Anda di halaman 1dari 2

Etiologi Bipolar

Meskipun gangguan bipolar sudah diperkenalkan oleh Kraepelin sejak tahun 1898, ketika itu
disebutnya dengan gangguan manif-depresif, etiologinya sampai saat ini belum diketahui secara
pasti. Pada tahun 1970 diperkenalkan litium sebagai obat yang efektif untuk pengobatan
gangguan bipolar. Sejak itu, penelitian pada gangguan bipolar banyak dilakukan. Sebagian besar
penelitian lebih focus pada neurobiology dan transmisi genetic bila dibandingkan dengan
terhadap faktor lingkungan. Pada tahun 1970 an, 1980 an, dan pertengahan 1990 an, fokus
penelitian adalah berbagai proses neurologi, misalnya neurotransmitter, aktivitas sinaps, fungsi
sel membrane, dan sistem second-messenger. Di bawah ini, ada beberapa teori yaitu :

a. Dysregulation theory : mood diatur oleh beberapa mekanisme homeostasis, kegagalan


komponen homeostasis ini dapat menyebabkan ekspresi mood tersebut melebihi batasnya
yang diidentifikasisebagai simtom mania dan depresi. Pendapat lain menyatakan bahwa
hiperaktivitas pada sirkit yang memediasi mania atau depresi dapat memunculkan
perilaku terkait dengan keadaan mood tersebut.
b. Chaotic attractor theory. Perjalanan penyakit gangguan bipolar tidak dapat di prediksi.
Defek biokimia menyebabkan disregulasi sintesis neurotransmitter. Bentuk
disregulasinya konsisten tetapi manifestasi simtom, baik mania atau pun depresi
bergantung kondisi lingkungan dan fisiologis saat itu.
c. Kindling theory. Beberapa gangguan psikiatri disebabkan oleh perubahan biokimia
subklinis yang kumulatif di sistem limbik. Progresivitas kumulatif di sistem limbic.
Progresivitas kumulatif ini menyebabkan neuron semakin mudah tereksitasi sehingga,
akhirnya, simtom dapat diobservasi secara klinis. Model kindling ini menjelaskan
perubahan dan progresifnya gangguan bipolar sepanjang waktu. Akibatnya, peningkatan
beratnya derajat dari frekuensi episode dapat terjadi dengan semakin lanjutnya usia.
d. Catecholamine theory : abnormalitas noradrenergic yang menonjol dan diukur dengan
konsentrasi norepinefrin dan hasil metabolitnya yaitu MHPG. Kadar MHPG dalam urin
lebih rendah pada depresi bipolar bila dibandingkan dengan depresi unipolar. Pada
mania, konsentrasi norepinefrin dan MHPG dalam cairan serebrospinal lebih tinggi.
Tidak ada bukti yang jelas mengenai peran katekolamin lainnya pada gangguan bipolar.
Kadar serotonin rendah dan terdapat gangguan pada transporter serotonin. Konsentrasi
HVA dalam cairan serebrospinal, metabolit utama dopamine juga rendah. Peran sistem
kolinergik pada gangguan bipolar tidak begitu jelas. Tidak ada bukti yang kuat mengenai
abnormalitas kolinergik.
e. The HPA Axis Theory. Terdapat hubungan yang kuat antara hiperaktivitas aksis HPA
dengan gangguan bipolar. Hubungan tersebut terlihat pada episode campuran dan depresi
bipolar tetapi kurangnya ada bukti dalam klasik mania (Elvira, 2017).
Etiologi depresi
a. Faktor organobiologik : dilaporkan terdapat kelainan atau disregulasi pada metabolit
amin biogenic seperti 5- hydroxyindoleacetic acid ( 5-HIAA), homovanilic acid
(HVA), dan 3-methoxy-4- hidroxyphenyl-glycol (MHPG)- di dalam darah, urin, dan
cairan serebrospinal (CSF) pasien dengan gangguan mood.
b. Faktor genetik : genetic merupakan faktor penting dalam perkembangan gangguan
mood, tetapi jalur penurunan sangat kompleks, sulit untuk mengabaikan efek
psikososial, dan juga faktor nongenetik kemungkinan berperan sebagai penyebab
berkembangnya gangguan mood, setidaknya pada beberapa orang.
c. Faktor psikososial : peristiwa kehidupan yang membuat seseorang merasa tertekan
(stress) dapat mencetuskan terjadi depresi. Episode pertama ini ebih ringan
dibandingkan episode berikutnya.
d. Faktor kepribadian : semua orang, apapun pola kepribadiannya, dapat mengalami
depresi sesuai dengan situasinya. Orang dengan gangguan kepribadian obsesif-
kompulsif, histrionic dan ambang, beresiko tinggi untuk mengalami depresi
dibandingkan dengan gangguan kepribadian paranoid atau antisosial. Pasien dengan
gangguan ditimik dan siklotimik beresiko mengalami gangguan depresi berat.
Pristiwa stressful merupakan predictor terkuat untuk kejadian episode depresi (Elvira,
2017).

Elvira, Sylvia.2017. Buku Ajar Psikiatri. Jakarta.FKUI

Anda mungkin juga menyukai