Anda di halaman 1dari 44

MAKALAH

KEPERAWATAN KRITIS PADA PASIEN TRAUMA ABDOMEN

Disusun Oleh :
KELOMPOK 1

ANITA
APRIYANTI
AYU SAPUTRI
CITRA LESTARI

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
KURNIA JAYA PERSADA
PALOPO
2019
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Trauma merupakan keadaan yang disebabkan oleh luka atau cedera. Trauma
juga mempunyai dampak psikologis dan sosial. Pada kenyataannya, trauma adalah
kejadian yang bersifat holistik dan dapat menyebabkan hilangnya produktivitas
seseorang.
Pada pasien trauma, bagaimana menilai abdomen merupakan salah satu hal
penting dan menarik. Penilaian sirkulasi sewaktu primary survey harus mencakup
deteksi dini dari kemungkinan adanya perdarahan yang tersembunyi pada
abdomen dan pelvis pada pasien trauma tumpul. Trauma tajam pada dada di antara
nipple dan perineum harus dianggap berpotensi mengakibatkan cedera
intraabdominal. Pada penilaian abdomen, prioritas maupun metode apa yang
terbaik sangat ditentukan oleh mekanisme trauma, berat dan lokasi trauma,
maupun status hemodinamik penderita.
Cedera abdomen menduduki urutan ketiga penyebab kematian akibat trauma.
Cedera ini dilaporkan menyebabkan 13% hingga 15% kematian akibat trauma,
terutama disebabkan oleh pendarahan. Kematian yang terjadi lebih dari 48 jam
setelah cedera abdomen disebabkan oleh sepsis dan komplikasinya. Pada trauma
intra abdomen, jarang sekali terjadi hanya cedera pada satu organ saja.
Adanya trauma abdomen yang tidak terdeteksi tetap menjadi salah satu
penyebab kematian yang sebenarnya dapat dicegah. Sebaiknya jangan
menganggap bahwa ruptur organ berongga maupun perdarahan dari organ padat
merupakan hal yang mudah untuk dikenali. Hasil pemeriksaan terhadap abdomen
mungkin saja dikacaukan oleh adanya intoksikasi alkohol, penggunaan obat-obat
tertentu, adanya trauma otak atau medulla spinalis yang menyertai, ataupun adanya
trauma yang mengenai organ yang berdekatan seperti kosta, tulang belakang,
maupun pelvis. Setiap pasien yang mengalami trauma tumpul pada dada baik
karena pukulan langsung maupun deselerasi, ataupun trauma tajam, harus
dianggap mungkin mengalami trauma visera atau trauma vaskuler abdomen.
Trauma tumpul cenderung menyebabkan kerusakan serius di organ padat dan
trauma tembus paling sering mencederai organ berongga. Kompresi dan deselerasi
pada trauma tumpul menyebabkan fraktur pada kapsul organ padat dan parenkim,
sementara organ berongga dapat kolaps dan menyerap gaya tersebut. Namun usus
yang menempati sebagian besar rongga abdomen terpajan cedera yang disebabkan
oleh trauma tembus. Umumnya organ padat merespon trauma dengan pendarahan.
Organ berongga rupture dan mengeluarkan isinya ke dalam ruang peritoneum yang
menyebabkan peradangan dan infeksi. (Morton, P.G. et.al. 2008)

B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas maka penulis merumuskan beberapa rumusan
masalah yang akan dibahas pada bab selanjutnya yaitu:
1. Bagaimana Konsep Dasar Medis Trauma Abdomen?
2. Bagaimana Konsep Asuhan Keperawatan Trauma Abdomen?

C. Tujuan
Penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas Kegawatdaruratan dan
meningkatkan pemahaman penulis maupun pembaca mengenai trauma
abdomen.

D. Manfaat
Manfaat penulisan makalah ini adalah untuk meningkatkan pemahaman
mengenai trauma abdomen sehingga dapat diterapkan dalam menangani kasus-
kasus trauma abdomen di klinik sesuai kompetensi tenaga medis terutama
perawat dan dapat dijadikan sebagai acuan pembelajaran bagi mahasiswa
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Definisi
Abdomen adalah bagian tubuh yang berbentuk rongga terletak diantara
toraks dan pelvis. Rongga ini berisi viscera dan dibungkus dinding (abdominal
wall) yang terbentuk dari dari otot-otot abdomen, columna vertebralis, dan ilium.
Trauma adalah sebuah mekanisme yang disengaja ataupun tidak disengaja
sehingga menyebabkan luka atau cedera pada bagian tubuh. Jika trauma yang
didapat cukup berat akan mengakibatkan kerusakan anatomi maupun fisiologi
organ tubuh yang terkena. Trauma abdomen adalah terjadinya cedera atau
kerusakan pada organ abdomen yang menyebabkan perubahan fisiologi sehingga
terjadi gangguan metabolisme, kelainan imunologi dan gangguan faal berbagai
organ (MH Assiddqi, 2014).

B. Klasifikasi
Trauma pada dinding abdomen terdiri dari:
1. Trauma penetrasi: trauma tembak, trauma tusuk (MH Assiddqi, 2014).
Trauma penetrans merupakan 8-12% dari abdominal trauma yang datang ke
trauma center. Luka tembak merupakan penyebab yang sering pada trauma
penetrasi pada populasi anak dan menyebabkan kematian pada laki-laki kulit
hitam pada umur 15-24 tahun. Penyebab lain trauma penetrans adalah stab
wound, impalements, gigitan anjing, dan kecelakaan mesin. Oleh karena
kebanyakan trauma penetrans pada abdomen biasanya memerlukan tindakan
pembedahan maka persiapan di ruang operasi harus simultan dengan
assessment pasien (Pratama, 2014)
2. Trauma non-penetrasi atau trauma tumpul: diklasifikasikan ke dalam 3
mekanisme utama, yaitu tenaga kompresi (hantaman), tenaga deselerasi dan
akselerasi. Tenaga kompresi (compression or concussive forces) dapat berupa
hantaman langsung atau kompresi eksternal terhadap objek yang terfiksasi.
Misalnya hancur akibat kecelakaan, atau sabuk pengaman yang salah (seat belt
injury). Hal yang sering terjadi adalah hantaman, efeknya dapat menyebabkan
sobek dan hematom subkapsular pada organ padat visera. Hantaman juga dapat
menyebabkan peningkatan tekanan intralumen pada organ berongga dan
menyebabkan rupture (MH Assiddqi, 2014).
Trauma tumpul abdomen lebih dominan pada populasi anak. Lebih dari
80% trauma pada anak adalah berupa trauma tumpul dan kebanyakan
berhubungan dengan kecelakan kendaraan bermotor. Cedera abdominal dapat
disebabkan juga oleh karena terjatuh dan langsung mengenai dinding abdomen
misalnya pada handlebar injuri (Pratama, 2014).

C. Etiologi
Penyebab trauma abdomen antara lain: trauma, iritasi, infeksi, obstruksi dan
operasi. Kerusakan organ abdomen dan pelvis dapat disebabkan trauma tembus,
biasanya tikaman atau tembakan dan trauma tumpul akibat kecelakaan mobil,
pukulan langsung atau jatuh. Luka yang tampak ringan bisa menimbulkan cedera
eksterna yang mengancam nyawa (MH Assiddqi, 2014).

D. Patofisiologi
Bila suatu kekuatan eksternal dibenturkan pada tubuh manusia (akibat
kecelakaan lalu lintas, penganiayaan, kecelakaan olahraga dan terjatuh dari
ketinggian), maka beratnya trauma merupakan hasil dari interaksi antara faktor
faktor fisik dari kekuatan tersebut dengan jaringan tubuh. Berat trauma yang
terjadi berhubungan dengan kemampuan obyek statis (yang ditubruk) untuk
menahan tubuh. Pada tempat benturan karena terjadinya perbedaan pergerakan
dari jaringan tubuh yang akan menimbulkan disrupsi jaringan. Hal ini juga
karakteristik dari permukaan yang menghentikan tubuh juga penting. Trauma
juga tergantung pada elastitisitas dan viskositas dari jaringan tubuh. Elastisitas
adalah kemampuan jaringan untuk kembali pada keadaan yang sebelumnya.
Viskositas adalah kemampuan jaringan untuk menjaga bentuk aslinya walaupun
ada benturan. Toleransi tubuh menahan benturan tergantung pada kedua keadaan
tersebut.. Beratnya trauma yang terjadi tergantung kepada seberapa jauh gaya
yang ada akan dapat melewati ketahanan jaringan. Komponen lain yang harus
dipertimbangkan dalam beratnya trauma adalah posisi tubuh relatif terhadap
permukaan benturan. Hal tersebut dapat terjadi cidera organ intra abdominal
yang disebabkan beberapa mekanisme :
1. Meningkatnya tekanan intra abdominal yang mendadak dan hebat oleh gaya
tekan dari luar seperti benturan setir atau sabuk pengaman yang letaknya
tidak benar dapat mengakibatkan terjadinya ruptur dari organ padat maupun
organ berongga
2. Terjepitnya organ intra abdominal antara dinding abdomen anterior dan
vertebrae atau struktur tulang dinding thoraks
3. Terjadi gaya akselerasi-deselerasi secara mendadak dapat menyebabkan gaya
robek pada organ dan pedikel vaskuler. Patoflow: Trauma (kecelakaan)
Penetrasi & Non-Penetrasi

E. Manifestasi Klinis
Secara umum manifestasi klinik trauma abdomen antara lain :
1. Nyeri
2. Nyeri tekan lepas menandakan iritasi peritoneum karena cairan
gastrointestinal atau darah
3. Distensi abdomen
4. Demam
5. Anoreksia
6. Mual dan muntah
7. Takikardi
8. Peningkatan suhu tubuh

Sementara manifestasi berdasarkan etiologinya :


1. Trauma tembus (trauma perut dengan penetrasi ke dalam rongga peritonium):
Manifestasi klinis dari trauma tembus tergantung pada berbagai faktor,
termasuk jenis objek yang menembus, area tempat cedera terjadi, organ yang
mungkin terkena, dan lokasi serta jumlah luka. Tanda dan gejala yang
seringkali muncul adalah :
a. Terdapat nyeri dan/atau nyeri tekan lepas serta perdarahan
Nyeri dapat menjadi petunjuk terjadinya kerusakan organ. Semisal, terdapat
nyeri bahu, mungkin nyeri tersebut merupakan akibat dari limpa yang rusak
dengan darah subphrenic
b. Biasanya disertai dengan peritonitis
Tanda-tanda peritoneal terjadi ketika katup peritoneal dan aspek posterior
dari dinding abdomen anterior mengalami inflamasi. Darah dan organ di
dalam peritoneal atau retroperineal terangsang oleh ujung saraf yang lebih
dalam (serabut visceral aferen nyeri) dan mengakibatkan rasa yang sangat
nyeri. Iritasi pada peritoneum parietal mengarah ke nyeri somatik yang
cenderung lebih terlokalisasi.
c. Distensi abdomen. Apabila distensi abdomen pada pasien tidak responsif, hal
tersebut dapat menunjukkan adanya perdarahan aktif
d. Pada laki-laki, prostat tinggi-naik menunjukkan terjadinya cedera usus dan
cedera saluran urogenital. Jika ditemukan terdapat notasi darah di meatus
uretra juga merupakan tanda adanya cedera saluran urogenital.
e. Hilangnya seluruh atau sebagian fungsi organ
Hilangnya fungsi organ dapat menjadi penanda terjadinya syok, karena pada
saat syok, darah akan dipusatkan kepada organ yang vital, sehingga untuk
organ yang tidak begitu vital kurang mendapatkan distribusi darah yang
mencukupi untuk dapat bekerja sesuai dengan fungsinya sehingga kinerja
organ dapat mengalami penurunan atau bahkan fungsi organ menjadi
terhenti (Offner, 2014).
2. Trauma tumpul (trauma perut tanpa penetrasi ke dalam rongga peritonium)
Penilaian klinis awal pada pasien trauma abdomen tumpul seringkali sulit dan
akurat. Tanda dan gejala yang paling nampak antara lain:
a. Nyeri
b. Perdarahan gastrointestinal
c. Hipovolemia
d. Ditemukannya iritasi peritoneal
Sebagian besar darah dapat menumpuk di rongga peritoneal dan panggul
tanpa adanya perubahan signifikan atau perubahan awal dalam temuan
pemeriksaan fisik. Bradikardi dapat mengindikasikan adanya darah
disekitar intraperitoneal.

Pada pemeriksaan fisik, biasanya ditemukan :


a. Tanda lap belt: berhubungan dengan adanya ruptur usus kecil
b. Memar berbentuk kemudi, sering terjadi pada kecelakaan
c. Memar/ekimosis di sekitar panggul (Grey Turner sign) atau umbilikus
(cullen sign): mengindikasikan perdarahan retroperitoneal, tetapi biasanya
terjadi setelah beberapa jam atau beberapa hari
d. Distensi abdomen
e. Auskultasi bising usus dada: menunjukkan adanya cedera diafragma
f. Bruit abdomen: mengindikasikan penyakit vaskular yang mendasari atau
trauma fistula arteriovena
g. Nyeri secara keseluruhan atau lokal, kekakuan, atau nyeri tekan lepas:
mengindikasikan adanya cedera peritoneal
h. Kepenuhan dan konsistensi pucat pada palpasi: mengindikasikan
perdarahan intra abdominal
i. Krepitasi atau ketidakstabilan rongga dada bagian bawah: menunjukkan
potensi cedera limpa atau hati (Legome, 2016).
F. Pemeriksaan Diagnostik
Pengkajian diagnostik yang diperlukan selama kondisi preoperative di gawat
darurat, meliputi pemeriksaan darah (hemoglobin, leukosit, laju endap darah,
waktu perdarahan dan waktu pembekuan darah, serta hematokrit), serum elektrolit,
pemeriksaan USG, Foto polos (abdomen dan toraks), dan CT scan (muttaqin,
kumalasari, 2013).
Pemeriksaan diagnostik dapat mencakup sonografi abdomen terfokus untuk
trauma, (FAST, focused abdomen sonography for trauma), lavase peritoneum
diagnostic (DPL, diagnostic peritoneal lavage), foto toraks (untuk menentukan
kelainan makroskopik serta adanya pergeseran organ), dan CT scan abdomen.
1. Pemeriksaan FAST
- Pemeriksaan yang relative cepat menyediakan informasi yang bermanfaat
dan banyak digunakan oleh pusat trauma
- Pemeriksaan ini dilakukan dengan menaruh ultrasound probe diatas
berbagai area abdomen yang menentukan apakah ada cairan bebas di area
tersebut. Area yang dievaluasi adalah kantong morison di kuadran kanan
atas, kantong pericardial, region splenorenal di kuadran kiri atas, dan
panggul (kantong douglas).
- Jika hasil FAST positif dan hemodinamik pasien tidak stabil, maka
dilakukan laparotomi eksploratif.
2. Pemeriksaan DPL
- Prosedur diagnostic cepat yang digunakan selama fase resusitasi pada
perawatan pasien trauma hemodinamiknya tidak stabil untuk menegakkan
diagnosa perdarahan intra-abdomen.
- Indikasi: cedera tumpul abdomen dengan perubahan status mental,
hipotensi tidak jelas sebabnya, penurunan hematokrit, syok, hasil
pemeriksaan abdomen tidak jelas, cedera medulla spinalis, cedera alih
(fraktur tulang, trauma dada), trauma tembus abdomen (jika eksplorasi
tidak diindikasikan).
- Kontraindikasi: riwayat pembedahan abdomen berulang, kehamilah
trimester tiga, sirosis hati lanjut, obesitas morbid, riwayat koagulopati, dan
riwayat pembedahan abdomen berulang kali (terdapat peningkatan resiko
laserasi omentum dan visera atau perforasi vascular jika DPL dilakukan
pada pasien yang menunjukkan temuan ini).
- Teknik: masukkan kateter lavase ke ruang peritoneum melalui insisi 1 -2
cm, upayakan aspirasi cairan peritoneum, infusikan salin normal atau
ringer laktat mengggunakan gaya gravitasi, miringkan pasien ke kiri dan
kanan (kecuali kontraindikasi), Biarkan cairan masuk ke dalam kantong
melalui gravitasi, kirim specimen ke laboratorium.
- Hasil positif: 10-20 ml darah makroskopik pada aspirasi awal, > 100.000
sel darah merah/mm3, lebih dari 500 sel drah putih/mm3, kadar amylase
meningkat, adanya (empedu, bakteri, atau feses)
- Jika hasil DPL positif dan hemodinamik pasien tidak stabil, dilakukan
laparotomi eksploratif.
- Ketika melakukan DPL, penting terlebih dahulu memastikan bahwa
pasien terpasang kateter foley dan slang orogastrik atau nasogastrik untuk
mendekompresi lambung dan kandung kemih sehingga mencegah
terjadinya perforasi tidak sengaja saat memasang kateter lavase. Ketika
kateter foley dan slang orogastrik atau nasogastrik terpasang, katetter
lavase dimasukkan ke dalam ruang peritoneum. Jika darah makroskopi
yang kembali kurang dari 10 ml, kantong berisi satu liter kristaloid
(larutan RL atau NS 0,9%) hangat diinfuskan ke dalam peritoneum.
Setelah infuse selesai, kantong IV diletakkan pada posisi tergantung guna
memungkinkan cairan keluar dari abdomen karena gravitasi.
3. CT Scan
- Lebih sering digunakan pada pasien yang hemodinamiknya lebih stabil.
- Sering dilakukan dengn kontras IV atau oral untuk melihat organ dan
mengetahui adanya gangguan.
- CT scan memungkinkan visualisasi area peritoneum, retroperineum, dan
panggul serta memungkinkan perkiraan jumlah cairan di area ini.
- CT scan juga digunakan untuk menentukan derajat cedera pada organ
padat
- Keterbatasan penggunaan CT mencakup lama waktu yang diibutuhkan
untuk melakukan pemeriksaan, kebutuhan untuk memindahkan pasien
keluar dari area resusitasi, dan syarat bahwa pasien harus memiliki
hemodinamik yang stabil dan pergerakan dibatasi selama pemeriksaan.
(Morton ,2011)

G. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan kegawatdaruratan Trauma Abdomen
1. Trauma Tumpul Abdomen
Hal umum yang perlu mendapat perhatian adalah atasi dahulu ABC bila
pasien telah stabil baru kita memikirkan penatalaksanaan abdomen itu sendiri.
Pipa lambung, selain untuk diagnostic, harus segera dipasang untuk mencegah
terjadinya aspirasi bila terjadi muntah. Sedangkan kateter di pasang untuk
mengosongkan kandung kencing dan menilai urin. Pada trauma tumpul, bila
terdapat kerusakan intra peritoneum harus dilakukan laparotomi, sedangkan bila
tidak, pasien diobservasi selama 24-48 jam.
Tindakan laparotomi dilakukan untuk mengetahui organ yang mengalami
kerusakan. Bila terdapat perdarahan, tindakan yang dilakukan adalah
penghentian perdarahan. Sedangkan pada organ berongga, penanganan
kerusakan berkisar dari penutupan sederhana sampai reseksi sebagian.

2. Trauma Tembus Abdomen


Hal umum yang perlu mendapat perhatian adalah atasi dahulu ABC bila
pasien telah stabil baru kita memikirkan penatalaksanaan abdomen itu sendiri.
Pipa lambung, selain untuk diagnostic, harus segera dipasang untuk mencegah
terjadinya aspirasi bila terjadi muntah. Sedangkan kateter di pasang untuk
mengosongkan kandung kencing dan menilai urin.
Peningkatan nyeri di daerah abdomen membutuhkan eksplorasi bedah. Luka
tembus dapat mengakibatkan renjatan berat bila mengenai pembuluh darah
besar atau hepar. Penetrasi ke limpa, pancreas, atau ginjal biasanya tidak
mengakibatkan perdarahan massif kecuali bila ada pembuluh darah besar yang
terkena. Perdarahan tersebut harus diatasi segera, sedangkan pasien yang tidak
tertolong dengan resusitasi cairan harus menjalani pembedahan segera.
Penatalaksanaan pasien trauma tembus dengan hemodinamik stabil di dada
baian bawah atau abdomen berbeda-beda. Namun semua ahli bedah sepakat
semua pasien dengan tanda peritonitis atau hipovolemia harus menjalani
eksplorasi bedah, tetapi hal ini tidak pasti bagi pasien tanpa tanda-tanda sepsis
dengan hemodinamik stabil.
Semua luka tusuk di dada bawah dan abdomen harus dieksplorasi terlebih
dahulu. Bila luka menembus peritoneum maka tindakan laparatomi diperlukan.
Prolaps visera, tanda-tanda peritonitis, syok, hilangnya bising usus, terdapat
darah dalam lambung, buli-buli dan rectum, adanya udara bebas intera
peritoneal, dan lavase peritoneal yang positif juga merupakan indikasi
melakukan laparotomi. Bila tidak ada, pasien harus diobservasi selama 24-48
jam. Sedangkan pada pasien luka tembak dianjurkan agar dilakukan laparotomi.

Menurut Catherino (2003), Penatalaksanaan kegawatdaruratan Trauma


Abdomen ialah :
 Pasien yang tidak stabil atau pasien dengan tanda-tanda jelas yang
menunjukkan trauma intra-abdominal (pemeriksaan peritoneal, injuri
diafragma, abdominal free air, evisceration) harus segera dilakukan
pembedahan
 Trauma tumpul harus diobservasi dan dimanajemen secara non-operative
berdasarkan status klinik dan derajat luka yang terlihat di CT
 Pemberian obat analgetik sesuai indikasi
 Pemberian O2 sesuai indikasi
 Lakukan intubasi untuk pemasangan ETT jika diperlukan
 Trauma penetrasi :
Dilakukan tindakan pembedahan di bawah indikasi tersebut di atas
Kebanyakan GSW membutuhkan pembedahan tergantung kedalaman penetrasi
dan keterlibatan intraperitoneal
Luka tikaman dapat dieksplorasi secara lokal di ED (di bawah kondisi steril)
untuk menunjukkan gangguan peritoneal ; jika peritoneum utuh, pasien dapat
dijahit dan dikeluarkan
Luka tikaman dengan injuri intraperitoneal membutuhkan pembedahan
Bagian luar tubuh penopang harus dibersihkan atau dihilangkan dengan
pembedahan

Sedangkan menurut ENA (2000) penatalaksanaan kegawatdaruratan trauma


abdomen yaitu :
 Monitor TTV
 Monitor CVP
 Monitor AGD
 Berikan terapi oksigen sesuai indikasi
 Berikan resusitasi cairan IV dengan cairan kristaloid, darah atau komponen
darah
 Pasang kateter urine
 Monitor pemasukan dan haluaran
 Pasang NGT sesuai indikasi
 Berikan analgesik jika diijinkan
 Minimalkan rangsangan dari luar
 Siapkan intervensi bedah sesuai indikasi
 Monitor GCS
 Monitor perfusi jaringan perifer
 Antiembolic stoking untuk mencegah pembentukan trombus sekunder
untuk meningkatkan trombosit
 Monitor tingkat kesadaran
 Monitor CRT
 Jelaskan prosedur dengan sederhana
 Jawab pertanyaan pasien
 Monitor serum amilase dan lipase
 Monitor serum dan kadar gula dalam urine
 Monitor suhu tubuh
 Monitor serum amilase dan lipase
 Monitor serum dan kadar gula dalam urine
 Monitor tanda-tanda peritonitis : spasme otot/kekakuan abdomen,
penurunan sampai tidak ada bising usus.

Menurut Bambang Suryono (2008),pengelolaan trauma abdomen ialah :


Perawatan pasien dengan perdarahan abdomen difokuskan seputar
pencegahan dan penanganan syok. Pengobatan definitif untuk perdarahan
internal hanya dapat dilakukan di ruang operasi rumah sakit. Tanda-tanda syok
harus dinilai sejak dini, periksa periksa dengan cermat nadi penderita,
kesadaran dan warna kulit. Penurunan tekanan darah merupakan tanda yang
terlambat. Tanda-tanda itu akan muncul setelah perdarahan internal
menyebabkan kehilangan darah yang signifikan. Pasien yang diduga mengalami
perdarahan internal harus dianggap serius dan harus dirujuk ke rumah sakit
secepatnya.
Seperti semua pasien, prioritas pertama adalah ABC. Pastikan pembukaan
jalan nafas, pernafasan yang adekuat dan sirkulasi. Pasien dengan perdarahan
internal kemungkinan akan memburuk dengan cepat. ABC dan tanda vital harus
sering dimonitor. Persiapkan untuk mempertahankan jalan nafas pasien, untuk
memberikan ventilasi atau melakukan RJP jika diperlukan.

H. Komplikasi Trauma Abdomen


Beberapa komplikasi yang dapat disebabkan karena trauma abdomen adalah:
1. Perforasi
Gejala perangsangan peritonium yang terjadi dapat disebabkan oleh zat kimia
atau mikroorganisme. Bila perforasi terjadi dibagian atas, misalnya lambung,
maka terjadi perangsangan oleh zat kimia segera sesudah trauma dan timbul
gejala peritonitis hebat. Bila perforasi terjadi di bagian bawah seperti kolon,
mula-mula timbul gejala karena mikroorganisme membutuhkan waktu untuk
berkembang biak. Baru setelah 24 jam timbul gejala-gejala akut abdomen
karena perangsangan peritoneum. Kolon merupakan tempat bakteri dan hasil
akhirnya adalah feses, maka jika kolon terluka dan mengalami perforasi perlu
segera dilakukan pembedahan. Jika tidak segera dilakukan pembedahan,
peritonium akan terkontaminasi oleh bakteri dan feses. Hal ini dapat
menimbulkan peritonitis yang bisa memberikan dampak yang lebih berat.
2. Perdarahan dan syok hipovolemik
Setiap trauma abdomen (baik trauma tumpul dan trauma tembus) dapat
menimbulkan perdarahan. Yang paling banyak terkena robekan pada trauma
adalah alat-alat parenkim, mesenterium, dan ligamenta; sedangkan alat-alat
traktus digestivus pada trauma tumpul biasanya tidak terkena. Diagnostik
perdarahan pada trauma tumpul lebih sulit dibandingkan dengan trauma tajam,
lebih-lebih pada taraf permulaan. Dalam taraf pertama darah akan berkumpul
dalam sakus lienalis, sehingga tanda-tanda umum perangsangan peritoneal
belum ada sama sekali. Apabila perdarahan tidak segera ditangani dengan baik
dan tepat maka dapat terjadi syok hipovolemik yang ditandai dengan hipotensi,
takikardia, dehidrasi, penurunan turgor kulit, oliguria, kulit dingin dan pucat.
3. Menurunnya atau menghilangnya fungsi organ
Penurunan fungsi organ dapat disebabkan karena terjadinya perdarahan yang
masif tanpa penanganan yang adekuat sehingga pasokan darah ke organ
tertentu menjadi berkurang sehingga dapat mengakibatkan penurunan fungsi
organ, bahkan fungsi organ bisa menghilang.
4. Infeksi dan sepsis
Peradangan dan penumpukan darah dan cairan pada rongga peritoneal dapat
menyebabkan mudahnya bakteri untuk menginfeksi sehingga risiko terjadinya
infeksi sangat tinggi, dan apabila infeksi tak terkendali, mikroorganisme
penyebab infeksi dapat masuk ke dalam darah dan mengakibatkan syok sepsis
5. Komplikasi pada organ lainnya
a. Pankreas: pankreatitis, Pseudocyta formasi, fistula pankreas-duodenal, dan
perdarahan
b. Limfa: perubahan status mental, takikardia, hipotensi, akral dingin,
diaphoresis dan syok
c. Usus: obstruksi usus, peritonitis, sepsis, nekrotik usus, dan syok
d. Ginjal: Gagal ginjal akut (Legome, 2016)
ASUHAN KEPERAWATAN BERDASARKAN TEORI

Pengkajian
A. Pengkajian secara umum
Pada trauma abdomen pengkajian terdiri dari identitas klien dan
penanggung jawab, pengkajian darurat serta pengkajian lanjut. Pengkajian
darurat terdiri dari pengkajian primer dan skunder dimana perlu dilakukan
evaluasi cepat disertai resusitasi secara simultan. Pengkajian primer
dilakukan tanpa melakukan penilaian riwayat secara menyeluruh sampai
kondisi kegawatan teratasi. Namun untuk memprediksi pola cedera yang
lebih baik dan mengidentifikasi risiko yang lebih fatal maka perlu dipastikan
mekanisme cedera yang didapatkan dari berbagai elemen yang dapat
menjelaskan kronologi terjadinya trauma secara jelas dan ringkas baik dari
keluarga, saksi, pengantar atau pihak kepolisian.
Faktor penting yang berhubungan dengan pengkajian darurat,
khususnya dengan etiologi kecelakaan kendaraan bermotor meliputi hal-hal
berikut:
 Tingkat kerusakan kendaraan.
 Apakah ada penumpang lain yang terluka atau meninggal.
 Penggunaan perangkat keselamatan seperti sabuk pengaman dan helm.
 Penggunaan alkohol atau penggunaan obat adiktif.
 Adanya cedera kepala/otak dan cedera spina.
 Apakah ada masalah kejiwaan yang jelas.

Untuk menentukan prioritas resusitasi dan diagnosis ditetapkan


berdasarkan stabilitas hemodinamik dan tingkat keparahan cedera.
Berdasarkan arahan protokol Advanced Trauma Life Support adalah untuk
mengidentifikasi dan melakukan pencegahan terhadap kondisi yang
mengancam jiwa. Protokol ini terdiri dari:
 Airway, dengan tindakan pencegahan pada spina servikal.
 Breathing.
 Circulation.
 Disability.
 Expouse.
Selain prioritas resusitasi dilaksanakan, untuk melakukan pengkajian
riwayat cepat menurut Salomon (200) merekomendasikan pendekatan
AMPLE:
 Allergies.
 Medications.
 Past medical history.
 Last meal or other intake.
 Event leading presentation.

Resusitasi dilakukan bersamaan dengan pemeriksaan fisik sampai


kondisi kegawatan teratasi. Sementara pengkajian skunder dilanjutkan untuk
mengidentifikasi cedera melalui pemeriksaan head-to-toe. Selama proses
pengkajian pasien sampai saat memberikan intervensi kepada pasien tenaga
kesehatan yang bertugas perlu meningkatkan kewaspadaan dengan
menggunakan alat pelindung seperti cap, pelindung mata, masker, gown,
sarung tangan, dan sepatu penutup untuk mencegah terjadinya kontaminasi
cairan tubuh pasien.
Pada kondisi klinik, penilaian klinis awal pasien dengan trauma
abdomen seringkali silit dan tidak akurat. Pengkajian utama tetap dilakukan
terhadap status yang bisa menyebabkan kondisi disfungsi neurologis, yang
dapat disebabkan karena cedera kepala atau penyalahgunaan zat.
Pemeriksaan umum yang dapat diandalkan dan gejala pada pasien yang
masihh dalam kondisi sadar adalah nyeri, nyeri tekan abdomen, adanya
tanda perdarahan gastrointestinal, hipovolemia, dan bukti adanya iritasi
peritoneum. Sejumlah besar darah dapat terakumulasi di rongga peritoneal
dan pelvis tanpa adanya perubahan yang signifikan atau didapat pada fase
awal dalam temuan pemeriksaan fisik.

B. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan abdomen harus sistematis, meliputi inspeksi, auskultasi,
palpasi, dan perkusi dengan hasil temuan sebagai berikut:
 Inspeksi: Pada saat pemeriksaan dapat ditemukan adanya kondisi lecet
(abrasi) atau ekimosis. Tanda memar akibat sabuk pengaman, yakni luka
memar atau abrasi di perut bagian bawah sangat berhubungan dengan
kondisi patologis intraperitoneal. Inspeksi visual sangat penting
dilakukan untuk mendapatkan adanya distensi abdomen yang mungkin
dapat terjadi karena pneumoperitonium, dilatasi lambung, atau ileus
yang diproduksi oleh iritasi peritoneal. Fraktur iga bagian bawah dapat
berhubungan dengan cedera pada limpa atau cedera hati
 Auskultasi: Ditemukannya bunyi usus pada bagian toraks menunjukkan
adanya cedera pada otot diafragma
 Palpasi: Palpasi dapat menemukan adanya keluhan tenderness (nyeri
tekan) baik secara lokal atau seluruh abdomen, kekakuan abdominal,
atau rebound tenderness yang menunjukkan cedera peritoneal
 Perkusi: untuk mendapatkan adanya nyeri ketuk pada organ yang
mengalami cedera
 Pemeriksaan rektal: Dilakukan untuk mencari bukti cedera penetrasi
akibat patah tulang panggul dan pada feses dievaluasi adanya darah
kotor
 Pemeriksaan fungsi perkemihan: Dilakukan terutama adanya tanda dan
riwayat trauma panggul yang dapat menyebabkan cedera pada uretra
dan kandung kemih. Palpasi kekencangan kandung kemih dan
kemampuan dalam melakukan miksi dilakukan untuk mengkaji adanya
ruptur uretra.
C. Pengkajian Psikososial
Pada pengkajian psikososial, pasien dan keluarga biasanya mengalami
kecemasan dan pasien memerlukan pemenuhan informasi tentang sesuatu
yang berhubungan dengan kondisi klinis dan rencana pembedahan darurat.
Apabila pasien trauma abdomen memiliki indikasi untuk dilakukan
prosedur pembedahan maka pada kondisi pascabedah pasien akan
mendapatkan perawatan di ruang intensif. Pada kondisi ini perlakuan
pengkajian disesuaikan dengan konteks keperawatan kritis. Pengkajian
lanjutan pada konteks keperawatan medikal-bedah di ruang rawat inap bedah
dilakukan secara anamnesis, pemeriksaan fisik, pengkajian diagnostik, dan
pengkajian penatalaksanaan medik. Pada pasien pascabedah setelah dari
ruang intensif di ruang bedah hasil pengkajian yang dapat ditemukan:
1. Keluhan utama: Nyeri, keluhan yang berhubungan denga penurunan
motilitas usus
2. Pengkajian riwayat penyakit: Merupakan pengkajian lanjutan riwayat
intervensi yang sudah didapat pasien selama di unit gawat darurat,
kamar bedah, dan ruang intensif, seperti jenis pembedahan, penggunaan
cairan dan transfusi darah, fungsi gastrointestinal, serta pengetahuan
dalam mobilisasi pasca bedah
3. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan disik yang didapatkan dapat sesuai dengan manifestasi
klinik. Pada survei umum, pasien terlihat lemah, TTV bisa didapatkan
adanya perubahan. Pada pemeriksaan fisik fokus akan didapatkan hal-
hal berikut:
 Inspeksi: Kondisi yang paling sering adalah terdapat luka pascabedah
pada bagian abdomen dan terpasang Foley kateter. Pada kondisi ini
penting dikaji kondisi luka pascabedah dan berbagai risiko yang
meningkatkan masalah pada pasien, seperti adanya infeksi luka
operasi (ILO), risiko dehisens dan eviserasi terutama pada pasien
obesitas
 Auskultasi: Pada kondisi klinik sering didapatkan bising usus tidak
ada, terutama dengan pasien yang memiliki keterbatasan mobilitas
 Palpasi: pemeriksaan ini sering tidak dilakukan karena akan menjadi
stimulus nyeri pada pasien
 Perkusi: Sering didapatkan adanya bunyi timpani akibat abdomen
mengalami kembung
4. Pengkajian diagnostik lanjutan: Dilakukan di ruang rawat inap bedah,
meliputi: pemeriksaan darah rutin (hemoglobin, leukosit, hematokrit,
trombosit, dan LED), pemeriksaan serum elektrolit, serta pemeriksaan
fungsi hati dan fungsi ginjal
5. Penatalaksanaan medis yang perlu dikaji: Adanya pemberian
antimikroba yang akan diberikan selama 5-7 hari pascabedah terutama
pada pasien trauma abdomen dengan kontaminasi rongga peritoneal.

Analisa Data
NO. Data Etiologi Masalah
Keperawatan

1 DS : Etiologi dan faktor Risiko Trauma


predisposisi
 Pasien mengeluh
kembung di area ↓
abdomen
Menyebabkan cedera
 Pasien mengeluh nyeri di
abdomen
area abdomen
 Pasien mengatakan ↓

terkena objek tertentu di


Risiko trauma
area abdomen
DO:

 Terdapat jejas dan


hematom
 Peristaltik usus 7x/menit
 Pekak
2 DS : Etiologi dan faktor Nyeri Akut
predisposisi
 Pasien mengeluh nyeri di
area abdomen ↓
DO:
Menyebabkan cedera
 Wajah pasien tampak abdomen
menyeringai karena nyeri

 Pengkajian PQRST
 Peningkatan TTV Cedera organ

 Terdapat jejas dan intraabdomen

hematom di sekitar ↓
abdomen
Distensi abdomen

Nyeri akut

3 DS : Etiologi dan faktor Ansietas


predisposisi
 Pasien mengeluh
kebingungan akan ↓
kondisi tubuhnya saat ini
Menyebabkan cedera
DO:
abdomen
 Pasien tampak bingung

 Wajah pasien tegang
 Akral dingin Kurang paparan

 Peningkatan TTV informasi


Defisiensi pengetahuan

Perubahan kondisi tubuh


dan hospitalisasi

Cemas akan kondisi


yang dialami

Ansietas

Diagnosa Keperawatan
1. Risiko trauma b.d akses pada senjata, alat rumah tangga yang rusak, bahaya
listrik (mis. salah stop kontak, kabel terkelupas, kotak sikring kelebihan daya),
bermain dengan objek berbahaya, jalan tidak aman, jarak yang berdekatan
dengan jalur kendaraan (mis. jalan raya, rel kereta api), kontak dengan mesin
berbahaya, lingkungan tempat tinggal kriminal, tidak menggunakan sabuk
pengaman, kurang pengetahuan tentang kewaspadaan keselamatan, dan
gangguan keseimbangan.
2. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik (trauma) ditandai dengan
diaforesis, dilatasi pupil, ekspresi wajah nyeri, fokus menyempit, keluhan
tentang intensitas menggunakan standar skala nyeri, laporan tentang perilaku
nyeri/perubahan aktivitas, mengekspresikan perilaku (mis. gelisah, merengek,
menangis, waspada), perilaku distraksi, perubahan pada parameter fisiologis
(mis. TD, frekuensi jantung, frekuensi pernapasan, saturasi oksigen, dan end
tidal karbondioksida), perubahan posisi untuk menghindari nyeri, perubahan
selera makan, putus asa, dan sikap melindungi area nyeri.
3. Ansietas b.d ancaman pada status terkini, krisis situasi, dan stresor ditandai
dengan gelisah, kontak mata yang buruk, ekspresi kekhawatiran karena
perubahan dalam peristiwa, penurunan produktivitas, distres, gugup, takut,
sangat khawatir, peningkatan ketegangan, peningkatan keringat, wajah tegang,
anoreksia, dilatasi pupil, gangguan pernapasan, jantung berdebar, mulut
kering, peningkatan denyut nadi, peningkatan RR, peningkatan TD, mual,
nyeri abdomen, dan gangguan konsentrasi.

Rencana Keperawatan
1. Masalah keperawatan: Risiko trauma
Tujuan: Setelah dilakukan intervensi keperawatan diharapkan trauma pada
pasien berkurang. Didapatkan skor pada indikator NOC “Physical Injury
Severity“
Indikator 1 2 3 4 5

 Abrasi kulit
 Memar
 Laserasi
 Gangguan mobilitas
 Penurunan kesadaran
 Ruptur limpa
 Perdarahan
 Trauma abdomen
Intervensi: NIC “Pressure Management“
a. Memakaikan pakaian yang longgar kepada pasien
b. Memberikan tempat kepada pasien di tempat tidur yang sesuai/memberikan
efek terapeutik
c. Mencegah dari penerapan tekanan kepada bagian tubuh yang berkaitan
dengan cedera atau trauma
d. Tidak melakukan mobilisasi kepada pasien tiap 2 jam, berdasarkan jadwal
yang dibuat
e. Memantau adanya kemerahan atau luka disekitar kulit
f. Memantau mobilisasi dan aktifitas pasien

2. Masalah keperawatan: Nyeri akut


Tujuan: Setelah dilakukan intervensi keperawatan diharapkan nyeri pada
pasien berkurang. Didapatkan skor pada indikator NOC “Pain Level“
Indikator 1 2 3 4 5

 Pelaporan nyeri
 RR
 Ekspresi wajah nyeri
 Tekanan darah
 Lama episode nyeri

Intervensi: NIC “Pain Management”


a. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif meliputi lokasi,
karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan factor resipitasi
b. Monitor TTV
c. Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
d. Kontrol lingkungan yang dapat menpengaruhi nyeri seperti suhu ruangan,
pencahayaan dan kebisingan
e. Kurangi faktor presipitasi yg meningkatkan nyeri
f. Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan intervensi
g. Berikan analgesic untuk mengurangi nyeri
h. Evaluasi keefektifan control nyeri
i. Tingkatkan istirahat
j. Kolaborasikan dengan dokter jika ada keluhan dan tindakan nyeri tidak
berhasil

Administrasi analgetik :.
a. Cek program pemberian analogetik; jenis, dosis, dan frekuensi.
b. Cek riwayat alergi..
c. Tentukan analgetik pilihan, rute pemberian dan dosis optimal.
d. Monitor TTV sebelum dan sesudah pemberian analgetik.
e. Berikan analgetik tepat waktu terutama saat nyeri muncul

3. Masalah keperawatan: Ansietas


Tujuan: Setelah dilakukan intervensi keperawatan diharapkan kecemasan pada
pasien dan keluarga pasien berkurang. Didapatkan skor pada indikator NOC
“Anxiety Level“
Indikator 1 2 3 4 5

 Sikap gelisah
 Distress
 Wajah tegang
 Sulit berkonsentrasi
 Serangan panik
 Laporan ansietas
 Peningkatan TD
 Peningkatan nadi
 Peningkatan RR
 Dilatasi pupil
 Berkeringat
Intervensi: NIC “Anxiety Reduction“
a. Melakukan teknik relaksasi
b. Menjelaskan semua prosedur, termasuk sensasi yang akan dirasakan ketika
prosedur sedang berlangsung
c. Memberikan informasi faktual tentang diagnosis, pengobatan dan
prognosis
d. Mendampingi pasien untuk mengurangi kecemasan pasien
e. Mengenali pengungkapan perasaan ketakutan, persepsi dan ketakutan
pasien
f. Mengidentifikasi perubahan tingkat ansietas
g. Membantu pasien mengidentifikasi keadaan yang dapat menyebabkan
ansietas
h. Mendukung penggunaan strategi coping pasien

Evaluasi
Hasil yang diharapkan setelah dilakukan tindakan keperawatan adalah sebagai
berikut:
1. Tidak terjadi syok hipovolemik.
2. Informasi kesehatan terpenuhi.
3. Tidak mengalami injuri pascaprosedur bedah laparotomi.
4. Nyeri berkurang dan teradaptasi.
5. Tidak terjadi ketidakseimbangan cairan dan elektrolit.
6. Infeksi luka operasi tidak terjadi.
7. Kecemasan berkurang.
8. Informasi prabedah terpenuhi.
BAB III
KASUS

TRIGGER: Trauma Abdomen

Tn. P umur 65 tahun bekerja sebagai wiraswata, pendidikan terakhir SD, dan
bertempat tinggal di LORONG Libukang permai Blok E60 Kota Palopo datang ke
RS minggu tgl 5 Agustus 2019, dengan keluhan sakit pada perut sebelah kanan.
Riwayat kesehatan Tn. P : ± 2 jam yang lalu sebelum masuk rumah sakit, ketika
sedang mengendarai sepeda motor, klien mengalami kecelakaan. Sepeda motor
klien menabrak truk yang ada di depannya. Klien terjatuh dengan posisi dada dan
perut kanan membentur aspal. Setelah kejadian, klien masih bisa pulang sendiri
dengan mengendarai sepeda motornya. Tapi setelah beberapa saat di rumah, klien
merasa tidak enak saat bernapas, perut sebelah kanan perlahan kembung sampai
punggung dan nyeri dibagian perut kanan bertambah parah, pasien mengatakan
nyeri di rasakan sejak terjadinya kecelakaan sampai saat ini. Oleh keluarga di antar
ke IGD Rumah Sakit Rampoang Palopo. Sesampainya di IGD di lakukan
pengkajian pada pukul 14.00. Pasien dan keluarga cemas akan kondisi yang terjadi
saat ini. Mereka memerlukan informasi terkait kondisi dan rencana pembedahan
darurat. Pada saat di lakukan pemeriksaan oleh perawat di temukan wajah klien
tampak tegang, akrak dingin, wajah tampak pucat, dan mukosa bibir tampak
kering. Klien juga mengeluh nyeri terus-menerus dengan skala nyeri 7/10. Saat
dilakukan primary survey ABCDE didapatkan data sebagai berikut :
 Airway : Bebas, tidak ada sumbatan, tidak ada secret
 Breathing : Klien bermafas secara spontan. Klien menggunakan O2
4L/menit, RR : 26x/menit. Pernafasan irreguler.
 Circulasi
TD : 130/90 mmHg, N : 90x/menit, Capillary reffil : 3 detik
 Disability
GCS : E4M5V6, Kesadaran : compos mentis
 Exposure : Terdapat luka lecet ,jejas dan hematoma pada abdomen
sebelah kanan
Saat dilakukan secondary survey, didapatkan data sebagai berikut:
 Alergi :Klien dan keluarga mengatakan klien tidak memiliki alergi, baik
makanan ataupun obat-obatan.
 Medicasi :Klien mengatakan sebelum masuk rumah sakit tidak
mengkonsumsi obat apapun.
 Pastillnes :Klien sebelumnya pernah di rawat di RS Dr. Saiful Anwar
Malang dengan penyakit paru-paru.
 Lastmeal :Klien mengatakan sebelum kecelakaan, klien hanya minum
segelas teh.
 Environment : Klien tinggal di daerah yang padat penduduknya.

Pada saat perawat melakukan pemeriksaan fisik, didapatkan data :


a. Bentuk kepala: simetris, rambut dan kulit kepala tampak cukup bersih. Kepala
dapat digerakkan kesegala arah, pupil isokor, sklera tidak ikhterik, konjungtiva
tidak anemis.Hidung simetris tidak ada secret.
b. Bagian leher : tidak ada kaku kuduk. Bagian parubentuk simetris, gerakan
antara kanan dan kiri sama, terdapat fremitus vokal kanan dan kiri sama, saat
dilakukan perkusi terdapat suara sonor, dan saat auskultasi suara vesikuler.
c. Bagian abdomen terdapat jejas dan hematoma pada abdomen sebelah kanan,
peristaltik usus 7x/menit, tidak ada pembesaran hati, dan saat dilakukan perkusi
terdapat pekak.
d. Pada bagian ekstermitas atas dan bawah tidak ada edema, turgor kulit baik.
Kekuatan otot ektermitas atas dan bawah dalam batas normal. Urin baik
Saat dilakukan pemeriksaan penunjang didapatkan hasil :
 Hemoglobin : 14,5 g/dl (n : 14-17,5 g/dl)
 Eritrosit : 5,05 106/ul (n : 4,5-5,9 106/ul)
 Leukosit : 12,1 103/ul (n : 4,0-11,3 103/ul)
 Hematokrit : 36% (n : 40-52%)
 Trombosit : 204
 Gol darah :O
 HBSAG :-
BAB IV
ASUHAN KEPERAWATAN BERDASARKAN KASUS

A. Pengkajian
1. Identitas Klien
Nama : Tn. P
Umur : 65 tahun
Pendidikan : SD
Pekerjaan : Wiraswasta
Agama : Islam
Alamat : Libukang permai Blok E60 Kota Palopo
Tanggal&Jam Pengkajian : 05 Agustus 2019 & 12.31 WIB

2. Identitas Penanggung Jawab


Nama : Tn. W
Umur : 41 tahun
Alamat : Terusan Sigura-gura Blok E60 Kota Malang
Hubungan dengan klien : Anak

3. Riwayat Penyakit
 Keluhan Utama
Sakit pada perut sebelah kanan
 Riwayat Penyakit Sekarang
± 2 jam yang lalu sebelum masuk rumah sakit, ketika sedang
mengendarai sepeda motor, klien mengalami kecelakaan. Sepeda
motor klien menabrak truk yang ada di depannya. Klien terjatuh
dengan posisi dada dan perut kanan membentur aspal. Setelah
kejadian, klien masih bisa pulang sendiri dengan mengendarai sepeda
motornya. Tapi setelah beberapa saat di rumah, klien merasa perut
sebelah kanan ampeg sampai punggung dan terasa sesak nafas. Oleh
keluarga di antar ke IGD Rumah Sakit Dr. Saiful Anwar Malang
 Riwayat Keluarga
Keluarga dan klien mengatakan anggota keluarga tidak ada yang
menderita penyakit serupa.

4. Primary Survay
 Airway
Bebas, tidak ada sumbatan, tidak ada secret
 Breathing
Klien bernafas secara spontan. Klien menggunakan O2 2 l/menitR :
26x/menit, pernafasan reguler
 Circulasi
TD : 120/80 mmHg
N : 90x/menit Capillary reffil : 3 detik
 Disability
GCS : E4M5V6 Kesadaran : Compos Mentis
 Exposure
Terdapat luka lecet ,jejas dan hematoma pada abdomen sebelah kanan

5. Secondary Survay
 AMPLE
- Alergi:
Klien dan keluarga mengatakan klien tidak memiliki alergi, baik
makanan ataupun obat-obatan.
- Medicasi:
Klien mengatakan sebelum masuk rumah sakit tidak mengkonsumsi
obat apapun.
- Pastillnes:
Klien sebelumnya pernah di rawat di RS Dr. Saiful Anwar Malang
dengan penyakit paru-paru.
- Lastmeal :
Klien mengatakan sebelum kecelakaan, klien hanya minum segelas
teh.
- Environment
Klien tinggal di daerah yang padat penduduknya.

6. Pemeriksaan Fisik Head To Toe


 Kepala
Bentuk simetris, rambut dan kulit kepala tampak cukup bersih. Kepala
dapat digerakkan kesegala arah, pupil isokor, sklera tidak ikhterik,
konjungtiva tidak anemis. Hidung simetris tidak ada secret.
 Leher
Tidak ada kaku kuduk
 Paru
o Inspeksi : bentuk simetris, gerakan antara kanan dan kiri sama
o Palpasi : fremitus vokal kanan dan kiri sama
o Perkusi : sonor
o Auskultasi : vesikuler
 AbdomenInspeksi:
terdapat jejas dan hematoma pada abdomen sebelah kanan
- Auskultasi : peristaltik usus 7x/menit
- Palpasi : tidak ada pembesaran hati
- Perkusi : pekak
 Ekstremitas
Ekstermitas atas dan bawah tidak ada edema, turgor kulit baik. Kekuatan
otot ektermitas atas dan bawah dalam batas normal.
7. Pemeriksaan Penunjang
- Hasil laboratorium tanggal 15 -10-2009
- Hemoglobin : 14,5 g/dl (n : 14-17,5 g/dl)
- Eritrosit : 5,05 106/ul (n : 4,5-5,9 106/ul)
- Leukosit : 12,1 103/ul (n : 4,0-11,3 103/ul)
- Hematokrit : 43,8% (n : 40-52%)
- Trombosit : 204
- Gol darah :O
- - HBSAG :-

B. Analisis Data
No Data Etiologi Masalah
1 DS : Kecelakaan motor Nyeri akut
Klien mengatakan perut sebelah

kanan nyeri
DO : Menyebabkan
P :- cedera abdomen
Q : skor 7

R : perut sebelah kanan
S : nyeri tumpul Cedera organ intra
T : terus-menerus abdomen
Terdapat jejas pada abdomen sebelah

kanan
Menyebabkan nyeri

Nyeri terus-menerus

Nyeri akut
2 DS : - Kecelakaan motor Resiko syok
DO :

Akral dingin
Mukosa bibir kering Menyebabkan
Wajah tampak pucat cedera abdomen
Terdapat luka lecet pada perut kanan

Terdapat jejas dan hematoma pada
abdomen sebelah kanan Perdarahan tertutup
Ht :36%

Leukosit : 12,1 103/ul
CRT : 3 detik Penurunan volume
darah

Penurunan perfusi
perifer

Risiko syok

C. Prioritas Diagnosa Keperawatan


1. Nyeri berhubungan adanya trauma abdomen atau luka penetrasi abdomen.
2. Resiko syok
D. Rencana Asuhan Keperawatan

Diagnosa 1
Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik ditandai dengan ekspresi
wajah nyeri, mengekspresikan perilaku
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam nyeri
klien berkurang
Kriteria Hasil : Pada evaluasi hasil didapatkan skor pada indikator NOC

NOC: Pain Level


NO INDIKATOR 1 2 3 4 5
1 Pelaporan nyeri Terus Jarang
menerus melaporkan
(sejak nyeri
kecelakaan)
2 Respiratory Rate 26x/m 12-
20x/m
3 Ekspresi wajah nyeri Skala 8 pada Skala 1-2
pengukuran pada
nyeri Wong pengukuran
Baker nyeri
Wong
Baker
4 Tekanan darah 130/80
mmHg

Intervensi (NIC):
Pain Management
1. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif meliputi lokasi, karakteristik,
durasi, frekuensi, kualitas dan factor resipitasi
2. Monitor TTV
3. Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
4. Control lingkungan yang dapat menpengaruhi nyeri seperti suhu ruangan,
pencahayaan dan kebisingan
5. Kurangi faktor presipitasi yg meningkatkan nyeri
6. Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan intervensi
7. Berikan analgesic untuk mengurangi nyeri
8. Evaluasi keefektifan control nyeri
9. Tingkatkan istirahat
10. Kolaborasikan dengan dokter jika ada keluhan dan tindakan nyeri tidak
berhasil

Administrasi analgetik:

1. Cek program pemberian analogetik; jenis, dosis, dan frekuensi.


2. Cek riwayat alergi.
3. Tentukan analgetik pilihan, rute pemberian dan dosis optimal.
4. Monitor TTV sebelum dan sesudah pemberian analgetik.
5. Berikan analgetik tepat waktu terutama saat nyeri muncul

Diagnosa 2

Resiko Syok

Masalah keperawatan: Risiko syok hipovolemik

Tujuan: Setelah dilakukan intervensi keperawatan diharapkan pasien tidak mengalami


syok hipovolemik.
NOC “Shock severity: Hypovolemic “
Indikator 1 2 3 4 5
 Peningkatan RR 26x/m 12-
20x/m
 CRT 3s 1-2 S

 Akral Dingin Akral Akral


dingin hangat

Intervensi: NIC “Bleeding Reduction: Gastrointestinal”


1. Evaluasi respon psikologis klien terhadap pendarahan
2. Pertahankan patensi airway (bila perlu)
3. Monitor adanya tanda dan gejala adanya perdarahan tertutup dan persistent
4. Monitor adanya tanda dari syok hipovolemik
5. Minta pasien dan/atau keluarga untuk mempersiapkan replacement darah

NIC: Bleeding Precautions


1. Monitor perdarahan pasien (perdarahan dalam) hematoma
2. Catat kadar Hb dan HCT sebelum dan setelah kehilangan darah
3. Monitor TD pasien
4. Kolaborasi terkait pemberian obat (antacid) jika diperlukan
5. Bombing keluarga dan pasien untuk memberitahu perawat jika ada tanda dan
gejala perburukan pendarahan.
E. Tindakan resusitasi
1. Airway
Pasien merasa sesak dan tidak enak pada waktu bernafas
2. Breathing
Klien bernafas secara spontan. Klien menggunakan O2 2 l/menit
R : 26x/menit, pernafasan reguler
3. Circulation
TD : 120/80 mmHg
N : 90x/menit
Capillary reffil : 3 detik

No Tindakan resusitasi keterangan


1. Kaji pola napas klien Klien bernafas secara spontan
R : 26x/menit, pernafasan reguler
2. Posisikan klien semifowler Dengan posisi ini ekspansi paru
maksimal sehingga memudahkan
pernapasan
3. Beri nasal kanul 4 liter/menit
4. Monitor TTV TD : 130/80 mmHg
N : 90x/menit

Airway
Menilai jalan nafas bebas. Apakah pasien dapat bicara dan bernafas dengan
bebas?
Jika ada obstruksi maka lakukan:
 Chin lift / jaw thrust (lidah itu bertaut pada rahang bawah)
 Suction / hisap (jika alat tersedia)
 Guedel airway / nasopharyngeal airway
 Intubasi trakhea dengan leher di tahan (imobilisasi) pada posisi netral
Breathing
Menilai pernafasan cukup. Sementara itu nilai ulang apakah jalan nafas bebas.
Jika pernafasan tidak memadai maka lakukan:
 Dekompresi rongga pleura (pneumotoraks)
 Tutuplah jika ada luka robek pada dinding dada
 Pernafasan buatan Berikan oksigen jika ada
Penilaian ulang ABC harus dilakukan lagi jika kondisi pasien tidak stabil

Sirkulasi
Menilai sirkulasi / peredaran darah. Sementara itu nilai ulang apakah jalan nafas
bebas dan pernafasan cukup. Jika sirkulasi tidak memadai maka lakukan:
 Hentikan perdarahan eksternal
 Segera pasang dua jalur infus dengan jarum besar (14 - 16 G)
 Berikan infus cairan

Disability
Menilai kesadaran dengan cepat, apakah pasien sadar, hanya respons terhadap
nyeri atau sama sekali tidak sadar. Tidak dianjurkan mengukur Glasgow Coma
Scale
 AWAKE = A
 RESPONS BICARA (verbal) = V
 RESPONS NYERI = P
 TAK ADA RESPONS = U
Cara ini cukup jelas dan cepat.
F. Implementasi
Nama pasien: Tn.P
No Tanggal/jam No dx Implementasi

1 5 juni 2016/14.15 1 - Mengkaji pola nafas klien


- Memposisikan klien semi fowler
- Memberikan nasal kanul 4L/menit
2 5 juni 2016/14.15 3 - Evaluasi respon psikologis klien terhadap
pendarahan
- Pertahankan patensi airway (bila perlu)
- Monitor adanya tanda dan gejala adanya
perdarahan tertutup dan persistent
- Monitor adanya tanda dari syok
hipovolemik
3 5 juni 2016/14.30 2 - Mengkaji tingkat nyeri
- Memberikan injeksi analgesik
- Mengajarkan nafas dalam bila nyeri timbul

G. Discharge planning
Nyeri Akut
1. Evaluasi kesiapan klien untuk pulang
a. Tidak ada secret di saluran pernafasan
b. RR dalam rentan normal; (12-20 X/Menit)
c. Rencana Pengobatan untuk di rumah:
- Keperluan perawatan di rumah dan istirahat disediakan
- Keluarga memiliki dukungan sosial yang dibutuhkan
- Keluarga memahami prosedur monitoring RR
- Keluarga memiliki sumber komunikasi dan akses ke pelayanan
kesehatan

2. Instruksi Pemulangan kepada keluarga:


a. Penjelasan tentang kondisi klien saat ini
b. Pemahaman bagaimana memantau tanda tanda distress pernafasan
c. Pemahaman kapan harus menghubungi tenaga kesehatan

Resiko Shock Hipovolemik

1. Evaluasi kesiapan klien untuk pulang


a. Tidak terjadi shock
b. Sirkulasi normal
c. Akral hangat
2. Rencana keperawatan dirumah
a. Keluarga mengerti dan memahami tanda-tanda syok
b. Keluarga mengetahui kapan harus menghubungi pelayanan kesehatan
c. Keluarga memiliki dukungan sosial yang dibutuhkan
3. Instruksi Pemulangan kepada keluarga:
a. Penjelasan tentang kondisi klien saat ini
b. Pemahaman bagaimana memantau tanda tanda syok pernafasan
c. Pemahaman kapan harus menghubungi tenaga kesehatan
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan
Trauma abdomen yang disebabkan benda tumpul biasanya lebih
banyak menyebabkan kerusakan pada organ-organ padat maupun organ-organ
berongga pada abdomen dibandingkan dengan trauma abdomen yang
disebabkan oleh benda tajam

B. Saran
Bagi seorang perawat dalam penanganan pasien yang mengalami
trauma abdomen yaitu perawat harus memperhatikan atau melakukan
tindakan kegawatdaruratan yang cepat dan tepat, terutama pada kasus trauma
abdomen akibat cidera atau kecelakaan.
Untuk memudahkan pemberian tindakan darurat secara sepat dan tepat
perlu dilakukan prosedur tetap/protocol yang dapat digunakan setiap hari. Bila
memungkinkan, sangat tepat apabila pada setiap unit keperawatan di lengkapi
dengan buku-buku yang diperlukan baik untuk perawat maupun pasien.
DAFTAR PUSTAKA

Legome EL. 2016. Blunt Abdominal Trauma Clinical Presentation”.


http://emedicine.medscape.com/article/1980980-clinical#b3

Morton, P.G, Fontaine, D, Hudak, C. M, Gallo, B. M. 2008. Keperawatan Kritis.


Jakarta: EGC

MH Assiddqi. 2014. Bab II Tinjauan Pustaka.


http://eprints.undip.ac.id/44820/4/M.Hasbi_Asshiddiqi_22010110110072_Ba
b2KTI.pdf. Diakses pada 8 Juni 2016.

Morton, Patricia Gonce.2011. Keperawatan kriris : pendekatan asuhan holistic.


Jakarta : EGC

Muttaqin, Arif. 2013. Gangguan Gastrointestinal : Aplikasi Asuhan Keperawatan


Medikal Bedah. Jakarta : Salemba Medika

Muttaqin A, Sari K. 2013. Gangguan Gastrointestinal Aplikasi Asuhan


Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: Salemba Medika

Offner P. 2014. Penetrating Abdominal Trauma.


http://emedicine.medscape.com/article/2036859-overview.

Anda mungkin juga menyukai