Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sitogenetika adalah ilmu yang berkembang dari sitologi dan genetika.
Sitogenetika berhubungan dengan ilmu dasar seperti biologi molekuler. Pada
sitogenetika, mempelajari kromosom dan perubahan yang terjadi pada kromsom
serta senyawa kimia uang terkandung didalamnya, dimana senyawa dimanupulasi
dan direkayasa sehingga nantinya akan menurukan atau memperbaiki sifat/karakter
serta produktivitas suatu makhluk hidup dalam, mendapatkan suatu varietas unggul
dan menentukan genetika modern. Mempelajari sitogenetika mengenai peranan sel
yang mengatur hereditas dari suatu individu, terutama pada makhluk hidup yang
menentukan berbagai karakter sifat yang diturunkan pada keturunannya dan
hubungan dibidangnya.
Sitogenetika bisa digunakan untuk melihat kelainan tertentu pada individu
dengan melakukan pemeriksaan kromosom. Hal itu bisa dilakukan dengan cara
memperhatikan perilaku kromosom-kromosom yang terdapat pada sel individu.
Pemeriksaannya diperiksa dengan menggunakan mikroskop, untuk mencapai
proses pengklasifikasian sitogenetika.

1.2 Tujuan Praktikum


Untuk mengetahui proses Sitogenetika terhadap perilaku kromosom pada suatu sel
yang telah ditentukan.

1
1.3 Manfaat Tujuan
 Mengetahui proses Sitogenetika dengan indikasi-indikasi tertentu yang
telah ditentukan.
 Mengetahui cara pembacaan kromosom-kromosom individu yang telah
ditentukan.
 Mengetahui cara mengelompokkan kromosom-kromosom individu yang
telah ditentukan.
 Mengetahui kelainan yang terdapat pada proses Sitogenetika dengan proses
karyotype.
 Mengetahui cara mengklasifikasikan jenis kelainan tersebut dalam
Sitogenetika.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 SITOGENETIKA

Sitogenetika adalah pemeriksaan bahan genetik yang terdapat pada tingkat sel
berupa kromosom pada inti sel, pada saat tahap pembelahan dan pemeriksaan
kromosom dapat diperiksa pada mikroskop cahaya.

2.2 Kromosom

Kromosom adalah struktur dalam sel yang mengandung infomasi genetik.


Kromosom manusia nomal terdiri dari 22 pasang kromosom autosom dan
kromosom gonosom, baik XX maupun XY. Kromosom mempunyai bagian
yang menyempit sepasang yaitu sentromer dan membagi kromosom menjadi
dua lengan yaitu lengan p pada bagian atas dan lengan q di bagian bawah. (1)
Berdasarkan letak sentromernya kromosom dapat dibedakan menjadi
beberapa bentuk:
1. Kromosom metasentrik yaitu apabila sentromer terletak di tengah
kromosom sehingga kromosom terbagi menjadi dua lengan yang hampir
sama panjang.
2. Kromosom submetasentrik yaitu apabila sentromer terletak ke arah salah
satu ujung kromosom sehingga kromosom terbagi menjadi dua lengan yang
tak sama panjang.
3. Kromosom akrosentik yaitu letak sentromer di dekat ujung kromosom
sehingga satu lengan menjadi sangat pendek dan yang lain sangat panjang.
4. Kromosom telosentrik yaitu apabila sentromer terletak di ujung kromosom
sehingga kromosom hanya terdiri dari satu lengan saja (Suryo, 2015: 48).

3
Dalam buku Internasional System for Human Cytogenetics Nomenclature
(ISCN) kromosom manusia dikelompokkan menjadi 7 kelompok utama (ISCN,
2009):
1. Kelompok A (Kromosom 1-3) yaitu kromosom metasentrik berukuran
besar dan mudah dibedakan dengan yang lain karena ukurannya dan letak
sentromernya.
2. Kelompok B (Kromosom 4-5) yaitu kromosom submetasentrik berukuran
besar.
3. Kelompok C (Kromosom 6-12) yaitu kromosom metasentrik dan
submetasentrik berukuran sedang.
4. Kelompok D (Kromosom 13-15) yaitu kromosom akrosentrik berukuran
sedang dan memiliki satelit.
5. Kelompok E (Kromosom 16-18) yaitu kromosom metasentrik dan
submetrasentrik berukuran kecil.
6. Kelompok F (Kromosom 19-20) yaitu kromosom metasentrik berukuran
sangat kecil.
7. Kelompok G (Kromosom 21-22) yaitu kromosom akrosentrik berukuran
sangat kecil dan memiliki satelit kecuali kromosom Y.
Kromosom pertama kali ditemukan pada akhir abad ke sembilan belas.
Kromosom berasal dari kata Yunani Chrom yang artinya warna dan soma
berarti tubuh. Kata ini dicetuskan oleh ahli-ahli anatomi Jerman yaitu Willhelm
von Gottfried Waldeyer-Hartz (Gardnert, 2012: 3).
Itulah awal mulanya bahwa benda-benda halus berbentuk batang panjang
atau pendek dan lurus atau bengkok yang terdapat dalam inti sel dan dapat
diwarnai adalah pembawa sifat keturunan (Santosa, 2009: 63). Dengan
perkembangan teknik pewarnaan pada tahun 1980an dan 1990an (Gardnet,
2012: 4), kromosom terlihat seperti pita terang dan gelap yang disebut
karyotype (Green, 2011: 132). Karyotype dapat membantu mengidentifikasi
kelainan kromosom dalam hal jumlahnya atau struktur kromosom (Green,
2011: 135)

4
2.3 indikasi
Indikasi adalah hal yang harus diperhatikan pada saat pemeriksaan Sitogenetika.
Hal yang mengarahkan kepada pasien tersebut memerlukan pemeriksaan Sitogenetika
pada kromosom di sel-sel miliknya. (2)
Beberapa indikasi yang dapat di perhatikan, yaitu berupa:
1. Kecurigaan adanya kelainan genetik.
2. Individu dengan cacat bawaan.
3. Individu dengan keterbelakangan mental.
4. Orang tua dari anak yang memiliki kelainan kromosom.
5. Pasangan dengan riwayat tidak subur.
6. Pasangan dengan keguguran spontan.
7. Wanita dengan postur tubuh pendek.
8. Individu dengan jenis kelamin yang tidak jelas.
9. Individu yang ingin operasi ganti kelamin.

2.4 Jenis Pemeriksaan Sitogenetik


1. Kromatin seks
2. Sitogenetika pada penyakit
3. Sitogenetika pada Keganasan darah
4. Sitogenetika untuk diagnosis prenatal

2.5 Teknik Analisis Kromosom

1. Dari limfosit (sel berinti)


2. Kultur dalam media yang mengandung: FBS dan PHA
3. Pengecatan: GTG, C dan G banding
4. Pembacaan:

1. Hitung : 20 sel
2. Analisis : 6-8 sel
3. Mosaik hitung s/d 100 sel

5
5. Karyotyping
6. Klarifikasi Kariotyping

2.6 Klarifikasi Kariotyping (Mencari Kelainan) pada Kromosom

1. Mengikuti ISCN
Pertama kali tulis jumlah kromosom kemudian diikuti koma dan jenis
kromosom seks, diikuti koma lagi dan selanjutnya jenis kelainan struktur (bila
ada). Bila pada kelainan kromosom yang melibatkan 2 kromosom maka tulislah
jumlah kromosom dari nomor yang terkecil
Contoh:
47,XY,+21
47, XXY
46, XX,del (1)(q21)
46, XY, dup (13)(q14)
Untuk menunjukkan suatu sekuens DNA (area of interest) secara langsung (in
situ) pada preparasi kromosom.
Prinsip hibridisasi in situ:

 Sel dalam keadaan metafase/interfase yang terfiksasi pada object glass.


 Denaturasi DNA kromosom dan probe.
 Hibridisasi DNA probe berlabel biotin yang berkomplementer dengan DNA
target (kromosom).
 Visualisasi dengan fluorescein labelled avidin.

6
BAB III
METODOLOGI

3.1 Alat dan Bahan

 Alat :
1. Gunting
2. Buku gambar
3. Lem kertas
4. Alat tulis
5. Penggaris
 Bahan:
1. Gambaran kromosom
2. ISCN
3. Contoh pengelompokkan kromosom

3.2 Cara kerja


1. Mempersiapkan alat dan bahan yang akan digunakan dalam praktikum.
2. Setelah dibagikan ilustrasi kromosom berbentuk seperti pecahan sel,
kemudian menghitung kromosom sesuai dengan isi ilustrasi yang akan
diberikan.
3. Membaca kromosom yang telah diberikan dan mencocokkannya.
4. Setelah itu, melakukan penggelompokkan sesuai dengan pasangannya
dan sesuai dengan banding yang terdapat pada lengan kromatid sesuai
ISCN.
5. Setelah melakukan penggelompokkan, mengecek kembali dan
melakukan klasifikasi adanya kelainan yang terdapat pada kromosom.

7
BAB IV

PEMBAHASAN

4.1 Hasil dan Pembahasan

Pembahasan :

Praktikum yang dilakukan dalam praktikum sitogenetika mengelompokkan


kromosom. Dapat di klarifikasikan bahwa hasil pengelompokkan, pada kromosom ke-
13 memiliki kelainan berupa Patau Syndrome, yang memiliki kelainan numerik pada
kromosom tersebut. Patau Syndrome merupakan kelainan genetik yang memilik 3 buah
kromosom pada kromosom yang ke-13.
Kromosom dapat tambahan berasal dari telur atau sperma dokter berpikir
bahwa kemungkinan seorang wanita yang memiliki bayi dengan kelainan kromosom
akan meningkat apabila kehamilan terjadi di usia 35 ke atas.

8
Gejala pada Patau Syndrome sebagai berikut:

1. Kepala kecil dengan dahi yang datar.


2. Hidung lebih lebar dan bulat.
3. Letak telinga lebih rendah dan bisa saja tidak berbentuk normal.
4. Cacat mata dapat terjadi
5. Masalah struktural dan fungsi otak
6. Kelainan jantung bawaan
7. Kantung yang menempel pada perut di daerah tali pusar (omphalocele), yang
berisi beberapa organ perut.
8. Spina bifida.
9. Kelainan rahim ataupun testis.

9
BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Setelah selesai melakukan praktikum sitogenetika, kita dapat melihat kelainan


kromosom dan dibaca sesuai teknik dan prosedur dari mulai adanya kulturisasi,
pengecatan, pembacaan, hingga pengelompokkan. Hasil dari pengelompokkan tersebut
dapat di-klarifikasi apakah ada kelainan tertentu pada kromosom tersebut, atau
sebaliknya. Begitu juga dengan hasil praktikum yang dijalankan. Praktikum tersebut
dijalankan sesuai ilustrasi pada tahap setelah pengecatan pada kromosom dengan
proses G-banding, dan dilakukannya pembacaan terhadap kromosom, dan
pengelompokkan.

10
DAFTAR PUSTAKA

1. Tjahjani NP. Kelainan Genetik Klasik: Tinjauan Penciptaan Manusia dalam


Perspektif Al-Qur’an. 5:29.

2. Sultana_M._H._Faradz.pdf.

11

Anda mungkin juga menyukai