Anda di halaman 1dari 14

BUDIDAYA DAN PASCA PANEN KAKAO

Budidaya Tanaman Perkebunan

Oleh
Jihad Chandra H W 20170210151

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
YOGYAKARTA
2018
I. PROSPEK PENGEMBANGAN KAKAO

Kakao merupakan salah satu komoditas perkebunan yang peranannya cukup


penting bagi perekonomian nasional, khususnya sebagai penyedia lapangan kerja, sumber
pendapatan dan devisa negara. Disamping itu kakao juga berperan dalam mendorong
pengembangan wilayah dan pengembangan agroindustri. Pada tahun 2002, perkebunan
kakao telah menyediakan lapangan kerja dan sumber pendapatan bagi sekitar 900 ribu
kepala keluarga petani yang sebagian besar berada di Kawasan Timur Indonesia (KTI)
serta memberikan sumbangan devisa terbesar ke tiga sub sektor perkebunan setelah karet
dan kelapa sawit dengan nilai sebesar US $ 701 juta.

Perkebunan kakao Indonesia mengalami perkembangan pesat sejak awal tahun


1980-an dan pada tahun 2002, areal perkebunan kakao Indonesia tercatat seluas 914.051
ha dimana sebagian besar (87,4%) dikelola oleh rakyat dan selebihnya 6,0% perkebunan
besar negara serta 6,7% perkebunan besar swasta. Jenis tanaman kakao yang diusahakan
sebagian besar adalah jenis kakao lindak dengan sentra produksi utama adalah Sulawesi
Selatan, Sulawesi Tenggara dan Sulawesi Tengah. Disamping itu juga diusahakan jenis
kakao mulia oleh perkebunan besar negara di Jawa Timur dan Jawa Tengah.

Keberhasilan perluasan areal tersebut telah memberikan hasil nyata bagi


peningkatan pangsa pasar kakao Indonesia di kancah perkakaoan dunia. Indonesia
berhasil menempatkan diri sebagai produsen kakao terbesar kedua dunia setelah Pantai
Gading (Cote d’Ivoire) pada tahun 2002, walaupun kembali tergeser ke posisi ketiga oleh
Ghana pada tahun 2003. Tergesernya posisi Indonesia tersebut salah satunya disebabkan
oleh makin mengganasnya serangan hama PBK. Di samping itu, perkakaoan Indonesia
dihadapkan pada beberapa permasalahan antara lain: mutu produk yang masih rendah dan
masih belum optimalnya pengembangan produk hilir kakao. Hal ini menjadi suatu
tantangan sekaligus peluang bagi para investor untuk mengembangkan usaha dan meraih
nilai tambah yang lebih besar dari agribisnis kakao.

Indonesia sebenarnya berpotensi untuk menjadi produsen utama kakao dunia,


apabila berbagai permasalahan utama yang dihadapi perkebunan kakao dapat diatasi dan
agribisnis kakao dikembangkan dan dikelola secara baik. Indonesia masih memiliki lahan
potensial yang cukup besar untuk pengembangan kakao yaitu lebih dari 6,2 juta ha
terutama di Irian Jaya, Kalimantan Timur, Sulawesi Tangah Maluku dan Sulawesi
Tenggara. Disamping itu kebun yang telah di bangun masih berpeluang untuk
ditingkatkan produktivitasnya karena produktivitas rata-rata saat ini kurang dari 50%
potensinya. Di sisi lain situasi perkakaoan dunia beberapa tahun terakhir sering
mengalami defisit, sehingga harga kakao dunia stabil pada tingkat yang tinggi. Kondisi
ini merupakan suatu peluang yang baik untuk segera dimanfaatkan. Upaya peningkatan
produksi kakao mempunyai arti yang stratigis karena pasar ekspor biji kakao Indonesia
masih sangat terbuka dan pasar domestik masih belum tergarap.

Dengan kondisi harga kakao dunia yang relatif stabil dan cukup tinggi maka
perluasan areal perkebunan kakao Indonesia diperkirakan akan terus berlanjut dan hal ini
perlu mendapat dukungan agar kebun yang berhasil dibangun dapat memberikan
produktivitas yang tinggi. Melalui berbagai upaya perbaikan dan perluasan maka areal
perkebunan kakao Indonesia pada tahun 2010 diperkirakan mencapai 1,1 juta ha dan
diharapkan mampu menghasilkan produksi 730 ribu ton/tahun biji kakao. Pada tahun
2025, sasaran untuk menjadi produsen utama kakao dunia bisa menjadi kenyataan karena
pada tahun tersebut total areal perkebunan kakao Indonesia diperkirakan mencapai 1,35
juta ha dan mampu menghasilkan 1,3 juta ton/tahun biji kakao.

Untuk mencapai sasaran produksi tersebut diperlukan investasi sebesar Rp 16,72


triliun dan dukungan berbagai kebijakan untuk menciptakan iklim usaha yang kondusif.
Dana investasi tersebut sebagian besar bersumber dari masyarakat karena pengembangan
kakao selama ini umumnya dilakukan secara swadaya oleh petani. Dana pemerintah
diharapkan dapat berperan dalam memberikan pelayanan yang baik dan dukungan
fasilitas yang tidak bisa ditanggulangi petani seperti biaya penyuluhan dan bimbingan,
pembangunan sarana dan prasaran jalan dan telekomunikasi, dukungan gerakan
pengendalian hama PBK secara nasional, dukungan untuk kegiatan penelitian dan
pengembangan industri hilir.

Beberapa kebijakan pemerintah yang sangat dibutuhkan dalam pengembangan


agribisnis kakao 5 sampai 20 tahun ke depan antara lain: Penghapusan PPN dan berbagai
pungutan, aktif mengatasi hambatan ekspor dan melakukan lobi untuk menghapuskan
potangan harga, mendukung upaya pengendalian hama PBK dan perbaikan mutu
produksi serta menyediakan fasilitas pendukungnya secara memadai.
II. BOTANI DAN SYARAT TUMBUH

1. Botani

Kakao merupakan tanaman yang menumbuhkan bunga dari batang atau cabang.

Karena itu tanaman ini digolongkan ke dalam kelompok tanaman caulifloris.

Adapun sistematikanya menurut klasifikasi botanis sebagai berikut :

Divisio : Spermatophyta

Kelas : Dicotyledonae

Ordo : Malvales

Famili : Sterculiaceae

Genus : Theobroma

Spesies : Theobroma cacao L.

Daerah utama penanaman kakao adalah hutan hujan tropis di Amerika Tengah,

tepatnya pada wilayah 18ᵒ Lintang Utara – 15ᵒ Lintang Selatan. Jenis tanaman

kakao ada berbagai macam tetapi yang banyak dikembangkan sebagai tanaman

perkebunan ada tiga, yaitu: criollo, forastero, dan trinitario.

a. Criollo : menghasilkan biji kakao yang bermutu tinggi dan dikenal sebagai

edel cocoa atau kakao mulia. Kulit buah berwarna merah atau

hijau, berbintil-bintil kasar dan lunak. Bijinya berbentuk bulat dan

berukuran besar, kulit bijinya (kotiledon) berwarna putih waktu masih basah,
biasanya digunakan sebagai bahan pembuatan cokelat bermutu
tinggi.

b. Forastero : menghasilkan kakao yang bermutu sedang, dikenal dengan bulk

cocoa atau ordinary cocoa. Kulit buah berwarna hijau dan tebal. Bijinya tipis atau
gepeng dan kulit bijinya (kotiledon) berwarna

ungu waktu masih basah.

c. Trinitario : merupakan campuran atau hibrida dari jenis criollo dan forastero

sehingga kakao jenis ini sangat heterogen baik warna kulit, bentuk biji, maupun
mutunya (Siregar, 2000).

2. Syarat Tumbuh Kakao

a. Curah Hujan

Hal terpenting dari curah hujan yang berhubungan dengan penanaman dan

produksi kakao adalah distribusinya sepanjang tahun. Hal tersebut berkaitan

dengan masa pembentukan tunas muda (flushing) dan produksi. Areal penanaman

kakao yang ideal adalah daerah yang bercurah hujan 1.000-3.000 mm per tahun.

Di samping kondisi fisik dan kimia tanah, curah hujan yang melebihi 4.500 mm

per tahun tampaknya berkaitan erat dengan serangan penyakit busuk buah

(Abdoelrachman, 1979).

b. Suhu

Suhu ideal bagi pertumbuhan kakao adalah 30ᵒ-32ᵒ(maksimum) dan 18ᵒ-21ᵒC

(minimum). Berdasarkan keadaan iklim di Indonesia dengan suhu 25ᵒ-26ᵒC


(Abdoelrachman, 1979).
c. Tanah

Tanaman kakao dapat tumbuh dengan baik pada tanah yang memiliki kemasaman
tanah (pH) 6-7,5. pH tanah yang juga disebutkan ideal bagi kakao adalah 5,6-7,2. Di
samping faktor kemasaman, sifat kimia tanah yang juga turut berperan adalah kadar
zat organik. Zat organik pada lapisan tanah di areal penanaman setebal 0-15 cm
memberikan pertumbuhan kakao yang baik. Tekstur tanah yang baik untuk tanaman
kakao adalah lempung liat berpasir dengan komposisi 30-40% fraksi liat, 50% pasir,
dan 10-20% debu (Abdoelrachman, 1979).

Menurut Dinas Perkebunan Kuantan Singingi (2012), tanaman kakao


memerlukan kedalaman efektif > 60 cm dengan struktur tanah remah, tata udara dan
air baik serta kemiringan tanah < 45%.

d. Kriteria Standar Bibit Kakao

Kriteria bibit kakao siap tanam dilakukan dengan cara mengukur pertumbuhannya
pada umur 4-5 bulan. Parameter yang digunakan sebagai penilaiannya yaitu inggi,
jumlah daun, dan diameter batang bibit. Tinggi batang diukur dari permukaan leher
akar/tanah dan diameter batang diukur 5 cm dari permukaan leher akar/tanah.
III. TEKNOLOGI BUDIDAYA KAKAO

A. Penyiapan Lahan

Tahap awal dalam budidaya kakao adalah mempersiapkan lahan yang akan
ditanami kakao. Persiapan lahan atau arela dimulai dari tahap survai/pengukuran
sampai tahap pengendalian ilalang. Pada tahap ini, pelaksanaan pekerjaan meliputi
pemetaan topografi, penyebaran jenis tanah, serta penetapan batas areal yang akan
ditanami. Hasi survai akan sangat penting artinya untuk tahapan pekerjaan lain ,
bahkan dalam hal penanaman dan pemeliharaan kakao. Tahap selanjutnya
dari persiapan lahan adalah tebas/babat.Pelaksanaan pekerjaan pada tahap ini adalah
dengan membersihkan semak belukar dan kayu-kayu kecil sedapat mungkin ditebas
rata dengan permukaan tanah, setelah itu dilanjutkan dengan tahap tebang. Tahap
berikut ini dilaksanakan selama 3-4 bulan, dan merupakan tahap yang paling lama
dari semua tahap persiapan lahan. Bila semua pohon telah tumbang lalu biarkan
selama 1-1,5 bulan agar daun kayu mengering.
Areal yang telah bebas dari semak belukar, kayu-kayu kecil, dan pohon besar, apalagi
bila baru dibakar, biasanya cepat sekali menumbuhkan ilalang. Seperti diketahui,
ilalang merupakan gulma utama dari areal pertanian. Karena itu, pengendaliannya
harus dilaksanakan sesegera mungkin, sehingga sedapat mungkin areal telah bebas
dari ilalang saat penanaman pohon pelindung.

B. Penyiapan Bahan Tanam, Penanaman dan Sistem Pertanaman

Tinggi rendahnya hasil tanaman Kakao disamping sangat dipengaruhi oleh faktor
iklim dan tanah juga sangat dipengaruhi oleh bahan tanam (bibit) yang digunakan. Bibit
itu sendiri mempunyai potensi berproduksi (potensi genetis) sedangkan iklim dan
kesuburan tanah sebagai faktor lingkungan akan memberikan kesempatan bagi bibit
untuk mencapai potensinya. Bibit yang akan ditanam dapat berupa : (1) bibit kakao asal
benih atau tanaman semai, yaitu bibit yang dihasilkan dari penyemaian benih unggul
yang sudah teruji potensinya seperti misalnya benih Hibrida F1, (2) bibit kakao klonal
yang diperoleh melalui okulasi, sambung pucuk, stek, dan cangkokan. Perbanyakan
bibit melalui stek dan cangkokan sangat jarang dilakukan sedangkan yang umum
dilakukan untuk mendapatkan bahan tanam yang mudah dan cepat adalah dengan
sambung pucuk. Bibit Kakao asal benih maupun bibit Kakao klonal dari sambung pucuk
maupun okulasi sudah siap ditanam di kebun setelah berumur 6 – 7 bulan.

C. Pemeliharaan

Proses pemeliharaan diperlukan untuk menjaga kualitas pertumbuhan pada tanaman


kakao, pemeliharaan meliputi penyulaan, pemangkasan, pengairan, pemupukan dan
pengendalian OPT.

1. Penyulaman

Peyulaman dilakukan jika ada tanaman kakao yang tidak dapat atau tidak
tumbuh dengan baik untuk diganti dengan bibit baru, lakukan pengecekan secara
rutin pada tanaman kakao yang tumbuh tidak baik, segera lakukan penyulaman.

2. Pemangkasan

Pemangkasan dilakukan untuk meningkatkan produksi pada tanaman


kakao, ada tiga jenis pemangkasan pada tanaman kakao yaitu pemangkasan
bentuk, produksi dan pemangkasan pemeliharaan. Adapun fungsi pemangkasan
yaitu agar pertumbuhan tajuk kokoh dan seimbang, mengurangi kelambaban dan
memudahkan pemanenan dan produksi.

3. Pengairan

Pengairan yang dilakukapada tanaman kakao yaitu penyiraman jika perlu,


penyiraman dilakukan apabila tanaman kekurangan air. Penyiraman juga
berguna untuk meningkatkan produktivitas serta pertumbuhan kakao.
4. Pemupukan

Pemupukan pada tanaman kakao Untuk menjaga ketersediaan nutrisi atau


unsur hara serta menunjang pertumbuhan tanaman kakao maka perlu dilakukan
pemupukan susulan. Pemupukan dilakukan secara teratur dengan interval
tertentu. Jenis pupuk yang digunakan bisa berupa pupuk kandang, kompos atau
pupuk anorganik seperti pupuk urea, ZA, KCL, TSP / SP36 atau pupuk majemuk
misalnya pupuk NPK. Pemupukan bisa dilakukan dengan cara menaburkan
disekeliling batang tanaman dengan jarak dan dosis disesuaikan dengan umur
dan lebar tajuk tanaman. Gunakan jenis pupuk sesui kebutuhan dan tingkat/fase
pertumbuhan tanaman kakao.

5. Pengendalian OPT

Pengendalian OPT dilakukan bila tanaman terkena atau terserang hama


maupun penyakit, cara mengatasinya bisa dengan penyemprotan pestisida.
Pengecekan perlu dilakukan secara rutin untuk mengetahuin tanaman yang
terserang OPT, jika tanaman terserang segera lakukan penanggulangan

D. Panen

Buah kakao yang siap panen adalah buah yang sudah matang, yaitu sekitar umur
5,5 – 6 bulan terhitung sejak berbunga. ciri buah yang sudah matang adalah buah
yang kulitnya sudah berwarna kuning atau merah. Pemetikan dilakukan terhadap
buah yang masak tetapi jangan terlalu masak. Potong tangkai buah dengan
menyisakan 1/3 bagian tangkai buah. Pemetikan sampai pangkal buah akan merusak
bantalan bunga sehingga pembentukan bunga terganggu dan jika hal ini dilakukan
terus menerus, maka produksi buah akan menurun. Pemetikan dilakukan pada pagi
hari dan pemecahan siang hari. Pemecahan buah dengan memukulkan pada batu
hingga pecah. Kemudian biji dikeluarkan dan dimasukkan dalam karung untuk
selanjutnya dibersihkan dari pulp (daging buah). Keringkan biji agar tidak bususk
saat diproduksi.
E. Pasca Panen

Kakao yang sudah dipanen dilakukan pemeraman /fermentasi hingga Kadar air
50% hal ini bertujuan memudahkan pemisahan biji dari buah kakao. Setelah pemeraman
dilakukan pencucian supaya biji benar benar bersih dari daging buah supaya tidak tumbuh
bakteri atau jamur pada biji kakao ketika dilakukan pengeringan. Pengeringan biji kakao
dlikakukan hingga kadar air 6 – 7 % hal ini menyebabkan biji kakao tahan disimpan dalam
waktu lama. Faktor penentu hasil fermentasi kakao dipengaruhi oleh kematangan buah,
buah yang mentah menyebabkan fermentasi tdk sempurna ( t > 400 C). Penyakit busuk
buah juga menebabkan meningkatnya asam lemak bebas menimbulkan aroma tidak
sedap. Beda jenis kakao berbeda juga perlakuan fermentasi nya. Jenis Criollo
memerlukan 2-3 hari sedangkan jenis Forastero memerlukan 5-7 hari.
IV. KESIMPULAN

Kakao adalah tanaman produksi yang memiliki nilai produktivitas yang cukup
tinggi, meski begitu perlu adanya pemeliharaan secara teiliti dan rutin yaitu
penyulaman, pemangkasan, pengairan, pengendalian OPT, pemupukan dan
pengecekan rutin untuk mengetahui seberapa baik pertumbuhan tanaman kakao.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim,2007a.Dark Cokelat.http://www.pacific.net.id /pakar/khomsan/
010502.html.Akses tanggal 7 April 2012, Makassar.
Anonim, 2007b.Manfaat Dark Cokelat.http://www.giverslog.com. Akses tanggal 7April
2012.Makassar.
Anonim, 2009a.Sorbitol.http://id.wikipedia.org/wiki/Sorbitol.Akses Tanggal 5 April
2012, Makassar.
Anonim, 2010a.TeknologiPengolahanKakao. http://id.wikipedia.org/wiki/cokelat.
AksesTanggal 4 April 2012, Makassar.
Anonim, 2010b.Kakao. http://id.wikipedia.org/wiki/Kakao.Akses Tanggal 4 April 2012,
Makassar.
Balitro, 1997.Jahe.Monograf.No. 3.Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat. Bogor.
173 hal.
Faridah, A., Kasmita, S.P., Yulastri, A., Yusuf, L., 2008. Patiseri, jilid 3,
DirektoratPembinaanSekolahMenengahKejuruan, Jakarta.
Hatta, Sunanto., 1992. Cokelat Budidaya, Pengolahan Hasil dan Aspek Ekonomisnya.
Kanisius, Yogyakarta.
Ketaren, S., 1986.Pengantar Minyak dan Lenak Pangan. Universitas Indonesia Press,
Jakarta.
Koswara, S. 2006. Jahe, Rimpang dengan sejuta khasiat. Pustaka Sinar Harapan,
Jakarta.
Koswara, S. 1995. Jahe dan hasil olahannya. Pustaka Sinar Harapan, Jakarta.
Minifie, W. Belnard., 1999. Chocolate, cocoa and Confectinery Sains Technology. An
Aspen Publication, London.
Nuraeni, 1995.CoklatPembudidayaan, Pengolahan, danPemasaran. PenebarSwadaya.
Jakarta.
Paimin, Farry B., dan Murhananto, 3003. Budidaya, Pengolahan, Perdagangan Jahe Seri
Agrobisnis. Penebar Swadaya, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai