Anda di halaman 1dari 24

USULAN PENELITIAN

PROJECT TEKNIK FORMULASI DAN PRODUKSI


BIOFARMING
PENGARUH DOSIS ISOLAT Rhizobakteri DARI PERAKARAN
TANAMAN PADI TERHADAP PERTUMBUHAN VEGETATIF
TANAMAN KEDELAI

Diajukan Oleh Golongan C2 Rhizobakteri :

Diah Aulia 20170210141


Riyan Aprilando 20170210148
Moh. Ridlwan 20170210158
Muhammad Khoirudin 20170210161

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2019
HALAMAN PENGESAHAN
PENGARUH DOSIS ISOLAT Rhizobakteri DARI PERAKARAN TANAMAN
PADI TERHADAP PERTUMBUHAN VEGETATIF TANAMAN KEDELAI

Dengan ini menyatakan bahwa Proposal Project Fakultas Pertanian


Universitas Muhammadiyah Yogyakarta dengan judul “PENGARUH DOSIS
ISOLAT Rhizobakteri TERHADAP PERTUMBUHAN VEGETATIF TERHADAP
PERTUMBUHAN KEDELAI” yang disusun oleh :

Ketua : Moh. Ridlwan 20170210158


Anggota :
1. Diah Aulia 20170210141
2. Riyan Aprilando 20170210148
3. Muhammd Khoirudin 20170210161

Telah disetujui dan dilaksanakan pada tanggal Maret 2019

Yogyakarta, Maret 2019

Menyetujui,
Asisten

(Taufik Hidayat, S.P.)

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN.......................................................................................ii
DAFTAR ISI................................................................................................................iii
I. PENDAHULUAN..............................................................................................1
A. Latar Belakang.............................................................................................................1
B. Rumusan Masalah........................................................................................................2
C. Tujuan Penelitian……………………………………………………………………....3
II. TINJAUAN PUSTAKA...............................................................................................4
A. Tanaman Kedelai.........................................................................................................4
B. Rhizobakteri.................................................................................................................6
C. Asosiasi Rhizobakteri pada Tanaman...........................................................................8
D. Tanaman Padi...............................................................................................................9
E. Hipotesis....................................................................................................................10
III. TATA CARA PENELITIAN.....................................................................................11
A. Rencana Tempat dan Waktu Penelitian......................................................................11
B. Bahan dan Alat Penelitian..........................................................................................11
C. Metode Percobaan......................................................................................................11
D. Cara Penelitian...........................................................................................................12
E. Parameter Pengamatan...............................................................................................17
F. Analisis Data..............................................................................................................18
G. Jadwal Kegiatan.........................................................................................................19
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................20
LAMPIRAN...........................................................................................................................22

iii
I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kedelai merupakan salah satu komoditas pangan yang penting setelah padi
karena banyak dibutuhkan dalam berbagai hal terutama untuk bahan pangan. Kedelai
memilki kandungan protein nabati yang rendah kolesterol sehingga banyak diminati
oleh masyarakat Indonesia. Di Indonesia permintaan kedelai terus meningkat akan
tetapi produktivitas kedelai masih rendah. Konsumsi kedelai yang terus meningkat
pesat setiap tahunnya, juga sejalan dengan meningkatnya kesadaran masyarakat akan
gizi yang ditandai oleh meningkatnya konsumsi per kapita kedelai sebesar 5,55%.
Sebagian besar produksi kedelai diolah menjadi bahan pangan yang siap dikonsumsi
oleh masyarakat, baik secara langsung maupun tidak langsung seperti tempe, tahu,
kecap dan kripik tempe. Sekitar 115.000 pengusaha tahu dan tempeanggota Koperasi
Produsen Tempe dan Tahu Indonesia (KOPTI) adalah konsumen terbesar kedelai.
Mereka membutuhkan 1,2 juta ton kedelai pertahun, atau lebih dari separuh dari total
kebutuhan nasional sebanyak 2,2 jutaton per tahun. Pabrik kecap, perusahaan pakan
ternak, dan industri makanan minuman berada di urutan berikutnya sebagai
konsumen kedelai (Adetama, 2011). Menurut Badan Pusat Statistika (2011),
produktivitas kedelai di Indonesia sebesar 1,37 ton per hektar dan produksi kedelai
setiap tahunnya hanya menutupi permintaan kedelai sebesar 40% sedangkan 60%
ditutupi oleh impor.

Rendahnya produksi kedelai di Indonesia disebabkan oleh beberapa faktor.


Faktor pertama yaitu kondisi tanah diIndonesia yang kebanyakan berjenis tanah
utisol. Tanah utisol merupakan tanah yang mengandung unsur hara yang rendah
sehingga menyebabkan rendahnya produksi kedelai. Faktor kedua yiatu tingginya
harga pupuk untuk tanaman kedelai. Tingginya harga pupuk mengakibatkan petani
tidak dapat membeli pupuk sehingga kebutuhan nutrisi tanaman kedelai rendah.

Untuk mengatasi masalah tersebut maka perlu dilakukan terobosan teknologi


yang dapat meningkatkan produksi tanaman kedelai. Salah satu upaya yang dapat

1
2

dilakukan untuk meningkatkan produksi kedelai yaitu dengan memanfaatkan


mikroorganisme pemacu pertumbuhan tanaman salah satunya yaitu kelompok
Rhizobakteria. Rhizobakteri adalah kelompok bakteri menguntungkan yang berperan
penting dalam memacu pertumbuhan tanaman, hasil panen dan kesuburan tanah.
Rhizobakteri hidup secara saprofit pada daerah rizosfer atau daerah perakaran dan
beberapa jenis diantaranya dapat berperan sebagai pemacu pertumbuhan tanaman dan
atau sebagai agens biokontrol terhadap penyakit sehingga mampu meningkatkan hasil
tanaman pertanian.

Terdapat beberapa macam sumber isolat Rhizobakteri yang dapat diperoleh


dari perakaran tanaman salah satunya yaitu tanaman padi. Menurut Sutariati et al,.
(2014) isolat Rhizobakteri yang diisolasi dari rizosfer padi sehat memilki
kemampuan melarutkan fosfat dan memfikasai nitrogen. Dengan kemampuan
Rhizobakteri perakaran padi dalam melarutkan fosfat dan fiksasi nitrogen diharapkan
akan memacu pertumbuhan kedelai secara maksimal sehingga produktivitas kedelai
di indonesia akan meningkat. Menurut penelitian Ardiyanto, dkk, dengan perlakuan
frekuensi pemberian Rhizobakteri yaitu 0 ml, 1 ml, 5 ml, dan 10 ml menunjukkan
bahwa hasil paling baik dengan pemeberian Rhizobakteri sebanyak satu kali dengan
konsentrasi 10 ml menunjukkan tinggi tanaman lebih tinggi dan jumlah daun tanaman
lebih banyak dibanding frekuensi lainnya.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pengaruh Rhizobakteri terhadap pertumbuhan vegetatif tanaman
kedelai ?
2. Berapakah dosis inokulum Rhizobakteri dari perakaran padi yang tepat untuk
pertumbuhan vegetatif tanaman kedelai.
3

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui pengaruh Rhizobakteri terhadap pertumbuhan vegetatif


tanaman kedelai
2. Untuk mengetahui dosis inokulum Rhizobakteri dari perakaran padi yang
tepat untuk pertumbuhan vegetatif tanaman kedelai
4

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Tanaman Kedelai

Kedelai merupakan tanaman dikotil semusim dengan percabangan sedikit,


sistem perakaran akar tunggang, dan batang berkambium. Kedelai dapat berubah
penampilan menjadi tumbuhan setengah merambat dalam keadaan pencahayaan
rendah (Rukmana dan Yuniarsih (1996). Kacang kedelai termasuk famili
Leguminosae (kacang-kacangan). Pada akar tanaman kedelai terdapat bintil-bintil
akar berupa koloni bakteri Rhizobium japonicum. Bintil akar akan terbentuk sekitar
10—20 hari setelah tanam (Suprapto, 2004). Kecambah kedelai tergolong epigeous,
yaitu keping biji muncul di atas tanah. Warna hipokotil, yaitu bagian batang
kecambah di bawah keping, ungu atau hijau yang berhubungan dengan warna bunga.
Kedelai yang berhipokotil ungu berbunga ungu, sedangkan yang berhipokotil hijau
berbunga putih.

Tanaman kedelai berbatang pendek (30 cm – 100 cm) memiliki 3 – 6


percabangan dan berbentuk tanaman perdu. Pada pertanaman yang rapat seringkali
tidak terbentuk percabangan atau hanya bercabang sedikit. Batang tanaman kedelai
berkayu, biasanya kaku dan tahan rebah, kecuali tanaman yang dibudidayakan di
musim hujan atau tanaman yang hidup di tempat yang ternaungi. Bentuk daun kedelai
ada dua macam, yaitu bulat (oval) dan lancip (lanceolate). Kedua bentuk daun
tersebut dipengaruhi oleh faktor genetik. Bentuk daun diperkirakan mempunyai
korelasi yang sangat erat dengan potensi produksi biji. Umumnya daerah yang
mempunyai tingkat kesuburan tanah tinggi sangat cocok untuk varietas kedelai yang
mempunyai bentuk daun lebar. Daun mempunyai stomata, berjumlah antara 190 −
320/m2 (Adisarwanto, 2005).

Bunga kedelai berbentuk seperti kupu-kupu, terdiri atas kelopak, tajuk,


benang sari (anteredium) dan kepala putik (stigma). Warna mahkota bunga kedelai
putih atau ungu tergantung varietasnya. Bunga jantan pada kedelai terdiri atas
5

sembilan benang sari yang membentuk tabung benang sari. Bila bunga masih kuncup,
kedudukan kepala sari berada di bawah kepala putik, tetapi pada saat kepala sari
menjelang pecah tangkai sari memanjang sehingga kepala sari menyentuh kepala
putik yang menyebabkan terjadi pada saat bunga masih tertutup menjelang mekar
(Kasno dkk., 1992).

Kedelai tumbuh baik pada dataran rendah dari 1 hingga 600 m diatas
permukaan laut, curah hujan antara 150-200 mm/bulan, suhu antara 30-150C pada
berbagai jenis tanah yang drainasenya baik (Kasno dkk., 1992). Iklim kering lebih
cocok untuk tanaman kedelai dibandingkan dengan iklim lembab (Sudarni, 2011).

Tekstur tanahnya lempung berpasir dan liat, struktur gembur, pH nya diantara
5,5- 7, untuk optimal 6,8. (Direktorat Jendral Tanaman Pangan, 2011). Kedelai yang
ditanam pada tanah yang mengandung kapur dan tanah bekas ditanami padi akan
lebih memuaskan hasilnya. Disini kedelai dapat tumbuh dengan mudah, karena
struktur tanah masih baik dan tidak membutuhkan pemupukan awal (Aak, 1989).

Budidaya pada tanaman kedelai dilakukan dalam berbagai tahap antara lain
penyiapan lahan, penanaman, pemupukan, penyiangan, dan pengendalian hama pada
tanaman kedelai. Kebutuhan pupuk untuk lahan kering masam, dosis pupuk yang
diberikan 75 kg Urea +100 kg SP36 + 100 kg KCl/ha . Tanaman kedelai dapat
tumbuh di daerah dataran rendah hingga daerah dengan ketinggian 1200 mdpl. Pada
budidaya tanaman kedelai pH yang cocok berkisar 6,0 – 7,0 . Jika ph tanah kurang
dari 6,0 maka dilakukan pengapuran dengan dolomit atau kapur bakar (Aak, 1989).

B. Rhizobakteri

Tanah sebagai media tumbuh tanaman banyak mengandung mikroorganisme,


beberapa di antaranya cenderung berkoloni disekitar perakaran/ rizosfer tanaman dan
beraktivitas menguntungkan bagi pertumbuhan tanaman baik secara langsung
maupun tidak langsung dan dapat berkontibusi menggantikan input anorganik.
Kelompok mikroorganisme seperti ini disebut Plant Growth Promoting Rhizobakteria
6

(PGPR). Menurut Dewi (2007), mikroorganisme menguntungkan ini dapat menjadi


komponen yang signifikan dalam manajemen pengelolaan untuk dapat mencapai
hasil, yang mana ditegaskan bahwa hasil tanaman budidaya tidak hanya dibatasi oleh
lingkungan fisik alamiah tanaman dan potensial genetik bawaan.

Sejak pertama kali diperkenalkan oleh Kloepper dan Schroth (1978),


perkembangan penelitian Plant Growth Promoting Rhizobakteria (PGPR) mengalami
kemajuan pesat, terutama dalam beberapa tahun terakhir. Berdasarkan definisi,
Rhizobakteri adalah kelompok bakteri rizosfer yang memiliki kemampuan
menduduki rizosfer secara agresif, dan Rhizobakteri yang memberi keuntungan bagi
tanaman dikenal dengan plant growth promoting Rhizobakteria (Husen dkk., 2011).
Pengaruh langsung PGPR didasarkan atas kemampuannya menyediakan dan
memobilisasi atau memfasilitasi penyerapan berbagai unsur hara dalam tanah serta
mensintesis dan mengubah konsentrasi berbagai fitohormon pemacu tumbuh
sedangkan pengaruh tidak langsung berkaitan dengan kemampuan PGPR menekan
aktivitas pathogen dengan cara menghasilkan senyawa atau metabolit seperti
antibiotik dan siderophore (Kloepper, 1993; Glick, 1995).

Pengaruh PGPR secara langsung dalam meningkatkan pertumbuhan tanaman


terjadi melalui berbagai mekanisme, diantaranya fiksasi nitrogen bebas yang
ditrasnfer ke dalamtanaman, produksi siderofor yang mengkhelat besi (Fe) dan
membuatnya tersedia bagi akar tanaman, melarutkan mineral seperti fosfor dan
sintesis fitohormon seperti auksin. Pengaruh tidak langsung dalam meningkatkan
pertumbuhan tanaman terjadi melalui penekanan dari fitopatogen yang dilakukan
melalui mekanime yang berbeda. Ini termasuk kemampuan dalam memproduksi
siderofor yang mengkhelat Fe, menjadikannya tidak tersedia bagi patogen,
kemampuan dalam mensintesis metabolit anti jamur seperti antibiotik, yang menekan
pertumbuhan patogen jamur, kemampuan untuk bersaing secara sukses dengan
patogen untuk nutrisi atau unsur hara atau tempat khusus dalam perakaran tanaman,
dan kemampuannya dalam menimbulkan resistensi sistemik (Dewi, 2007).
7

Teknologi yang sedang pesat perkembangannya saat ini adalah pemanfaatan


mikroorganisme (bakteri saprofit non patogenik) yang dieksplorasi dari rizosfer
tanaman (Rhizobakteri) yang dapat memacu pertumbuhan tanaman (Desmawati,
2006; Loon, 2007). Lebih lanjut dijelaskan bahwa Rhizobakteri memiliki kemampuan
mengolonisasi rizosfer secara agresif dan beberapa jenis Rhizobakteri mampu
berperan ganda sebagai biofertilizer dan bioprotektan pada tanaman (Ashrafuzzaman
et al., 2009).

Penggunaan bakteri non patogenik yang dieksplorasi dari perakaran tanaman


(Rhizobakteri) yang tergolong ke dalam kelompok Plant Growth Promoting
Rhizobakteria (PGPR) merupakan satu sumbangan bioteknologi dalam usaha
peningkatan produktivitas tanaman. Rhizobakteri merupakan suatu kelompok bakteri
yang hidup secara saprofit pada daerah rizosfer atau daerah perakaran dan beberapa
jenis diantaranya dapat berperan sebagai pemacu pertumbuhan tanaman dan atau
sebagai agens biokontrol terhadap penyakit sehingga mampu meningkatkan hasil
tanaman pertanian (Sutariati et al., 2006; Loon et al., 2007; Elango et al., 2013).

Beberapa peneliti melaporkan bahwa Rhizobakteri dari kelompok Bacillus


spp. dan Pseudomonas spp., mampu melarutkan fosfat (Sutariati, 2006), sedangkan
kelompok Serratia spp., selain mampu meningkatkan ketersediaan P juga dapat
memfiksasi nitrogen. Isolat Bacillus spp. juga dilaporkan mampu mensintesis hormon
tumbuh IAA, giberelin, dan sitokinin, isolat P. fluorescens mampu menghasilkan IAA
(Sutariati, 2006), giberelin dan sitokinin (Ahmad et al., 2005), demikian pula isolat
Serratia spp. dilaporkan mampu mensintesis IAA.

Potensi Rhizobakteri sebagai pemacu pertumbuhan tanaman melalui


kemampuannya melarutkan fosfat atau memfiksasi nitrogen atau memproduksi
hormon tumbuh merupakan karakteristik Rhizobakteri yang diinginkan. Oleh karena
itu untuk memperoleh Rhizobakteri yang berpotensi sebagai PGPR perlu dievaluasi
karakter tersebut. Beberapa jenis Rhizobakteri indigenus Sulawesi Tenggara (Bacillus
spp., Pseudomonas fluorescens dan Serratia spp. telah berhasil diisolasi di
8

Laboratorium Unit Agronomi Fakultas Pertanian Universitas Halu Oleo. Berdasarkan


hasil uji in vitro karakterisasi fisiologis dan biokimia terhadap isolat Rhizobakteri
tersebut, beberapa isolat diketahui memiliki kemampuan memproduksi hormon
tumbuh IAA. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui potensi isolat Rhizobakteri
indigenus tersebut pelarut P dan fiksasi N. Jika terbukti efektif, hasil uji tersebut
dapat digunakan sebagai metode seleksi awal untuk mendapatkan Rhizobakteri yang
potensial dikembangkan sebagai alternatif pupuk hayati (biofertilizer) pada budidaya
tanaman padi sawah di Indonesia. Menurut penelitian Ardiyanto, dkk, dengan
perlakuan frekuensi pemberian Rhizobakteri yaitu 0 ml, 1 ml, 5 ml, dan 10 ml
menunjukkan bahwa hasil paling baik dengan pemeberian Rhizobakteri sebanyak satu
kali dengan konsentrasi 10 ml menunjukkan tinggi tanaman lebih tinggi dan jumlah
daun tanaman lebih banyak dibanding frekuensi lainnya. Cara aplikasi Rhizobakteri
yaitu benih kedelai direndam dalam suspensi isolat Rhizobakteri selama 10 menit dan
kemudian kedalai ditanam dalam polybag (Yanti dkk, 2013).

C. Asosiasi Rhizobakteri pada Tanaman

Rhizobakteri adalah bakteri yang hidup di daerah perakaran (rhizosfer) dan


berperan penting bagi pertumbuhan tanaman. Rhizobakteri dapat memacu
pertumbuhan tanaman atau PGPR (Plant Growth-Promotting Rhizobakteria) dengan
memproduksi hormon tumbuh (IAA), sehingga dapat membantu tanaman dalam
pertumbuhan dan produksinya (Sri dkk., 2015b). Rhizobakteri merupakan asosiasi
bakteri yang bisa hidup pada perakaran tanah dan menghasilkan ZPT atau senyawa
osmotoleran sehingga tahan terhadap cekaman kekeringan, Rhizobakteri mampu
mensintesis senyawa organik dalam sitoplasma sebagai osmoregulator pada saat
terjadi cekaman osmotik. Osmoprotektan berfungsi menjaga agar potensial osmotik
sel selalu lebih tinggi daripada lingkungan, akibatnya akan terbentuk gradien
konsentrasi antara sel dengan lingkungan sehingga air tetap mengalir dari lingkungan
sel. Selain itu Rhizobakteri berfungsi dalam menghasilkan ZPT sehingga tanaman
tumbuh subur, serta dapat menghasilkan fitoaleksin sehingga tanaman tahan terhadap
penyakit. Isolat Rhizobakteri osmotoleran A1-19 mampu menghasilkan IAA sehingga
9

secara signifikan telah meningkatkan proliferasi akar, selain mampu mendukung


pertumbuhan tanaman pada keadaan cekaman kekeringan (Gatot, 2002). Rhizobakteri
merupakan bakteri yang hidup di rhizosfer akar dan mampu menghasilkan ZPT atau
senyawa osmotoleran sehingga tahan terhadap cekaman kekeringan. Tanaman Padi
Merah yang diinokulasi Rhizobakteri menunjukkan hasil yang lebih baik dari segi
pertumbuhan dan produksi daripada tanaman yang tidak diinokulasi (Sri dkk.,
2015b). Pemberian Rhizobakteri tahan cekaman kekeringan dapat memberikan
pengaruh nyata terhadap tinggi tanaman, jumlah daun, jumlah anakan pertanaman,
luas daun, Berat basah dan kering tajuk, Berat basah dan kering akar. (Samidjo dkk,
2002).

D. Tanaman Padi

Tanaman padi (Oryza sativa L.) dalam sistematika tumbuhan diklasifikasikan


ke dalam divisi Angiospermae, kelas Monocotyledonae, ordo Poales, famili
Graminae dan genus Oryza (Griest 1986). Genus Oryza termasuk kecil, hanya sekitar
25 spesies, di mana 23 adalah spesies liar dan dua yang banyak dibudidayakan yaitu
Oryza sativa L. dan Oryza glaberrima Steud. (Vaughan 2003; Vaughan et al. 2008).
Vaughan (2003) mengusulkan tata nama baru untuk padi budidaya dan tipe liar di
Asia yaitu Oryza sativa subspesies indica dan japonica, dan Oryza rufipogon dengan
subspesies nivara dan rufipogon. Oryza sativa adalah spesies yang paling banyak
ditanam sebagai tanaman budidaya, dengan wilayah meliputi negara-negara Asia,
Amerika Utara, Amerika Selatan, Uni Eropa, Timur Tengah dan Afrika. Oryza
glaberrima hanya dibudidayakan di negara-negara Afrika Barat. Padi asal persilangan
Oryza sativadan glaberrima-sativa telah menggantikan Oryza glaberrima di
beberapa bagian Afrika karena daya hasil yang lebih tinggi (Linares 2002).
Karakterisasi pada padi budidaya di Asia lebih lanjut diidentifikasi sebagai subspesies
indica, tropical japonica (javanica) dan japonica (Garris et al. 2005). Padi merupakan
tanaman semusim dengan sistem perakaran serabut. Terdapat dua macam perakaran
padi yaitu akar seminal yang tumbuh dari akar primer radikula pada saat
berkecambah dan akar adventif sekunder yang bercabang dan tumbuh dari buku
10

batang muda bagian bawah. Akar adventif tersebut menggantikan akar seminal.
Perakaran yang dalam dan tebal, sehat, mencengkeram tanah lebih luas serta kuat
menahan kerebahan memungkinkan penyerapan air dan hara lebih efisien terutama
pada saat pengisian gabah (Suardi 2002).
Tanaman padi dapat hidup baik di daerah yang berhawa panas dan banyak
mengandung uap air. Curah hujan yang baik rata-rata 200 mm per bulan atau lebih,
dengan distribusi selama 4 bulan, curah hujan yang dikehendaki tahun-1 sekitar
1500–2000 mm. Suhu yang baik untuk pertumbuhan tanaman padi adalahn 23 °C dan
tinggi tempat yang cocok untuk tanaman padi berkisar antara 0–1500 m dpl. Tanah
yang baik untuk pertumbuhan tanaman padi adalah tanah sawah yang kandungan
fraksi pasir, debu dan lempung dalam perbandingan tertentu dengan diperlukan air
dalam jurnlah yang cukup. Padi dapat tumbuh dengan baik pada tanah yang ketebalan
lapisan atasnya antara 18–22 cm dengan pH antara 4–7 (Siswoputranto, 1976).

E. Hipotesis

Diduga pemberian inokulum cair Rhizobacteri rhizosfer tanaman padi


menggunakan carrier Pupuk Organik Cair dengan dosis 10 ml cenderung lebih baik
mempengaruhi pertumbuhan dan hasil tanaman kedelai.
III. TATA CARA PENELITIAN

A. Rencana Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian akan dilaksanakan pada April 2019 sampai bulan Mei 2019.
Penelitian akan dilaksanakan di Laboratorium Agrobioteknologi dan Green House
Fakultas Pertanian, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

B. Bahan dan Alat Penelitian

Alat yang digunakan untuk penelitian ini adalah : Tabung reaksi, Petridish,
Gelas Ukur, , Desinfektan, Erlenmeyer, Mikropipet, Timbangan Analitik, Jarum Ose,
Drigalsky, Pinset, Pipet Ukur, Stopwatch, Shaker, Autoklaf, Mikroskop, Lampu
Bunsen, pH Stik, Label, Spidol, Polybag ukuran 3 kg.

C. Metode Percobaan

Pada penelitian ini akan dilaksanakan dengan menggunakan metode dengan 4


perlakuan yang diberikan, yaitu sebagai berikut :

A. 5 ml isolat Rhizobakteri perakaran tanaman padi


B. 10 ml isolat Rhizobakteri perakaran tanaman padi
C. 15 ml isolat Rhizobakteri perakaran tanaman padi
D. Tanpa isolat Rhizobakteri perakaran tanaman padi ( Kontrol)

Masing-masing perlakuan diulang sebanyak 3 kali ulangan, sehingga


diperoleh 12 unit percobaan.

11
12

D. Cara Penelitian

Tahap I. Pembuatan Inokulum Cair Rhizobakteri

1. Sterilisasi Alat

Peralatan yang akan digunakan dicuci bersih kemudian sterilkan dengan


menggunakan autoklaf 121℃ dengan tekanan 1 atm selama 30 menit.

2. Pembuatan Media NC dan NA

Pembuatan media NC dan NA menggunakan bahan Pepton, Beef Ekstrak, dan


Agar yang sebelumnya sudah ditimbang. Setelah bahan ditimbang, bahan dilarutkan
dengan aquadest masing-masing 40 ml media NC, 70 ml media NA dan dipanaskan
dalam penangas air untuk mempercepat kelarutan dilakukan dengan larutan diaduk
sampai homogen. Setelah larutan homogen, larutan tersebut diukur pH nya dengan
pH stik dengan pH mencapai 7,2 untuk media NA dan NC. Masukkan larutan tersebut
pada media pada wadah erlenmeyer dan tabung reaksi. Setelah itu, sterilkan media
dengan autoklaf pada temperatur 121℃ dengan tekanan 1 atm selama 15 menit.

3. Peremajaan Rhizobakteri

Peremajaan bertujuan untuk mendapatkan bakteri yang aktif agar bakteri yang
akan digunakan ini optimal dalam berproduksi. Peremajaan ini menggunakan media
yang sama yakni, Nutrient Agar. Peremajaan dilakukan dengan cara mengambil 1 ose
dari kultur murni dan dimasukkan kedalam media NA miring yang baru, lalu
diinkubasi selama 48 jam.

4. Perbanyakan Rhizobakteri

Perbanyakan inokulum Rhizobakteri dilakukan dengan cara mengambil satu


ose isolat hasil identifikasi. Isolat diinokulasikan pada media Nutrient Cair (NC) 20
ml kemudian diinkubasi selama 48 jam.
13

5. Pembuatan Starter Cair

Pembuatan starter cairRhizobakteri dilakukan dengan cara mengambil 10%


dari hasil perbanyakan (tabung reaksi) yaitu 2 ml dan dimasukkan ke dalam 20 ml
NC di erlenmayer kemudian dishaker selama 48 jam.

6. Formulasi Inokulum Cair

Pembuatan formulasi inokulum cair Rhizobakteri menggunakan carrier yaitu


POC, hasil shaker dari starter cair diambil 10% dari media erlenmeyer 20 ml
dipindahkan ke media POC 200 ml. Komposisi POC yaitu air leri (100 ml), air kelapa
(100 ml), urea (2 gr) dan gula merah (20 gr). Setelah itu media alternatif POC
diinkubasi selama 48 jam.

7. Perhitungan Jumlah Bakteri Rhizobakteri

Perhitungan Jumlah Bakteri Rhizobakteri dilakukan dengan metode Total


Plate Count (TPC). TPC dilakukan dengan mengambil 1 ml sampel carrier
diencerkan pada masing-masing 2 botol air aquadest steril 99 ml (10-2, 10-4) dan 3
tabung reaksi (10-5, 10-6;10-7), sehingga didapat seri pengenceran hingga 10-7. Setiap
0,1 ml pada seri 10-5, 10-6, 10-7 diinokulasikan dengan metode permukaan atau surface
platting method menggunakan alat driglasky, ke 6 buah media petridish yang masing-
masing berisi 10 ml Nutrient Agar (NA). Jumlah bakteri per ml dapat ditentukan
dengan menghitung koloni yang tumbuh dari masing-masing pengenceran. Penentuan
jumlah bakteri per ml (CFU/ml) dengan menggunakan rumus :

jumlah bakteri pengenceran terakhir


xfaktor pengenceran
jumlah bakteri pengenceran sebelumnya

Dengan memenuhi syarat sebagai berikut :


1) Jumlah koloni tiap cawan petri antara 30-300 koloni (CFU/ml)
14

2) Tidak ada koloni yang menutupi lebih dari setengah luas cawan (spreader)
perbandingan jumlah koloni dari pengenceran berturut – turut antara
pengenceran yang lebih besar dengan pengenceran sebelumnya. Jika sama
atau lebih kecil dari 2 maka hasilnya dirata – rata, dan jika lebih besar dari
2 maka yang dipakai adalah jumlah dari hasil pengenceran sebelumnya.
3) Jika ulangan telah memenuhi syarat maka hasilnya dirata – rata.

Tahap II. Uji Perkecambahan

Uji perkecambahan dimaksudkan untuk memperoleh daya kecambah benih


kedelai hasil dari seleksi benih. Benih yang akan digunakan memiliki daya kecambah
>80%. Pengujian daya kecambah ini akan dilaksanakan dengan menggunakan
petridish dari media kertas saring kemudia benih dikecambahkan pada 2 petridish
diisi 36 butir benih kedelai dan diamati perkecambahannya setiap hari selama 5 hari
kemudian dihitung daya kecambahnya dengan menggunakan rumus :

∑ KN 1+∑ KN 2+ … ..+ ∑ KN 5
DB (%) = x 100 %
∑BT
Keterangan :
DB = Daya Berkecambah
∑ KN 1 = Jumlah kecambah normal pada pengamatan hari pertama
∑ KN 2 = Jumlah kecambah normal pada pengamatan hari ke dua
∑ KN 5 = Jumlah kecambah normal pada pengamatan hari ke lima
∑ BT = Jumlah benih yang disemai

Tahap III. Persiapan Media Tanam

1. Penyiapan Media Tanam

Persiapan media dilakukan dengan cara mengisi tiap polybag dengan tanah
regosol sebanyak 3 kg/polybag yang sudah diayak, kemudian diberi pupuk kandang
sebesar 28,846 gram/polybag
15

2. Penanaman Dan Aplikasi Rhizobakteri

Benih kedelai ditanam ke polybag ukuran 30x30 cm dengan setiap polybag


ditanam 3 benih. Sebelum dilakukan penanaman benih, benih tersebut direndam ke
dalam media POC yang sudah diperbanyak dengan Rhizobakteri sesuai dengan
perlakuan konsentrasi pemberian inokulum cair masing-masing. Sebelum direndam
benih dimasukkan kedalam larutan NaOCl 1% selama 5 menit, kemudian dicuci
dengan aquadest dan dibiarkan sampai kering. Benih tersebut kemudian direndam
dalam suspensi isolat Rhizobakteri selama 10 menit dan ditanam dalam polybag.

3. Pemeliharaan
a. Penyiraman

Penyiraman dilakukan satu minggu sekali diwaktu sore hari,hal ini bertujuan
agar tanaman kedelai dapat menyerap air dengan maksimal.

b. Penyiangan

Penyiangan gulma dilakukan setiap saat ada tanaman lain (gulma) yang
tumbuh di polybag dengan cara pencabutan.

c. Pemupukan

Pemupukan yang dilakukan pada penanaman ini dilakukan dalam 2 tahap


pemupukan yaitu dilakukan sebelum penanaman dan 2 minggu setelah tanam.
Pemupukan yang dilakukan sebelum penanaman yaitu dengan Urea 0,2 gr; SP-36 0,3
gr; dan KCl 0,19 gr. Sedangkan untuk pemupukan 2 minggu setelah tanam meliputi
Urea 0,2 gr; SP-36 0,3 gr; dan KCl 0,19 gr. (Lampiran 2)

d. Penyulaman

Penyulaman perlu dilakukan yaitu pada 1 minggu setelah penanaman, tujuan


penyulaman yaitu untuk mengganti benih kedelai yang mati atau tidak tumbuh.
16

Penyulaman dilakukan jangan sampai terlambat karena dapat mengakibatkan tingkat


pertumbuhan tanaman jauh berbeda.

e. Pengendalian OPT

Pengendalian hama dan penyakit dengan cara mengambil hama yang ada pada
tanaman kedelai dan pengendalian dengan menghilangkan bagian tanaman yang
terserang penyakit. Namum, apabila serangan hama melewati ambang batas akan
dilakukan pengendalian hama secara kimiawi menggunakan pestisida. Beberapa
hama yang sering ada pada tanaman kedelai.
17

E. Parameter Pengamatan

1. Tinggi Tanaman (cm)

Tinggi tanaman diukur dari bagian pangkal batang sampai ujung daun yang
tertinggi dengan cara daun tanaman di tungkupkan setiap 3 hari sekali. Dari
pengukuran tinggi tanaman ini menggunakan alat penggaris dengan satuan cm dan
alat tulis, pengamatannya dilakukan mulai dari penanaman sampai tanaman umur satu
bulan setelah tanam.

2. Jumlah Daun (helai)

Jumlah daun tanaman dihitung per helainya yang dilakukan pengamatan


setiap 3 hari sekali mulai dari penanaman sampai dengan umur tanaman satu bulan
(fase vegetatif).

3. Luas Daun (cm2)


Luas daun dihitung setelah tanaman dicabut pada umur satu bulan dengan cara
membuat pola daun di atas kertas koran dan digunting pola tersebut kemudian
ditimbang. Hasil timbangan pola daun kemudian dihitung dengan rumus:

Berat pola daun pada kertas


Luas daun= x 100 cm
Berat kertas 10 x 10 cm

4. Berat Basah Tajuk (gram)

Pengamatan berat basah tajuk ini dilakukan dengan cara menimbang berat
tanaman yang masih basah atau segar baru dicabut serta sudah dibersihkan dari sisa
tanah yang masih menempel di akar maupun tanamannya. Alat yang digunakan saat
pengamatannya yaitu menggunakan timbangan analitik dengan satuan gram.
Pengamatan ini dilakukan pada saat setelah selesai panen.
18

5. Berat Kering Tajuk (gram)

Pengamatan berat kering tajuk ini dilakukan dengan cara menimbang berat
kering tanaman yang sudah selesai dioven dan kemudian ditimbang dengan
menggunakan timbangan analitik, hingga berat konstan menggunakan satuan gram.
Pengamatan berat kering tajuk ini juga dilakukan setelah selesai panen.

6. Berat Segar Akar (gram)

Pengamatan berat segar akar dilakukan dengan cara menimbang berat akar
basa atau akar segar tanaman yang baru dicabut dan sudah dibersihkan dari sisa tanah
yang melekat, ditimbang menggunakan timbangan analitik dengan satuan gram.
Pengamatan berat segar akar dilakukan pada waktu selesai panen.

7. Berat Kering Akar (gram)

Pengamatan berat kering akar dilakukan dengan cara menimbang berat akar
yang telah dioven sebelumnya, kemudian setelah kering akar ditimbang
menggunakan timbangan analitik hingga berat konstan dengan satuan gram.
Pengamatan berat kering akar juga dilakukan pada saat setelah selesai panen.

F. Analisis Data

Hasil penelitian dari berbagai perlakuan disajikan dalam bentuk berupa grafik
dan histogram. Hasil dari pengamatan kuantitatif di analisis dengan menggunakan
sidik ragam atau Analysisi Of Varience (ANOVA) pada taraf α 5%. Apabila antar
perlakuan yang diujikan terdapat perbedaan nyata maka akan dilakukan uji lanjut
dengan menggunakan Duncan’s Range Test (DMRT).
Maret
April Mei PJ
Minggu
NO Uraian Kegiatan Minggu ke- Minggu ke-
ke-
4 1 2 3 4 5 1 2
Persiapan Alat dan
1 Riyan Aprilando
Bahan
2 Pembuatan Media Diah Aulia
Perbanyakan
3 Riyan Aprilando
Inokulum
4 Pembuatan Starter Moh Ridlwan
5 Formulasi Cair M Khoiruddin
6 Uji Perkecambahan Diah Aulia
Penyiapan Media
7 Moh Ridlwan
Tanam
8 Aplikasi Inokulum Diah Aulia
9 Penanaman Riyan Aprilando
Pemeliharaan dan
10 M Khoiruddin
Pengamatan
Panen/Pencabutan
11 Diah Aulia
Tanaman
Analisis dan
12 Penyusunan Laporan Moh Ridlwan
Projek
G. Jadwal Kegiatan

19
DAFTAR PUSTAKA

AAK. 1989. Kedelai. Kanisius: Yogyakarta. 84 hlm.

Adisarwanto, T. 2008. Budidaya Kedelai Tropika. Penebar Swadaya. Jakarta.

Ahmad F, Ahmad I, Khan MS. 2005. Indoleacetic acid production by the indigenous
isolates of Azotobacter and fluorescent pseudomonad in the presence and
absence of tryptophan. Turk. J. Biol. 29:29-34.

Ashrafuzzaman M, Hossen FA, Ismail MR, Hoque MdA, Islam MZ, Shahidullah SM,
Meon S. 2009. Efficiency of plant growth-promoting Rhizobakteria (PGPR) for
the enhancement of rice growth. African Journal of Biotechnology 8 (7): 1247-
1252.

Desmawati 2006. Pemanfaatan Plant Growth Promoting Rhizobacter (PGPR)


Prospek Yang Menjanjikan dalam Berusaha Tani Tanaman. POPT Direktorat
Perlindungan Tanaman Hortikultura dan Ditjen Hortikultura .
http://ditlin.hortikultura.deptan.go.id/tulisan/desmawati.htm, [Accessed 18
oktober 2010].

Dewi, Ratna, Intan, 2007. Rhizobakteria Pendukung Pertumbuhan Tanaman. Makalah


Jurusan Budidaya Tanaman, Program Studi Agronomi, Fakultas Pertanian,
Universitas Padjajaran, Bandung.

Elango R , Parthasarathi R, MegalaS. 2013. Field level studies on the association of


plant growth promoting Rhizobakteria (PGPR) in Gloriosa Superba L.
rhizosphere. Indian Streams Research Journal 3(10): 1-6.

Farid Mufti A.,Anna S.K.,Dan S.M.Sitompol. 2017. Pengaruh Frekuensi Pemberian


Dan Konsentrasi Rhizobakteri Pemacu Pertumbuhan Tanaman Terhadap
Pertumbuhan Dan Hasil Kedelai Sayur. Vol.5 No.11

Glick, B. R. 1995. The enhancement of plant growth by free-living bacteria. Canadian


Journal Microbiology 41: 109-117.

Husen E, Saraswati R. 2003. Effect of IAAproducing bacteria on the growth of hot


pepper. J Mikrobiol Indones 8: 22-26.

Kasno, A. dkk .. 1992. Risalah Basil Penelitian Tanaman Pangan. Balai Penelitian
Tanaman Pangan. Malang.

20
21

Kloepper, J.W., 1993. Plant Growth Promoting Rhizobakteria as Biologycal Control


Agents. P. 255-274. In Meeting B. (Ed.). Soil Microbial Ecology. Applications
in Agricultural and Environmental Management. Marcel Dekker, Inc. New
York.

Loon LC. 2007. Plant responses to plant growth-promoting Rhizobakteria. Eur J.


Plant Pathology 119:243-254.

Rukmana, R. dan Yuniarsih, Y. 1996. Kedelai: Budidaya dan Pasca Panen. Penerbit
Kanisius. Yogyakarta.

Sundari, T. dan Atmojo, R.P. 2011. Bentuk Sel Epidermis, Tipe dan Indeks Stomata 5
Genotipe Kedelai pada Tingkat Naungan Berbeda. Jurnal Biologi Indonesia
7(1):67-79

Suprapto. 2004. Bertanam Kedelai. Penebar Swadaya. Jakarta.

Sutariati, GAK, Widodo, Sudarsono, Ilyas S. 2006. Pengaruh perlakuan Rhizobakteri


pemacu pertumbuhan tanaman terhadap viabilitas benih serta pertumbuhan bibit
tanaman cabai. Bul. Agron. 34(1): 46-54.

Sutariati GAK. 2006. Perlakuan Benih dengan Agens Biokontrol untuk Pengendalian
Penyakit Antraknosa, Peningkatan Hasil dan Mutu Benih Cabai. Disertasi.
Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Anda mungkin juga menyukai