Anda di halaman 1dari 6

Nama : Fitria Astuti

NPM : 2017020091
Kelas : A2 Manajemen

Paham Kapitalisme
Sejarah

Kapitalisme adalah sistem di mana individu mempunyai hak


kepemilikkan terhadap barang, properti dan faktor-faktor produksi dan bebas
mentransaksikannya bebas pula menggunakannya untuk memproduksi barang apa
pun dalam jumlah seberapa banyak pun untuk memenuhi keinginan pribadinya atau
self-interest. Adam Smith adalah orang yang memperkenalkan konsep Kapitalisme
dalam bukunya “The Wealth of Nations” dia mengatakan bahwa, “Setiap orang — 
saya, kalian dan semuanya — selalu didorong oleh kepentingan pribadi atau self
interest dan ketika kita ingin memenuhi kepentingan pribadi tersebut tanpa sengaja
kita akan memenuhi kepentingan orang lain.”

Adam Smith memperkenalkan kapitalisme sebagai sistem ekonkmi liberal


yang menghendaki kebebasan yang seluas-luasnya bagi setiap individu untuk
melalukan tindakan ekonomi tanpa campur tangan siapapun termasuk pemerintah dan
raja. Terlebih lagi kekuasaan pemerintah dibatasi agar tidak menganggu kebebasan
individu.paham Kapitalisme yang terinspirasi oleh Austrian School of Economics.
Paham ini diajukan oleh tiga orang Austria, yakni Carl Menger, Friedrich von Wieser
dan Eugen Böhm von Bawerk.

1. Dasar pemikiran Austria adalah pemahaman bahwa manusia memiliki keinginan


dan harapan akan konsekuensi pilihan yang diambil. Rumus yang diutarakan
adalah setiap individu di dunia ini memiliki keinginan dan tujuannya masing-
masing dan setiap individu memiliki harapan-harapan. Apa yang akan didapatkan
dengan memenuhi keinginan tersebut pada akhirnya akan menghasilkan sikap
manusia yang berbeda-beda pada waktu tertentu. Paham Austria ini menyatakan
bahwa tidak ada batas pada jumlah, karena masing-masing dengan pilihannya
yang subyektif.Sebagai contoh mie instan. Ada yang menyukai mie instan rasa
ayam bawang yang merupakan mie berkuah dan ada yang menyukai mie instan
yang tidak berkuah. Ini dikarenakan subyektivitas masingmasing para konsumen.
Paham Austria juga meyakini bahwa harga sebuah barang adalah hal yang
subyektif dan saling bergantung satu dengan yang lain. Subyektif diartikan sebagai
harga sebuah barang seperti barang konsumsi seperti roti minuman, pakaian
ditentukan oleh keinginan subyektif individu dan kemampuan ekonominya Saling
bergantung diartikan sebagai harga barang-barang tertentu ditentukan oleh harga
barang lainnya. Misalkan harga sebuah roti ditentukan oleh harga tepung yang
digunakan oleh roti tersebut dan harga tepung ditentukan oleh harga gandum.
Begitu juga dengan barang yang merupakan barang modal. Seperti mesin jahit,
oven, dan sejenisnya nilainya ditentukan oleh kemampuannya memproduksi. Ini
yang menghasilkan pemahaman bahwa institusi-institusi tertentu dan interaksi
yang kompleks terbentuk dikarenakan pilihan-pilihan yang subyektif. Sistem
perekonomian, uang, etika, hukum, dan, bahkan, bahasa pun dihasilkan oleh
interaksi tersebut. Contohnya uang seratus dolar yang kita gunakan ternyata hanya
membutuhkan biaya produksi sebesar 12 sen. Tetapi nilai uang tersebut tetaplah
100 dolar.

2. Austrian School of Economics yang menyatakan bahwa ekonomi ditentukan oleh


pilihan subyektif yang berbeda-beda oleh jutaan manusia dan di mana pilihan-
pilihan tersebut akan berubah pula seiring waktunya berjalan. Ini yang
menegaskan mengapa setiap manusia harus memiliki kebeasan untuk
memproduksi barang dan jasa untuk memenuhinya. Setiap individu bebas pula
untuk menentukan harga sesuai dengan keinginan pasar. Dan bila seseorang ingin
bebas memproduksi barang dan jasa secara efisien, maka perlindungan hak-hak
kepemilikkan modal dan properti harus dijaga. Oleh karena itu, pemahaman ini
menekankan bahwa pengelolaan ekonomi oleh pemerintah tidak akan pernah
menjadi sistem ekonomi yang efektif dikarenakan pemerintah tidak akan pernah
mampu mempelajari semua keinginan subyektif manusia.

3. Keynesian yang dicetuskan oleh John Maynard Keynes dari tahun 1929 sampai
dengan 1939. Pemikiran ini tercetus berkat kekhawatiran Keynes terhadap persepsi
masyarakat yang menilai kegagalan Kapitalisme yang mengakibatkan krisis
ekonomi yang melanda Amerika Serikat. Pasar saham jatuh, penurunan daya beli
investasi yang berkurang, pengangguran yang merajalela terutama pada tahun
1933 di mana terdapat 15 juta pengangguran di Amerika Serikat petani mengalami
gagal panen dan jumlah orang yang tidak memiliki rumah melonjak. Selain itu,
dampak perang dunia 1 dan besarnya kemiskinan dan pengangguran di Eropa. Hal-
hal ini yang menyebabkan Keynes khawatir masyarakat akan terdorong untuk
memilih tipe ekonomi yang otoriter seperti Komunisme dan Fasisme untuk
mendapatkan perekonomian yang lebih baik meski harus mengorbankan
kebebasan individu.
Keynes percaya bahwa nilai-nilai Kapitalisme, yakni kebebasan, individualisme
dan efisiensi ekonomi tetap harus dipertahankan. Tetapi pasar dan perekonomian
harus diatur demi membawa kesejahteraan masyarakat. Di dalam bukunya yang
berjudul ‘The General Theory of Employment, Interest and Money’ dia
menyarakan pemerintah untuk menerapkan kebijakan fiskal dan moneter.
Pemerintah juga harus berinvestasi di sektor publik untuk meningkatkan
kesejahteraan rakyat. Keynes juga mengajukan pajak progresif peningkatan
infrastruktur dan pengontrolan suku bunga. Ini yang menyebabkan Keynes berada
di posisi unik pada spektrum politik Kaum kiri menilai Keynes sebagai Kaplitalis
dan orang kanan menilai Keynes sebagai Sosialis.

3. Kapitalisme Ekstrim

Kapitalisme Ekstrim diterapkan oleh Nazi (di) Jerman dan Fasis (di) Italia. Dalam
sistem Kapitalisme Ekstrim para elit, perwira militer dan pengusaha kaya
diberikan kebebasan yang luar biasa dengan jaminan mereka akan mendukung
pemerintah dalam berbagai hal. Negara akan menentukan jalannya perekonomian
dengan bekerja sama dengan kaum elit. Sedangkan, kaum buruh dan pekerja
ditindas habis-habisan atas dasar persatuan. Beberapa usaha yang seharusnya
menjadi kepentingan public diberikan kepada sektor swasta atau private dengan
pengawasan negara. Oleh karena itu, meski nama partai Nazi adalah partai
Nasionalis-Sosialis prinsip-prinsip yang diterapkan adalah Kapitalisme Ekstrim.

Dampak

Mau disadari atau tidak, sistem Kapitalisme telah merajalela di seluruh dunia.
Negara negara yang ingin berkembang akan mengadopsi Kapitalisme dan telah
menjadi norma untuk mereka bila mereka ingin “berkembang, salah satunya
Amerika Serikat.

a. Kondisi dunia saat ini

Kondisi dunia saat ini adalah terjadinya ketimpangan kekayaan dan kemiskinan
yang merajalela. Laporan menunjukan bahwa 1% populasi dunia memiliki 50.1% dari
seluruh kekayaan yang ada di dunia ini (Neate, 2017).Hal ini terjadi sementara sekitar
815 juta orang mengalami kelaparan di tahun 2016 (FAO, 2016). 3 sampai 5 juta
orang meninggal tiap tahun karena kurangnya perawatan vaksin (Offit, 2018).Dan
setengah dari populasi dunia hidup dengan kekurangan air. Tentu saja kita sudah
mendengar bahwa kemiskinan global sedang mengalami penurunan yang masive.
Akan tetapi, kita perlu tahu bahwa standard kemiskinan yang digunakan adalah
mereka yang memiliki penghasilan 2 USD per hari. Kenyataannya, mayoritas
populasi di dunia masih hidup dengan kategori “low income”. Mereka yang
berpenghasilan rendah justru malah meningkat secara signifikan

b. Globalisme

Salah satu trend dalam Kapitalisme adalah timbulnya badan-badan seperti


International Monetary Fund (IMF) dan World Bank. Badan-badan ini memberikan
pinjaman pada negaranegara [di mana] negara peminjam harus melakukan
penstrukturan ekonomi seperti liberalisasi perdagangan, penurunan mata uang pribadi
dan pengurangan subsidi yang diberikan pemerintah. Ini semua sesuai dengan paham
Kapitalisme untuk mengurangi regulasi pemerintah dalam aspek ekonomi. Hasil dari
kebijakan tersebut bukannya meningkatkan kesejahteraan, melainkan meningkatkan
krisis dan kemiskinan di negara-negara berkembang(Kolko, 1998).

Di Afrika negaranegara yang mengikuti program ini seperti Sierra leone, liberia,
dan Cote d’ivoire bahkan mengalami perang sipil yang berkepanjangan karena
kemiskinan yang makin meningkat dan ditambah ketidakpuasan terhadap pemerintah.
Secara praktis, kaum kapitalis juga memerlukan peran pemerintah untuk menyebar
luaskan kepentingan kaum borjuis ke negara negara lain. Menurut pemikir Marx dan
Engels; “para borjuis dalam upaya untuk mengejar tujuannya, harus memperluas
pasarnya, dia harus menetap dimana mana, dan menjalin koneksi dan lewat
eksploitasi pasar, membentuk sebuah sistem produksi yang kosmopolitan dan global”.
Seringkali, kepentingan kaum borjuis ini didukung dengan pemerintahan dan militer
dari negara kapitalis seperti amerika serikat.

Pada perang dingin, Amerika melakukan regime change atau mendukung


perubahan rezim bagi negara-negara yang menentang sistem kapitalisme. Dari tahun
1947 sampai dengan 1989, Amerika Serikat telah mencoba untuk mengganti rezim
negara lain sebanyak 72 kali (O’Rourke, 2016) Hasilnya seringkali mengecewakan.
Di negara-negara latin amerika, seperti: Cuba, Venezuela, Panama, Guatemala,
Chille, kemiskinan dan kekejaman justru meningkat ketika pemerintahan mereka
dikuasai oleh pemerintah pro-Kapitalisme dan barat.

3. Demokrasi

Demokrasi adalah di mana rakyat bisa berpartisipasi baik secara public atau
perwakilan terhadap politik dan ekonomi sebuah negara. Di dalam kapitalisme, pasar
dibiarkan untuk bekerja dengan sendirinya, dalam kondisi ini persaingan bisnis akan
menghasilkan sejumlah perusahaan raksasa dengan kekayaannya akan mempengaruhi
pengambilan keputusan publik melalui lobbying. Di akhir akhir ini, perusahaan
makin gencar dalam menggunakan uang mereka untuk mempengaruhi kebijakan
publik.

Di Amerika, perusahaan menghabiskan 26.1 miliar USD setiap tahunnya


untuk membayar perusahaan lobbying. Bila dibandingkan, setiap perusahaan
memiliki setidaknya 100 organisasi lobbying untuk mewakili kepentingan korporat.
Untuk setiap dollar yang dihabiskan oleh serikat buruh dan kepentingan publik
lainnya, perusahaan besar akan menghabiskan 34 dollar (Drutman, 2015). Bahkan,
praktik lobbying seperti mempengaruhi media, menghasilkan data data yang
menguntungkan mereka, dilakukan (Cave, 2014). Berdasarkan ini, kepentingan
perusahaan-perusahaan besar akan lebih diutamakan ketimbang entitas lain. contoh
beberapa kebijakan yang kontroversial akhir-akhir ini di Amerika .

Ketika pemerintahan melakukan kebijakan pemotongan pajak untuk


perusahaan-perusahaan besar dengan harapan bahwa mereka akan menaikkan gaji
para pekerja dan menginvestasikan pendapatan perusahaan untuk kepentingan umum.
Pada kenyataannya, kebijakan pemotongan pajak itu tidak menghasilkan
kesejahteraan bagi khalayak banyak melainkan hanya menguntungkan sejumlah
perusahaan besar. Di Australia, hanya satu dari enam perusahaan yang akan
menggunakan pendapatan lebihnya untuk memperkerjakan lebih banyak orang dan
menaikan gaji (Leig). Di Amerika serikat, gaji justru makin menurun setelah
kebijakan ini diterapkan. Sementara itu, perusahaan besar seperti big pharma justru
untung besar karena melemahnya sektor publik di bidang kesehatan (kitson, 2018).

Anda mungkin juga menyukai