapi kurang larut
dibanding karbonat normal padanannya. Untuk mempelajari reaksi ini dapat
dipakai larutan natrium karbonat, Na2CO3.10H2O, 0,5M (Vogel, A. I., 1979).

Hidrogen Karbonat, HCO3-. Kebanyakan reaksi hidrogen karbonat adalah


serupa dengan reaksi karbonat. Uji yang diuraikan disini cocok untuk
membedakan hidrogen karbonat dari karbonat. Larutan 0,5M natrium hidrogen
karbonat. NaHCO3, atau kalium hidrogen karbonat, KHCO3, yang baru saja
dibuat, dapat dipakai untuk mempelajari reaksi-reaksi ini (Vogel, A. I., 1979).

Klorida, Cl-. Kebanyakan klorida larut dalam air. Merkurium(I) klorida,


Hg2Cl2, perak klorida, AgCl, timbel klorida, PbCl2 (yang ini larut sangat sedikit
dalam air dingin, tetapi mudah larut dalam air mendidih), tembaga(I) klorida,
CuCl, bismut oksiklorida, BiOCl, stibium oksiklorida, SbOCl, dan
merkurium(II) oksiklorida, Hg2OCl2, tak larut dalam air. Untuk mempelajari
reaksi-reaksi ini, dipakai larutan natrium klorida, NaCl, 0,1M (Vogel, A. I.,
1979).

Bromida, Br-. Perak, merkurium(I), dan tembaga(I) tak larut dalam air. Timbel
bromida sangat sedikit larut dalam air dingin, tetapi mudah larut dalam air
mendidih. Semua bromida lainya larut. Untuk mempelajari reaksi-reaksi ini,
dipakai larutan kalium bromida, Kbr, 0,1M (Vogel, A. I., 1979).

Iodida, I-. Kelarutan iodida adalah serupa dengan klorida dan bromida. Perak,
merkurium(I), merkurium(II), tembaga(I), dan timbel iodida adalah garam-
garamnya yang paling sedikit larut. Reaksi-reaksi ini dapat dipelajari dengan
larutan kalium iodida, KI, 0,1M. (Vogel, A. I., 1979).

Metode untuk mendeteksi anion tidaklah sistematik seperti pada metode untuk
mendeteksi kation. Sampai saat ini belum pernah dikemukakan suatu skema
yang benar-benar memuaskan, yang memungkinkan pemisahan anion-anion
yang umum ke dalam golongan utama, dan dari masing-masing golongan
menjadi anggota golongan tersebut yang berdiri sendiri. Pemisahan anion-anion
ke dalam golongan utama tergantung pada kelarutan garam pelarutnya. Garam
kalsium, garam barium, dan garam zink ini hanya boleh dianggap berguna untuk
memberi indikasi dari keterbatasan- keterbatasan metode ini. Skema identifikasi
anion bukanlah skema yang kaku, karena satu anion termasuk dalam lebih dari
satu sub golongan (Vogel, A. I., 1979).

Untuk memudahkan menganalisa anion, diusahakdalam bentuk senyawa yang


mudah larut dalam air. Umumnya garam-garan dulu am natrium mudah larut
dalam garam karbonat dari logam-logam berat sukar larut dalam air, sehingga
apabila zat yang akan dianalisa berupa zat yang sukar larut atau memberi
endapan dengan Na2CO3, maka dibuat dahulu berupa ekstrak soda, kemudian
dipisahkan dari endapan yang mengganggu tersebut (Anonim : 2015).
Analisa kualitatif menggunakan dua macam uji, reaksi kering dan reaksi basah.
Reaksi kering dapat diterapkan untuk zat-zat padat dan reaksi basah untuk zat
dalam larutan. Reaksi kering ialah sejumlah uji ynag berguna dapat dilakukan
dalam keadaan kering, yakni tanpa melarutkan contoh. Petunjuk untuk operasi
semacam ialah pemanasan, uji pipa tiup, uji nyala, uji spektroskopi dan uji
manik. Reaksi basah ialah uji yang dibuat dengan zat-zat dalam larutan. Suatu
reaksi diketahui berlangsung dengan terbentuknya endapan, dengan pembebasan
gas dan dengan perubahan warna. Mayoritas reaksi analisis kualitatif dilakukan
dengan cara basah (Vogel, A. I., 1979)

2.4.2 Alat dan Bahan


- Alat : Tabung reaksi, Pipet tetes, Spirtus, Penjepit tabung, Pipa bengkok
- Bahan : HCl, H2SO4, BaCl2, Na2CO3, NaHCO3, CaCl2, BaCO3

2.4.3 Cara Kerja


Anion Karbonat (CO32-)

Timbang 5,3 gr Na2CO3 dan larutkan dalam 100 ml air


1. Tambahkan larutan Na2CO3 dengan HCl encer, maka akan terjadi penguraian

dengan berbuih, karena gas karbon dioksida (CO2) dilepaskan.

Reaksi : CO32- + 2H+  CO2- + H2O

 Gas karbon dioksida dapt diidentifikasi dengan mengeruhkan air kapur.

 Uji air kapur dapat dilakukan dengan perealatan dengan tabung uji yang

ditutup dengan gabus.

a. Masukkan zat padat Ca(OH)2 sebanyak 5gram tambahkan HCl encer,


hingga volume kira-kira 10-25 ml, lalu tutup dengan gabus.
b. Jika perlu dipanaskan dan alirkan gas kedalam tabung yang berisi air kapur
c. Air kapur akan mengeruh ini menunjukkan adanya gas karbon dioksida
(CO2).
d. Jika pengaliran gas karbon dioksida terlau lama ke dalam air kapur, makan
kekeruhan itu perlahan-lahan akan hilang akibat terbentuknya suattu
hidrogen karbonat yang larut (ion HCO3-)
Reaksinya : CaCO3 + CO2 H2O  Ca2+ + 2HCO3-

2 Tambahkan larutan Na2CO3 dengan larutan CaCl2


- Terbentuk endapan putih CaCO3
- Endapan larut dalam asam-asam mineral buktikan !!
3. Tambahkan larutan Na2CO3 dengan AgNO3 0,01 N (Jika AgNO3 ada)
- Terdapat endapan putih perak karbonat
- Endpan larut dalam asam nitrat atau dalam amonia
- Penambahan berlebih asam/basa endapan menjadi kuning/coklat.
- Cobalah jika campuran dipanaskan !!

Anion Hidrogen Karbonat (HCO3-)

Reaksi hidrogen karbonat serupa dengan reaksi karbonat.

Digunakan larutan 0,5 M NaHCO3 atau KHCO3

a) Didihkan larutan NaHCO3, maka hidrogen karbonat akan terurai.


Reaksinya : 2HCO3- CO32- + H2O + CO2 (dapat diidentifikasi dengan air

kapur seperti pada uji gas CO2 diatas)

b) Larutan NaHCO3 ditambahkan larutan CaCl2 berlebih, terbentuk endapan

putih, saring dan ambil filtratnya

c) Tambahkan filtrat dengan amonia maka akan terbentuk endapan atau larutan

menjadi keruh keputihan.

d) Hal tersebut menunjukkan adanya ion HCO3-


2.4.4 Laporan Analisa Anion
2.5 Analisa Kation
2.5.1 Dasar Teori

Kation adalah ion-ion yang bermuatan positif.Untuk tujuan analisis kualitatif


sistematik kation-kation diklasifikasikan dalam lima golongan berdasarkan sifat-
sifat kation itu terhadap beberapa reagensia.Dengan memakai apa yang disebut
regensia golongan secara sistematik,dapat kita tetapkan ada tidaknya golongan-
golongan kation ,dan dapat juga memisahkan golongan-golongan ini untuk
pemeriksaan lebih lanjut. Reagensia golongan yang dipakai untuk klasifikasi
kation yang paling umum adalah asam klorida, hidrogen sulfida, ammonium
sulfida, dan ammonium karbonat.Klasifikasi ini didasarkan atas apakah suatu
kation bereaksi dengan reagensia- reagensia ini dengan membentuk endapan
atau tidak.Jadi boleh kita katakan ,bahwa klasifikasi kation yang paling umum ,
didasarkan atas perbedaan kelarutan dari klorida,sulfida,dan karbonat dari kation
tersebut (Svehla G,1985).

Kelima golongan kation dan ciri-ciri khas golongan-golongan ini adalah sebagai
berikut (Mulyono HAM, 2005) :
 Golongan I Kation golongan ini membentuk endapan dengan asam klorida
encer.Ion-ion ini adalah timbal,merkurium(I) (raksa), dan perak.
 Golongan II Kation golongan tidak bereaksi dengan asam klorida, tetapi
membentuk endapan dengan hidrogen sulfida dalam suasana asam mineral
encer.Ion- ion golongan ini adalah merkurium (II), tembaga, bismut,
kadmium, arsenik,(III), aresenik (V), stibium (III), stibium (V),timah(II)dan
timah(III) (IV).Keempat ion yang pertama merupakan sub-golongan IIA
dan keenam yang terakhir, sub golongan IIB.Sementara sulfida dari kation
dalam golongan IIA tidak dapat larut dalam amonium polisulfida, sulfida
dari kation dalam golongan IIB justru yang dapat larut.
 Golongan III Kation golonganini tak bereaksi dengan asam klorida encer,
ataupun dengan hidrogen sulfida dalam suasana asam mineral encer.Namun,
kation ini membentuk endapan dengan amonium sulfida dalam suasana
netral atau amoniakal.Kation-kation golongan ini adalah kobalt(II), nikel
(II),besi(II), besi(III), kromium (III), aluminium, zink dan mangan (II).
 Golongan IV kation golongan ini tak bereaksi dengan regens golongan
I,II,III.Kation-kation ini membentuk endapan dengan amonium karbonat
dengan adanya amonium klorida, dalam suasana netral atau sedikit
asam.Kation-kation golongan ini adalah : kalsium, strontium, dan barium.

 Golongan V Kation-kation yang umum, yang tidak bereaksi dengan


reagensia-reagensia golongan sebelumnya, merupakan kation yang terakhir,
yang meliputi ion-ion magnesium, natrium, kalium, amonium, litium, dan
hidrogen.Untuk membedakan antara ion yang satu dengan ion yang lain
sering digunakan uji nyala. Reaksi identifikasi yang sederhana dikenal
sebagai reaksi spesifik golongan tertentu. Reaksi golongan untuk kation
golongan II adalah H2S yang hasilnya adalah endapan-endapan dalam
berbagai warna.

Kation golongan I membentuk klorida-klorida yang tak larut. Namun PbCl2


sedikit larut dalam air, karena itu timbale tidak pernah mengendap sempurna bila
ditambahkan HCl encer kepda suatu cuplikan, ion timbale yang tersisa itu di
endapkan secara kuantitatif dengan H2S dalam suasana asam bersama-sama
kation golongan IV (Mulyono HAM, 2005).

Kation golongan II diatas dua subgolongan yaitu subgolongan tembaga dan sub
golongan arsenik. Subgolongan tembaga terdiri dari Hydrargium (II), Plumbum
(II), Bismut (III), Cuprun (II), dan Codmium (II). Subgolongan arsenik terdiri
dari arsen (III), stibium (II), stibium (V), starnum (II), dan starnum (IV) (Svehla
G, 1985).

Reagensia golongan yang dipakai untuk klasifikasi kation golongan III menurut
vogel adalah larutan hydrogen sulfida dengan adanya ammonia dan ammonium
klorida atau laruta ammonium sulfida (Svehla G, 1985).

Klasifikasi ini didasarkan atas apakah suatu kation bereaksi dengan reagensia-
reagensia tertentu dengan membentuk endapan atau tidak. Jadi boleh kita
katakan bahwa, klasifikasi kation yang paling umum didasarkan atas perbedaan
larutan dari klorida, sulfida, dan karbonat dari kation tersebut .Reaksi golongan II
yaitu membentuk endapan. Endapan dengan berbagai warna seperti Fe2S2
(hitam), Al(OH)3 (putih), Cr(OH)3 (hijau), NiS (hitam), CoS (hitam), MnS
(merah jambu), dan ZnS (putih) (Svehla G, 1985).

Logam-logam pada golongan III ini tidak diendapkan oleh reagensia golongan
untuk kation golongan I dan II, tetapi semuanya diendapkan dengan adanya
ammonium klorida dan hydrogen sulfide dari larutan yang telah dijadikan basa
dengan larutan ammonia. Logam-logam ini diendapakan dengan silfide kecuali
alumunium dan kromium yang diendapkan sebagai hidroksida karena hidrolisis
yang sempurna dari sulfida dalam larutan air. Besi, alumunium dan krom (sering
disertai mangan) juga diendapkan sebagai hidrokdsida aleh larutan ammonia
dengan adanya ammonium klorida. Sedangkan logam-logam dari kation
golongan ini tetap berada dalam larutan dan dapat diendapkan sebagai sulfida
oleh hydrogen sulfida. Maka golongan ini biasanya dibagi menjadi golongan
besi, meliputi besi, alumunium, atau kromium sering disebut golongan III A dan
dolongan Zink meliputi nikel, kobalt, mangan dan seng atau disebut golongan
III B (Svehla G, 1985).
Kation golongan IV, meliputi barium, stronsium, dan kalsium. Reagensia yang
dipakai untuk klasifikasi kation golongan IV adalah (NH4)2CO3, yang nantinya
akan menghasilkan endapan putih (Mulyono HAM, 2005).

Kation golongan V sering disebut sebagai golongan sisa sehingga tak ada
regensia umum untuk golongan V. Kation-kation golongan V tidak bereaksi
dengan HCl, H2S, (NH4)2CO3. Reaksi-reaksi atau uji-ujinya ia dapat dipakai
untuk mengidentifikasi ion-ion ini. Adapun kation yang termasuk golongan V
adalah magnesium, kalium, natrium, dan ion ammonium (Svehla G, 1985).

Dalam contoh campuran ditunjukan kesulitan untuk menentukan dengan pasti


kation-kation apa saja yang terdapat dalam campuran. Disebutkan bahwa
pereaksi spesifik dapat dipakai untuk tujuan itu dengan melakukan reaksi untuk
ion perion. Cara lain untuk analisa campuran adalah dengan reaksi selektif
(Mulyono HAM, 2005)

2.5.2 Alat dan Bahan


- Alat : Tabung reaksi, Pipet tetes, Spirtus, Penjepit tabung reaksi
- Bahan : MgCl2, NH4OH, NaOH, H2O, Na2CO3, H2SO4, CaCl2

2.5.3 Cara Kerja

Kation Kalsium (Ca2+)


Kalsium adalah logam putih perak, yang agak lunak, melebur

pada suhu 845oC. Kalsium membentuk kation kalsium (II) atau

Ca2+ dalam larutan air.


a. Masukkan larutan tersebut (CaCl2) ke dalam tabung pereaksi dan
berikan pereaksi berikut ini :
Larutan H2SO4 encer, terjadi endapan putih CaSO4 (Tulis reaksinya)
Rekasi : Ca2+ + SO42-  CaSO4
b. Masukkan larutan CaCl2 tambahkan amonia, tak ada endapan
karena kalsium hidroksida larut cukup banyak (kelarutan cukup
tinggi). Jika larutan basa itu terkena udara luar, sedikit karbon
dioksida akan terserap dan terjadi kekeruhan yang ditimbulkan oleh
kalsium karbonat

Kation Magnesium (Mg2+)


Magnesium adalah logam putih, dapat ditempa dan liat, melebur pada suhu
650oC. Logam ini mudah terbakar dalam udara atau oksigen dengan
mengeluarkan cahaya putih yang cemerlang, membentuk oksida MgO dan
beberapa nitrida Mg3N2. Logam ini perlahan-lahan terurai oleh air pada suhu
biasa, tetapi pada titik didih air reaksi berlangsung dengan cepat (Mg + 2H2O 
Mg(OH)2 + H2)

Digunakan larutan MgCl2 atau MgSO4


Masukan larutan tersebut kedalam tabung pereaksi dan tambahkan pereaksi
berikut ini :
a. Larutan NaOH, maka akan terbentuk endapan putih Mg(OH)2.
Reaksinya : Mg2+ + 2OH-  Mg(OH)2
b. Larutan amonia, terbentuk pengendapan parsial magnesium hidroksi yang
putih seperti gelatin.
Reaksinya : Mg2+ + 2NH3 + 2H2O  Mg(OH)2 + 2NH4+. Endapan mudah
larut dalam garam-garam amonuim sedikit sekali larut dalam air
c. Larutkan natrium karbonat, terbentuk endapan putih, bervolume besar, yaitu
karbonat biasa.
Reaksinya : 5Mg2+ + 6CO2- + 7H2O  4MgCO3.Mg(OH)2.5H2O + 2HCO3-
. Endapan mudah larut dalam asam dan garam amonium, tak larut dalam
asam
2.5.4 Laporan Analisa Kation
2.6 Pengenceran Dengan Labu Ukur
2.6.1 Dasar Teori
Pengenceran adalah proses pngurangan konsentrasi suatu larutan dengan
penambahan pelarut, atau suatu metode yang digunakan untuk menurunkan
normalitas suatu larutan dan kepekaan zat tertentu dengan penambahan zat
pelarut hingga mencapai volume tertentu. Menurut Chang (2003), dalam
melakukan proses pengenceran, perlu diingat bahwa penambahan lebih banyak
pelarut ke dalam sejumlah larutan stok tertentu akan mengubah (mengurangi)
konsentrasi larutan tanpa mengubah jumlah mol zat terlarut dalam larutan.
Dengan kata lain, mol zat yang terlarut sebelum pengenceran akan sama dengan
mol terlarut setelah pengenceran. (Chang, 2005).
Rumus pengenceran suatu larutan adalah
V1.N1= V2.N2
V1 = Volume larutan asli
V2 = Volume larutan yang akan dibuat
N1 = Normalitas larutan asli
N2 = Normalitas larutan telah dibuat (akhir)

2.6.2 Alat dan Bahan


- Alat : Pipet gondok, Labu ukur
- Bahan : HCl 0,1, HCl 0,2, Aquades

2.6.3 Cara Kerja


- Tentukan larutan standar HCl 0,1 N yang akan dibuat. Kemudian hitung
dengan rumus V1 N1 = V2 N2 dari HCl 0,2 N yang diencerkan menjadi HCl
0,1 N. Maka diperoleh volume HCl 0,2 N
- Ambil sejumlah larutan HCl 0,2 N yang sudah dihitung volumenya dengan
menggunakan pipet gondok.
- Masukkan HCl tersebut kedalam labu ukur yang volumenya sesuai dengan
volume yang tekah ditentukan
- Encerkan dengan air aquades sampai batas skala labu ukur. Jangan lebih dan
kurang karena akan menimbulkan kesalahan
- Pada pengenceran diatas didapat hasil larutan Standat HCl 0,1 N yang
diinginkan
BAB III

ANALISIS KUANTITATIF

3.1 Analisis Kuantitatif Titrasi Volumetri


3.1.1 Dasar Teori

Berdasarkan atas hasil reaksi antara analit dengan larutan standar maka analisis
volumetrik dibagi menjadi titrasi netralisasi (asam basa) yang terdiri dari
alkalimetri dan asidimetri. Asidimetri merupakan titrasi terhadap larutan basa
bebas dan larutan garam terhidrolisis dari asam lemah. Sedangkan alkalimetri
merupakan titrasi terhadap larutan asam bebas dan larutan garam terhidrolisis
dari basa lemah. (Keenan, 1986).

Semua metoda titrimetri tergantung pada larutan standar yag mengandung


sejumlah reagen persatuan volume larutan dengan ketepatan yang tinggi. Metode
volumetri diklasifikasikan menjadi titrasi asam-basa, titrasi redoks, titrasi
pengandapan dan titrasi kompleksometri (Khopkar, 1990)

Titrasi biasanya merupakan larutan elektrolit kuat seperti NaOH dan HCl yang
diperlukan untuk bereaksi sempurna oleh zat yang dianalisis yang disebut
sebagai titik ekivalen. Perbedaan titik akhir dan titik ekivalen disebut sebagai
kesalahan titik akhir. Kesalahan titk akhir adalah kesalahan acak yang berbeda
ntuk setiap sistem. Kesalahan ini bersifat aditif dan determinan dan nilainya
dapat dihitung. Dengan menggunakan metode potensiometri dan konduktometri,
kesalahan titik akhir ditekan sampai nol (Rivai, 1995).

Teknik Volumetri dan Gravimetri menjadi alternatif metoda analisis yang


mempunyai ketertelusuran tertinggi, karena metoda tersebut mempunyai
ketertelusuran yang terdekat ke standar nasional maupun standar internasional.
Untuk dapat melakukan analisis secara volumetri dan gravimetri yang baikdan
benar diperlukan pengetahuan yang cukup, karena metoda ini dapat menjadi
metoda acuan untk metoda pengukuran lainnya.
Metode pengukuran konsentrasi larutan menggunakan metode titrasi (titrasi
asam-basa) yaitu suatu penambahan indikator warna pada larutan yang diuji,
kemudian ditetesi dengan larutan yang merupakan kebalikan asam-basanya. Jadi
apabila larutan tersebut merupakan larutan asam maka harus diberikan basa
sebagai larutan ujinya, begitu pula sebaliknya. Pemilihan metode ini dipakai
karena merupakan metode yang sederhana dan sudah banyak digunakan dalam
laboratorium maupun industri (riset dan pengembangan). Pada pengukuran
konsentrasi larutan dengan menggunakan metode titrasi asam-basa, biasanya
cara umum yang sering dilakukan adalah dengan menetesi larutan yang diuji,
yang sebelumnya telah diberi larutan indikator, dengan larutan uji. Ditetesi
hingga terjadi perubahan warna dari larutan indikator, apabila terjadi perubahan
warna yang disebut titik akhir maka penetesan larutan uji dihentikan.

Kemudian nilai konsentrasi larutan yang diuji dihitung berdasarkan cara yang
telah ditetapkan dalam metode titrasi. Pada metode ini mata manusia memegang
peranan penting dalam pengamatan terjadinya perubahan warna, juga dalam
pengendalian proses yang berlangsung,dan penentuan nilai konsentrasi larutan,
perhitungannya dilakukan secara manual

3.1.2 Alat dan Bahan Percobaan


- Alat : Buret, Pipet gondok, Erlenmeyer,
- Bahan : NaOH, HCl, Indikator PP
3.1.3 Cara Kerja
- Ambil buret cucilah bersih, setelah dilap kering masukkan larutan standar
NaOH 0,1 N
- Ambil larutan HCl 0,1 N dengan pipet gondok sebanyak 20 ml, kemudian
masukkan ke dalam erlemeyer tambahkan 3 – 4 tetes indikator
phenolphatalein (pp)
- Bukalah kran buret teteskan pelan-pelan titran ini kedalam erlemeyer, dan
goyangkan zat yang di titrasi yang ada erlemeyernya ini perlahan-lahan
- Titran dihentikan jika zat yang di titran sudah bewarna merah muda yang tak
mau hilang pada penggoyangan
- Catat berapa volume titran yang ada di buret (larutan standar) yang
dibutuhkan untuk menitrasi larutan hingga warna merah muda tidak hilang
- Hitunglah berapa normalitas larutan zat yang di titrasi. Gunakan rumus
V1 . N1 = V2 . N2
3.1.4 Laporan Analisa Kuantitatif
3.2 Penentuan Kadar Asam Cuka
3.2.1 Dasar Teori

3.2.2 Alat dan Bahan Percobaan


- Alat : Pipet, Labu takar, Erlenmeyer, Buret
- Bahan : Larutan asam cuka, Aquades, Indikator PP, NaOH
3.2.3 Cara Kerja
- Ambil larutan asam cuka sebanyak 20 ml dengan pipet dan masukkan
perlahan kedalam labu tajar 500 ml
- Masukkan air suling kedalam labu takar sampai tepat batas volume 500 ml
- Goncang larutan agar bercampur
- Ambil 40 ml larutan tersebut dengan pipet, masukkan kedalam erlen meyer
200 ml tambah 2 tetes indikator PP
- Ambil buret dan bersihkan, kemudian isi dengan larutan NaOH 0.1 N yang
sudah distandarisasi
- Titrasi larutan tersebut dengan larutan standar NaOH sampai terjadi
perubahan warna.
- Catat volume NaOH yang dibutuhkan.
- Hitung konsentrasi/kadar asam cuka
3.2.4 Laporan Analisa Penentuan Kadar Cuka

3.3 Standarisasi Larutan Natrium Hidroksida dan Asam Oksalat


3.3.1 Dasar Teori

3.3.2 Alat dan Bahan Percobaan


- Alat : Gelas arloji, Labu ukur, Buret, Pipet, Erlenmeyer
- Bahan : Asam oksalat, Aquades, NaOH, Indikator PP
3.3.3 Cara Kerja
- Timbang 0,63 gr asam oksalat (C2H2O4) dengan gelas arloji, masukkan
kedalam labu ukur 100 ml. Hitung konsentrasi asam oksalat
- Tambahkan aquades sampai batas hingga volumenya tepat.
- Ambil buret, kemudian masukkan asam oksalat tersebut sampai habis
- Ambil dengan pipet 15 ml larutan NaOH masukkan kedalam erlenmeyer,
tambahkan 10 ml air suling dan 2-3 tetes indikator PP
- Titrasi basa tersebut dengan larutan asam oksalat hingga warna merah jambu
hilang
- Catat volume asam oksalat yang dibutuhkan untuk titrasi
- Hitung konsentrasi NaOH dengan rumus : V1 N1 = V2 N2
3.3.4 Laporan Analisa Penentuan Kadar Cuka

Anda mungkin juga menyukai