PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Masa remaja merupakan suatu periode peralihan dari masa anak-anak ke masa dewasa
serta waktu untuk mencapai kematangan fisik, kognitif, sosial, dan emosional. Masa
remaja memiliki beberapa tahapan usia diantaranya, remaja awal memiliki batasan
usia 11 - 14 tahun, remaja pertengahan memiliki batasan usia 15 - 17 tahun dan remaja
akhir memiliki batasan usia 18 - 20 tahun (Kirchner, Ferrer & Forns, 2011, Wong,
2009). Masa remaja sebagai suatu masa sesorang mengalami perkembangan secara
psikologis dan adanya perubahan fisik yang sangat cepat (Sarwono, 2010). Masa ini
disebut masa yang penuh gejolak emosi, sehingga remaja mengalami tekanan emosi
dan sosial yang saling bertentangan (Santrock, 2009).
Data demografi menunjukkan bahwa jumlah populasi remaja di dunia merupakan
populasi besar. Menurut World Health Organization (WHO) 2015 sekitar seperlima
(20%) penduduk dunia adalah remaja berumur 10-19 tahun. berdasarkan data
Departemen Kesehatan Republik Indonesia (2006) remaja Indonesia usia 10-19 tahun
berjumlah sekitar 43 juta jiwa atau 19,61% dari jumlah penduduk. Pada tahun 2008
jumlah remaja di Indonesia di perkirakan 62 juta jiwa. Sekitar satu miliar manusia
diantara penduduk dunia adalah remaja. Sebanyak 85% diantaranya hidup di Negara
berkembang sangat cepat. Kelompok umur 15-24 antara tahun 1970-2000 meningkat
dari 21 juta menjadi 43 juta atau 18% menjadi 21% dari total jumlah populasi
penduduk Indonesia (Kusmiran, 2012).
Masa transisi perkembangan menuju dunia dewasa dengan melibatkan
perubahan-perubahan biologis seperti perkembangan fisik, kognitif seperti
perkembangan pola pikir, dan sosial emosional seperti perkembangan psikososial
(Santrock, 2007). Perubahan dari masa anak-anak kemasa remaja melewati proses dari
ketergantungan dengan orang tua menuju keadaan lebih mandiri. Penyesuaian diri
bagi remaja dibutuhkan untuk menghadapi perubahan dan mencoba untuk memperoleh
identitas diri yang matang (Perry & Potter, 2009). Masa remaja memiliki perubahan
yang sangat cepat yaitu perubahan fisik, kognitif dan psikososial. Fokus utama
perubahan fisik yang terjadi pada remaja seperti peningkatan pertumbuhan tulang
rangka, otot dan organ dalam (Perry & Potter, 2009).
1
2
Masa remaja sangat membutuhkan zat gizi lebih tinggi karena pertumbuhan fisik dan
perkembangan yang terjadi saat peralihan dari masa anak-anak kemasa remaja.
Perubahan gaya hidup dan pola makan remaja mempengaruhi asupan maupun
kebutuhan gizi (Almatsier, Soetardjo, Soekatri, 2011). Pola makan pada remaja
membutuhkan kalori yang cukup tinggi karena pada umumnya aktivitas diluar rumah
yang padat. Remaja senang dengan pola makan yang tidak sehat misalnya makanan
cepat saji, soft drink, mie instant sehingga membuat efek kurang bagus pada tubuh
remaja (Hidayah, 2012).
Pola makan merupakan faktor untuk memenuhi kebutuhan gizi seseorang, dengan
demikian diharapkan pola makan dengan beragam dapat memperbaiki mutu makanan
seseorang. Apabila tubuh kekurangan zat gizi, khususnya energi dan protein, pada
tahap awal akan menyebabkan rasa lapar dan dalam jangka waktu tertentu membuat
berat badan menurun dan disertai dengan penurunan aktivitas (Hardiansyah,
2005).Status gizi merupakan ukuran keberhasilan dalam memenuhi kebutuhan nutrisi
untuk anak dan penggunaan zat-zat gizi yang diindikasikan dengan berat badan dan
tinggi badan anak. Kebutuhan gizi untuk remaja sangat besar di karenakan masih
mengalami pertumbuhan. Remaja membutuhkan energi/kalori, protein, kalsium, zat
besi, zinc dan vitamin untuk memenuhi aktifitas fisik seperti kegiatan-kegiatan
disekolah dan kegiatan sehari-hari. Setiap remaja menginginkan kondisi tubuh yang
sehat agar bias memenuhi aktifitas fisik. Konsumsi energy berasal dari makanan,
energi yang di dapatkan akan menutupi asupan energi yang sudah dikeluarkan oleh
tubuh seseorang (Winarsih, 2018). Banyak remaja tidak mementingkan antara asupan
energi yang dikeluarkan dengan asupan energi yang masuk, hal ini akan
mengakibatkan permasalahan gizi seperti pertambahan berat badan atau sebaliknya
jika energy terlalu banyak keluar akan mengakibatkan kekurangan gizi (Mardalena,
2017).
Berdasarkan data Riskesdas RI (2013), prevalensi status gizi remaja awal berusia
13-15 tahun berdasarkan Indeks Massa Tubuh/Umur (IMT/U) yaitu status gizi dengan
berat badan kurus sebanyak 11,1% (3,3% sangat kurus dan 7,8% kurus). Status gizi
remaja yang sangat kurus paling rendah di kota Bangka Belitung sebanyak 1.4% dan
status gizi sangat kurus yang paling tinggi di kota Nusa Tenggara Timur sebanyak
9,2%. Pada prevalansi status gizi remaja dengan umur 13-15 tahun mengalami berat
badan gemuk sebanyak 10.8% (8,3% mengalami kegemukan dan 2,5% mengalami
obesitas). Status gizi remaja dengan berat badan gemuk yang paling rendah terdapat di
kota Nusa Tenggara Timur sebanyak 2,8%. Sedangkan untuk status gizi remaja dengan
berat badan gemuk yang paling tinggi berada di kota papua sebanyak 16%. Prevelensi
gizi lebih pada remaja di Provinsi Riau sebanyak 12% (Riskesdas RI, 2013). Penelitian
yang dilakukan oleh Arneliwati, Pujiati dan Rahmalia di kota Pekanbaru pada tahun
2015 untuk melihat perilaku makan dengan status gizi pada remaja putri di peroleh
data yang menunjukkan status gizi kurus dengan perilaku makan yang buruk sebanyak
22% dan status gizi normal yang perilaku makan buruk sebanyak 78%. Pada penelitian
yang dilakukan oleh Emalia, Restuastuti dan Syahfitritahun 2017 di kota Pekanbaru
pada siswa-siswi SMP Negeri 13 diperoleh data status gizi dengan pengukuran Indeks
Massa Tubuh (IMT) berada pada status gizi gemuk sebanyak 23% dan obesitas
sebanyak 10%. Hasil penelitian tersebut menunjukkan status gizi pada remaja
mengalami permasalahan berupa kelebihan lemak tubuh yang dapat mengakibatkan
dampak merugikan bagi kesehatan tubuh.
Masalah gizi remaja banyak terjadi karena perilaku gizi yang salah seperti ketidak
seimbangan antara gizi dengan kecukupan gizi yang di anjurkan. Kekurangan energy
dan protein berdampak terhadap tubuh yang mengakibatkan obesitas, kurang energy
kronik (gizi buruk) dan anemia. Anemia merupakan keadaan kadar hemoglobin dan
eritrosit lebih rendah dari normal Anemia sering terjadi pada remaja putri disebabkan
karena mengalami menstruasi setiap bulan. 23% remaja perempuan mengalami anemia
disebabkan kekurangan zat besi yang berdampak buruk bagi konsentrasi, prestasi
belajar dan kebugaran remaja sertama salah gizi lain yaitu mikronutrien sekitar 12%
remaja laki-laki. Obesitas merupakan kegemukan atau kelebihan berat badan.
Terjadinya kegemukan pada remaja dapat menurunkan rasa percaya diri dan
menyebabkan gangguan psikologis yang serius. Kurang energi kronik (gizi buruk)
disebabkan oleh makan yang terlalu sedikit akibat dari kurang nafsu makan atau
minder terhadap bentuk tubuh teman sehingga melakukan diet (Winarsih, 2018;
Depkes RI, 2018).
Berdasarkan hasil penelitian National Health and Nutrition Examination Survey pada
tahun 2011-2014 di Amerika persentase obesitas pada usia 2-9 tahun sebesar (17%)
berdasrkan kategori kelompok umur, anak usia 2-5 tahun sebesar (8,9%), usia 6-11
tahun sebesar (17,5%) dan usia 12-19 tahun sebesar (20,5%). Beberapa negara asia
menunjukkan prevalensi obesitas yang cukup tinggi. Berdasarkan United National
Children’s Fund (UNICEF, 2012) Indonesia menempati urutan kedua setelah Singapur
dengan remaja obesitas terbesar yaitu (12,2%) kemudian Thailand sebesar (8%),
malaysia (6%) dan vietnam (4,6%). Di Provinsi Riau prevalensi obesitas untuk usia
16-18 tahun adalah (1%) pada tahun 2010 pada tahun 2013 meningkat menjadi (2,4%)
(RIKESDAS, 2013).
Salah satu penelitian yang dilakukan terhadap siswa sekolah menengah atas (SMA)
Negeri 1 Pekanbaru pada tahun 2012 menunjukan proporsi obesitas pada siswa SMAN
1 pekanbaru sebesar (26,2%) (Annisa, Ernalia & Amelia, 2012). Obesitas meningkat di
kalangan anak-anak dan remaja. Menurut segi kesehatan masyarakat, cenderung ini
mengkhawatirkan, sebab berawal dari prningkatan resiko penyakit yang berhubungan
dengan obesitas. Kenaikan berat badan terjadi bila asupan energi yang berlebih
keluaran energi dalam jangka waktu tertentu (Berasi, 2007). Meskipun faktor genetik
memeliki peranan penting dalam menentukan pola makan atau asupan makanan dan
metabolisme, faktor lingkungan dan gaya hidup merupakan penyebab utama obesitas.
Berhubung dengan dua faktor tersebut yang dapat memicu terjadinya obesitas, dengan
pola makan yang berlebihan dengan aktivitas yang kurang aktif sehingga terjadinya
obesitas (Guyton, 1997).
Pola makan adalah suatu cara atau usaha dalam pengaturan jumlah dan jenis makanan
dengan informasi dan gambaran dengan meliputi mempertahankan kesehatan, status
gizi, mencegah atau menyembuhkan penyakit (Depkes RI, 2009). Menurut ahli
mengatakan bahwa pola makan merupakan kerakteristik dari kegiatan yang berulang
kali dilakukan setiap orang dalam memenuhi kebutuhan makanana (Sulistyoningsih,
2011). Pola makan remaja akan menentukan jumlah zat-zat gizi yang diperlukan oleh
remaja untuk pertumbuhan dan perkembangannya. Jumlah makanan yang cukup sesuai
dengan kebutuhan akan menyediakan zat-zat gizi yang cukup pula bagi remaja guna
menjalankan kegiatan fisik yang sangat meningkat. Pada kondisi normal diharuskan
untuk makan 3 kali dalam sehari (Sediaoetama, 2004).
Perubahan pola makan dan aktivitas fisik berakibat semakin banyak penduduk dengan
golongan tertentu dan salah satu golongan tersebut adalah remaja, dengan
mengkonsumsi makanan yang berlemak secara berlebihan sehingga menyebabkan
kegemukan dan obesitas. Obesitas pada umumnya terjada karena pola makan yang
tidak teratur. Pola makan yang banyak lemak, instan dan siap saji menjadi kegemaran
banyak remaja pada saat ini, sehingga menyebabkan kegemukan bahkan sampai
obesitas (Almatsier, 2006). Pola makan pada remaja membutuhkan kalori yang cukup
tinggi karena pada umumnya aktivitas diluar rumah yang padat. Remaja senang
dengan pola makan yang tidak sehat misalnya makanan cepat saji, soft drink, mie
instant sehingga membuat efek kurang bagus pada tubuh remaja (Hidayah, 2012).
Emilia (2009) menjelaskan keinginan remaja untuk membentuk tubuh yang ideal
sehingga remaja membatasi makannya, sehingga remaja melakukan dengan cara agar
tubuhnya bisa ideal dan mengabaikan pola makan, frekuensi makan, jenis makanan
dan porsi makanan.
Frekuensi makan adalah beberapa kali makan dalam sehari meliputi makan pagi, siang
dan malam (Depkes, 2013). Sedangkan menurut Suhardjo (2009) frekuensi makan
merupakan berulang kali makan dalam sehari 3 kali makan pagi, siang dan malam.
Jenis makanan adalah jenis makanan pokok yang di makan setiap hari terdiri dari
makanan pokok, lauk hewani, lauk nabati, sayuran, dan buah yang di konsumsi setiap
hari. Makanan pokok adalah sumber makanan utama di negara Indonesia yang
dikonsumsi setiap individu atau kelompok masyarakat yang terdiri dari beras, jagung,
sagu dan umbi-umbian (Sulistyoningsih, 2011).Jumlah makan adalah banyaknya
makanan yang dimakan dalam setiap orang atau setiap individu dalam suatu kelimpok
(Willy, 2011).
Berdasarkan hasil penelitian pratiwi (2013) berdasarkan hasil penrlitian di SMP Negeri
1 Sekayam dari 60 responden dengan pola makan kurang baik ada sebanyak 57 siswa
(95%) dan dengan pola makan baik sebanayak 3 siswa (5%). Berdasarkan pembahasan
diatas sebagian besar memiliki pola makan yang kurang baik, remaja lebih cenderung
menyukai makananan yang pedas, asam, gorengan dan mengandung gas. Berdasarkan
penelitian Retno (2017) dari 100 sampel remaja di Kelurahan Purwosari Kecamatan
Laweyan dapat diketahui presentase pola makan remaja diperoleh hasil yaitu kategori
pola makan baik sebesar 37% dan kategori pola makan kurang baik sebesar 63%
sehingga dapat disimpulkan yang tinggi untuk pola makan remaja yaitu kurang baik
sebesar 63%. Berdasarkan penelitian Iwan (2018) diketahui gastritis sebanyak 92
siswa, yang berusia dibawah 16 tahun dengan jenis kelamin perempuan sebanyak 101
siswa, dan laki-laki 39 siswa. Siswa kelas X SMK YBKP3 Garut mempunyai pola
makan yang buruk 99 siswa dan pola makan yang baik sebanyak 41 siswa.Memiliki
kejadian gastritis yang tinggi (65,7%).
Berdasarkan survei pendahuluan yang dilaksanakan di SMA 10 Pekanbaru dengan
jumlah 10 remaja yang terdiri dari 5 remaja putri dan 5 remaja putra, untuk melihat
pola makan pada remaja di peroleh 4 siswa yang makan 3 kali dan ngemil di antara
pagi dan siang dan 6 siswa lainnya hanya makan 2 kali sehari di waktu siang dan
malam hari dan lebih suka makan gorengan di pagi hari. memperbanyak ngemil dari
pada memakan yang berprotein dan karbohidrat. Berdasarkan data yang diatas maka
peneliti tertarik untuk mengetahui bagaimana gambaran pola makan pada remaja di
SMA 10 Pekanbaru.
1.2 Rumusan Masalah
Pola makan adalah suatu cara atau usaha dalam pengaturan frekuensi, jumlah dan jenis
makanan dengan informasi gambaran dengan meliputi mempertahankan kesehatan,
status nutrisi, mencegah dan menyembuhkan penyakit. Frekuensi makan adalah jumlah
waktu makan dalam sehari, seperti makan lengkap dan makan makanan salingan.
Jumlah atau porsi makan merupakan suatu ukuran atau takaran makanan yang di
konsumsi pada tiap kali makan. Jenis makanan pada umumnya berupa makanan utama
dan makanan salingan. Pola makan yang tidak teratur pada remaja dan sering
makan-makanan yang berlemak dan siap saji. Porsi makan yang kurang baik juga di
sebabkan karena mengkonsumsi makanan yang kecil, menunggu saat lapar dan makan
dengan tergesa-gesa. Banyak remaja makan dengan porsi berlebih dan tidak seimbang
sehingga bisa menyebabkan kegemukan. Banyan remaja yang tidak memperhatikan
makanan yang di konsumsinya, makan-makanan yang banyak lemaknya, gorengan,
dan minuman bersoda, sehingga menyebabkan asupan nutrisi berkurang dan tidak
seimbang. Berdasarkan uraian diatas peneliti tertarik untuk mengetahui “gambaran
pola makan pada remaja SMAN 10 Pekanbaru”.
Diharapkan penelitian ini dapat dijadikan sebagai sumber pengaruh bagi sekolah
terkait pola makan siswa SMA
1
10
tertentu. Pola makan pada remaja sama dengan pola makan dewasa. Diet yang terdiri
dari dengan beraneka ragaman jenis makanan akan memastikan kecukupan gizi anak
remaja. Anak remaja yang tumbuh dalam lingkungan rumahnya sendiri memilih
makanannya dengan bijaksana sehingga akan memiliki kebiasaan makan yang baik.
Pola pembagian makan yang tipikal adalah 20% dari kalori total untuk sarapan, 35%
untuk makan siang, 30% untuk makan malam dan 10%-15% untuk cemilan (Konsesus
Pengelolaan dan Pencegahan DM tipe 2 di Indonesia, 2006).
Selain makanan utama dan makanan salingan, menimuman juga diperlukan untuk
kebuituhan tubuh guna membantu dalam proses metabolisme dalam tubuh dan
menghilangkan rasa haus. Minuman merupakan suatu cairan yang dibutuhkan oleh
tubuh dalam sehari sekitar 2 liter air. Cairan yang dimaksud berupa air putih, minuman
manis maupun minuman yang dimasakan (Auliana, 2001).
2. Jenis makanan
Jenis makanan adalah sejenis makanan pokok yang dimakan setiap hari terdiri dari
makanan pokok, lauk pauk, lauk nabati, sayuran dan buah yang di konsumsi setiap
hari. Makanan pokok adalah sumber makanan utama di negara indonesia, yang di
konsumsi setiap orang atau kelompok masyarakat yang terdiri dari beras, jagung, sagu,
umbi-umbian dan tepung (Sulistyoningsih, 2011).
Jenis makanan biasanya disebut dengan pangan, pangan merupakan sesuatu yang
berasal dari sumber hayati yang diolah maupun yang tidak diolah untuk makanan dan
minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan, bahan baku yang
digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan, dan pembuatan makana dan
minuman. Jenis makanan pada umumnya berupa makanan utama dan makanan
salingan. Makanan utama disebut juga dengan pangan segar yaitu pangan yang belum
mengalami pengolahan yang dapat dikonsumsi langsung atau yang dapat menjadi
bahan baku pengolahan pangan berupa beras diolah menjadi nasi, sayur, lauk pauk dan
buah-buahan. Berdasarkan bahan baku utama terdiri dari bahan dasar utama seperti
daging, ikan dan telur (protein, lemak), bahan dasar utama sayur dan buah-buahan
(vitamin), bahan dasar utama berupa padi-padian dan kacang-kacangan (karbohidrat)
dan dari bahan dasar utama ubi-ubian dan pisang sedangkan untuk makanan salingan
disebut juga dengan pangan olahan yaitu makanan atau minuman hasil proses dengan
cara atau metode tertentu bisa dengan bahan tambahan ataupun tidak berupa makanan
ringan atau jajanan pasar seperti kue-kue, asinan, keripik (Aritonang, 2011). Adapun
jenis makanan yang dikonsumsi remaja dapat di kelompokan menjadi dua yaitu
makanan utama dan makanan salingan.
a. Makanan utama
Makanan utama merupakan mekanan yang dikonsumsi seseorang berupa makan pagi,
makan siang dan makan malam. Makanan utama terdiri dari makanan pokok,
lauk-pauk, sayur, buah dan minuman.
1) Makanan pokok
Menurut Sediaotama (2004) makanan pokok adalah suatu yang penting dalam susunan
hidangan. Fungsi dari makanan pokok adalah sebagai energi (kalori) dalam tubuh dan
memberi rasa kenyang. Makanan pokok yang biasanya di konsumsi yaitu nasi, roti dan
mie bihun.
a) Nasi
Salah satu makanan pokok di Indonesia adalah nasi. Cara memasak nasi dengan baik
yaitu dengan menyuci dengan air yang mengalir kemudian di aduk dengan tangan
sampai air yang di cuci menjadi bening/bersih, selanjutnya dapat dilakukan dengan
cara menanak dan mengukusnya. Menurut Soediaoetama makan nasi dapat dikonsumsi
pada pagi hari, siang hari dan malam hari. Nasi disajikan dengan lauk-pauk dan sayur.
Kalori yang di hasilkan adalah 1089-1452 kalori atau 2000 kalori seseorang perhari.
b) Roti
Roti biasanya dibuat dari tepung terigu ditambah ragi, lemak, garam dan air dengan
proses pembuatannya melalui permentasi selama 1-8 jam. Tepung terigu merupakan
mempunyai protein yang tinggi dari gluten yang di hasilkan oleh tepung. Dalam 100
gram tepung terigu memiliki zat-zat gizi yaitu energi 330 kal, protein 11 gram, lemak
2 gram, karbohidrat 72,4 gram, zat kapur 15 gram, phospor 130 gram, zat besi 2
mg,vitamin C 0 SI, vitamin C 0 mg, dan vitamin B1 170 mg (sediaoetama, 2004).
2) Lauk-pauk
Lauk pauk merupakan masakan atau hidangan yang berasal dari hewani maupun
nabati, baik yang berkuah maupun tidak berkuah, baik dengan proses masakan maupun
proses tidak dimasak. Lauk pauk terdiri dari; sayur, sambal-sambalan, gorengan dan
lauk pauk yang khas berdasarkan bahan, teknik pengolahan dan penyajian (Kristiastuti
dan Ismawati, 2004).
3) Buah
Buah-buahan berfungsi sebagai sumber vitamin dan mineral tetapi pada buah-buah
tertentu yang menghasilkan banyak energi (Sediaoetami, 2004). Salah satu contoh
buah segar adalah seperti semangka, pisang, apel dan lain sebagai lainnya.
4) Jenis sayur
Menurut sadiaoetama (2004) sayur merupakan jenis masakan yang menggunakan dari
sayuran berwarna contuhnya sayur kangkung, bayam dan wortel, dan yang tidak
berwarna contohnya kubis, sawi putih dan toge.
5) Minuman
Minuman merupakan cairan yang dikonsumsi yang tidak terbatas waktunya, atau yang
mengiringi makanan selingan berupa minuman yang dikonsumsi adalah air putih
mengiringi makan nasi, sedangkan minuman selingan berupa es kelapa muda, juice, es
cendol, es teh, es jeruk dan lain-lain.
b. Makanan selingang
Menurut Sediaoetama (2004) makanan selingan menurut bentuknya terdiri dari:.
1) Makanan selingan berbentuk basah seperti tahu isi,pastel, pisang goreng dan
lainnya.
2) Makanan selingan berbentuk kuah seperti lontong, empek-empek, mie ketupat dan
lainnya.
3) Makanan selingan yang dijual sekolah seperti siomay, batagor, gorengan dan
lainnya.
4) Makanan selingan berbentuk kering seperti jenis keripik, kacang goreng, dan
lainnya.
3. Jumlah (porsi) makan
Kecukupan energi diperlukan untuk kegiatan sehari-hari dan proses metabolisme
tubuh, cara sederhana untuk mengetahui kecukupan energi dapat dilihat dari berat
badan (BB). Masa remaja cenderung memilih makanan yang disukainya, jika makan
makanan yang disukainya remaja tidak mementingkan berapa banyak jumlah makanan
yang masuk kedalam tubuh. Jumlah makanan harus sesuai dengan jumlah yang masuk
kedalam tubuh dan jumlah yang keluar dari dalam tubuh Satyawati & Hartini, 2018).
Jumlah standar bagi semaja antara lain adalah,
a. Makanan pokok
Makanan pokok berupa nasi, roti tawar dan mie instant. Jumlah makanan pokok atara
lain nasi 100 gram, roti tawar 50gram.
b. Lauk-pauk
Lauk pauk memiliki dua golongan lauk nabati dan hewani. Jumlah makanan antara
lain: daging 50 gram, telur 50 gram, ikan 50 gram, tempe 50 gram, tahu 100 gram.
c. Sayur-mayur
Sayur merupakan bahan dati tumbuh-tumbuhan. Jumlah makanan sayur dari berbagai
bentuk sayur antara lain: sayur 100 gram.
d. Buah-buahan
Buah merupakan suatu hidangan yang di sajikan sebelum dan sesudah makan yang
berpunsi untuk makanan pembukan dan pencuci mulut. Jumlah porsi buah antara lain:
ukuran buah 100 gram, ukuran potongan buah 75 gram.
e. Minuman
Minuman mempunyai fungsi membantu proses metabolisme tubuh, tiap jenis minuman
berbeda-beda. Umumnya jumlah atau ukuran untuk air putih dalam sehari itu lima atau
lebih dalam pergelas (2 liter perhari), sedangakn susu 1 gelas ( 200 gram)
(Sediaoetama, 2004)
2.1.2.3. Faktor Yang Mempengaruhi Pola Makan
Sulistyoningsih (2011) mengatakan bahwa ada beberapa faktor yang mempengaruhi
pola makan adalah sebagai berikut
1. Faktor ekonomi
Faktor ekonomi yang cukup dominan dalam mempengaruhi konsumsi pangan adalah
pendapatan keluarga dan harga. Tingginya pendapatan yang tidak diimbangi
penegtahuan gizi yang cukup, akan menyebabkan seseorang menjadi sangat konsumtif
dalam pola makan sehari-hari, sehingga pemilihan suatu bahan makanan lebih
berdasarkan kepada pertimbangan selera dibandingkan dengan aspek gizi.
Cenderungan untuk mengkonsumsi makanan impor, terutama jenis siap santap (fat
food), seperti ayam goreng, hamburger dan lain-lain, telah meningkat tajam terutama
pada kalangan remaja dan kelompok masyarakat dengan ekonomi menengah ke atas.
menentukan apa saja yang boleh dimakan dan apa saja yang tidak boleh dimakan,
contohnya pada anak belita yang mengkonsumsi ikan laut karena khawatir akan
menyebabkan kecacingan, padahal dari sisi kesehatan mengkonsumsi ikan sangat baik
bagi belita karena memiliki kandungan protein yang sangat di butuhkan untuk
pertumbuhan.
3. Agama
Pantangan yang didasari oleh agama, khususnya islam biasa di sebut haram dan
seseorang yang melanggar hukumnya akan berdosa. Pantangan terhadap makanan dan
minuman tertentu dari sisi agama tersebut dikarenakan memebahayakan jasmani dan
rohani bagi yang mengkonsumsinya.
4. Pendidikan
Pendidikan dalam hal ini biasanya dikaitkan dengan pengetahuan, akan pengaruh
terhadap pemilihan bahan makanan dan pemenuhan kebutuhan gizi. Salah satu contoh,
prinsip yang dimiliki seseorang dengan pendidikan yang rendah biasanya adalah “yang
penting kenyang”, sehingga karbohidrat lebih banyak di bandingkan dengan bahan
makanan lainnya, sedangkan seseorang yang memiliki pendidikan yang tinggi
cenderung memilih untuk menyeimbangkan bahan makanan yang di butuhkan oleh
gizi.
5. Lingkungan
Faktor lingkungan cukup besar mempengaruhi pembentukan perilaku makan.
Linkungan yang di maksud adalah lingkungan keluarga, sekolah dan teman sebaya.
Keluarga sangat berpengaruh terhadap pola makan seseorang, kesukaan dan kebiasaan
makan seseorang. Lingkungan sekolah, termasuk juga para guru, teman sebaya dan
tempat jajanan sangatlah mempengaruhi bentuk pola makan, khususnya siswa sekolah.
Tabel 2.2
keterangan Penelitan Pratiwi (2013) Retno, Dewi (2017) Iwan, Udin
sekarang (2017)
Topik Gambaran pola Gambaran Pola Hubungan Hubungan pola
penelitian makan pada Makan Dalam Pengetahuan Gizi, makan dengan
remaja SMA 10 Kejadian Aktivitas Fisik, dan gastritis pada
Pekanbaru Gastritispada Pola Makan Terhadap remaja di
Remaja Di Smp Status Gizi Remaja Di sekolah
Negeri 1 Sekayam Kelurahan Purwosari menengah
kabupaten singgau Laweyan Surakarta kejuruan ybkp3
garut
Subjek Siswa SMA 10 Remaja putri usia Remaja usia 15-19 Remaja usia 16
Pekanbaru 14-15 tahun tahun tahun
Tempat SMA 10 Smp Negeri 1 Kelurahan Purwosari Sekolah
penelitian Pekanbaru Sekayam kabupaten Laweyan Surakarta Menengah
singgau Kejuruan
YBKP3 Garut
Remaja
Keterangan :
Diteliti :
Tidak diteliti :
Sumber : Santoso & Ranti (2004), Aritonang (2011), Satyawati & Hartini (2018),
Sulistyoningsih (2011).
1. Frekuensi makan
2. Jenis makan
3. Jumlah (porsi) makan
1
21
Keterangan :
n = Jumlah Sampel
N = Jumlah Populasi
Hasil :
Perhitungan ini menggunakan rumus, maka jumlah sampel pada penelitian ini ada
sebanyak 246 siswa SMAN 10 Pekanbaru.
Keterangan :
ni = besar sampel,
n = jumlah populasi.
Ni = banyak populasi tiap kelompok.
n = jumlah sampel secara keseluruhan.
Tabel 3.1
Jumlah sampel yang diteliti disetiap kelas XI dan XII SMAN 10 Kota Pekanbaru
1. Kelas X-1 36 14
2. Kelas X-2 36 14
3. Kelas X-3 36 14
4 Kelas X-4 35 13
5 Kelas X-5 36 14
6 Kelas X-6 36 14
7 Kelas X-7 36 14
8 Kelas X-8 34 13
9 Kelas X-9 36 14
10 Kelas X-10 35 13
11 Kelas XI-1 35 13
12 Kelas XI-2 36 14
13 Kelas XI-3 36 14
14 Kelas XI-4 35 13
15 Kelas XI-5 35 14
16 Kelas XI-6 34 13
17 Kelas XI-7 36 14
18 Kelas XI-8 36 14
Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui jumlah sampel yang akan diambil untuk
kelas X dan XI pada siswi SMAN 10 Pekanbaru sebanyak 137 dan 109 0rang.
3.6 Variabel dan Defenisi Operasional
3.6.1 Variabel Penelitian
Variabel penelitian merupakan segala hal yang berupa apa saja yang ditentukan oleh
peneliti, baik informasi tentang hal yang diteliti lalu dapat menarik kesimpulan
(Sujarweni, 2014). Variabel dalam penelitian ini adalah Gambaran pola makan pada
remaja.
1 Karakteristik
Responden
dengan statistik dan dapat digunakan untuk menjawab rumusan masalah penelitian
(Sujarweni, 2014). Analisis data yang digunakan pada penelitian ini adalah analisis
univariat. Menurut Notoatmodjo (2012) analisis univariat dan bivariat bertujuan untuk
menjelaskan atau mendeskripsikan ciri-ciri setiap variabel penelitian.
3.11.4 Confidentiality
Kerahasiaan hasil penelitian akan dijamin oleh peneliti dan peneliti juga akan
menampilkan data secara jujur
berdasarkan tabel 4.1 diatas dapat dilihat dari 246 orang responden pada penelitian ini
didapatkan median 16 tahun. Usia responden paling rendah adalah 16 tahun dan paling
tinggi usia 17 tahun.
Karakteristik Responden
Frekuensi Presentase (%)
Jenis Kelamin :
Laki-laki 106 43,1%
Perempuan 140 56,9%
Total 246 100%
Berdasarkan tabel 4.1 diperoleh data karakteristrik responden dengan jenis kelamin
diperoleh remaja perempuan lebih banyak di bandingkan remaja laki-laki dengan
jumlah perempuan 140 orang (56,9%) dan laki-laki 106 orang (43,1%).
Berdasarkan tabel 4.2 diperoleh data frekuensi makan remaja yang sesuai berjumlah
29
1
32
136 (55,3%) dan frekuensi makan tidak sesuai berjumlah 110 (44,7%).
4.1.1.3 Pola Makan Berdasarkan Jenis Makanan
Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Responden Jenis Makanan di SMAN 10 Kota Pekanbaru
Karakteristik Frekuensi Presentase (%)
Sesuai 162 65,9%
Tidak sesuai 84 34,1%
Total 246 100%
Berdasarkan tabel 4.3 diperoleh data jenis makanan remaja yang sesuai berjumlah 162
(65,9%) dan jenis makanan tidak sesuai berjumlah 84 (34,1%).
Berdasarkan tabel 4.4 diperoleh data porsi makan remaja yang sesuai berjumlah 133
(54,1%) dan porsi makan tidak sesuai berjumlah 113 (45,9%).
Frekuensi Makan
Berdasarkan tabel 4.5, diatas dapat dilihat dari 246 responden pada penelitian ini
didapat sebagian besar responden sesuai makan pagi sebelum pergi sekolah sebanyak
134 orang (58,6%) dan membawa bekal dari rumah sebanyak 153 orang (62,2%)
sebagian besar remaja sesuai dengan pola makan berdasarkan frekuensi dimana remaja
serapan pagi sebleum pergi sekolah dan membawa bekal untuk makan siang, remaja
juga mengkonsumsi buah sebelum makan dapat dilihat dari tabel diatas sebanyank 192
orang (78%). Dari hasil data juga dapat dilihat jenis makanan yang sesuai di konsumsi
oleh remaja yaitu seringnya mengkonsumsi roti kukus saat disekolah sebanyak 185
orang (75,2%) dan meminum susu setiap hari sebanyak 163 orang (66,3%). Dari hasil
data porsi makan yang sesuai juga bisa dilihat dari tabel diatas yaitu menambah porsi
makan sayur setiap makan sebanyak 166 orang (67,5%). Hasil data diatas
4.2 Pembahasan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dibuat diatas, maka selanjutnya peneliti akan
membahas hasil dari penelitian tersebut.
Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Anggreny (2014) di Bogor
bahwa sebagian responden berusia sekitar remaja pertengahan yaitu 16 tahun .Usia
remaja merupakan priode transisi masa anak-anak menuju masa dewasa antara usia
11-20 tahun. Penyesuian dan adaptasi sangat dibutuhkan agar bisa menghadapi
perubahan dan mencoba memperoleh identitas diri yang matang (Santrock, 2007).
Remaja usia 16 dan 17 tahun merupakan usia yang rentan terkenannya penyakit
gastritis karena remaja memiliki pola makan yang kurang teratur dan tidak sehat.
kurus menyebabkan kebiasaan makan yang kurang baik. Tidak teraturnya makan,
mengurangi makan nasi dan mungkin makan hanya pada pagi dan siang saja sedangkan
makan malam diabaikan agar tidak mengakibatkan tubuh gemuk (Winarsih, 2018).
Hasil analisis kuesioner diperoleh data bahwa sebagian besar remaja jarang
mengkonsumsi buah-buahan yang berjumlah 161 orang (65,9%). Hal ini sejalan
dengan hasil penelitian yang dilakukan Farisa (2012) mengatakan bahwa remaja
perempuan lebih banyak menkonsumsi buah dibandingkan laki-laki, karena kurangnya
kesidian buah dirumah sehingga remaja kurang mengkonsumsi setiap hari.
Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Puspadewi (2012) mengatakan
bahwa masih banyak remaja yang tidak serapan dan terlambat makan. Dalam sehari
responden hanya makan dua kali sehari sehingga keadaan lambung kosong, sehingga
menyebabkan gastritis.
Berdasarkan hasil penelitian yang didapatkan bahwa sebagian besar remaja di SMAN
10 Kota Pekanbaru menunjukkan data frekuensi makan remaja yang sesuai berjumlah
136 orang (55,3%) dan frekuensi makan tidak sesuai berjumlah 110 orang (44,7%).
Remaja SMAN 10 Pekanbaru memiliki frekuensi makan yang sesuai atau baik.
Berdasarkan hasil penelitian yang didapatkan bahwa sebagian besar remaja di SMAN
10 Kota Pekanbaru diperoleh data jenis makanan remaja yang sesuai berjumlah 162
orang (65,9%) dan jenis makanan tidak sesuai berjumlah 84 orang (34,1%). Jenis
makanan adalah sejenis makanan pokok yang dimakan setiap hari terdiri dari makanan
pokok, lauk pauk, lauk nabati, sayuran dan buah yang di konsumsi setiap hari.
Makanan pokok adalah sumber makanan utama di negara indonesia, yang di konsumsi
setiap orang atau kelompok masyarakat yang terdiri dari beras, jagung, sagu,
umbi-umbian dan tepung (Sulistyoningsih, 2011).
Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Fitrin (2013) mengatakan
bahwa responden mengkonsumsi makanan yang tidak sesuai atau kurang baik, hal ini
di sebabkan karena responden tidak memperhatikan makanan yang dikonsumsi, faktor
kesibukan, mengkonsumsi yang instan, makanan yang keasamannya tinggi, makan
goreng-gorengan dan minuman yang mengandung soda yang dapat meningkatkan asam
lambung terluka dan menyebabkan gastritis.
hasil analisis kuesioner diperoleh data bahwa sebagian besar remaja jarang
mengkonsumsi makanan siap saji yang berjumlah 142 orang (57,7%). Penelitian ini
sejalan dengan penelitian yang dilakukan Annur (2014) mengatakan bahwa responden
mengkonsumsi makanan yang tidak sesuai atau kurang baik, hal ini di sebabkan karena
cenderung memilih makanan yang banyak mengandung lemak dan gula serta sedikit
serat, vitamin, dan mineral yang berpengaruh buruk bagi kesehatan.
Berdasarkan hasil penelitian yang didapatkan bahwa sebagian besar remaja di SMAN
10 Kota Pekanbaru menunjukkan data jenis makanan remaja yang sesuai berjumlah
162 orang (65,9%) dan jenis makanan tidak sesuai berjumlah 84 orang (34,1%).
Remaja SMAN 10 Pekanbaru memiliki jenis makanan yang sesuai atau baik.
kecil, menunggu saat lapar dan sering kali makan dengan tergesa-gesa. porsi makan
dapat mempengaruhi terjadinya gastritis bagi responden. Porsi makan harus di
perhatikan oleh responden yang mengalami gastritis untuk meringankan pekerjaan
saluran pencernaan dimana sebaiknya makan dengan porsi dikit tapi sering.
Hasil analisis kuesioner diperoleh data bahwa sebagian besar remaja jarang
mengkonsumsi sayur-sayuran yang berjumlah 134 (54,5%). Hal ini sejalan dengan
penelitian yang dilakukan Widyawati (2009) mengatakan bahwa kurangnya remaja
mengkonsumsi sayur karena pengaruh dari beberapahal yang mempengaruhi tingkat
kesukaan atara rasa, tekstur, aroma, dan kebiasaan makan.
Berdasarkan hasil penelitian yang didapatkan bahwa sebagian besar remaja di SMAN
10 Kota Pekanbaru menunjukkan data porsi makan remaja yang sesuai berjumlah 133
orang (54,1%) dan porsi makan tidak sesuai berjumlah 113 orang (45,9%). Remaja
SMAN 10 Pekanbaru memiliki jenis makanan yang sesuai atau baik.
BAB 5
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan mengenai gambaran pola makan pada
remaja di SMAN 10 Pekanbaru yang telah dilakukan pada bulan Juli 2019. Dengan
jumlah responden 246 frekuensi makan remaja yang sesuai berjumlah 136 (55,3%) dan
frekuensi makan tidak sesuai berjumlah 110 (44,7%), dari data jenis makanan remaja
yang sesuai berjumlah 162 (65,9%) dan jenis makanan tidak sesuai berjumlah 84
(34,1%), dari data porsi makan remaja yang sesuai berjumlah 133 (54,1%) dan porsi
makan tidak sesuai berjumlah 113 (45,9%).
5.2 Saran
5.2.1 Bagi Ilmu Keperawatan
Bagi ilmu keperawatan dapat memberikan edukasi dan masukkan bagi remaja tentang
bagaimana pentingnya pola makan agar lebih meningkatkan lagi peraturan pola makan
sehingga mengoptimalkan pencapaian nilai pada remaja.
5.2.2 Bagi institusi pendidikan
Diharapkan penelitian ini dapat dijadikan sebagai sumber bacaan bagi mahasiswa di
STIKes hangtuah Pekanbaru.
5.2.3 Bagi tempat penelitian
Diharapkan pihak sekolah dapat meningkatkan kualitas jajanan sekolah yang sehat
sehingga pola makan yang telah sesuai dapat lebih meningkatkan lagi.
37
DAFTAR PUSTAKA
Annur. DR. (2012). Hubungan faktor induvidu dan lingkungan dengan mengkonsumsi
buah dan sayur pada siswa SMPN 19 Jakarta. [skripsi]. Depok: Universitas
Indonesia.
Almatsier S. (2006). Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama;
Almatsier, S., Soetardjo, S., & Soekatri, M. (2011). Gizi seimbang dalam daur
kehidupan. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Annisa M N, Ernalia Y, Amelia S M. (2012) Perbedaan kualitas hidup antara status gizi
lebih dan status gizi normal pada siswa SMAN 1 pekanbaru[skripsi]. Pekanbaru:
Universitas Riau; Available from:
http://lib.unri.ac.id/skripsi/index.php?p=showdetail&id=41517
Chandra A. Wahyumi TD. Sutriningsih A. (2006) Hubungan antara aktivitas fisik san
pola makan dengan kejadian obesitas di SMA Labolatorium malang.
Depertemen Kesehatan RI. (2013). Laporan hasil riset kesehatan dasar Nasional.
(RISKESDAS).
Depkes, RI. (2018). Kenali masalah gizi yang mengancam remaja indonesia.
www.depkes.go.id/article/view/18051600005/kenali-masalah-gizi
-yang-ancam-remaja-indonesia.htm. Jakarta: Dipublikasikan pada selasa, 15 mei
2018.
Emilia Esi. (2009) Pengetahuan, Sikap dan Praktek Gizi pada Remaja dan
Implikasinya pada Sosialisasi Perilaku Hidup Sehat. Media Pendidikan Gizi dan
Kuliner;1(1).
Fitri. (2013). Deskripsi pola makan penderita maag pada Mahasiswa jurusan
kesejahteraan keluarga fakultas teknik Universitas Negeri Padang. Jurnal
Universitas Negeri Padang Vol.2 No.1
http://ejournal.unp.ac.id/index.php.gkre/article/view.
Guyton. AC, Ball JE. (2007) Obesitas. Buku ajar fisiologi kedokteran. Ed 9. Jakarta.
EGC;
Hardiansyah. (2005). Penilaian dan perencanaan konsumsi pangan gizi masyarakat dan
sumber berdaya keluarga. (Laporan Penelitian). Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Kirchner, T., Ferrer, L., Forns, M., & Zanini, D. (2011). Self-harm behavior and
suicidal ideation among high school students. Gender differences and relationship
with coping strategies. Actas Espanolas dePsiquiatria, (39), 226-35.
Khomsan, A. (2004). Pangan dan gizi untuk kesehatan. PT Raja Grafindo Persada.
Jakarta.
Poltekes Depkes Jakarta 1. (2012). Kesehatan remaja, problem dan solusinya. Jakarta:
Salembah Medika.
Pratiwi, W. (2013). Hubungan pola makan dengan gastritis pada remaja di pondok
pesantren Daar El-Qolam Gintung Jayanti Tangerang, Universitas Islam Negeri
syarif Hidayatullah, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan. Jakarta. (skripsi).
http://repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25709/1/Wahyu%20prat
iwi%20%20fkik.pdf.Puspadewi, V. A dan Endang L. (2012). Penyakit maag dan
gangguan pencernaan. Yogyakarta: Kanisius.
Puspadewi, V.A dan Endang, L. (2012) penyakit maag dan gangguan pencernaan.
Yokyakarta: Kanisius.
Ratna Verawati. (2015). Hubungan antara body image dengan pola makan dan status
gizi remaja putri di SMP Al Islam 1 Surarakarta. Jurnal. Universitas
Muhammadiyah Surakarta.
Riskesdas, RI. (2013). Hasil utama riset kesehatan dasar. Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI.
Sulistyoningsih, Hariyani. (2011). Gizi untuk kesehatan ibu dan anak. Edisi Pertama.
Uripi. (2007). Menu Untuk Penderita Hepatitis dan saluran Pencernaan. Jakarta: Puspa
Swara.
Widyawati I. (2009). Analisis preperensi pangan masyarakat dan daya dukungan gizi
menuju pencapain diversifikasi pangan. Kabupaten Bogor: IPB.
Winarsih. (2018). Pengantar ilmu gizi dalam kebidanan. Yogyakarta: Pustaka Baru.
Wong, D. L., Hockenberry-Eaton, M., Wilson, D., Winkelstein, M. L., & Schwartz, P.
(2009). Buku Ajar Keperawatan Pediatrik Wong. In volume 1.
Zametkin, AJ, Zoon, CK, Klien, HW, Munson, S. (2004). Psychiatric aspects of child
and adolescent obesity; A review of the past 10 years, focus the journal of lifelong
learning in psychiatry, vol. 2, no. 4, p.625-641, http://www.focus.psychiatryonline.org.