Anda di halaman 1dari 24

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Pengendalian Kualitas (Mutu)

2.1.1 Definisi Kualitas

Menurut kamus the Oxford American, kualitas adalah tingkatan atau level dalam
suatu keunggulan, sedangkan menurut American National Standart Institute
(ANSI) dan American Society for Quality Control (ASQC) kualitas adalah sebuah
totalitas fitur dan karakteristik suatu produk atau jasa yang dinilai dari
kemampuannya dalam memenuhi kebutuhan. Kualitas dapat diartikan dalam
banyak cara, tergantung dari siapa yang mendefinisikan dan tergantung dari
produk atau jasa yang terkait. Berdasarkan dari beberapa pengertian diatas maka
dapat disimpulkan bahwa kualitas adalah totalitas bentuk dan karakteristik barang
atau jasa yang menunjukkan kemampuannya untuk memuaskan kebutuhan-
kebutuhan yang tampak jelas maupun tersembunyi (Haizer & Render, 2008).

Dimensi-dimensi dalam kualitas menurut (Montgomery, 2010) adalah:


1. Kinerja (performance), yaitu karakteristik operasi pokok dari produk inti yang
menjadi peertimbangan oleh konsumen dalam membeli produk tersebut.
2. Ciri-ciri atau keistimewaan tambahan (features), yaitu karakteristik sekunder
atau pelengkap. Karakteristik ini biasanya dilihat oleh konsumen sebagai nilai
fleksibilitas atau kemampuan mereka dalam memilih fitur tambahan atau
pelengkap yang ada pada produk yang akan mereka beli.
3. Kehandalan (reliability), yaitu dimensi kualitas yang menunjukkan
kemungkinan suatu produk dapat berfungsi dengan baik dalam suatu periode
waktu tertentu, biasanya diukur dengan menggunakan waktu rata-rata
kegagalan. Kehandalan merupakan karakteristik yang menggambarkan tingkat
penggunaan dari sebuah produk.
4. Kesesuaian dengan spesifikasi (conformance to specification), yaitu sejauh
mana karakteristik desain dan operasi memenuhi standar-standar yang telah
ditetapkan sebelumnya. Karakteristik ini dapat mengukur persentase produk
yang tidak sesuai dengan spesifikasi kualitas yang ditetapkan.

8
5. Daya tahan (durability), yaitu dimensi yang berkaitan dengan umur suatu
produk, biasanya diukur dari waktu daya tahan produk tersebut, dimana
produk tersebut lebih baik diganti daripada diperbaiki..
6. Kemampuan pelayanan (serviceability), meliputi kecepatan, kompetensi,
kenyamanan, mudah direparasi, penanganan keluhan yang memuaskan.
Serviceability dilihat dari kesiapan dan kemudahan suatu produk pada saat
diperbaiki ketika terjadi kerusakan.
7. Estetika, yaitu daya tarik produk terhadap panca indera. Kualitas yang
dipersepsikan (perceived quality), yaitu citra dan reputasi produk serta
tanggung jawab perusahaan terhadapnya.

2.1.2 Definisi Pengendalian Kualitas

Pengendalian kualitas menurut (Gaspersz, 2011) adalah suatu aktivitas yang


berorientasi pada tindakan pencegahan kerusakan, dan bukan berfokus pada upaya
untuk mendeteksi kerusakan saja, sedangkan menurut (Assauri, 2009)
pengendalian kualitas adalah suatu usaha untuk mempertahankan mutu atau
kualitas dari barang yang dihasilkan agar sesuai dengan spesifikasi produk yang
telah ditetapkan berdasarkan kebijakan pimpinan perusahaan. Berdasarkan
beberapa pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa pengendalian kualitas
adalah suatu kegiatan atau usaha yang dilakukan dalam rangka mencegah
terjadinya kerusakan atau ketidaksesuaian kualitas sebagiamana mestinya yang
telah ditetapkan. Adanya pengendalian kualitas diharapkan perusahaan dapat
meminimalisir terjadinya produk cacat diluar batas yang diinginkan, sehingga
perusahaan juga dapat mempertahankan kualitas dari produk yang dihasilkan.

Beberapa tujuan dari dilakukannya pengendalian kualitas menurut (Assauri, 2009)


diantaranya adalah:
1. Agar barang yang dihasilkan bisa mencapai target kualitas yang telah
ditetapkan oleh perusahaan.
2. Mengusahakan agar biaya pemeriksaan dapat menjadi seminimal mungkin.
3. Mengusahakan agar biaya desain produk dan proses dengan menggunakan
kualitas produksi tertentu dapat menjadi seminimal mungkin.
4. Mengusahakan agar biaya produksi dapat menjadi seminimal mungkin.

9
Berdasarkan tujuan pengendalian kualitas di atas, maka dapat disimpulkan bahwa
pengendalian kualitas bertujuan untuk mendapatkan jaminan bahwa kualitas
produk maupun jasa yang dihasilkan akan sesuai dengan standar kualitas yang
telah ditetapkan dengan mengoptimalkan pengeluaran agar seminimal mungkin.
Selain pada pengendalian kualitas produk yang dihasilkan, beberapa faktor lain
yang perlu dikendalikan dalam proses produksi adalah adanya loss production.

2.2 Loss Production

Loss production dapat berdampak pada perusahaan kesil dan besar, biasanya hal
ini terjadi akibat adanya masalah yang timbul selama proses produksi rutin
berlangsung (Hirsh, 2010). Adanya penambahan waktu proses, atau jumlah
produk yang dihasilkan tidak sesuai dengan permintaan, adanya kerusakan yang
terjadi pada mesin produksi, kurangnya pasokan bahan baku, adanya human error,
cuaca yang tidak mendukung dan masalah lainnya yang terdapat pada perusahaan
itu sendiri dengan kemampuan pengendalian yang dimilikinya. Terjadinya loss
production dapat diminimalkan melalui langkah-langkah penanganan yang tepat
dan strategi perbaikan yang baik. Masalah-masalah yang biasanya terjadi dan
menyebabkan loss production adalah sebagai berikut.

1. Masalah downtime
Berdasarkan kejadian pada proses manufaktur, masalah downtime yang
menyebabkan kerugian yang paling besar adalah akibat kerusakan pada mesin
produksi, kurangnya bahan baku, dan masalah lain yang terkait dengan
operasional selama proses produksi sedang berlangsung. Produksi dapat
berhenti berjalan apabila mesin atau peralatan pendukung rusak atau tidak
bekerja sebagaimana mestinya akibat tidak dilakukan pemeliharaan atau
perbaikan dengan baik, dan bila dibutuhkan setting ulang mesin, maka akan
membutuhkan waktu yang cukup lama untuk proses tersebut.
2. Masalah kecepatan produksi
Kecepatan dalam proses produksi dapat terhambat akibat frekuensi terjadinya
stop-start yang sering yang menyebabkan alur proses produksi menjadi tidak
seimbang secara keseluruhan. Hal ini termasuk akibat adanya kesalahan
seperti komponen yang macet dan kecelakaan yang terjadi, misalnya adanya

10
barang yang jatuh dan menutupi sensor mesin yang menghambat akses
pengiriman. Vorne mencatat bahwa kejadian ini biasanya dapat berlangsung
kurang dari lima menit dan tidak memerlukan proses perbaikan, namun waktu
tersebut dapat bertambah dalam waktu terjadinya loss production yang
berakibat pada waktu produksi berkurang karena digunakan untuk proses
perbaikan mesin.
3. Rejected product
Akibat dari kerusakan mesin atau peralatan pendukung produksi lainnya serta
kesalahan dalam proses produksi, sejumlah besar produk mengalami
penurunan kualitas yang menjadikannya tidak sesuai dengan standar produk
yang ditetapkan sehingga terjadi rejected product. Hal ini dapat terjadi apabila
setup mesin tidak dilakukan dengan benar atau pemanasan mesin belum cukup
sebelum proses produksi berlangsung. Penurunan kualitas juga dapat terjadi
akibat adanya kesalahan manusia atau human error terutama yang terkait
dengan proses produksi atau perakitan yang ditangani oleh manusia itu
sendiri. Rejected product menyebabkan produk dapat dibuang atau dilakukan
proses ulang (rework). Mengidentifikasi kapan terjadinya rejected product
dapat dilakukan misalnya dengan melihat pada saat waktu satu shift atau
periode proses produksi tertentu, hal ini dapat membantu dalam menentukan
pola yang menyebabkan munculnya masalah dan mencegah terjadinya hal
serupa kedepannya.
4. Tindakan pencegahan
Mengidentifikasi jadwal perbaikan, waktu setup mesin dan elemen produksi
lainnya dapat mencegah terjadinya masalah. Proses produksi dengan konsep
”lean” dengan tujuan menghilangkan limbah yang timbul dengan cara, pada
saat terjadinya masalah, proses produksi dihentikan untuk mencegah adanya
penurunan pada kualitas produk yang dihasilkan.

Berdasarkan masalah-masalah yang menyebabkan terjadinya loss production,


dapat diketahui bahwa yang termasuk kedalam loss production itu sendiri adalah:
1. Produk akhir yang cacat atau rejected product
2. Sisa hasil produksi yang berlebih
3. Sisa bahan baku yang tidak terpakai

11
4. Produk yang diproses ulang (rework)
5. Produk cacat akibat rusak mesin

2.3 Produksi Jala Ikan

PT Indoneptune Net Manufacturing merupakan perusahaan yang bergerak dalam


bidang pembuatan jala atau jaring, diantaranya jala ikan, jala tanaman dan jala
binatang. Secara garis besar proses produksi yang terdapat di perusahaan ini mulai
dari awal yaitu peleburan pellet plastik sampai menjadi benang yang disebut
proses spinning, kemudian dilanjutkan dengan proses perajutan benang menjadi
jala yang disebut proses netting hingga akhirnya jala atau jaring selesai dibuat dan
melalui proses di bagian finishing hingga produk telah dipacking dan siap dikirim.

Selain dari bagian di atas ada bagian-bagian lain yang menjadi menunjang
kelancaran maupun kontinuitas dari pembuatan jala atau jaring yang diproduksi,
yaitu seperti bagian gudang, bagian utility dan departemen lainnya. Bukan hanya
bagian produksi yang ada di PT Indoneptune Net Manufacturing tapi dalam
menunjang kelancaran usaha dibutuhkan susunan manajemen yang baik dan
terorganisasi, dimulai dari susunan direksi dan juga staff perkantoran menurut
divisi-divisi lain yang non produksi. Bagian-bagian tersebut berpengaruh untuk
menghasilkan kualitas jala yang standarnya diakui internasional maupun
domestik, kesemuanya adalah merupakan suatu kesatuan sistem.

PT. Indoneptune Net Manufacturing memproduksi jala-jala domestik untuk


memenuhi kebutuhan jala di Indonesia juga memproduksi jala-jala untuk ekspor
yang tujuannya antara lain USA, Jepang, Italia dan lain-lain. Jala-jala tersebut
diproses dari awal sampai akhir di PT Indoneptune Net Manufacturing sehingga
kualitasnya dapat terjaga. Sesuai dengan standar kualitas yang diterapkan oleh
perusahaan yaitu ISO 9001:2008, kualitas menjadi prioritas perusahaan dalam
memproduksi jala.

2.3.1 Jenis Produk

Produk yang dihasilkan oleh PT Indoneptune Net Manufacturing secara garis


besar terdiri dari dua jenis, yaitu produk benang dan produk jala.

12
1. Jenis Benang
Ada beberapa jenis benang yang diproduksi oleh PT Indoneptune Net
Manufacturing, antara lain yaitu:
a. Benang Monofilament (MO): Benang ini terbuat dari nylon dengan bahan
baku polymide dengan merk dagang Novamid.
b. Benang Mono Twist (MT): Benang ini terbuat dari hasil proses pelilitian
beberapa benang nylon multifilament.
c. Benang Multy Monofilament: benang ini terbuat dari hasil proses pelilitan
beberapa benang mono twist.
d. Benang Polyethylene (PE): Benang ini terbuat dari high density
polyethylene dan bahan pewarna pigmen anorganik.

Adapun karakteristik dari beberapa benang di atas, yaitu:


a. Benang Nylon
Benang ini memiliki sifat apabila dicelup dalam air panas maka akan
mengalami pengerutan sehingga menjadi lebih pendek.
b. Benang Polyethylene
Benang ini memiliki sifat menyerap air apabila dicelupkan kedalam air
panas maka akan bertambah panjang.

2. Jenis Jala
Beberapa jenis jala atau jaring yang diproduksi oleh PT Indoneptune Net
Manufacturing dapat dibagi dalam beberapa kategori, antara lain:
a. Berdasarkan kegunaan atau pemakaian jala
(1) Jala ikan, yaitu jala yang dibuat untuk keperluan menangkap berbagai
jenis ikan. Jenis jala ini merupakan produk utama yang dihasilkan
oleh PT Indoneptune Manufacturing.
(2) Jala khusus, yaitu jala yang dibuat untuk keperluan lainnya selain jala
ikan, seperti jala mutiara (kaku ami), jala kecrik (to ami), jala untuk
hewan, jala tanaman, dan untuk keperluan olah raga.
b. Berdasarkan orientasi pemasaran jala
(1) Jala domestik, yaitu jenis jala yang diproduksi untuk memenuhi
kebutuhan permintaan di dalam negeri.

13
(2) Jala ekspor, yaitu jenis jala yang diproduksi untuk memenuhi
kebutuhan pasar luar negeri.
c. Berdasarkan ukuran jala
(1) Jala ukuran besar atau panjang
(2) Jala ukuran sedang atau menengah
(3) Jala ukuran kecil atau pendek
d. Berdasarkan arah penarikan jala
(1) Depth-way Net (Jala Yoko), yaitu jenis jala yang ditarik kearah
melebar.
(2) Length-way Net (Jala Tate), yaitu jenis jala yang ditarik kearah
memanjang.
e. Berdasarkan ikatan atau simpul jala
(1) Ikatan single
(2) Ikatan double (W)
(3) Ikatan triple (X)
(4) Ikatan Y
(5) Ikatan U
(6) Ikatan M

2.4 Quality Control Circle (QCC)

2.4.1 Pengertian Quality Control Circle (QCC)

Quality Control Circle (QCC) adalah sebuah grup kecil yang dibentuk, dan
beraktivitas dengan tujuan untuk melakukan peningkatan terhadap kualitas
ditempat kerja yang sama. Sebagai bagian dari pengingkatan kualitas di
perusahaan, QCC bertujuan untuk melatih kemandirian dan pendidikan bersama
dengan membantu seluruh anggota dalam melakukan peningkatan secara terus-
menerus dari produk dan jasa yang dihasilkannya (Uesu, 2010). QCC memiliki
beberapa manfaat dalam aktivitasnya, pada masing-masing level subjek mulai dai
level yang paling kecil yaitu level individu hingga level yang paling tinggi yaitu
level organisasi atau perusahaan, manfaat tersebut diantaranya seperti yang
tampak pada Tabel 2.1 berikut.

14
Tabel 2.1 Manfaat dari Aktivitas QCC
Level Subjek Manfaat
Meningkatkan kepercayaan diri, menjadikan hubungan yang
Level Individu lebih baik dengan kolega dan manajemen, berorientasi pada
konsumen
Mengurangi waktu yang diperlukan untuk pengawasan di
Level Manajemen lantai produksi, membentuk prosedur kerja yang baik,
memperbaiki hubungan antara pekerja dengan pihak
Dapat meningkatkan kualitas dari produk dan jasa yang
Level Organisasi dihasilkan, produktivitas, daya saing, dan pendapatan
perusahaan
(Sumber: Uesu, 2010)

Beberapa manfaat dari QCC di atas memberikan dampak yang yang cukup baik
bagi perusahaan yang menginginkan adanya peningkatan kualitas dari segi proses
produksi hingga pada peningkatan pada jumlah pendapatan perusahaan. Sejalan
dengan manfaat yang diberikan dalam penerapan QCC, tujuan umum dari QCC
adalah:
1. Meningkatkan keterlibatan karyawan anggota pada persoalan-persoalan
pekerjaan dan upaya pemecahannya.
2. Menggalang kerjasama kelompok (teamwork) yang lebih efektif.
3. Meningkatkan kemampuan memecahkan masalah.
4. Meningkatkan pengembangan pribadi dan kepemimpinan.
5. Menanamkan kesadaran tentang pencegahan masalah.
6. Mengurangi kesalahan-kesalahan dan meningkatkan mutu kerja.
7. Meningkatkan motivasi karyawan.
8. Meningkatkan komunikasi dalam kelompok.
9. Menciptakan hubungan atasan-bawahan yang lebih serasi.
10. Meningkatkan kesadaran tentang keselamatan kerja.
11. Meningkatkan pengendalian dan pengurangan biaya.

Terdapat beberapa karakteristik yang membentuk QCC, karakteristik tersebut


dalam Quality Control Circle menurut (Welekar & Kulkarni, 2013) terdiri dari
lima jenis, yaitu:

1. Lingkaran keanggotaan, secara umum anggota dalam tim QCC adalah


sekumpulan orang yang biasanya berada dalam area kerja yang sama. Namun,

15
apabila seorang ahli dibutuhkan dalam pemberian saran dan arahan, ahli
tersebut akan masuk dalam keanggotaan QCC.
2. Lingkaran ukuran, biasanya tim QCC terdiri dari enam hingga 12 orang untuk
menunjang efektivitas. Namun semua itu dapat bergantung dari jumlah orang
pada masing-masing bagian.
3. Partisipasi sukarelawan, tujuan dari QCC adalah kedatangan dan partisipasi
dalam setiap pertemuan yang dihadiri sukarelawan yang menjadi anggota
QCC.
4. Pertemuan QCC, durasi satu jam dianggap cukup unntuk melakukan
pertemuan. Berapakalipun frekuensi pertemuan, setiap pertemuan harus
terjadwal dengan baik.
5. Autonomi, salah satu hal yang penting dalam tim QCC adalah sense
pengalaman dari setiap member atau anggotanya.

2.4.2 Asas-asas dalam QCC

Demi tercapainya tujuan dan manfaat dari QCC, ada asas atau dasar yang harus
diterapkan dan dilaksanakan semua anggota QCC yang terlibat didalamnya. Asas-
asas tersebut dapat dijadikan sebagai panduan dalam membentuk pengelolaan
manajemen kualitas menggunakan QCC. Menurut (Welekar & Kulkarni, 2013)
asas ini terdiri dari dua jenis, yaitu asas pokok dan juga asas umum.

1. Asas pokok dalam Quality Control Circle adalah sebagai berikut:


a. Asas Pembangunan Manusia
Sejarah QCC adalah sejarah yang bertolak dari upaya pemecahan masalah
dengan penempatan peranan manusia yang lebih bermakna, khususnya
para pekerja pelaksana dalam pemecahan masalah pekerjaan. Titik tolak
falsafah pembangunan manusia (people building philosophy) yang tanpa
batas ini hendaknya senantiasa dipertahankan agar dalam menghadapi
berbagai masalah produktivitas, asas ini tidak ditinggalkan sehingga QCC
akan tetap menjadi seperti apa yang dicita-citakan.
b. Asas Dinamika Kelompok dan Kerjasama Kelompok
Upaya dan karya QCC adalah upaya dan karya bersama (kelompok),
artinya kemajuan dan keberhasilan QCC adalah bertumpu pada sumber

16
daya kekuatan-kekuatan kelompok yang saling menunjang (human
synergistic) dan saling mengindahkan (win-win style), sehingga semua
pihak yang berkepentingan terhadap keberhasilan QCC hendaknya
senantiasa ikut serta dalam mengarahkan dan memelihara kelompok ini,
sehingga akan tetap bertahan menjadi kelompok dan bukan sejumlah
orang yang dikumpulkan semata-mata.
2. Asas umum dalam Quality Control Circle adalah sebagai berikut:
a. Asas Informalitas
Organisasi QCC adalah organisasi yang informal atau tidak resmi, artinya
tidak terikat pada struktur organisasi formal yang ada, yang mungkin saja
akan membatasi sekali gerakan QCC. Namun demikian, pimpinan
perusahaan sangat berkepentingan dan harus merestui (mendukung)
sepenuhnya atas terbentuknya QCC sekalipun pimpinan perusahaan tidak
ikut campur dalam menetapkan sasaran, kegiatan dan mekanisme kerja
gugus ini.
b. Asas Kesukarelaan
Keikutsertaan seseorang karyawan dalam QCC adalah diundang, yang
hendaknya berdasarkan kesukarelaan semata-mata, sehingga pada
dasarnya karyawan bisa saja tidak ikut serta dalam QCC sampai ia merasa
dirugikan atau merasa membutuhkan sendiri.
c. Asas Keterlibatan Total
Dengan kemampuan apapun, tanpa perkecualian, tiap karyawan yang
menjadi anggota QCC hendaknya dilibatkan atau melibatkan diri dalam
kebersamaan dan segala upaya memecahkan permasalahan yang
ditetapkan secara bersama-sama oleh gugus.
d. Asas Memadukan
QCC dalam kegiatannya memadukan pengelolaan sumber daya kelompok
manusia dan sumber daya non manusia secara seimbang dengan senantiasa
memperhatikan proses kelompoknya (synergistic decision making),
mengingat manusia adalah sekaligus sebagai sumber daya dan sebagai
pengelola sumber daya tersebut yang sangat berbeda hakekatnya dengan
sumber daya yang lain.

17
e. Asas Belajar Bersama secara Berkesinambungan
QCC adalah kelompok yang memecahkan masalah secara terus-menerus
dan sambil belajar bersama serta berkembang bersama baik di dalam
maupun di luar pertemuan gugus. Pertemuan gugus yang satu ke
pertemuan lain adalah kegiatan yang berkesinambungan sehingga tidak
akan terjadi masalah yang tanpa penyelesaian. Bagi QCC,
berkesinambungan adalah jauh lebih penting daripada jumlah masalah
yang dirampungkan, sebab kesinambungan lebih menjamin mutu
pekerjaan dan kepuasan kerja gugus.
f. Asas Kegunaan
Dalam upaya pemecahan masalah, QCC menganut asas kegunaan praktis,
artinya keberhasilan upaya pemecahan masalahnya akan diukur terutama
dari segi praktisnya.
g. Asas Keterbukaan
Kepentingan QCC adalah kepentingan semua pihak dan kemajuan yang
maksimal hanya akan dicapai jika ada keterbukaan untuk saling belajar
dari semua pihak, lebih-lebih antar circle, sehingga asas keterbukaan ini
perlu senantiasa dipelihara dan dipertahankan oleh pihak manapun.
h. Asas Loyalitas pada Organisasi
Kesetiaan atau loyalitas karyawan anggota circle yang dituntut adalah
kesetiaan pada organisasi perusahaannya, bukan pada pribadi, baik atasan,
pucuk pimpinan maupun pemiliknya. Ketergantungan pada pribadi
seseorang akan sangat mengganggu kemantapan stabilitas kegiatan
anggotanya.

2.4.3 Proses dalam QCC

QCC memiliki proses atau langkah penerapan yang umum seperti halnya delapan
langkah pengendalian kualitas. Secara garis besar, proses atau tahapan dalam
QCC terdiri dari tujuh langkah penyelesaian. Langkah tersebut dimulai dari
identifikasi masalah yang ada pada objek penelitian hingga implementasi solusi
pada sistem nyata. Langkah dalam QCC menurut (Welekar & Kulkarni, 2013)
dijabarkan pada Gambar 2.1 berikut ini.

18
IDENTIFIKASI Mengidentifikasi sejumlah
MASALAH masalah yang ada

PEMILIHAN MASALAH Memilih masalah yang


(TEMA) akan diselesaikan pertama

Menjelaskan dan
ANALISIS MASALAH menganalisis berdasarkan
teknik pemecahan masalah

Menyusun beberapa solusi


MENYUSUN SOLUSI
ALTERNATIF
berdasarkan hasil analisis
masalah

Mendiskusikan dan
MEMILIH SOLUSI
YANG PALING SESUAI
mengevaluasi untuk memilih
solusi yang paling efektif

MELAKUKAN
Mengubah rencana solusi
PERENCANAAN
IMPLEMENTASI AKSI
kedalam implementasi aksi

MENGIMPLEMENTASI- Implementasi dalam skala


KAN SOLUSI penuh

Gambar 2.1 Langkah dalam QCC


(Sumber: IJERA Vol.3 Issue 2)

Berdasarkan Gambar 2.1 dapat diketahui bahwa dalam QCC memiliki tahapan
umum dari delapan tahap pengendalian kualitas dimana setiap tahapnya dilakukan
secara runtut dan terstruktur. Proses pertama yaitu identifikasi masalah dilakukan
dengan mengumpulkan masalah yang tidak hanya berkaitan dengan kualitas
namun masalah yang berkaitan dengan pekerjaan yang ada di perusahaan.
Masalah yang telah dikumpulakan akan dijadikan sebagai bahan pemilihan tema
QCC yang akan diselesaikan pada tahap pemilihan masalah. Tema QCC yang
telah dipilih kemudian akan dilakukan analisis data yang berkaitan untuk

19
menemukan akar dari permasalahannya, analisis biasanya tidak hanya dilakukan
berdasarkan data historis perusahaan saja, namun berdasarkan dari pengalaman
yang telah dirasakan oleh setiap subjek yang terkait dengan masalah tersebut.
Akar masalah yang telah teridentifikasi akan di diskusikan kepada seluruh
anggota QCC untuk membuat beberapa solusi alternatif yang memungkinkan
untuk menanggulangi masalah yang diteliti.

Pemilihan solusi alternatif yang terbaik didasarkan pada hasil implementasi dan
analisis dari masing-masing solusi. Solusi yang dipilih merupakan solusi yang
tidak hanya diaggap dapat menyelesaikan permasalahan namun solusi yang fisibel
terhadap sistem yang ada sehingga dapat dijalankan dalam jangka waktu yang
panjang. Sebelum sampai pada tahap implementasi pada sistem, perencanaan
diperlukan untuk penyesuaian akhir antara solusi dengan sistem nyata, hingga
akhirnya ketika implementasi telah sukses dijalankan sebaiknya perlu adanya
pengawasan dan evaluasi lebih lanjut untuk melihat apakah implementasi telah
berjalan sesuai dengan rencana ataukah menimbulkan permasalahan yang baru.

2.4.4 Siklus PDCA (Plan, Do, Check, Action)

Siklus PDCA merupakan sebuah model yang terdiri dari empat langkah untuk
meningkatkan dan memperbaiki kinerja suatu sistem (Debora, Panjaitan, &
Yessicha, 2012). Keempat langkah ini memiliki tahapan yang berbeda-beda.
Berikut ini adalah penjelasan dari aktivitas yang dilakukan dalam setiap tahap
metode PDCA secara garis besar.

1. Plan: Merencanakan perubahan dalam sebuah sistem yang bertujuan untuk


mencapai perbaikan. Proses perencanaan dapat dilakukan berupa menentukan
masalah dari sebuah sistem yang akan dilakukan penelitian lebih lanjut untuk
mencari solusi alternatif perbaikan sistem demi peningkatan kinerja dari
sistem tersebut.
2. Do: Mengimplementasikan perubahan dalam skala kecil terlebih dahulu agar
hasil yang diperoleh dapat dipelajari dengan lebih mudah. Hasil dari
implementasi yang telah dianalisis, kemudian dapat disesuaikan agar dapat
diaplikasikan dalam skala besar.

20
3. Check: Menganalisis hasil dari perubahan yang telah dilakukan untuk
menentukan hal apa saja yang telah didapatkan dan dipelajari dari perubahan
tersebut. Hal ini dengan membandingkan hasil sebelum implementasi dan
sesudah implementasi dilakukan.
4. Act: Menerapkan perubahan dan melakukan penyesuaian apabila hasil yang
diperoleh baik dan tidak melaksanakannya jika hasilnya tidak baik. Apabila
hasil yang didapatkan tidak baik, maka diperlukan analisis lebih lanjut untuk
menyesuaikan solusi alternatif yang baru.

Tahap 1. Memilih topik dan alasannya

Tahap 4 dapat diletakkan di sini


dalam kasus tertentu
Tahap 2. Mempersiapkan rencana yang akan
dilakukan
P (Plan)
Tahap 3. Memahami kondisi saat ini

Tahap 4. Menentukan target/tujuan

Tahap 5. Mencari tahu penyebab permasalahan


D (Do)
Tahap 6. Merancang dan menerapkan solusi
perbaikan

Tahap 7. Menganalisis perubahan/dampak yang


C (Check)
terjadi sebelum dan sesudah perbaikan

Tahap 8. Menjaga hasil perbaikan dengan melakukan


standarisasi
A (Action)
Tahap 9. Meninjau ulang dan menentukan topik
yang akan datang
Gambar 2.2 Hubungan QCC dengan Siklus PDCA
(Sumber: Debora, Panjaitan, & Yessicha, 2012)

Siklus PDCA sebagai bagian dari upaya meningkatkan suatu kualitas dengan
membantu dalm penyelesaiaan masalah yang terdapat di perusahaan. Sejalan
dengan tujuan QCC, siklus PDCA ini dapat digunakan dalam menjalankan
manajemen perbaikan dan peningkatan mutu atau kualitas secara terus-menerus.
Berarti antara QCC dengan siklus PDCA saling berhubungan dan dapat digunakan
sebagai metode pemecahan masalah.

21
2.4.5 Seven Tools

Penggunaan alat bantu dalam QCC, seven tools kualitas digunakan yang terdiri
dari check sheet, histogram, pareto diagram, fishbone diagram, stratification,
scatter diagram, dan graph. Akan tetapi pada penelitian ini beberapa tools yang
akan digunakan diantaranya:

1. Diagram Pareto
Diagram Pareto adalah sebuah grafik yang menggambarkan peringkat
klasifikasi data dari yang terbesar (kiri) hingga yang terkecil (kanan). Pada
umumnya jenis klasifikasi data yang diperingkat adalah data kecacatan. Jenis
data lain yang mungkin digunakan dalam pareto diagram adalah masalah,
penyebab, jenis produk cacat, dan lain-lain. Tujuan pembuatan pareto diagram
adalah untuk menentukan target perbaikan yang vital dari sedikit masalah
terhadap banyak jenis kecacatan atau masalah yang lain. Prinsip yang
digunakan dalam pareto diagram adalah prinsip 80 banding 20. Hal tersebut
berarti, hal vital yang termasuk pada 20% target perbaikan akan memberikan
dampak perbaikan sebesar 80% terhadap banyak masalah lainnya (Debora,
Panjaitan, & Yessicha, 2012).

Contoh Diagram Pareto


100%
240
75%
180
50%
120 Bobot
60 25%
Kumulatif
0 0%

Gambar 2.3 Contoh Diagram Pareto


(Sumber: Debora, Panjaitan, & Yessicha, 2012)

2. Diagram Fishbone
Fishbone diagram merupakan diagram yang digunakan untuk menggambarkan
hubungan antara akibat dan penyebabnya. Setiap akibat dapat terjadi karena

22
bermacam-macam penyebab. Penyebabnya digolongkan secara umum menjadi:
metode kerja (work method), materials, measurement, people, dan environment. Ada
pula sumber lain yang menggunakan jenis penggolangan penyebab ke dalam 5M +
1E (man, method, measurement, machine, materials, dan environment). Selain itu,
terdapat pula golongan penyebab lainnya seperti management dan maintenance
(Debora, Panjaitan, & Yessicha, 2012).

People Materials Work Methods

Quality
Characteristic

Environment Equipment Measurement

Causes Effect

Gambar 2.4 Contoh Diagram Fishbone


(Sumber: Debora, Panjaitan, & Yessicha, 2012)
3. Histogram
Histogram adalah suatu bentuk grafik yang menunjukkan adanya dispersi data.
Dari grafik ini kita dapat membuat analisa karakteristik dan penyebab dispersi
tersebut. Bentuk dispersi data dapat berbentuk kenaikan atau pun penurunan
bergantung dari setiap data periode yang ditampilkan.

Contoh Histogram
100
80
60
Variabel X
40
Variabel Y
20
0
1 2 3 4 5 6

Gambar 2.5 Contoh Histogram


(Sumber: Debora, Panjaitan, & Yessicha, 2012)

23
4. Diagram Scatter
Diagram scatter atau yang biasa disebut diagram pencar adalah sebuah
diagram yang menunjukkan sebaran data antara hubungan sebab dan akibat.
Biasanya diagram ini digunakan untuk melihat distribusi data setiap periode.

Contoh Diagram Scatter


95
90
85
Akibat

80
75
70
65
60
45 50 55 60 65 70 75
Sebab

Gambar 2.6 Contoh Diagram Scatter


(Sumber: Debora, Panjaitan, & Yessicha, 2012)

2.5 Metode 5S

Dalam Bahasa Jepang, Kaizen berarti perbaikan yang berkesinambungan (continuous


improvement). Istilah itu mencakup pengertian perbaikan yang melibatkan semua
orang, baik manajer dan karyawan, dan melibatkan biaya dalam jumlah tidak
seberapa. Konsep Kaizen cara berpikirnya berorientasi pada proses, sedangkan cara
berpikir negara-negara Barat lebih cenderung tentang pembaharuan yang berorientasi
pada hasil (Imai, 2005). Pada penerapannya dalam perusahaan, Kaizen mencakup
pengertian perbaikan yang berkesinambungan yang melibatkan seluruh pekerjanya,
baik manajemen tingkat atas sampai manajemen tingkat bawah (Takeda, 2006).
Kaizen atau perbaikan secara terus menerus selalu beriringan dengan Total Quality
Management (TQM). Penataan produksi dilakukan dengan berpedoman pada lima
disiplin di tempat kerja yaitu 5S yang antara lain:

1. Konsep Seiri (Ringkas)


Konsep Seiri yaitu disiplin di tempat kerja dengan cara melakukan pemisahan
berbagai alat atau komponen ditempat masing-masing, sehingga untuk
mencarinya nanti bila diperlukan akan lebih mudah. Seiri adalah memisahkan

24
benda yang diperlukan dengan yang tidak diperlukan, kemudian
menyingkirkan yang tidak diperlukan (ringkas). Sesungguhnya, terdapat
banyak barang yang tidak diperlukan di dalam setiap pabrik. Barang yang
tidak diperlukan artinya barang tersebut tidak dibutuhkan untuk kegiatan
produksi saat ini. Untuk mengetahui barang-barang yang perlu dibuang,
barang harus dipisahkan menjadi yang diperlukan dan yang tidak diperlukan.
Hal ini disebut dengan “Seiri Visual”.

2. Konsep Seiton (Rapi)


Konsep ini menyusun dengan rapi dan mengenali benda untuk mempermudah
penggunaan. Kata Jepang seiton secara harfiah berarti menyusun benda
dengan cara yang menarik (rapi). Dalam konteks 5S. Hal ini berarti mengatur
barang-barang sehingga setiap orang dapat menemukannya dengan cepat.
Untuk mencapai langkah ini, pelat penunjuk digunakan untuk menetapkan
nama tiap barang dan tempat penyimpanannya. Seiton memungkinkan pekerja
dengan mudah mengenali dan mengambil kembali perkakas dan bahan, dan
dengan mudah mengembalikannya ke lokasi di dekat tempat penggunaan.
Pelat penunjuk digunakan untuk memudahkan penempatan dan pengambilan
kembali bahan yang diperlukan.

3. Konsep Seiso (Resik)


Konsep ini selalu mengutamakan kebersihan dengan menjaga kerapihan dan
kebersihan (resik). lni adalah proses pembersihan dasar dimana suatu daerah
disapu dan kemudian dipel dengan kain pel. Karena lantai, jendela, maupun
dinding harus dibersihkan, seiso setara dengan aktifitas pembersihan berskala
besar yang dilakukan setiap akhir tahun di rumah tangga Jepang.

Meskipun pembersihan besar-besaran di seluruh perusahaan dilakukan


beberapa kali dalam setahun, tiap tempat kerja perlu dibersihkan setiap hari.
Aktifitas itu cenderung mengurangi kerusakan mesin akibat tumpahan minyak,
abu, dan sampah. Contohnya, kalau ada pekerja yang mengeluh ada mesin
yang rusak ini tidak berarti mesin itu perlu penyetelan. Sebenarnya, yang
diperlukan mungkin hanya program pembersihan di tempat kerja.

25
4. Konsep Seiketsu (Rawat)
Seiketsu yaitu usaha yang terus menerus untuk mempertahankan 3S tersebut
diatas, yakni Seiri, Seiton), dan Seiso. Pada prinsipnya mengusahakan agar
tempat kerja yang sudah menjadi baik dapat selalu terpelihara. Di tempat kerja
yang terawat dengan baik, kerawanan dan penyimpangan dapat segera
dikenali, sehingga berbagai masalah dapat dicegah sedini mungkin.
Memelihara tempat kerja tetap bersih tanpa sampah atau tetesan minyak
adalah aktivitas Seiketsu, antara seiso dengan seiketsu sangat berkaitan erat.

5. Konsep Shitsuke (Rajin)


Shitsuke adalah metode yang digunakan untuk memotivasi pekerja agar terus
menerus melakukan dan ikut serta dalam kegiatan perawatan dan aktivitas
perbaikan serta membuat pekerja terbiasa mentaati aturan (rajin). Hal ini
dianggap sebagai komponen yang paling sukar dari 5S. Untuk aktivitas ini,
pekerja Jepang diharapkan melatih pengandalian diri sendiri, bukan
dikendalikan manajemen.

2.6 Maintenance Mesin

Pemeliharaan adalah kegiatan untuk memelihara atau menjaga fasilitas atau


peralatan pabrik dan mengadakan perbaikan atau penyesuaian atau penggantian
yang diperlukan agar supaya terdapat suatu keadaan operasi produksi yang
memuaskan sesuai dengan apa yang direncanakan (Assauri, 2009). Perbaikan
atau maintenance memiliki beberapa tujuan diantaranya adalah:
1. Kemampuan produksi dapat memenuhi kebutuhan sesuai dengan rencana
produksi,
2. Menjaga kualitas pada tingkat yang tepat untuk memenuhi apa yang
dibutuhkan oleh produk itu sendiri dan kegiatan produksi yang tidak
terganggu,
3. Untuk membantu mengurangi pemakaian dan penyimpangan yang di luar
batas dan menjaga modal yang di investasikan tersebut,
4. Untuk mencapai tingkat biaya pemeliharaan serendah mungkin, dengan
melaksanakan kegiatan pemeliharaan secara efektif dan efisien,

26
5. Menghindari kegiatan pemeliharaan yang dapat membahayakan keselamatan
para pekerja,
6. Mengadakan suatu kerja sama yang erat dengan fungsi-fungsi utama lainnya
dari.

Menurut (Daryus, 2007) dalam bukunya Manajemen pemeliharaan mesin


membagi pemeliharaan menjadi:
1. Pemeliharaan pencegahan (Preventive Maintenance)
Pemeliharaan pencegahan adalah pemeliharaan yang dibertujuan untuk
mencegah terjadinya kerusakan, atau cara pemeliharaan yang direncanakan
untuk pencegahan.
2. Pemeliharaan korektif (Corrective Maintenance)
Pemeliharaan korektif adalah pekerjaan pemeliharaan yang dilakukan untuk
memperbaiki dan meningkatkan kondisi fasilitas atau peralatan sehingga
mencapai standar yang dapat diterima. Dalam perbaikan dapat dilakukan
peningkatan-peningkatan sedemikian rupa, seperti melakukan perubahan atau
modifikasi rancangan agar peralatan menjadi lebih baik.
3. Pemeliharaan berjalan (Running Maintenance)
Pemeliharaan berjalan dilakukan ketika fasilitas atau peralatan dalam keadaan
bekerja. Pemeliharan berjalan diterapkan pada peralatan-peralatan yang harus
beroperasi terus dalam melayani proses produksi.
4. Pemeliharaan prediktif (Predictive Maintenance)
Pemeliharaan prediktif ini dilakukan untuk mengetahui terjadinya perubahan
atau kelainan dalam kondisi fisik maupun fungsi dari system peralatan.
Biasanya pemeliharaan prediktif dilakukan dengan bantuan panca indra atau
alat-alat monitor yang canggih.
5. Pemeliharaan setelah terjadi kerusakan (Breakdown Maintenance)
Pekerjaan pemeliharaan ini dilakukan ketika terjadinya kerusakan pada
peralatan, dan untuk memperbaikinya harus disiapkan suku cadang, alat-alat
dan tenaga kerjanya.
6. Pemeliharaan Darurat (Emergency Maintenance)
Pemeliharan darurat adalah pekerjaan pemeliharaan yang harus segera
dilakukan karena terjadi kemacetan atau kerusakan yang tidak terduga.

27
7. Pemeliharaan berhenti (shutdown maintenance)
Pemeliharaan berhenti adalah pemeliharaan yang hanya dilakukan selama
mesin tersebut berhenti beroperasi.
8. Pemeliharaan rutin (routine maintenance)
Pemeliharaan rutin adalah pemeliharaan yang dilaksanakan secara rutin atau
terus-menerus.
9. Design out maintenance adalah merancang ulang peralatan untuk
menghilangkan sumber penyebab kegagalan dan menghasilkan model
kegagalan yang tidak lagi atau lebih sedikit membutuhkan maintenance.

2.7 Pemrograman Linier (Linier Programming)

Program linear (Linear Programming yang disingkat LP) merupakan salah satu
teknik Operating Research yang digunakan paling luas dan diketahui dengan baik
(Mulyono, 2004). Program Linear merupakan metode matematika dalam
mengalokasikan sumber daya yang langka untuk mencapai tujuan. Program
Linear (Linear Programming) merupakan sebuah teknik matematika yang
didesain untuk membantu para manajer operasi dalam merencanakan dan
membuat keputusan yang diperlukan untuk mengalokasikan sumber daya
berdasarkan pendapat (Haizer & Render, 2008).

Terdapat syarat-syarat utama persoalan program linear dalam perusahaan yang


harus dipelajari. Berikut ini adalah syarat pembentukan model program linear
menurut (Sriwidadi & Agustina, 2013):
1. Variabel keputusan merupakan unsur-unsur dalam persoalan yang dapat
dikendalikan oleh pengambil keputusan;
2. Persoalan Linear Programming bertujuan untuk memaksimalkan atau
meminimalkan kuantitas (pada umumnya berupa laba atau biaya);
3. Fungsi tujuan (objective function) dari suatu persoalan Linear Programming;
Tujuan utama suatu perusahaan pada umumnya untuk memaksimalkan
keuntungan pada jangka panjang (dalam kasus sistem distribusi suatu
perusahaan angkutan atau penerbangan, tujuan pada umumnya berupa
meminimalkan biaya);

28
4. Batasan (constraints) atau kendala, yang membatasi tingkat sampai di
mana sasaran dapat dicapai.

Rumusan model matematis komponen utama yang ada pada pemrograman linier
diantaranya adalah:
Fungsi Tujuan
Z = c1x1 + c2x2 + c3x3 + ... + cnxn
Fungsi Kendala
𝑎11𝑥1 + 𝑎12𝑥2 + 𝑎13𝑥3 + ⋯ + 𝑎1𝑛𝑥𝑛
𝑎21𝑥1 + 𝑎22𝑥2 + 𝑎23𝑥3 + ⋯ + 𝑎2𝑛𝑥𝑛
𝑎𝑚1𝑥1 + 𝑎𝑚2𝑥2 + 𝑎𝑚3𝑥3 + ⋯ + 𝑎𝑚𝑛𝑥𝑛

2.7.1 Metode Simpleks

Metode simpleks merupakan prosedur algoritma yang digunakan untuk


menghitung dan menyimpan banyak angka pada iterasi-iterasi yang sekarang dan
untuk pengambilan keputusan pada iterasi berikutnya. Metode Simpleks
merupakan suatu metode untuk menyelesaikan masalah-masalah program linear
yang meliputi banyak pertidaksamaan dan banyak variabel (Sriwidadi &
Agustina, 2013). Metode simpleks memiliki beberapa tahapan dalam menentukan
solusi optimal pada kasus maksimasi maupun kasus minimasi.

Berikut adalah tahap dalam menyelesaikan program linear dengan metode


simpleks. Pertama, memeriksa tabel layak atau tidak. Kelayakan tabel simpleks
dilihat dari solusi (nilai kanan). Jika solusi ada yang bernilai negatif, tabel tidak
layak. Tabel yang tidak layak tidak dapat diteruskan untuk dioptimalkan. Kedua,
menentukan kolom pivot. Penentuan kolom pivot dilihat dari koefisien fungsi
tujuan (nilai di sebelah kanan baris z) dan tergantung dari bentuk tujuan. Jika
tujuan maksimisasi, kolom pivot adalah kolom dengan koefisien paling negatif.
Jika tujuan minimisasi, kolom pivot adalah kolom dengan koefisien positif
terbesar. Jika kolom pivot ditandai dan ditarik ke atas, variabel keluar akan
diperoleh. Jika nilai paling negatif (untuk tujuan maksimisasi) atau positif terbesar
(untuk tujuan minimisasi) lebih dari satu, pilih salah satu secara sembarang.
Ketiga, menentukan baris pivot. Baris pivot ditentukan setelah membagi nilai

29
solusi dengan nilai kolom pivot yang bersesuaian (nilai yang terletak dalam satu
baris). Dalam hal ini, nilai negatif dan 0 pada kolom pivot tidak diperhatikan,
artinya tidak ikut menjadi pembagi. Baris pivot adalah baris dengan rasio
pembagian terkecil. Jika baris pivot ditandai dan ditarik ke kiri, variabel keluar
akan diperoleh. Jika rasio pembagian terkecil lebih dari satu, pilih salah sau secara
sembarang. Keempat, menentukan elemen pivot. Elemen pivot merupakan nilai
yang terletak pada perpotongan kolom dan baris pivot. Kelima, membentuk tabel
simpleks baru.

Tabel simpleks baru dibentuk dengan pertama sekali menghitung nilai baris pivot
baru. Baris pivot baru adalah baris pivot lama dibagi dengan elemen pivot. Baris
baru lainnya merupakan pengurangan nilai kolom pivot baris yang bersangkutan
dikali baris pivot baru dalam satu kolom terhadap baris lamanya yang terletak
pada kolom tersebut. Keenam, memeriksa jika tabel sudah optimal. Keoptimalan
tabel dilihat dari koefisien fungsi tujuan (nilai pada baris z) dan tergantung dari
bentuk tujuan. Untuk tujuan maksimisasi, tabel sudah optimal jika semua nilai
pada baris z sudah positif atau 0. Pada tujuan minimisasi, tabel sudah optimal jika
semua nilai pada baris z sudah negatif atau 0. Jika belum, kembali ke langkah
kedua; jika sudah optimal, baca solusi optimal.

Ada beberapa istilah yang sangat sering digunakan dalam metode simpleks, di
antaranya:
1. Iterasi adalah tahapan perhitungan dimana nilai dalam perhitungan itu
tergantung dari nilai tabel sebelumnya;
2. Variabel nonbasis adalah variabel yang nilainya diatur menjadi nol pada
sembarang iterasi. Dalam terminologi umum, jumlah variabel nonbasis selalu
sama dengan derajat bebas dalam sistem persamaan;
3. Variabel basis merupakan variabel yang nilainya bukan nol pada sembarang
iterasi. Pada solusi awal variabel basis merupakan variabel slack (jika fungsi
kendala merupakan pertidaksamaan ≤) atau variabel buatan (jika fungsi
kendala menggunakan pertidaksamaan ≥ atau =). Secara umum, jumlah
variabel basis selalu sama dengan jumlah fungsi pembatas (tanpa fungsi non
negatif);

30
4. Solusi atau nilai kanan merupakan nilai sumber daya pembatas yang masih
tersedia. Pada solusi awal nilai kanan atau solusi sama dengan jumlah sumber
daya pembatas awal yang ada karena aktivitas belum dilaksanakan;
5. Variabel slack adalah variabel yang ditambahkan ke model matematika
kendala untuk mengonversikan pertidaksamaan ≤ menjadi persamaan (=).
Penambahan variabel ini terjadi pada tahap inisialisasi. Pada solusi awal,
variabel slack akan berfungsi sebagai variabel basis;
6. Variabel surplus adalah variabel yang dikurangkan dari model matematik
kendala untuk mengkonversikan pertidaksamaan ≥ menjadi persamaan (=).

31

Anda mungkin juga menyukai