Anda di halaman 1dari 34

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN DHF

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Anak


Dosen Pembimbing : Etik Pratiwi, S.Kep. Ns., M.kep

HALAMAN JUDUL

KELAS 3A

DISUSUN OLEH;
1. Fathika Azhari N. 2820173012
2. Gita Novita Sari 2820173017
3. Menik Lansiatun 2820173022

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN NOTOKUSUMO


YOGYAKARTA
20
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang
telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, kekuatan serta kesabaran di dalam
menyelesaikan Asuhan Keperawatan ini sesuai harapan kami dan sesuai waktu
yang telah di tentukan, meskipun tidak sedikit hambatan yang kami hadapi.

Kami berharap dengan terwujudnya Asuhan Keperawatan ini dapat


dijadikan bahan bacaan minimal bagi teman-teman dan diharapkan pula dapat
menambah wawasan, pengetahuan dan menambah rasa tanggung jawab kami
sebagai mahasiswa di STIKES Notokusumo Yogyakarta.

Sekalipun Asuhan Keperawatan ini masih belum sempurna, namun


untuk mewujudkannya diupayakan secara maksimal, dengan harapan dapat
memenuhi persyaratan yang telah ditentukan.Akhirnya dengan segala
kerendahan hati kami mempersembahkan Asuhan Keperawatan ini, semoga
mendapat penilaian yang positif dan bermanfaat. Adanya, kritik dan saran dari
pembaca sangat diharapkan demi perbaikan penulisan Asuhan Keperawatan
berikutnya.

Penulis

September 2019

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .................................................................................................................. i

KATA PENGANTAR ............................................................................................................... ii

DAFTAR ISI ............................................................................................................................ iii

BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................................... 1

A. Latar Belakang ................................................................................................................ 1

B. Rumusan Masalah ........................................................................................................... 2

C. Tujuan ............................................................................................................................. 2

BAB II PEMBAHASAN ........................................................................................................... 3

A. DEFINISI ........................................................................................................................ 3

B. ETIOLOGI ...................................................................................................................... 3

C. MANIFESTASI KLINIS ................................................................................................ 5

D. KLASIFIKASI ................................................................................................................ 6

E. TANDA DAN GEJALA ................................................................................................. 7

F. FASE DENGUE HEMMORHAGIC FEVER ................................................................ 8

G. PATOFISIOLOGI........................................................................................................... 8

H. PATHWAY................................................................................................................... 11

I. KOMPLIKASI .............................................................................................................. 12

J. PEMERIKSAAN DAN DIAGNOSIS .......................................................................... 12

K. PENATALAKSANAAN .............................................................................................. 13

L. FOCUS PENGKAJIAN DEMAM BERDARAH DENGUE ....................................... 16

M. FOCUS INTERVENSI DHF ........................................................................................ 19

BAB III PENUTUP ................................................................................................................. 19

A. Kesimpulan ................................................................................................................... 30

B. Saran ............................................................................................................................. 30

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
DHF adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh virus dengue
yangmasuk ke dalam tubuh melalui gigitan nyamuk aedes aegypty. Penyakit
ini dapatmenyerang semua orang dan dapat mengakibatkan kematian,
terutama anak sertasering menimbulkan wabah. (Suriadi, 2006: 57).
Sampai sekarang penyakit demam berdarah dengue masih menjadi
masalah kesehatan masyarakat Indonesia. Penyakit dengue hemorrhagic
fevertercatat pertama kali di Asia pada tahun di 1954, sedangkan di
Indonesia penyakitdemam berdarah dengue pertama kali ditemukan pada
tahun 1968 di Surabayamencatat 58 kasus DHF dengan 24 kematian (CFR:
41,5%) dan sekarangmenyebar keseluruh propinsi di Indonesia. (
Soegijanto, 2006).
Faktor kepadatan penduduk memicu tingginya kasus dengue
hemorrhagicfever, karena tempat hidup nyamuk hampir seluruhnya adalah
buatan manusiamulai dari kaleng bekas, ban bekas hingga bak mandi.
Karena itu, 10 kota dengantingkat DBD paling tinggi seluruhnya merupakan
ibukota provinsi yang padatpenduduknya. Data kementerian kesehatan
(Kemenkes) Republik Indonesiamencatat jumlah kasus Demam Berdarah
Dengue (DBD) pada tahun 2009mencapai sekitar 150 ribu. Angka ini
cenderung stabil pada tahun 2010, sehinggakasus demam berdarah dengue
di Indonesia belum bisa dikatakan berkurang.Demikian juga dengan tingkat
kematiannya, tidak banyak berubah dari 0,89%pada tahun 2009 menjadi
0,87% pada 2010. Ini berarti ada sekitar 1.420korban tewas akibat demam
berdarah dengue pada 2009 dan sekitar 1.317korban tewas pada tahun 2010.
( Pramudiarja, 2011)
Data di dinas kesehatan provinsi Jawa Tengah menunjukan selama
2009ada 16.858 kasus demam berdarah di Jawa Tengah dengan pasien yang
meninggaldunia 230 orang. Dari jumlah itu, yang terjadi di kota Semarang

1
mencapai 3.314kasus dengan meninggal dunia 48 orang. Sedangkan daerah
lain, adalah Jeparadengan 1.395 kasus dan meninggal dunia 17 orang, Solo
535 kasus denganmeninggal dunia tiga orang, kota Magelang 236 dengan
meninggal dunia satuorang. ( Rofiuddin, 2010 )
Berdasarkan uraian diatas, penulis tertarik untuk menyusun Asuhan
Keperawatan pada Tn.R dengan Denguehemorrhagic fever derajat I di
ruang melati II RSUD Dr.Moewardi Surakarta”.
B. Rumusan Masalah
1. Apa itu DHF?
2. Apa saja pemeriksan penunjang yang dilakukan?
3. Bagaimana penatalaksanaannya?
4. Diagnosa keperawatan apa saja yang sering muncul?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui apa itu DHF?
2. Untuk mengetahui apa saja pemeriksan penunjang yang dilakukan?
3. Untuk mengetahui bagaimana penatalaksanaannya?
4. Untuk mengetahui diagnosa keperawatan apa saja yang sering muncul?

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. DEFINISI
Demam berdarah dengue adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh
virus dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot atau nyeri sendi yang disertai
dengan leucopenia, ruam limpadenofati, trombositopenia dan ditesis
demoragik. Pada DBD terjadi perembesan plasma tang ditandai dengan
hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit) atau penumpukan cairan dirongga
tubuh. Sindrom renjanan dengue (dengue shock syndrome) ada demam
berdarah dengue yang ditandai dengan renjanan/ shock (Sudoyo, Dkk, 2009).
Demam dengue disebabkan oleh virus dengue yang termasuk dalam genus
flavi virus merupakam virus dengan diameter 30nm. Terdapat 4 serotipe virus
yaitu den 1, den 2, den 3, den 4 yang semua dapat menyebabkan DHF. Ke-4
serotipe ditemukan di Indonesia dengan den 3 merupakan serotype terbanyak
(Sudoyo, 2006).
Demam berdarah atau Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) ialah penyakit
demam akut terutama menyerang pada anak-anak, dan saat ini cenderung
polanya berubah ke orang dewasa. Gejala yang ditimbulkan dengan manifestasi
perdarahan dan bertendensi menimbulkan shock yang dapat menimbulkan
kematian. (Depkes, 2006).
Infeksi virus dengue dapat menyebabkan Demam Dengue (DD), Dengue
Hemorrhagic Fever (DHF), dan Syndrom Shock Dengue (SSD). Infeksi dengue
di jumpai sepanjang tahun dan meningkat pada musim hujan. Demam berdarah
dengue merupakan penyakit infeksi yang masih menimbulkan masalah
kesehatan. Hal ini masih disebabkan oleh karena tingginya angka morbiditas
dan mortalitas (Depkes, 2006).

B. ETIOLOGI
Penyebab Dengue Hemmorhagic Fever (DHF) dinamakan virus dengue tipe
1, tipe 2, tipe 3,tipe 4. Vektor dari DHF adalah Aedes aegypti, aedes albopictus,

3
aedes aobae, aedes cooki, aedes hakanssoni, aedes polynesis, aedes
pseudoscutellaris, aedes rotumae (Sumarmo, 2005).
Virus dengue termasuk Flavivirus secara serologi terdapat 4 tipe yaitu tipe1,
tipe 2, tipe 3, tipe 4. Dikenal 3 macam arbovirus Chikungunyam Onyong-nyong
dari genus Togavirus dan West Nile Fever dari genus Flavivirus, yang
mengakibatkan gejala demam dan ruam yang mirip DB (Widagdo, 2011).

1. Virus Dengue
Deman dengue dan demamm berdarah dengue disebabkan oleh virus
dengue, yang termasuk dalam genus flavivirus, keluarga flaviviridae.
Flavivirus merupakan virus dengan diameter 30 mm terdiri dari asam
aribonukleat rantai tunggal dengan berat molekul 4 x 106. Terdapat 4
serotipe virus yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4 yang semuanya
dapat menyebabkan demam dengue dan demam berdarah dengue.
Keempat serotipe ditemukan di Indonesia dengan DEN-3 merupakan
serotip terbanyak.
Virus Dengue merupakan keluarga flaviviridae dengan empat serotip
(DEN 1, 2, 3, 4). Terdiri dari genom RNA stranded yang dikelilingi oleh
nukleokapsid. Virus Dengue memerlukan asam nukleat untuk bereplikasi,
sehingga mengganggu sintesis protein sel pejamu. Kapasitas virus untuk
mengakibatkan penyakit pada pejamu disebut virulensi. Virulensi virus
berperan melalui kemampuan virus untuk :
a. Menginfeksi lebih banyak sel,
b. Membentuk virus progenik,
c. Menyebabkan reaksi inflamasi hebat,
d. Menghindari respon imun mekanisme efektor
2. Vektor
Virus dengue serotipe 1, 2, 3, dan 4 yang ditularkan melalui vektor yaitu
nyamuk aedes aegypti, nyamuk aedes albopictus, aedes polynesiensis dan beberapa
spesies lain merupakan vektor yang kurang berperan berperan.infeksi dengan salah
satu serotipe akan menimbulkan antibodi seumur hidup terhadap serotipe
bersangkutan tetapi tidak ada perlindungan terhadap serotipe jenis yang lainnya.

4
Nyamuk Aedes Aegypti maupun Aedes Albopictus merupakan vektor
penularan virus dengue dari penderita kepada orang lainnya melalui
gigitannya nyamuk Aedes Aegyeti merupakan vektor penting di daerah
perkotaan (viban) sedangkan di daerah pedesaan (rural) kedua nyamuk
tersebut berperan dalam penularan. Nyamuk Aedes berkembang biak pada
genangan Air bersih yang terdapat bejana-bejana yang terdapat di dalam
rumah (Aedes Aegypti) maupun yang terdapat di luar rumah di lubang-
lubang pohon di dalam potongan bambu, dilipatan daun dan genangan air
bersih alami lainnya (Aedes Albopictus). Nyamuk betina lebih menyukai
menghisap darah korbannya pada siang hari terutama pada waktu pagi hari
dan senja hari.
3. Host
Jika seseorang mendapat infeksi dengue untuk pertama kalinya maka ia
akan mendapatkan imunisasi yang spesifik tetapi tidak sempurna, sehingga
ia masih mungkin untuk terinfeksi virus dengue yang sama tipenya maupun
virus dengue tipe lainnya. Dengue Haemoragic Fever (DHF) akan terjadi
jika seseorang yang pernah mendapatkan infeksi virus dengue tipe tertentu
mendapatkan infeksi ulangan untuk kedua kalinya atau lebih dengan pula
terjadi pada bayi yang mendapat infeksi virus dengue huntuk pertama kalinya jika
ia telah mendapat imunitas terhadap dengue dari ibunya melalui plasenta.

C. MANIFESTASI KLINIS
Kasus DHF ditandai oleh manifestasi klinik, yaitu: demam tinggi dan
mendadak yang dapat mencapai 400C atau lebih dan terkadang disertai dengan
kejang, demam, sakit kepala,anoreksia, mual muntah, epigastrik, discomfort,
nyeri perut kanan atas atau seluruh bagian perut dan pendarahan, terutama
pendarahan kulit, walaupun hanya berupa uji tourniquet positif. Selain itu,
pendarahan kulit dapat terwujud memar atau juga berupa pendarahan spontan
mulai dari petekie pada ektremitas, tubuh, dan muka, sampai epistaksis dan
pendarahan gusi. Sementara pendarahan gastrointestinal masih lebih jarang
terjadi dan biasanya hanya terjadi pada kasus dengan syok yang berkepanjangan

5
atau setelah syok yang tidak dapat teratasi. Pendarahan lain seperti pendarahan
sub konjungtiva terkadang juga ditemukan. Pada masa konvalisen seringkali
ditemukan eritema pada telapak kaki dan hepatomegali. Hepatomegali biasanya
dapat diraba pada permukaan penyakit dan pembesaran hati ini tidak sejajar
dengan beratnya penyakit. Nyeri tekan seringkali ditemukan tanpa ikters
maupun kegagalan pendarahan.Menurut Wahidayat (2005) manifestasi klinis
DHF sebagai berikut: Demam tinggi (2-7 hari), perdarahan (petekia, purpura,
epiktasis, perdarahan gusi), pembesaran hati (hepatomegali), tekanan darah
menurun, pembesaran kelenjar limfa, gelisah, timbul sianosis di sekitar mulut,
muntah, melena.

D. KLASIFIKASI
Menurut Suriadi (2010) derajat penyakit DHF diklasifikasikan menjadi 4
golongan, yaitu:
1. Derajat I: demam disertai gejala klinis lain, tanpa perdarahan spontan. Uji
tourniquet positif, trombositopenia dan hemokonsentrasi. Demam mendadak
2 sampai 7 hari disertai gejala klinik lain,dengan manifestasi perdarahan ringan.
Yaitu uji tes “rumple leed’’ yangpositif.
2. Derajat II: sama dengan derajat I, ditambah gejala peerdarahan
spontan.Golongan ini lebih berat daripada derajat pertama, oleh
karenaditemukan perdarahan spontan di kulit dan manifestasi perdarahan
lainyaitu epitaksis (mimisan), perdarahan gusi, hematemesis dan
melena(muntah darah). Gangguan aliran darah perifer ringan yaitu kulit
yangteraba dingin dan lembab.
3. Derajat III: ditandai oleh gejala kegagalan peredaran darah seperti nadi
lemah dan cepat (> 120 x/mnt) tekanan nadi sempit (< 120 mmHg).Penderita
syok berat dengan gejala klinik ditemukannya kegagalansirkulasi, yaitu nadi
cepat dan lembut, tekanan nadi menurun (< 20mmHg) atau hipotensi disertai
kulit yang dingin, lembab, dan penderitamenjadi gelisah.

6
4. Derajat IV: nadi tidak teraba, tekanan darah tidak teratur.Penderita syok
berat (profound shock) dengan tensi yang tidakdapat diukur dan nadi yang tidak
dapat diraba.

E. TANDA DAN GEJALA


Seperti pada infeksi virus yang lain, maka infeksi virus Dengue
jugamerupakan suatu self limiting infectious disease yang akan berakhir
sekitar2-7 hari. Infeksi virus Dengue pada manusia mengakibatkan
suatuspektrum manifestasi klinis yang bervariasi antara penyakit yang
palingringan, dengue fever, dengue hemmorrhagic fever dan dengue
shocksyndrom.
1. Demam
Demam mendadak disertai dengan gejala klinis yang tidak spesifikseperti
anoreksia, lemah, nyeri pada punggung, tulang sendi dankepala. Pada
umumnya gejala klinik ini tidak mengkhawatirkan.Demam berlangsung
antara 2-7 hari kemudian turun secara lysis.
2. Perdarahan
Umumnya muncul pada hari kedua sampai ketiga demam bentukperdarahan
dapat berupa uji rumple leed positif, petechiae, purpura,echimosis,
epistasis, perdarahan gusi dan yang paling parah adalahmelena.
3. Hepatomegali
Hati pada umumnya dapat diraba pada pemulaan demam, kadang-
kadangjuga di temukannya nyeri, tetapi biasanya disertai ikterus.
4. Shock
Shock biasanya terjadi pada saat demam menurun yaitu hari ketigadan
ketujuh sakit. Shock yang terjadi dalam periode demam
biasanyamempunyai prognosa buruk. Penderita DHF memperlihatkan
kegagalan peredaran darah dimulai dengan kulit yang terasa lembabdan
dingin pada ujung hidung, jari dan kaki, sianosis sekitar mulut danakhirnya
shock.
5. Trombositopenia

7
Trombositopenia adalah berkurangnya jumlah trombosit, apabiladibawah
150.000/mm3 biasanya di temukan di antara hari ketigasampai ketujuh
sakit.
6. Kenaikan Nilai Hematokrit
Meningkatnya nilai hematokrit merupakan indikator yang pekaterhadap
terjadinya shock sehingga perlu di lakukan pemeriksaansecara periodik.
7. Gejala Klinik Lain
Gejala Klinik Lain yang dapat menyertai penderita adalahepigastrium,
muntah-muntah, diare dan kejang-kejang(Marni, 2016).

F. FASE DENGUE HEMMORHAGIC FEVER


Fase demam berdarah atau Dengue Hemmorhagic Fever berdasarkan
Widagdo (2012):
1. Fase demam tinggi.
2. Fase kritis.
3. Fase penyembuhan.

G. PATOFISIOLOGI

Virus akan masuk ke dalam tubuh melalui gigitan nyamuk aedes aegypty.
Pertama-tama yang terjadi adalah viremia yang mengakibatkan penderita
mengalami demam, sakit kepala, mual, nyeri otot, pegal-pegal diseluruh tubuh,
ruam atau bintik-bintik merah pada kulit (petekie), hyperemia tenggorokan dan
hal lain yang mungkin terjadi seperti pembesaran kelenjar getah bening,
pembesaran hati (Hepatomegali) dan pembesaran limpa (Splenomegali).

Kemudian virus akan bereaksi dengan antibody dan terbentuklah kompleks


virus-antibody. Dalam sirkulasi akan mengaktivasi system komplemen. Akibat
aktivasi C3 dan C5 akan dilepas C3a dan C5a, dua peptida yang berdaya untuk
melepaskan histamine dan merupakan mediator kuat sebagai factor
meningkatnya permeabilitas dinding kapiler pembuluh darah yang
mengakibatkan terjadinya perembesan plasma ke ruang ekstra seluler.

8
Perembesan plasma ke ruang ekstra seluler mengakibatkan berkurangnya
volume plasma, terjadi hipotensi, hemokonsentrasi, dan hipoproteinemia serta
efusi dan renjatan (syok). Hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit >20%)
menunjukkan atau menggambarkan adanya kebocoran (perembesan) plasma
sehingga nilai hematokrit menjadi penting untuk patokan pemberian cairan
intravena. Terjadinya trobositopenia, menurunnya fungsi trombosit dan
menurunnya faktor koagulasi (protombin dan fibrinogen) merupakan faktor
penyebab terjadinya perdarahan hebat , terutama perdarahan saluran
gastrointestinal pada DHF.

Adanya kebocoran plasma ke daerah ekstra vaskuler dibuktikan dengan


ditemukannya cairan yang tertimbun dalam rongga serosa yaitu rongga
peritoneum, pleura, dan pericard yang pada otopsi ternyata melebihi cairan yang
diberikan melalui infus. Setelah pemberian cairan intravena, peningkatan
jumlah trombosit menunjukkan kebocoran plasma telah teratasi, sehingga
pemberian cairan intravena harus dikurangi kecepatan dan jumlahnya untuk
mencegah terjadinya edema paru dan gagal jantung, sebaliknya jika tidak
mendapatkan cairan yang cukup, penderita akan mengalami kekurangan cairan
yang dapat mengakibatkan kondisi yang buruk bahkan bisa mengalami renjatan.
Jika renjatan atau hipovolemik berlangsung lama akan timbul anoksia jaringan,
metabolik asidosis dan kematian apabila tidak segera diatasi dengan baik.
Gangguan hemostasis pada DHF menyangkut 3 faktor yaitu: perubahan
vaskuler, trombositopenia dan gangguan koagulasi.

Setelah virus dengue masuk ke dalam tubuh, pasien akan mengalami


keluhan dan gejala karena viremia, seperti demam, sakit kepala, mual, nyeri
otot, pegal seluruh badan, hiperemi ditenggorokan, timbulnya ruam dan
kelainan yang mungkin muncul pada system retikuloendotelial seperti
pembesaran kelenjar-kelenjar getah bening, hati dan limpa. Ruam pada DHF
disebabkan karena kongesti pembuluh darah dibawah kulit.
Fenomena patofisiologi utama yang menentukan berat penyakit DHF ialah
meningginya permeabilitas dinding kapiler karena pelepasan zat anafilaktosin,

9
histamin dan serotonin serta aktivasi system kalikreain yang berakibat
ekstravasasi cairan intravaskuler. Hal ini berakibat berkurangnya volume
plasma, terjadinya hipotensi, hemokonsentrasi, hipoproteinemia, efusi dan
renjatan.
Adanya kebocoran plasma ke daerah ekstravaskuler ibuktikan dengan
ditemukannya cairan dalam rongga serosa, yaitu dalam rongga peritoneum,
pleura dan perikard. Renjatan hipovolemik yang terjadi sebagai akibat
kehilangan plasma, bila tidak segera teratasi akan terjadi anoxia jaringan,
asidosis metabolic dan kematian. Sebab lain kematian pada DHF adalah
perdarahan hebat. Perdarahan umumnya dihubungkan dengan trombositopenia,
gangguan fungsi trombosit dan kelainan fungsi trombosit.
Fungsi agregasi trombosit menurun mungkin disebabkan proses imunologis
terbukti dengan terdapatnya kompleks imun dalam peredaran darah. Kelainan
system koagulasi disebabkan diantaranya oleh kerusakan hati yang fungsinya
memang tebukti terganggu oleh aktifasi system koagulasi. Masalah terjadi
tidaknya DIC pada DHF/ DSS, terutama pada pasien dengan perdarahan hebat.
Klasifikasi DHF menurut WHO, 1986 mengklasifikasikan DHF menurut
derajat penyakitnya menjadi 4 golongan, yaitu :
1. Derajat I
Demam disertai gejala klinis lain, tanpa perdarahan spontan. Panas 2-7 hari,
Uji tourniquet positif, trombositipenia, dan hemokonsentrasi.
2. Derajat II
Sama dengan derajat I, ditambah dengan gejala-gejala perdarahan spontan
seperti petekie, ekimosis, hematemesis, melena, perdarahan gusi.
3. Derajat III
Ditandai oleh gejala kegagalan peredaran darah seperti nadi lemah dan cepat
(>120x/mnt) tekanan nadi sempit (120 mmHg), tekanan darah menurun.
4. Derajat IV
Nadi tidak teaba, tekanan darah tidak teatur (denyut jantung 140x/mnt)
anggota gerak teraba dingin, berkeringat dan kulit tampak biru.

10
H. PATHWAY

Arbovirus (melalui Beredar dalam aliran Infeksi virus dengue


nyamuk aedes aegypti) darah (viremia)

PGE2hipothalamus Membentuk dan Mengaktifkan sistem


melepaskan zat C3a, komplemen
C5a

Hipertermi Peningkatan reabsorsi Permeabilitas


Na+ dan H2O membran meningkat

Agregasi trombosit Kerusakan endotel Resiko syok


pembuluh darah hipovolemik

Trombositopeni
Merangsang & mengaktifasi Renjatan hipovolemik
faktor pembekuan dan hipotensi

DIC Kebocoran plasma

Resiko perdarahan Perdarahan

Resiko perfusi jaringan


tidak efektif

Asidosis metabolik Hipoksia jaringan

Resiko syok (hipovolemik)


Kekurangan Ke extravaskuler
volume cairan
Efusi pleura

Hepatomegali Asites
Paru-Paru Hepar Abdomen
Penekanan intra abdomen
Ketidakefektifan pola Mual muntah
nafas
Nyeri Ketidakseimbangan nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh

11
I. KOMPLIKASI
Menurut Widagdo (2012) komplikasi DBD adalah sebagai berikut:
1. Gagal ginjal.
2. Efusi pleura.
3. Hepatomegali.
4. Gagal jantung
J. PEMERIKSAAN DAN DIAGNOSIS
1. Uji Torniquet
Tes tourniquet (Rumpel-Lend)/ tes kerapuhan kapiler merupakan metode
diagnostik klinis untuk menentukan kecenderungan perdarahan pada pasien.
Penilaian kerapuhan dinding kapiler digunakan untuk mengidentifikasi
trombositopinia. Metode ini merupakan syarat diagnosis DBD menurut
WHO. Langkah tes torniquet:
a. Pra Analitik
1) Persiapan pasien: tidak memerlukan persiapan khusus
2) Prinsip: Membuat kapiler anoksia dengan membendung daerah
vena. Dengan terjadinya anoksia dan penambahan tekanan internal
akan terlihat kemampuan kapiler bertahan. Jika ketahanan kapiler
turun akan timbul petechie dikulit
3) Alat bahan : tensimeter, stetoskop, timer, spidol
b. Analitik
1) Pasang manset tensimeter pada lengan atas. Tentukan tekanan
sistolik (TS) dan tekanan diastolik (TD)
2) Buat lingkaran pada volar lengan bawah dengan radius 3cm
3) Pasang lagi tensimeter dan buatlah tekanan sebesar ½ x (TS+TD),
pertahankan tekanan ini selama 5 menit.
4) Longgarkan manset lalu perhatikan ada tidaknya petechie dalam
lingkaran yang dibuat
c. Post Analitik
1) < 10 : normal/negative
2) 10-20 : dubia (ragu-ragu)

12
3) >20 : abnormal (positif)
2. Labolatorium
Menurut Hindra (2004) pemeriksaan penunjangnya adalah:
a. Pemeriksaan darah tepi.
b. Pemeriksaan jumlah trobosit ,ini dilakukan pertama kali pada saatpasien
didiagnosa sebagai pasien DHF, Pemeriksaan trombosit perlu dilakukan
pengulangan sampai terbukti bahwa jumlah trombosit tersebutnormal
atau menurun. Penurunan jumlah trombosit < 100.000 /μl ataukurang
dari 1-2 trombosit/ lapang pandang dengan rata-rata pemeriksaanlapang
pandang pada pemeriksaan hapusan darah tepi.
c. Pemeriksaan limfosit apical
d. Pemeriksaan hematokrit
Hemokonsentrasi yaitu terjadi peningkatan nilai hematokrit > 20 %.
Meningginya hematokrit sangat berhubungan dengan beratnya renjatan.
Hemokonsentrasi selalu mendahului perubahan tekanan darah dan nadi,
oleh kerena itu pemeriksan hematokrit secara berkala dapat menentukan
sat yang tepat penghentian pemberian cairan atau darah.
e. Uji serologi dengue Ig M dan Ig G
K. PENATALAKSANAAN
Menurut, (Widagdo, 2012) penatalaksanaan penyakit DHF sebagai berikut:
1. Indikasi rawat tinggal
a. Panas 1-2 hari disertai dehidrasi (karena panas, muntah, masukan
kurang) atau kejang-kejang.
b. Panas 3-5 hari disertai nyeri perut, pembesaran hati, uji tourniquet
positif/negatif, kesan sakit keras, Hb dan PCV meningkat.
c. Panas disertai perdarahan
d. Panas disertai renjatan.
2. Fase Demam
Hiperpireksia dapat diberikan kompres es dikepala, ketiak, inguinal.
Bila cairan oral tidak dapat diberikan karena tidak mau minum, muntah atau
nyeri perut yang berlebihan, maka cairan intravena rumatan perlu diberikan.

13
Antipiretik kadang-kadang diperlukan, namun antipiretik tidak dapat
mengurangi lama demam pada DBD.
3. Penggantian Volume Plasma
Dasar patogenesis DBD adalah perembesan plasma, yang terjadi
pada fasepenurunan suhu (fase a-febris, fase krisis, fase syok) maka
dasarpengobatannya adalah penggantian volume plasma yang hilang.
Penggantian volume cairan harus adekuat, seminimal mungkin mencukupi
kebocoran plasma. Secara umum volume yang dibutuhkan adalah jumlah
cairan rumatan ditambah 5-8%.
Cairan intravena diperlukan, apabila (1) Anak terus menerus muntah,
tidak mau minum, demam tinggi sehingga tidak rnungkin diberikan minum
per oral, ditakutkan terjadinya dehidrasi sehingga mempercepat terjadinya
syok. (2) Nilai hematokrit cenderung meningkat pada pemeriksaan berkala.
Jumlah cairan yang diberikan tergantung dari derajat dehidrasi dan
kehilangan elektrolit, dianjurkan cairan glukosa 5% di dalam larutan NaCl
0,45%. Bila terdapat asidosis, diberikan natrium bikarbonat 7,46% 1-2
ml/kgBB intravena bolus perlahan-lahan. Apabila terdapat hemokonsentrasi
20% atau lebih maka komposisi jenis cairan yang diberikan harus sama
dengan plasma. Volume dankomposisi cairan yang diperlukan sesuai cairan
untuk dehidrasi pada diare ringan sampai sedang, yaitu cairan rumatan +
defisit 6% (5 sampai 8%), seperti tertera pada tabel dibawah ini:
Kebutuhan cairan pada dehidrasi sedang (defisit cairan 5 – 8 %)
Berat Badan waktu masuk RS ( kg ) Jumlah cairan ml/kg berat badan per hari
<7 220
7 - 11 165
12-18 132
>18 88
Kebutuhan cairan Rumatan
Berat Badan ( kg ) Jumlah cairan ml
10 100 per kg BB

14
10 – 20 1000 + 50 x kg (diatas 10 kg)
>20 1500 + 20 x kg (diatas 20 kg)

4. Syok Sindrom Dengue


a. Penggantian volume segera
Pengobatan awal cairan intravena larutan ringer laktat > 20 ml/kg
BB. Tetesan diberikan secepat mungkin maksimal 30 menit. Pada anak
dengan berat badan lebih, diberi cairan sesuai berat BB ideal danumur
10 mm/kg BB/jam.
Bila tidak ada perbaikan pemberian cairan kristoloid ditambah
cairan koloid. Apabila syok belum dapat teratasi setelah 60 menit beri
cairan kristaloid dengan tetesan 10 ml/kg BB/jam.
Bila tidak ada perbaikan stop pemberian kristaloid danberi cairan
koloid (dekstran 40 atau plasma) 10 ml/kg BB/jam. Pada umumnya
pemberian koloid tidak melebihi 30 ml/kg BB. Maksimal pemberian
koloid 1500 ml/hari, sebaiknya tidak diberikan pada saat perdarahan.
Setelah pemberian cairan resusitasi kristaloid dan koloid syok masih
menetap sedangkan kadar hematokrit turun, diduga sudah terjadi
perdarahan; maka dianjurkan pemberian transfusi darah segar.
Apabila kadar hematokrit tetap > tinggi, maka berikan darah dalam
volume kecil (10 ml/kg BB/jam) dapat diulang sampai 30 ml/kgBB/ 24
jam.
Setelah keadaan klinis membaik, tetesan infus dikurangi bertahap
sesuai keadaan klinis dankadar hematokrit.
Pemeriksaan Hematokrit untuk Memantau Penggantian Volume
Plasma Pemberian cairan harus tetap diberikan walaupun tanda vital
telah membaik dankadar hematokrit turun. Tetesan cairan segera
diturunkan menjadi 10 ml/kg BB/jam dankemudian disesuaikan
tergantung dari kehilangan plasma yang terjadi selama 24-48 jam.
b. Koreksi Gangguan Metabolik dan Elektrolit

15
Hiponatremia danasidosis metabolik sering menyertai pasien
DBD/SSD, maka analisis gas darah dankadar elektrolit harus selalu
diperiksa pada DBD berat.
L. FOCUS PENGKAJIAN DEMAM BERDARAH DENGUE
1. Identitas pasien
Nama, umur (pada DHF paling sering menyerang anak-anak dengan usia
kurang dari 15 tahun), jenis kelamin, alamat, pendidikan, nama orang tua,
pendidikan orang tua, dan pekerjaan orang tua.
2. Keluhan utama
Alasan/keluhan yang menonjol pada pasien DHF untuk datang ke Rumah
sakit adalah panas tinggi dan anak lemah.
3. Riwayat penyakit sekarang
Didapatkan adanya keluhan panas mendadak yang disertai menggigil dan
saat demam kesadaran kompos metis. Turunnya panas terjadi antara hari ke
3 dan ke 7 dan anak semakin lemah. Kadang-kadang disertai dengan
keluhan batuk, pilek, nyeri telan, mual, muntah anoreksi, diare/konstipasi,
sakit kepala, nyeri otot persendian, nyeri ulu hati dan pergerakan bola mata
terasa pegal, serta adanya manifestasi perdarahan pada kulit, gusi (grage III,
IV), melana atau hematemesis.
4. Riwayat penyakit yang pernah diderita
Penyakit apa saja yang pernah diderita. Pada DHF, anak bisa mengalami
serangan DHF dengan tipe virus yang lain.
5. Riwayat imunisasi
Apabila anak mempunyai kekebalan yang baik, maka kemungkinan akan
timbulnya komplikasi dapat dihindari.
6. Riwayat gizi
Status gizi anak yang menderita DHF dapat bervariasi. Semua anak dengan
status gizi baik maupun buruk dapat berrisiko apabila terdapat faktor
predisposisinya. Anak yang menderita DHF sering mengalami keluhan
mual, muntah, dan nafsu makan menurun. Apabila kondisi ini berlanjut dan

16
tidak disertai dengan pemenuhan nutrisi yang mencukupi, maka anak dapat
mengalami penurunan berat badan sehingga status gizi menjadi kurang.
7. Kondisi lingkungan
Sering terjadi di daerah yang padat penduduknya dan lingkungan yang
kurang bersih (seperti air yang menggenang dan gantungan baju di kamar).
8. Pola kebiasaan
a. Nutrisi dan metabolisme : frekuensi, jenis, pantangan, nafsu makan
berkurang, dan nafsu makan menurun.
b. Eliminasi alvi (buang air besar kadang-kadang). Kadang-kadang anak
mengalami diare/konstipasi. Sementara DHF pada grade III-IV sering
terjadi melana.
c. Eliminasi urin ( buang air kecil) perlu apakah sering kencing,
sedikit/banyak, sakit/tidak. Pada DHF grade IV sering terjadi hematuria.
d. Tidur dan istirahat. Anak sering mengalami kurang tidur karena
mengalami sakit/nyeri otot dan persendian sehingga kuantitas dan
kualitas tidur maupun istirahatnya kurang.
e. Kebersihan. Upaya keluarga untuk menjaga kebersihan diri dan
lingkungan cenderung kurang terutama untuk membersihkan tempat
sarang nyamuk aedes aegypti.
f. Perilaku dan tanggapan bila ada keluarga yang sakit serta upaya untuk
menjaga kesehatan.
9. Pemeriksaan fisik, meliputi inspeksi, palpasi, auskultasi, dan perkusi dari
ujung rambut sampai ujung kaki. Berdasarkan tingkatan (grade) DHF,
keadaan isik anak adalah sebagai berikut:
a. Grade I : kesadaran kompos mentis, keadaan umum lemah, tanda-
tanda vital dan nadi lemah.
b. Grade II : kesadaran kompos mentis, keadaan umum lemah, ada
perdarahan spontan ptekie, perdarahan gusi dan telinga, serta nadi
lemah, kecil, dan tidak teratur.
c. Grade III : kesadran apatis, somnolen, kesadaran umum lemah, nadi
lemah, kecil, dan tidak teratur, serta tensi menurun.

17
d. Grade IV : kesadaran koma, tanda-tanda vital, nadi tidak teraba, tensi
tidak terukur, pernapasan tidak teratur, ekstremitas dingin,
berkeringat, dan kulit tampak biru.
10. Sistem lingkungan
a. Adanya ptekie pada kulit, turgor kulit menurun, dan muncul keringat
dingin dan lembab.
b. Kaki sianosis/ tidak
c. Kepala dan leher
Kepala terasa nyeri, muka tampak kemerahan karena demam, mata
anemis, hidung kadang mengalami perdarahan (epitaksis) pada
grade II, III, IV. Pada mulut didapatkan bahwa mukosa mulut kering,
terjadi perdarahan gusi, dan nyeri telan. Sementara tenggorokan
mengalami hyperemia faring dan terjadi perdarahan telinga ( pada
grade II, III, IV)
d. Dada
Bentuk simetris dan kadang-kadang terasa sesak. Pada foto thorax
terdapat adanya cairan yang bertimbn pada paru sebelah kanan (efusi
pleura), Rales, Rochi yang biasanya terdapat pada grade III dan IV.
e. Abdomen. Mengalami nyeri tekan, perbesaran hati (hepatomegaly),
dan asites.
f. Ekstermitas. Akral dingin, serta terjadinya nyeri otot, sendi, serta
tulang.
11. Pemeriksaan laboratorium
Pada pemeriksaan darah pada pasien DHF akan dijumpai:
a. Hb dan PCV meningkat (≥20%) & Trombositopenia ( ≤100.000/ml)
& Leukopenia (mungkin normal atau lekositosis)
b. Ig. D dengue positif
c. Hasi pemeriksaan kimia darah menunjukkan: hipoproteinemia,
hipokloremia, dan hiponatremia.
d. Urium dan pH darah mungkin meningkat.
e. Asidosis metabolic: pCO2< 35-40 mmHg dan HCO2 rendah.

18
f. SGOT/SGPT mungkin meningkat ( Dewi, 2016).

M. FOCUS INTERVENSI DHF


Fokus intervensi dhf pada anak menurut Nanda, 2015 sebagai berikut:
No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi
Keperawatan Hasil
1 Defisit Volume NOC: NIC : Fluid
Cairan Fluid balance management
Definisi : Penurunan Hydration  Pertahankan catatan
cairan intravaskuler, Nutritional Status : intake dan output yang
interstisial, dan/atau Food and Fluid Intake akurat
intrasellular. Ini Kriteria Hasil :  Monitor status hidrasi
mengarah ke Mempertahankan (kelembaban membran
dehidrasi, kehilangan urine output sesuai mukosa, nadi adekuat,
cairan dengan dengan usia dan BB, tekanan darah
pengeluaran sodium BJ urine normal, HT ortostatik), jika
normal diperlukan
Tekanan darah, nadi,  Monitor hasil lab yang
suhu tubuh dalam sesuai dengan retensi
batas normal cairan (BUN, Hmt ,
Tidak ada tanda tanda osmolalitas urin)
dehidrasi, Elastisitas  Monitor vital sign
turgor kulit baik,  Monitor masukan
membran mukosa makanan /cairan dan
lembab, tidak ada rasa hitung intake kalori
haus yang berlebihan harian
 Kolaborasi pemberian
cairan IV
 Monitor status nutrisi

19
No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi
Keperawatan Hasil
 Berikan diuretik sesuai
interuksi
 Dorong masukan oral
 Atur kemungkinan
tranfusi
 Persiapan untuk tranfusI
2 Kelebihan Volume NOC : NIC : Fluid
Cairan Electrolit and acid management
Definisi : Retensi base balance  Pertahankan catatan
cairan isotomik Fluid balance intake dan output yang
meningkat Hydration akurat
Kriteria Hasil:  Pasang urin kateter jika
 Terbebas dari edema, diperlukan
efusi, anaskara  Monitor hasil lab yang
 Bunyi nafas bersih, sesuai dengan retensi
tidak ada cairan (BUN , Hmt ,
dyspneu/ortopneu osmolalitas urin)
 Terbebas dari  Monitor status
distensi vena hemodinamik termasuk
jugularis, reflek CVP, MAP, PAP, dan
hepatojugular (+) PCWP
 Memelihara tekanan  Monitor vital sign
vena sentral, tekanan  Monitor indikasi
kapiler paru, output retensi/ kelebihan
jantung dan vital sign cairan (cracles, CVP,
dalam batas normal edema, distensi vena
leher, asites)

20
No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi
Keperawatan Hasil
 Terbebas dari  kaji lokasi dan luas
kelelahan, kecemasan edema
atau kebingungan  Monitor masukan
 Menjelaskan makanan/ cairan dan
indikator kelebihan hitung intake kalori
cairan harian
 Monitor status nutrisi
 Berikan diuretik sesuai
interuksi
 Batasi masukan cairan
pada keadaan
hiponatrermi dilusi
dengan serum Na < 130
mEq/l
 Kolaborasi dokter jika
tanda cairan berlebih
muncul memburuk
3 Nyeri NOC : NIC : Pain Management
Pain Level,  Lakukan pengkajian
Pain control, nyeri secara
Comfort level komprehensif termasuk
Kriteria Hasil : lokasi, karakteristik,
 Mampu mengontrol durasi, frekuensi,
nyeri (tahu penyebab kualitas dan faktor
nyeri, mampu presipitasi
menggunakan tehnik  Observasi reaksi
nonfarmakologi nonverbal dari
untuk mengurangi ketidaknyamanan

21
No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi
Keperawatan Hasil
nyeri, mencari  Gunakan teknik
bantuan) komunikasi terapeutik
 Melaporkan bahwa untuk mengetahui
nyeri berkurang pengalaman nyeri
dengan pasien
menggunakan  Evaluasi pengalaman
manajemen nyeri nyeri masa lampau
 Mampu mengenali  Evaluasi bersama
nyeri (skala, pasien dan tim
intensitas, frekuensi kesehatan lain tentang
dan tanda nyeri) ketidakefektifan kontrol
 Menyatakan rasa nyeri masa lampau
nyaman setelah nyeri  Bantu pasien dan
berkurang keluarga untuk mencari
 Tanda vital dalam dan menemukan
rentang normal dukungan
 Kontrol lingkungan
yang dapat
mempengaruhi nyeri
seperti suhu ruangan,
pencahayaan dan
kebisingan
 Kurangi faktor
presipitasi nyeri
 Pilih dan lakukan
penanganan nyeri
(farmakologi, non

22
No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi
Keperawatan Hasil
farmakologi dan inter
personal)
 Kaji tipe dan sumber
nyeri untuk menentukan
intervensi
 Ajarkan tentang teknik
non farmakologi
 Berikan analgetik untuk
mengurangi nyeri
 Evaluasi keefektifan
kontrol nyeri
 Tingkatkan istirahat
 Kolaborasikan dengan
dokter jika ada keluhan
dan tindakan nyeri tidak
berhasil
 Monitor penerimaan
tentang manajemen
nyeri
 analgesik pertama kali
4 Hipertermia NOC : NIC:Fever treatment
Definisi : suhu tubuh Thermoregulation  Monitor suhu sesering
naik diatas rentang Kriteria Hasil : mungkin
normal  Suhu tubuh dalam  Monitor warna dan
rentang normal suhu kulit
 Nadi dan RR dalam  Monitor tekanan darah,
rentang normal nadi dan RR

23
No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi
Keperawatan Hasil
 Tidak ada perubahan  Monitor penurunan
warna kulit dan tidak tingkat kesadaran
ada pusing  Monitor intake dan
output
 Berikan anti piretik
 Berikan pengobatan
untuk mengatasi
penyebab demam
 Selimuti pasien
 Kolaborasi pemberian
cairan intravena
 Kompres pasien pada
lipat paha dan aksila
 Tingkatkan sirkulasi
udara
 Berikan pengobatan
untuk mencegah
terjadinya menggigil
5 Ketidakseimbangan NOC : NIC :
nutrisi kurang dari Nutritional Status : Nutrition Management
kebutuhan tubuh food and Fluid Intake  Kolaborasi dengan ahli
Nutritional Status : gizi untuk menentukan
nutrient Intake jumlah kalori dan
Weight control nutrisi yang dibutuhkan
Kriteria Hasil : pasien.
Adanya peningkatan  Anjurkan pasien untuk
berat badan sesuai meningkatkan protein
dengan tujuan dan vitamin C

24
No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi
Keperawatan Hasil
Berat badan ideal  Yakinkan diet yang
sesuai dengan tinggi dimakan mengandung
badan tinggi serat untuk
Mampumengidentifika mencegah konstipasi
si kebutuhan nutrisi  Berikan makanan yang
Tidak ada tanda tanda terpilih (sudah
malnutrisi dikonsultasikan dengan
Menunjukkan ahli gizi)
peningkatan fungsi  Ajarkan pasien
pengecapan dari bagaimana membuat
menelan catatan makanan harian.
Tidak terjadi  Monitor jumlah nutrisi
penurunan berat badan dan kandungan kalori
yang berarti  Berikan informasi
tentang kebutuhan
nutrisi
 Kaji kemampuan pasien
untuk mendapatkan
nutrisi yang dibutuhkan
6 Resiko infeksi NOC : NIC :Infection Control
Immune Status  Bersihkan lingkungan
Knowledge : Infection setelah dipakai pasien
control lain
Risk control  Pertahankan teknik
Kriteria Hasil : isolasi
 Klien bebas dari  Batasi pengunjung bila
tanda dan gejala perlu
infeksi

25
No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi
Keperawatan Hasil
 Mendeskripsikan  Instruksikan pada
proses penularan pengunjung untuk
penyakit, factor yang mencuci tangan saat
mempengaruhi berkunjung dan setelah
penularan serta berkunjung
penatalaksanaannya, meninggalkan pasien
 Menunjukkan  Gunakan sabun
kemampuan untuk antimikrobia untuk cuci
mencegah timbulnya tangan
infeksi  Cuci tangan setiap
 Jumlah leukosit sebelum dan sesudah
dalam batas normal tindakan kperawtan
 Menunjukkan  Gunakan baju, sarung
perilaku hidup sehat tangan sebagai alat
pelindung
 Pertahankan
lingkungan aseptik
selama pemasangan alat
 Ganti letak IV perifer
dan line central dan
dressing sesuai dengan
petunjuk umum
 Gunakan kateter
intermiten untuk
menurunkan infeksi
kandung kencing
 Tingktkan intake nutrisi

26
No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi
Keperawatan Hasil
 Berikan terapi
antibiotik bila perlu
7 Kurang NOC : NIC : Teaching : disease
pengetahuan Kowlwdge : disease Process
process  Berikan penilaian
Kowledge : health tentang tingkat
Behavior pengetahuan pasien
Kriteria Hasil : tentang proses penyakit
Pasien dan keluarga yang spesifik
menyatakan  Jelaskan patofisiologi
pemahaman tentang dari penyakit dan
penyakit, kondisi, bagaimana hal ini
prognosis dan program berhubungan dengan
pengobatan anatomi dan fisiologi,
Pasien dan keluarga dengan cara yang tepat.
mampu melaksanakan  Gambarkan tanda dan
prosedur yang gejala yang biasa
dijelaskan secara benar muncul pada penyakit,
Pasien dan keluarga dengan cara yang tepat
mampu menjelaskan  Gambarkan proses
kembali apa yang penyakit, dengan cara
dijelaskan perawat/tim yang tepat
kesehatan lainnya.  Identifikasi
kemungkinan
penyebab, dengna cara
yang tepat
 Sediakan informasi
pada pasien tentang

27
No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi
Keperawatan Hasil
kondisi, dengan cara
yang tepat
 Hindari jaminan yang
kosong
 Sediakan bagi keluarga
atau SO informasi
tentang kemajuan
pasien dengan cara
yang tepat
 Diskusikan perubahan
gaya hidup yang
mungkin diperlukan
untuk mencegah
komplikasi di masa
yang akan datang dan
atau proses
pengontrolan penyakit
 Diskusikan pilihan
terapi atau penanganan
 Dukung pasien untuk
mengeksplorasi atau
mendapatkan second
opinion dengan cara
yang tepat atau
diindikasikan
 Eksplorasi
kemungkinan sumber

28
No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi
Keperawatan Hasil
atau dukungan, dengan
cara yang tepat
 Rujuk pasien pada grup
atau agensi di
komunitas lokal,
dengan cara yang tepat
 Instruksikan pasien
mengenai tanda dan
gejala untuk
melaporkan pada
pemberi perawatan
kesehatan, dengan cara
yang tepat

29
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari data diatas dapat disimpulkan bahwa demam berdarah atau
Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) ialah penyakit demam akut terutama
menyerang pada anak-anak, dan saat ini cenderung polanya berubah ke
orang dewasa. Gejala yang ditimbulkan dengan manifestasi perdarahan dan
bertendensi.

B. Saran
1. Perawat
Perawat diharapkan dapat melakukan asuhan keperawatan yang lebih
lengkap sesuai dengan keadaan klien juga berangkat keadaan pasien
tersebut , karena akan ditakutkan keberadaan Demam berdarah syok
sindrom dan komplikasi berbaring yang terus fatal pada klien.
Hendaknya member penyuluhan kesehatan ini dijadikan suatu program
di ruangan guna meningkatkan pengetahuan klien tentang penyakitnya.
2. Pasien dan keluarga
Pasien dan keluarga diharapkan untuk bisa tetap lingkungan rumah
dan melakukan program pemerinah untuk pemberantasan nyamuk
demam berdarah yaitu dengan melakukan 3M , menguras tempat
penampungan ,mengubur barang bekas, membersihkan lingkungan
rumah dan sekitarnya.

30
DAFTAR PUSTAKA

Marni. 2016. Asuhan Keperawatan Anak Pada Penyakit Tropis. Jakarta :


Erlangga.
NANDA, 2015-2017, Nursing Diagnosis: Definitions and classification,
Philadelphia, USA
Sudoyo Aru, 2009. Buku ajar ilmu penyakit dalam, jilid 1,2,3 edisi ke empat.
Internal publishing: Jakarta
Suriadi, dkk. 2010. Asuhan Keperawatan Pada Anak Edisi 2. Jakarta: CV
Agung Seto
Widagdo. 2011. Masalah dan Tatalaksana Penyakit Infeksi Pada Anak. Jakarta:
CV Sagung Seto.
Widagdo. 2012. Masalah dan Tatalaksana Penyakit Anak dengan Demam.
Jakarta: Sagung Seto.

Wulandari,Dewi dkk. 2016. Buku Ajar Keperawatan Anak. Yogyakarta :


Pustaka Pelajar.

31

Anda mungkin juga menyukai