Anda di halaman 1dari 12

B.

Komponen-komponen Konsep Diri

Konsep diri terdiri dari Citra Tubuh (Body Image), Ideal Diri (Self ideal), Harga Diri (Self esteem), Peran
(Self Rool) dan Identitas(self idencity).

a. Citra Tubuh (Body Image)

Body Image (citra tubuh) adalah sikap individu terhadap dirinya baik disadari maupun tidak disadari
meliputi persepsi masa lalu atau sekarang mengenai ukuran dan dinamis karena secara konstan berubah
seiring dengan persepsi dan pengalaman-pengalaman baru.

Body image berkembang secara bertahap selama beberapa tahun dimulai sejak anak belajar
mengenal tubuh dan struktur, fungsi, kemampuan dan keterbatasan mereka. Body image (citra tubuh)
dapat berubah dalam beberapa jam, hari, minggu ataupun bulan tergantung pada stimuli eksterna
dalam tubuh dan perubahan aktual dalam penampilan, stuktur dan fungsi (Potter & Perry, 2005).

b. Ideal Diri
Ideal diri adalah persepsi individu tentang bagaimana ia seharusnya bertingkah laku berdasarkan
standar pribadi. Standar dapat berhubungan dengan tipe orang yang diinginkan/disukainya atau
sejumlah aspirasi, tujuan, nilai yang diraih. Ideal diri akan mewujudkan cita-cita ataupun penghargaan
diri berdasarkan norma-norma sosial di masyarakat tempat individu tersebut melahirkan penyesuaian
diri. Ideal diri berperan sebagai pengatur internal dan membantu individu mempertahankan
kemampuan menghadapi konflik atau kondisi yang membuat bingung. Ideal diri penting untuk
mempertahankan kesehatan dan keseimbangan mental.

Pembentukan ideal diri dimulai pada masa anak-anak dipengaruhi oleh orang yang dekat dengan
dirinya yang memberikan harapan atau tuntunan tertentu. Seiring dengan berjalannya waktu individu
menginternalisasikan harapan tersebut dan akan membentuk dari dasar ideal diri. Pada usia remaja,
ideal diri akan terbentuk melalui proses identifikasi pada orang tua, guru dan teman. Pada usia yang
lebih tua dilakukan penyesuaian yang merefleksikan berkurangnya kekuatan fisik dan perubahan peran
serta tanggung jawab.

c. Harga Diri
Harga diri adalah penilaian pribadi terhadap hasil yang dicapai dengan menganalisis seberapa
banyak kesesuaian tingkah laku dengan ideal dirinya. Harga diri diperoleh dari diri sendiri dan orang lain
yaitu : dicintai, dihormati dan dihargai. Mereka yang menilai dirinya positif cenderung bahagia, sehat,
berhasil dan dapat menyesuaikan diri, sebaliknya individu akan merasa dirinya negative, relatif tidak
sehat, cemas, tertekan, pesimis, merasa tidak dicintai atau tidak diterima di lingkungannya (Keliat BA,
2005).

Harga diri dibentuk sejak kecil dari adanya penerimaan dan perhatian. Harga diri akan meningkat
sesuai dengan meningkatnya usia. Harga diri akan sangat mengancam pada saat pubertas, karena pada
saat ini harga diri mengalami perubahan, karena banyak keputusan yang harus dibuat menyangkut
dirinya sendiri.

d. Peran
Peran adalah serangkaian pola sikap perilaku, nilai dan tujuan yang diharapkan oleh masyarakat
dihubungkan dengan fungsi individu di dalam kelompok sosial. Setiap orang disibukkan oleh beberapa
peran yang berhubungan dengan posisi pada tiap waktu sepanjang daur kehidupannya. Harga diri yang
tinggi merupakan hasil dari peran yang memenuhi kebutuhan dan cocok dengan ideal diri.

e. Identitas Diri

Identitas diri adalah kesadaran tentang diri sendiri yang dapat diperoleh individu dari observasi
dan penilaian dirinya, menyadari bahwa individu dirinya berbeda dengan orang lain. Seseorang yang
mempunyai perasaan identitas diri yang kuat akan memandang dirinya berbeda dengan orang lain, dan
tidak ada duanya. Identitas berkembang sejak masa kanak-kanak, bersamaan dengan berkembangnya
konsep diri. Dalam identitas diri ada otonomi yaitu mengerti dan percaya diri, respek terhadap diri,
mampu menguasai diri, mengatur diri dan menerima diri.

C. Macam-macam Konsep Diri

Ada dua macam konsep diri, yaitu :

Konsep diri negatif : peka pada kritik, responsif sekali pada pujian, hiperkritis, cenderung merasa tidak
disenangi orang lain, bersikap pesimitis pada kompetensi.
Konsep diri positif : yakin akan kemampuan mengatasi masalah, merasa setara dengan orang lain,
menerima pujian tanpa rasa malu, sadar akan keinginan dan perilaku tidak selalu disetujui oleh orang
lain, mampu memperbaiki diri.

Hal-hal yang perlu dipahami tentang konsep diri adalah :

Dipelajari melalui pengalaman dan interaksi individu dengan oranglain. b.Berkembang secara bertahap.

Ditandai dengan kemampuan intelektual dan penguasaan lingkungan(positif).

Negatif ditandai dengan hubungan individu dan sosial yang mal adaptif.

Merupakan aspek kritikal yang mendasar dan pembentukan perilaku individu.

Hal-hal yang penting dalam konsep diri adalah :

Nama dan panggilan anak.

Pandangan individu terhadap orang lain.

Suasana keluarga yang harmonis.

Penerimaan keluarga.

D. Dimensi - Dimensi Dalam Konsep Diri

Williams Fitts (dalam agustiani, 2006) membagi konsep diri dalam dua dimensi pokok, yaitu sebagai
berikut:

1. Dimensi Internal

Dimensi Internal atau yang disebut juga kerangka acuan (internal frame of reference) adalah penilaian
yang dilakukan individu yakni penilaian yang dilakukan individu terhadap dirinya sendiri berdasarkan
dunia di dalam dirinya.
Dimensi ini terdiri dari tiga bentuk:

a. Diri identitas (identity sett)

Bagian diri ini merupakan aspek yang paling mendasar pada konsep diri dan mengacu pada
pertanyaan, "Siapakah saya?" Dalam pertanyaan tersebut tercakup label-label dan simbol-simbol yang
diberikan pada diri (self) oleh individu-individu yang bersangkutan untuk menggambarkan dirinya dan
membangun identitasnya, misalnya "Saya x". Kemudian dengan bertambahnya usia dan interaksi
dengan lingkungannya, pengetahuan individu tentang dirinya juga bertambah, sehingga ia dapat
melengkapi keterangan tentang dirinya dengan halhal yang lebih kompleks, seperti"Saya pintar tetapi
terlalu gemuk " dan sebagainya.

b. Diri Pelaku (behavioral self)

Diri pelaku merupakan persepsi individu tentang tingkah lakunya, yang berisikan segala kesadaran
mengenai apa yang dilakukan oleh diri. Selain itu bagian ini berkaitan erat dengan diri identitas. Diri
yang adekuat akan menunjukkan adanya keserasian antara diri identitas dengan diri pelakunya,
sehingga ia dapat mengenali dan menerima, baik diri sebagai identitas maupun diri sebagai pelaku.
Kaitan dari keduanya dapat dilihat pada diri sebagai penilai.

c. Diri Penerimaan/penilai (judging self)

Diri penilai berfungsi sebagai pengamat, penentu standar, dan evaluator. Kedudukannya adalah sebagai
perantara mediator) antara diri identitas dan diri pelaku. Manusia cenderung memberikan penilaian
terhadap apa yang dipersepsikannya. Oleh karena itu, label-label yang dikenal pada dirinya bukanlah
semata-mata menggambarkan dirinya tetapi juga sarat dengan nilai-nilai. Selanjutnya, penilaian ini lebih
berperan dalam menentukan tindakan yang akan ditampilkannya. Diri penilai menentukan kepuasan
seseorang akan dirinya atau seberapa jauh seseorang menerima dirinya. Kepuasan diri yang rendah akan
menimbulkan harga diri (self esteem) yang rendah pula dan akan mengembangkan ketidakpercayaan
yang mendasar pada dirinya.

Sebaliknya, bagi individu yang memiliki kepuasan diri yang tinggi, kesadaran dirinya lebih realistis,
sehingga lebih memungkinkan individu yang bersangkutan untuk merupakan keadaan dirinya dan
memfokuskan energi serta perhatiannya ke luar diri, dan pada akhirnya dapat berfungsi lebih
konstruktif. Ketiga bagian internal ini mempunyai peranan yang berbeda-beda, namun saling
melengkapi dan berinteraksi membentuk suatu diri yang utuh dan menyeluruh.

2. Dimensi Eksternal

Pada dimensi eksternal, individu menilai dirinya melalui hubungan dan aktivitas sosialnya, nilai-nilai yang
dianutnya, serta halhal lain di luar dirinya. Dimensi ini merupakan suatu hal yang luas, misalnya diri yang
berkaitan dengan sekolah, organisasi, agama, dan sebagainya. Namun, dimensi yang dikemukakan oleh
Williams Fitts adalah dimensi eksternal yang bersifat umum bagi semua orang, dan dibedakan atas lima
bentuk, yaitu:

a. Diri Fisik (physical self)

Diri fisik menyangkut persepsi seseorang terhadap keadaan dirinya secara fisik. Dalam hal ini terlihat
persepsi seseorang mengenai kesehatan dirinya, penampilan dirinya (cantik, jelek, menarik, tidak
menarik) dan keadaan tubuhnya (tinggi, pendek, gemuk, kurus).

b. Diri etik-moral (moral-ethical self)

Bagian ini merupakan perspsi seseorang terhadap dirinya dilihat Dari standar pertimbangan nilai moral
dan etika. Maka ini menyangkut persepsi seseorang mengenai hubungan dengan Tuhan, kepuasan
seseorang akan kehidupan keagamaannya dan nilai-nilai moral yang dipegangnya, yang muliputi batasan
baik dan buruk.

c. Diri Pribadi (personal self)

Diri pribadi merupakan perasaan atau persepsi seseorang tentang keadaan pribadinya. Hal ini tidak
dipengaruhi oleh kondisi fisik atau hubungan dengan orang lain, tetapi dipengaruhi oleh sejauhmana
individu merasa puas terhadap pribadinya atau sejauh mana ia merasa dirinya sebagai pribadi yang
tepat.

d. Diri Keluarga (family self)


Diri keluarga menunjukkan perasaan dan harga diri seseorang dalam kedudukannya sebagai anggota
keluarga. Bagian ini menunjukkan seberapa jauh seseorang merasa adekuat terhadap dirinya sebagai
anggota keluarga, Serta terhadap peran maupun fungsi yang dijalankannya sebagai anggota dari suatu
keluarga.

e. Diri Sosial (social self)

Bagian ini merupakan penilaian individu terhadap interaksi dirinya dengan orang lain maupun
lingkungan di sekitarnya. Pembentukan penilaian individu terhadap bagian-bagian dirinya dalam dimensi
eksternal ini dapat dipengaruhi oleh penilaian dan interaksinya dengan orang lain. Seseorang tidak dapat
begitu saja menilai bahwa ia memiliki fisik yang baik tanpa adanya reaksi dari orang lain yang
memperlihatkan bahwa secara fisik ia memang menarik. Demikian Pula seseorang tidak dapat
mengatakan bahwa dirinya memiliki diri pribadi yang baik tanpa adanya tanggapan atau reaksi orang
lain di sekitarnya yang menunjukkan bahwa dirinya memang memiliki pribadi yang baik.

E. Perkembangan Konsep Diri

Puspitasari (2007), mengatakan bahwa konsep diri merupakan sebuah proses yang berkelanjutan,
proses menilai yang bersifat organismik, bukan lagi bersifat statis tetapi mampu untuk menyesuaikan
kembali dan berkembang sebagai pengalaman-pengalaman baru yang terintegrasikan. Konsep diri
berkembang sesuai dengan perkembangan diri jiwa seseorang, maupun dari pengalaman-pengalaman
yang seseorang temukan.
Menurut Symonds (2008), mengatakan bahwa persepsi tentang diri tidak langsung muncul pada
saat kelahiran, tetapi mulai berkembang secara bertahap dengan munculnya kemampuan perseptif.
Persepsi tentang diri yang ada pada remaja akan berkembang sesuai dengan tahapan.

Berdasarkan pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa konsep diri yang dimiliki manusia tidak
terbentuk secara instan, melainkan dengan proses belajar sepanjang hidup manusia. Ketika individu
lahir, individu tidak memiliki pengetahuan tentang dirinya, tidak memiliki harapan yang ingin dicapainya
serta tidak memiliki penilaian terhadap dirinya. Konsep diri berasal dan berkembang sejalan
pertumbuhan, terutama akibat hubungan dengan individu lain.
Dalam berinteraksi, setiap individu akan menerima tanggapan. Tanggapan yang diberikan
dijadikan cermin bagi individu untuk menilai dan memandang dirinya sendiri. Pada akhirnya individu
mulai bisa mengetahui siapa dirinya, apa yang diinginkannya serta dapat melakukan penilaian terhadap
dirinya.

F. Faktor-faktor yang Mempengaruhi dalam Konsep Diri

Rahmat (dalam Wijaya 2000) membagi faktor-faktor yang mempengaruhi konsep diri adalah:

a. Orang Lain

Tidak semua orang memiliki pengaruh yang sama pada masing-masing diri individu, tetapi yang paling
berpengaruh pada diri individu tersebut adalah orang-orang terdekat seperti orang tua, saudara dan
orang yang tinggal satu rumah dengan individu yang bersangkutan karena memiliki hubungan yang
emosional.

b. Kelompok Rujukan

Setiap kelompok memiliki norma-norma tertentu dimana ada kelompok yang secara emosional
mengikat individu dan berpengaruh terhadap pembentukan konsep diri.

Menurut Hurlock (dalam Wijaya 2000) menyatakan bahwa faktor yang mempengaruhi konsep diri
adalah:

a. Usia Kematangan

Individu yang matang lebih awal yang diperlakukan seperti orang yang hampir dewasa,
mengembangkan konsep diri yang menyenangkan. Individu yang matang terlambat yang diperlakukan
seperti anak-anak mengembangkan konsep diri yang tidak menyenangkan.

b. Penampilan Diri

Penampilan diri yang berbeda membuat individu merasa rendah diri meskipun perbedaan yang
ada menambah daya tarik fisik. Setiap cacat fisik merupakan hal yang memalukan yang mengakibatkan
perasaan rendah diri.sebaliknya daya tarik fisik menimbulkan penilaian yang menyenangkan tentang ciri
kepribadian dan menambah dukungan sosial.

c. Jenis Kelamin

justify;"> Jenis Kelamin dalam penampilan diri, minat dan prilaku membantu individu mencapai konsep
diri yang baik. Jika membuat individu sadar diri dan hal ini memberi akibat buruk pada prilakunya.

d. Nama Dan Julukan

Individu merasa malu jika teman-teman sekelompok menilai namanya buruk atau jika mereka
memberikan julukan bernada cemooh.

e. Hubungan Keluarga

Seseorang yang mempunyai hubungan yang sangat erat dengan anggota keluarga
mengidentifikasikan diri dengan orang lain dan ingin mengembangkan pola kepribadian yang sama. Bila
tokoh ini sesama jenis individu akan tergolong untuk mengembangkan konsep diri yang layak untuk
dirinya.

f. Teman Sebaya

Teman sebaya mempengaruhi pola kepribadian individu dalam 2 cara yang pertama, konsep diri
individu merupakan cerminan dari anggapan mengenai konsep teman tentang dirinya. Kedua, ia berada
dalam tekanan untuk mengembangkan ciri-ciri kepribadian yang diakui oleh kelompoknya.

g. Kreatifitas

Individu yang semasa kanak-kanak didorong agar kreatifitas dalam melakukan tugas-tugas
akademik, mengembangkan perasaan individualitas dan identitas yang mempengaruhi konsep dirinya.

h. Cita-cita

Bila cita-cita yang tidak realistis, ia akan mengalami kegagalan. Sedangkan individu yang memiliki
cita-cita yang realistis akan menimbulkan kepercayaan diri dan kepuasan diri yang lebih besar untuk
memberikan konsep diri yang baik.

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa faktor yang mempengaruhi konsep diri
adalah: keluarga dan lingkungan. Keluarga adalah orang tua yang berpengaruh besar terhadap
perkembangan konsep diri individu. Kemudian lingkungan sangat berpengaruh, terutama bagi orang
yang mempunyai arti khusus bagi diri individu, orang lain, kelompok rujukan, usia kematangan,
penampilan diri, jenis kelamin, nama dan julukan, hubungan keluarga, teman sebaya, kreatifitas, cita-
cita.

G. Peran Konsep dalam Perilaku Aktualisasi Diri


Roger (Coulhorn, 1990) mengatakan bahwa meskipun diri mempunyai tendensi inheren un
tuk mengaktualisasikan diri, namun sangat mudah dipengaruhi oleh lingkungan, khususnya oleh
lingkungan sosial. Pengalaman pada masa kanak-kanak memiliki peranan yang sangat
besar dalam menentukan keberhasilan individu tersebut untuk mengaktualisasikan
diri. Sebagai bagian dari konsep diri, individu juga akan
mengembangkan gambaran akan menjadi siapa atau mungkin ingin menjadi siapa dirinya nanti (diri
ideal). Gambaran-gambaran itu dibentuk sebagai akibat dari bertambah kompleksnya interaksi-
interaksi dengan orang lain. Dengan mengamati reaksi orang lain terhadap tingkah
lakunya, individu secara ideal akan mengembangkan suatu pola
kemungkinan adanya beberapa ketidakharmonisan antara diri yang
sebagaimana adanya dengan diri ideal dapat diperkecil. Karena
ketidaksesuaian antara gambaran diri yang sebenarnya dengan diri ideal
akan menimbulkan ketidakpuasan dalam penyesuaian diri. Hal ini
disebabkan sebagian besar penilaian tentang harga diri tergantung pada seberapa dekat seseorang
dengan ideal self-nya. Semakin dekat diri yang sebenarnya dengan diri ideal, semakin tinggi pula harga
diri
seseorang.Harga diri merupakan evaluasi seseorang terhadap diri sendiri,yang menyatakan sikap m
enerima atau menolak, bahkan lebih jauh
dikemukakan bahwa harga diri akan menunjukkan seberapa besar
seseorang percaya bahwa dirinya mampu, berarti berhasil dan beharga.
Harga diri ini akan menentukan penerimaan diri, menurut Jersild
(Hurlock, 1974) adalah individu dapat menerima emosi-emosinya,
memiliki keyakinan akan kemampuannya untuk mengatasi hidup, mau menerima tanggung jawab
dan tantangan terhadap kemampuannya, tanpa menjangkau hal-
hal yang tidak mungkin dan mempunyai penghargaan yang sehat terhadap hak-
haknya dan diri sebagai orang yang berguna meskipun tidak sempurna. Penerimaan diri ini bukan
berarti merasa puas terhadap diri sendiri, tetapi lebih cenderung kepada kemauan untuk
menghadapi kenyataan-kenyataan dan kondisi-kondisi hidup, baik yang menyenangkan ataupun
tidak, menurut kemampuannya.Dalam kaitannya dengan aktualisasi diri, Rogers (Coulhoun, 1990)
mengatakan bahwa kunci dari aktualisasi diri adalah konsep diri. Orang yang positif berarti memiliki
penerimaan diri dan harga diri yang positif.
Mereka menganggap dirinya berharga dan cenderung menerima diri sendiri sebagaimana adanya.
Sebaliknya, orang yang memiliki konsep diri
negatif, menunjukkan penerimaan diri negatif pula. Mereka memiliki
perasaan kurang berharga, yang menyebabkan perasaan benci atau penolakan terhadap diri
sendiri.Johnson dan Medinnus (dalam Hurlock, 1974) mengatakan bahwa konsep diri yang positif yang
nampak dalam bentuk penghargaan terhadap diri sendiri dan penerimaan diri

adalah merupakan dasar perkembangan kepribadiaan yang sehat. Oleh karena itu sebagaimana telah
dikemukakan di atas bahwa kepribadian yang sehat merupakan syarat dalam mencapai aktualisasi diri,
maka hanya orang yang memiliki konsep diri positif saja yang akan dapat mengaktualisasikan diri
sepenuhnya. Sedangkan orangorang yang memiliki konsep diri negatif cenderung mengembangkan
gangguan dalam penyesuaian diri. Hal ini disebabkan adanya
ketidakharmonisan (incongruence) antara konsep diri dengan kenyataan
yang mengitari mereka atau dengan kata lain mereka tidak dapat
mengembangkan kepribadian yang sehat. Oleh karena itu mereka tidak dapat mengaktualisasika
semua segi dari dirinya.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Konsep diri adalah cara seseorang untuk melihat dirinya secara utuh dengan semua ide,
pikiran, kepercayaan, dan pendirian yang diketahui individu dalam berhubungan dengan orang
lain. Sangatlah penting bagi seorang perawat untuk memahami konsep diri terlebih dahulu
harus menanamkan dalam dirinya sendiri sebelum melayani klien, sebab keadaan yang dialami
klien bisa saja mempengaruhi konsep dirinya, disinilah peran penting perawat selain memenuhi
kebutuhan dasar fisiknya yaitu membantu klien untuk memulihkan kembali konsep dirinya.

Ada beberapa komponen konsep diri yaitu identitas diri yang merupakan intenal idividual, citra
diri sebagai pandangan atau presepsi, harga diri yang menjadi suatu tujuan, ideal diri menjadi
suatu harapan, dan peran atau posisi di dalam masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA

Handry, M dan Heyes, S. 1989. Pengantar Psikologi. Jakarta: Erlangga.

Hurlock, Elizabeth B., Alih Bahasa : Med Meitasari T dan Muslichah Z., 1990. Perkembangan Anak Jilid
I. Jakarta : Erlangga.

Sunaryo. 2004. Psikologi untuk Keperawatan. EGC : Jakarta

Susilawati dkk. 2005. Konsep Dasar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: EGC.

Jelle, HL dan Ziegler, JD. 1992. Personalities Theories Third Edition. New York: McGraw Hill.

Markus H dan Nurius P. 1986. Possible Serve American Psichologist.

Rogers, C. R. 1980. A Way of Being. Boston: Hougton Mifflin.

Monks, F.J, Knoers, A. M. P, Haditono. 1998. S, Psikologi Perkembangan: Pengantar Dalam Berbagai
Bagiannya. Yogyakarta: Gajahmada University Press.

Santrock J. W. 1995. Life Span Development Jilid 1. Jakarta: Erlangga.

Anda mungkin juga menyukai