Anda di halaman 1dari 19

BAB 1

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Profesi farmasi merupakan profesi yang berhubungan dengan seni dan
ilmu dalam hal penyediaan dan pengolahan bahan obat dari sumber alam atau
sintesis untuk pengobatan dan penegahan suatu penyakit.baik itu dari cara
pembuatan,pencampuran, peracikan formulasi obat identifikasi, kombinasi,
analisis dan standarisasi/ pembakuan obat serta pengobatan, termaksud pula sifat-
sifat obat dan distribusinya serta penggunaannya yang aman.
Dalam bidang farmasi sering dijumpai berbagai fenomena fisika, oleh
sebab itu seorang ahli farmasi harus mempelajari farmasi fisika seperti pada ke
larutan dan koefisien distribusi obat. Pengetahuan tentang kelarutan dan distribusi
dari suatu sediaan obat sangat penting untuk seorang farmasi, sebab hal ini dapat
membantu memilih medium pelarut yang paling baik untuk obat atau kombinasi
obat. Pendistribusi suatu senyawa ke dalam senyawa yang tidak saling bercampur,
dimana hal ini bergantung pada interaksi fisika dan kimia antara pelarut dan
senyawa terlarut. Kelarutan adalah suatu zat dinyatakan sebagai konsentrasi zat
terlarut di dalam larutan jenuh nya pada suhu dan tekanan tertentu. Kelarutan
dinyatakan dalam militer pelarut yang dapat melakukan suatu gram zat, pelepasan
zat dari bentuk sediaan nya sangat dipengaruhi oleh sifat-sifat fisika dan kimia
zat-zat tersebut serta formulasinya (Martin,1990).
Koefisien distribusi adalah suatu perbandingan dimana suatu senyawa
terdistribusi ke dalam senyawa yang tidak saling bercampur, dimana hal ini
bergantung pada interaksi fisika dan kimia antara pelarut dan senyawa terlarut.
Untuk melarutkan suatu zat, sering juga ditemukan zat-zat pelarut yang tidak
saling bercampur. Dalam sistem dua cairan yang tidak saling bercampur, dapat
berlaku hukum distribusi. Hukum ini menyatakan bahwa, jika kedalam sistem
dua cairan tidak saling bercampur ditambahkan senyawa ketiga, maka senyawa ini
akan terdistribusi masuk ke dalam dua cairan tersebut.

1
1.2 Maksud dan Tujuan
1.2.1 Maksud
Mengetahui dan memahami cara penentuan kelarutan dan koefisien
distribusi zat padat dalam pelarut pada berbagai suhu dan dua pelarut yang tidak
saling bercampur.
1.2.2 Tujuan
Menentukan perbandingan kelarutan dan koefisien distribusi dari asam
salisilat dalam pelarut air pada suhu kamar, serta pelarut minyak dan air yang
tidak saling bercampur.
1.3 Manfaat
Agar dapat menentukan perbandingan kelarutan dan koefisien distribusi dari
zat padat dalam pelarut pada berbagai suhu dan dua pelarut yang tidak saling
bercampur.
1.4 Prinsip Percobaan
Penentuan kelarutan dari asam salisilat pada suhu kamar dengan cara
melarutkan, menyaring, mengeringkan dan menimbang residu dari zat yang tidak
larut dan penentuan koefisien distribusi PCT dalam pelarut air dan minyak
berdasarkan perbandingan kelarutan suatu zat dalam dua pelarut yang tidak saling
bercampur yang dititrasi.
.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Dasar Teori
Secara kuantitatif, kelarutan suatu zat dinyatakan sebagai
konsentrasi zat terlarut didalam larutan jenuhnya pada suhu dan tekanan
tertentu. Kelarutan dinyatakan dalam satuan mililiter pelarut yang dapat
melarutkan satu gram zat. Misalnya 1 gram asam salisilat akan larut dalam 500
mL air. Kelarutan juga dinyatakan dalam satuan molalitas, molaritas dan persen
(Tungandi, 2009).
Pelepasan zat aktif dari bentuk sediaannya sangat dipengaruhi oleh sifat-sifat
kimia dan fisika zat tersebut serta formulasinya. Pada prinsinya obat baru dapat di
absorpsi setelah zat aktifnya terlarut dalam cairan usus, sehingga salah satu usaha
untuk mempertinggi efek Farmakologi dari sediaaan adalah dengan menaikkan
kelarutan zat aktifnya (Tungandi, 2009).
Kelarutan atau solubilitas adalah kemampuan suatu zat kimia tertentu, zat
terlarut (solute), untuk larut dalam suatu pelarut (solvent). Kelarutan dinyatakan
dalam jumlah maksimum zat terlarut yang larut dalam suatu pelarut pada
kesetimbangan. Larutan hasil disebut larutan jenuh. Zat-zat tertentu dapat larut
dengan perbandingan apapun terhadap suatu pelarut. Contohnya adalah etanol di
dalam air. Sifat ini lebih dalam bahasa Inggris lebih tepatnya disebut miscible.
Pelarut umumnya merupakan suatu cairan yang dapat berupa zat murni ataupun
campuran. Zat yang terlarut, dapat berupa gas, cairan lain, atau padat. Kelarutan
bervariasi dari selalu larut seperti etanol dalam air, hingga sulit terlarut, seperti
perak klorida dalam air. Istilah "tak larut" (insoluble) sering diterapkan pada
senyawa yang sulit larut, walaupun sebenarnya hanya ada sangat sedikit kasus
yang benar-benar tidak ada bahan yang terlarut. Dalam beberapa kondisi, titik
kesetimbangan kelarutan dapat dilampaui untuk menghasilkan suatu larutan yang
disebut lewat jenuh (supersaturated) yang metastabil (Woedepss) (Tungandi,
2009).

Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kelarutan suatu zat antara lain adalah:

3
1. pH
2. temperature
3. jenis pelarut
4. bentuk dan ukuran partilel zat
5. konstanta dielektrik pelarut
Kelarutan juga tergantung pada struktur zat, seperti perbandingan gugus
polar dan non polar dari suatu molekul. Makin panjang rantai gugus non polar
suatu zat makin zat tersebut larut dalam air. Selain itu, penambahan surfaktan
dapat juga ditambahkan zat-zat pembentuk kompleks untuk menaikkan kelarutan
suatu zat, misalnya penambahan uretan dalam pembuatan injeksi
khinin (Tungandi, 2009).
Larutan adalah campuran yang bersifat homogen antara molekul, atom
ataupun ion dari dua zat atau lebih. Disebut campuran karena susunannya atau
komposisinya dapat berubah. Disebut homogen karena susunanya begitu seragam
sehingga tidak dapat diamati adanya bagian-bagian yang berlainan, bahkan
dengan mikroskop optis sekalipun (Tungandi, 2009).
Fase larutan dapat berwujud gas, padat ataupun cair. Larutan gas misalnya
udara. Larutan padat misalnya perunggu, amalgam dan paduan logam yang lain.
Larutan cair misalnya air laut, larutan gula dalam air, dan lain-lain. Komponen
larutan terdiri dari pelarut (solvent) dan zat terlarut (solute). Pada bagian ini
dibahas larutan cair. Pelarut cair umumnya adalah air. Pelarut cair yang lain
misalnya bensena, kloroform, eter, dan alkohol. Jika pelarutnya bukan air, maka
nama pelarutnya disebutkan. Misalnya larutan garam dalam alkohol disebut
larutan garam dalam alkohol (alkohol disebutkan), tetapi larutan garam dalam air
disebut larutan garam (air tidak disebutkan) (Tungandi, 2009).
Larutan adalah sebagai bagian dari sediaan-sediaan cair yang mengandung
satu atau lebih zat kimia yang dapat larut, biasanya dilarutkan dalam air, yang
karena bahan-bahannya, cara peracikan atau penggunaannya, tidak dimasukkan
kedaam olongan produk lainnya (Ansel, 2004).
Larutan jenuh adalah suatu larutan yang zat terlarutnya berada dalam
kesetimbangan dengan fase padat (zat terlarut) (Sinco, 2005).

4
Larutan tidak jenuh atau hampir jenuh adalah suatu larutan yang
mengandung zat trlarut dalam konsentrasi yang dibutuhkan untuk penjenuhan
sempurna pada temperature tertentu (Martin, 1990).
Larutan lewat jenuh adalah suatu laruta yang mengandung zat terlarut dalam
konsentrasi lebih banyak daripada seharusnya pada temperature tertentu dan
terdapat juga zat terlarut yang tidak larut (Sinco, 2005).
Menurut metode kelarutan, sejumlah besar obat ditempatkan dalam wadah
yang tertutup baik, bersama-sama dengan larutan zat pengomplek dalam berbagai
konsentrasi dan botol dikocok dalam bak pada temperature konstan sampai
tercapai kesetimbangan. Cairan supernatant dalam porsi yang cukup diambil dan
dianalisis (Alfred, 1990).
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi kelarutan adalah pengadukan,
suhu, luas permukaan, fikositas, ukuran partikel, pH larutan, dan polimerfisme
(Ditjen POM, 1979).
Selain faktor di atas penambah surfaktan juga akan mempengaruhi
kelarutan. Surfaktan adalah suatu zat yang digunakan untuk menakkan kelarutan
suatu zat. Molekul surfaktan terdiri atas dua bagian yaitu polar dan non polar
(Ditjen POM, 1979)
Jika kelarutan suatu zat tidak diketahui dengan pasti, kelarutannya dapat
ditunjukkan dengan istilah berikut (Ditjen POM, 1979) :
Istikah Kelarutan Jumlah bagian pelarut yang diperlukan
untk melarutkan 1 bagian zat
Sangat mudah larut Kurang dari 1
Mudah larut 1 sampai 10
Larut 10 sampai 30
Agak sukar larut 30 sampai 100
Sukar larut 100 sampai 1000
Sangat sukar larut 1000 sampai 10.000
Praktis tidak larut Lebih dari 10.000
Daya larut suatu zat dalam lain dipengaruhi oleh jenis zat terlarut, jenis zat
pelarut, temperatur dan tekanan, zat-zat dengna struktur kimia yang mirip

5
umumnya padat juga bercampur baik, sedang yang tidak biasanya sukar
bercampur (Sukarjo, 1997).
Daya kelarutan suatu zat berkhasiat memegang peranan penting dalam
formulasi suatu sediaan zat. Lebih dari 50% senyawa kimia baru yang ditemukan
saat ini bersifat hidrofobik. Kegunaan secara klinik dari obat-obat hidrofobik
menjadi tikad efesien dengan rendahnya daya kelarutan, dimana akan
mengakibatkan kecilnya penetrasi obat tersebut didalam tubuh. Kelarutan seuatu
karena kelarutan suatu obat dengan tingkat disolusi obat tersebut sangat berkaitan
(Jufri,dkk, 2004).
Dalam cara pengendapan, analit yang akan ditetapkan diendapkan dari
larutannya dalam bentuk senyawa yang tidak larut atau sukat larut, sehingga tidak
ada yang hilang selama penyaringan, pencucian dan penimbangan. Faktor-faktor
yang menetukan berhasilnya cara pengendapan adalah endapan harus sedemikan
tidak larut, sehingga tidak ada kehilangan yang berarti pada penyaringan. Dalam
kenyataannya, keadaan ini dizikan asalkan banyaknya banyaknya yang masi
tinggal (tika terendapkan) tidak melampaui batas minimum yang dapat
ditunjukkan oleh neraca analitik 0,1 mg ( Gandjar,dkk, 2007).
Secara teori jika pH dinaikkan, maka kelarutannya pun ikut meningkat,
karena selain terbentuk larutan jenuh obat dalam bentuk molekul yang tidak
terionkan (kelarutan intrinsic) juga terlarut obat yang berbentuk ion (Martin,dkk,
1990).
Secara khusus, penentuan kelarutan semu (apperent solubility) asam benzoat
dapat dilakukan dengan metode gravimetri. Gravimetri meruakan cara
pemeriksaan jumlah zat yang paling tua dan paling sederhana dibandingkan
dengan cara pemeriksaan kimia lainnya. Kesederhanaan itu jlas kelihatan karena
dalam gravimetri jumlah zat ditentukan dengan menimbang langsung massa zat
yang dipisahkan dari zat-zat lain (Rivai, 1979).
Proses yang bersifat endotermis dalam satu arah adalah eksoterm dalam arah
yang lain. Karena proses pembentukan larutan dalam proses pengkristalan
berlangsung dengan laju yang sama dengan kesetimbangan maka perubahan-
perubahan energi netto adalah nol. Tetapi jika suhu dinaikkan maka proses akan

6
menyrap kalor. Dalam hal ini pembentukan larutan lebihdisukai. Segera setelah
suhu dinaikkan tidak berapa pada kesetimbangan karenaada lagi zat yang melarut.
Suatu zat yang menyerap kalor ketika melarut cenderung lebih mudah larut pada
suhu tinggi (Klienfelter, 1996).
Pengaruh temperatur dalam kesetimbangan kimia ditentukan
dengan Ho. Pada reaksi endoterm konstanta kesetimabangan akan naik seiring
dengan naiknya temperatur. Pada reaksi eksoterm kontasta kesetimabangan akan
turun dengan naikknya temperatur (Silbey dkk, 1996).
Gas + larutan (1) Larutan (2) + kalor
Untuk kesetimbangan ini, peningkatan suhu malah akan mengusir gas dan
larutan sebab pergeseran ini kekiri adlah endoterm. Karena itu gas hampir sealu
menjadi kurang larut dalam cairan jika suhunya dinaikkan (Atkins, 1994).
Larutan dapat digolongkan sesuai dengan keadaan terjadinya zat terlarut dan
pelarut, dan karena tiga wujud zat (gas, cair, padat kristal), ada sembilan
kemungkinan sifat campuran homogen antara zat terlarut dan pelarut Larutan
jenuh adalah suatu larutan dimana zat terlarut berada dalam kesetimbangan
dengan fase padat (zat terlarut). Larutan tidak jenuh atau hampir jenuh adalah
suatu larutan yang mengandung zat terlarut dalam konsentrasi di bawah
konsentrasi yang dibutuhkan untuk penjenuhan sempurna pada temperatur
tertentu. Larutan lewat jenuh adalah suatu larutan yang mengandung zat terlarut
dalam konsentrasi lebih banyak daripada yang seharusnya ada pada temperatur
tertentu, terdapat juga zat terlarut yang tidak larut (Martin. A, 1990).
Koefisien distribusi merupakan suatu perbandingan kelarutan suatu zat
(sampel) di dalam dua pelarut yang berbeda dan tidak saling bercampur, serta
mempunyai harga tetap pada suhu tertentu (Pratiwi,2013).
Suatu zat dapat larut ke dalam dua macam pelarut yang keduanya tidak
saling bercampur. Jika kelebihan cairan atau zat padat ditambahkan ke dalam
campuran dari dua cairan tidak bercampur, zat itu akan mendistribusikan diri
diantara dua fase sehingga masing-masing menjadi jenuh. Jika zat itu
ditambahkan ke dalam pelarut tidak tercampur dalam jumlah yang tidak cukup

7
untuk menjenuhkan larutan, maka zat tersebut akan tetap terdistribusikan diantara
kedua lapisan dengan konsentrasi tertentu (Anita,2013).
Hukum distribusi adalah suatu metode yang digunakan untuk menentukan
aktivitas zat terlarut dalam satu pelarut jika aktivitas zat terlarut dalam pelarut lain
diketahui, asalkan kedua pelarut tidak tercampur sempurna satu sama lain. Faktor
yang mempengaruhi tetapan distribusi adalah jenis zat pelarut, komsentrasi, jenis
zat terlarut, dan suhu (Anita,2013)
Faktor – faktor yang mempengaruhi koefisien distribusi adalah pengaruh
sifat kelarutan bahan obat terhadpa distribusi menunjukkan antara lain bahwa
senyawa yang larut baik dalam bentuk lamak berkonsentrasi dalam jaringan yang
mengandung banyak lemak sedangkan sebaliknya zat hidrofil hampir tidak
diambil oleh jaringan lemak karena itu ditentukan terutama dalam ekstrasel
(Ernest,1999)
Pengaruh distribusi telah disebut pengaruh obat artinya membawa bahan obat
terarah kepada tempat kerja yang diinginkan dari segi terapeutik kita
mengharapkan distribusi dapat diatur artinya konsentrasi obat pada tempat kerja
lebih besar dari pada konsentrasi di tempat lain pada organisme, walaupun
demikian kemungkinan untuk mempengaruhi pada distribusi dalam bentuk hal
kecil, pada kemoterapi tumor ganas sebagian dicoba melalui penyuntikan atau
infus sitostatika ke dalam arteri memasok tumor untuk memperoleh kerja yang
terarah (Ernest,1999).
2.2 Uraian Bahan
2.2.1 Air Suling (Ditjen POM,1979)
Nama Resmi : Aqua destilata
Nama lain : Air suling
RM / BM : H2O / 18,02

Rumus struktur :

8
Pemerian : Cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau, tidak
mempunyai rasa.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat
Kegunaan : Sebagai pelarut
2.2.2 Alkohol (Ditjen POM,1979)
Nama Resmi : AETHANOLUM
Nama Lain : Etanol, Alkohol
RM / BM : C2H5OH / 46 g/mol
Rumus Struktur :
H H

H C C OH

H H

Pemerian : Cairan tak berwarna jernih, mudah menguap dan


mudah bergerak, bau khas, rasa panas, mudah
terbakar dengan memberikan nyala api biru yang
tidak berasap.
Kelaruran : Sangat mudah larut dalam air, dalam klorofom P,
dan dalam eter P
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat, terlindungi dari
cahaya, ditempat sejuk, jauh dari nyala api
Kegunaan : Sebagai Desinfektan
2.2.3 Asam Borat (Ditjen POM, FI III)
Nama resmi : Acidum boricum
Nama lain : Asam borat
RM / BM : H3BO3 / 61,83
Rumus struktur :

9
Pemerian : Hablur, serbuk hablur putih atau sisik mengkilap,
tidak berwarna, kasar, tidak berbau, rasa agak
asam dan pahit kemudian manis.
Kelarutan : Larut dalam 20 bagian air , dalam 3 bagian air
mendidih , dalam 16 bagian etanol (95 %) P dan
dalam 5 bagian gliserol P.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
Khasiat : Antiseptikum ekstern
Kegunaan : Sebagai sampel
2.2.3 Asam Salisilat (Ditjen POM, 1979)
Nama resmi : Acidum Salicylicum
Nama lain : Asam Salisilat
RM / BM : C7H6O3 / 138,12
Rumus struktur :

Pemerian : Hablur ringan tidak berwarna atau serbuk berwarna


putih, hampir tidak berbau, rasa agak manis dan
tajam
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
2.2.4 Paracetamol (Dirjen POM,1979)
Nama Resmi : ACETAMINOPHENUM
Nama Lain : Asetominofen, paracetamol.
RM / BM : C8H9NO2

Rumus Struktur :

10
Pemerian : Hablur atau serbuk hablur putih tidak berbau rasa
pahit.
Penyimpaan : Dalam wadah tertutup baik, terlindung dari cahaya
Kelarutan : Larut dalam 70 bagian air, dalam 7 bagian etanol
(95%),dalam 13 aseton, dalam 40 bagian gliserol
dan dalam 9 bagian propilenglikol larut dalam
larutan alkali hidroksida.
Kegunaan : Zat tambahan
2.2.5 Natrium Hidroksida (Ditjen POM,1979)
Nama Resmi : NATRII HYDROXYDUM
Nama Lain : Natrium Hidroksida
RM / BM : NaOH / 40,00
Rumus struktur :

Pemerian : Bentuk batang, butiran, massa hablur atau keeping,


kering, keras, rapuh dan menunjukkan susunan
hablur, putih, mudah meleleh basah.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
Kelarutan : sangat mudah larut dalam air dan etanol (95%)
Kegunaan : sebagai pelarut
2.2.6 Virgin Coconut Oil (VCO) (Darmoyuwono, 2006)
Nama Resmi : Virgin coconut oil
Nama Lain :
RM/BM : CH3 CH2 10COOH/200.3 g.mol
Rumus Struktur :

11
Pemerian : Cairan minyak tidak berwarna.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik.
Kelarutan : Tidak larut dalam air tetapi larut dalam alcohol
(1:1)
Kegunaan : Zat tambahan

12
BAB III
METODE PRAKTIKUM
3.1 Waktu dan tempat
Praktikum kelarutan dan koefisien distribusi dilaksanakan pada tanggal 24
Februari 2019 pada pukul 10.00 sampai 13.00. pelaksanaan praktikum bertempat
di Laboratorium Teknologi Farmasi, Jurusan Farmasi, Fakultas Olahraga dan
Kesehatan, Universitas Negeri Gorontalo.
3.2 Alat dan Bahan
3.2.1 Alat
Adapun alat yang digunakan untuk praktikum yaitu batang pengaduk,
corong pisah, gelas ukur, gelas beker, kertas saring, oven, pipet volum, sendok
tanduk dan neraca analitik.
3.2.2 Bahan
Adapun bahan yang digunakan untuk praktikum yaitu asam salisilat,
aquadest, alkohol 70%, paracetamol, indikator pp, minyak almond
3.3 Cara Kerja
1. Penentuan kelarutan
a) Penentuan kelarutan
1. Disiapkan alat dan bahan
2. Dibersihkan alat menggunakan alkohol 70%
3. Ditimbang aasam salisilat 2,02 gram
4. Disiapkan 50 ml air pada gelas beker
5. Dimasukan asam salisilat 2.02 gram kedalam 50 ml air
6. Diaduk hingga homogen
7. Ditimbang kertas saring kosong
8. Dijenuhkan kertas saring dengan cara dibasahi dengan menggunakan
aquadest keseluruh bagian kertas
9. Disaring salisilat menggunakan kertas saring melalui corong
10. Diambil residu dari asam salisilat yang telah disaring
11. Dimasukkan kedalam oven residu dari asam salisilat yang telah
disaring

13
12. Ditimbang kertas saring yang berisi residu dan asam salisilat
13. Dihitung kelarutan dari asam salisilat
b) Penentuan koefisien distribusi
1. Disiapkan alat dan bahan
2. Dibersihkan alat menggunakan alkohol
3. Ditimbang 0,2 gram NaOH
4. Disiapkan 50 ml aquadest pada gelas beker
5. Dicampurkan NaOH dengan 0,2 gram dengan aquadest
2. Penentuan koefisien distribusi tanpa minyak
1. Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan
2. Dibersihkan alat menggunakan alkohol 70%
3. Ditimbang paracetamol sebanyak 0,1 gram
4. Dicampurkan paracetamol dalam aquadest 100 ml
5. Diaduk hinga homogen
6. Diambil paracetamol sebanyak 25 ml untuk dititrasi
7. Ditambahkan indikator pp sebanyak 2 tetes
8. Dititrasi dengan NaOH sampai terjadi perubahan warna
9. Dihitung volume evaluasi
10. Dihitung koefisien distribusi
3. Penentuan koefisien dengan minyak
1. Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan
2. Dibersihkan alat menggunakan alkohol 70%
3. Ditimbang paracetamol sebanyak 0,1 gram
4. Dilarutkan paracetamol dengan aquadest 50 ml
5. Diaduk hingga homogen
6. Diambil larutan paracetamol sebanyak 2 ml untuk dititrasi
7. Dimasukan kedalam corong pisah ditambahkan minyak almond
sebanyak 75 ml dan Dikocok corong pisah
8. Didiamkan beberapa saat sampai larutan paracetamol dan minyak
memisah
9. Diambil bagian larutan paracetamol dan diletakan pada gelas beker

14
10. Dititrasi dengan indikator pp sebanyak 2 tetes
11. Dilakukan titrasi dengan NaOH sampai terjadi perubahan warna
12. Ditetesi sampai tidak memberikan warna lagi
13. Dicatat volume titrasi
14. Dihitung koefisien distribusi

15
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 Hasil
4.1.1 Kelarutan
Sampel Suhu Kertas Saring Kertas Saring Residu
kosong
Asam Salisilat kamar 0,1 gr 2,8 gr
4.2.2 Koefisien Distribusi
Sampel Volume titrasi
Tanpa minyak Dengan minyak
Paracetamol 2,3 ml 2 ml
4.2.3 Perhitungan
1. Penentuaan kelarutan asam salisilat
Dik : Kertas saring kosong = 1,27 gr
Kertas saring + Residu = 3,4630 gr
Dit : Kelarutan asam salisilat
Peny: Berat Residu = (kertas saring + residu) – kertas saring kosong
= 3,4630 gr – 1,27 gr
= 2,193 gr
Zat terlarut = berat sampel – residu
= 2 gr – 2,193 gr
= -0,193 gr
zat terlarut
Konsentrasi = volume

= 0,193 gr / 50 mL
= -0,00386 g/mL

4.2 Pembahasan
Dalam praktikum kali ini kami melakukan percobaan yaitu menguji
kelarutan dan koefisien distribusi dengan asam salisilat dan paracetamol
dengan cara dititrasi dan penambahan indikator fenoftalein

16
4.2.1 Penetapan Kelarutan Asam Salisilat
Langkah yang pertama kami dilakukan adalah menyiapkan alat dan bahan
yang akan digunakan pada percobaan yang kemudian dilanjutkan dengan
membersihkan alat yang akan digunakan dengan alkohol 70% yang bertujua untuk
menghindari mikroorganisme yang ada pada alat (Rivai,1995). Setelah itu,
ditimbang sampel asam salisilat sebanyak 2 gr dan 1 buah kertas saring kosong
dengan menggunakan neraca analitik kemudian dicatat. Setelah itu di ukur air
suling sebanyak 50 mL kemudian dimasukkan pada gelas kimia. Selanjutnya, air
dalam gelas kimia di campurkan dengan asam salisilat kemudian diaduk sampai
larut. Selanjutnya, larutan disaring dengan menggunakan kertas saring yang telah
di timbang dan dijenuhkan terlebih dahulu dengan cara dibasahi dengan aquadest
secara merata ke seluruh permukaan kertas melalui corong. Tujuan dari
penjenuhan kertas saring itu sendiri adalah untuk larutan yang akan di filtrasi,
larutannya tidak akan terserap oleh kertas saring melainkan akan tertampung di
gelas kimia yang lain (Golib,2007). Filtrasi dari larutan yang berupa air di
tampung di dalam gelas kimia yang lain dan residu yang tertinggal pada kertas
saring dikeringkan dalam oven dengan suhu 100oC. Tujuan dari pengeringan itu
sendiri karena berat kandungan airnya akan berpengaruh pada nilai kelarutannya
(Ibnu,2007). Setelah kering, residu dan kertas saring beserta kertas saring tersebut
ditimbang dan berat residu dihitung dengan cara mengurangi berat kertas berisi
residu dengan berat kertas saring kosong.
4.2.2 Penentuan koefisien Distribusi
Dalam percobaan penentuan kadar dari paracetamol dengan air tanpa
minyak, langkah pertama dimulai dengan disiapkan alat dan bahan yang akan
digunakan dan dibersihkan alat tersebut dengan menggunakan alkohol 70%
tujuannya untuk meghindari mikroorganisme yang ada pada alat karena
penyimpanan yang cukup lama (Rivai,1995). Kemudian, ditimbang sampel
paracetamol sebanyak 0,2 gr dan di ukur air suling sebanyak 100 mL. Selanjutnya,
paracetamol dimasukkan ke dalam gelas beker dan dilarutkan dengan air suling
yang sudah diukur. Dari larutan tersebut, di pipetkan 0,5 mL dan 1 mL kemudian
di masukkan ke dalam gelas beker yang berbeda dan di tambahkan indikator

17
fenolftalein sebanyak 10 tetes. Setelah itu di titrasi degan NaOH 0,2 N sebagai
larutan baku sekundernya. Hasilnya, larutan berubah warna dari beningmenjadi
merah muda keunguan.
Selanjutnya, untuk penentuan kadar dari paracetamol yang terdistribusi
minyak adalah dengan pertama-tama menyiapkan alat dan bahan dilanjutkan
dengan membersihkan alat dengan alkohol 70%. Kemudian, dari larutan awal
dipipet 0,5 mL dan dimasukkan kedalam corong pisah. Setelah itu ditambahkan
minyak almont sebanyak sebanyak 25 mL lalu dikocok selama 5 menit agar zat
dapat mengadakan keseimbangan antara yang larut dalam air dan yang larut dalam
minyak almont serta gugus polar dan non polar dari paracetamol dapat bereaksi
dengan air dan minyak sehingga dapat dilihat pada pelarut mana kelarutannya
paling besar (Rivai,1995).
Setalah melalui proses pengocokkan, larutan di diamkan selama 10-15 menit
sampai campuran tersebut terpisah menjadi dua lapisan. Setelah dua lapisan
terbentuk, lapisan air dipisahkan kedalam beker dan di tambahkan indikator
fenolftalein sebanyak 15 tetes, yanag dititrasi kali ini hanya lapisan air karena
apabila lapisan minyak yang dititrasi maka akan terjadi reaksi saponifikasi (Golib,
Ibnu, 2007).
Dilakukan metode titrasi dengan larutann baku NaOH 0,1 N sampai terjadi
perubahan warna menjadi merah muda keunguan. Hal ini disebabkan karena
metode titrasi yang diigunakan dalam percobaan ini adalah alkalimetri yang
dilakukan berdasarkan reaksi netralisasi yaitu sampel asam yang dititrasi dengan
titrasi basa akan bereaksi sempurna dengan semua asam sehingga dapat diperoleh
titik akhir titrasi dengan melihat perubahan warna larutan dari bening menjadi
merah muda keunguan (Pratiwi, 2013). Dan terakhir dicatat volume titrasinya.
Koefisien partisi minyak-air adalah suatu petunjuk sifat lipofilik atau
hidrofobik dari molekul obat. Lewatnya obat melalui membran lemak dan
interaksi dengan makro molekul pada reseptor kadang-kadang berhubungan baik
dengan koefisien partisi oktanol/air dari obat (Martin, 1993).

18
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil percobaan yang dilakukan dihasilkan konsentrasi
kelarutan pada suhu kamar 3,4630 gr. Maka dapat disimpulkan bahwa suhu
merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kelarutan dan banyak lagi yang
mempengaruhi kelarutan, salah satunya adalah ukuran partikel.

Dalam percobaan koefisien distribusi evitop dalam fase air terjadi


perubahan warna dari bening menjadi merah muda keunguan dan koefisien
distribusi dalam fase minyak terjadi perubahan warna dari bening menjadi merah
muda keunguan. Dari percobaan hasil koefisien distribusi Evitop dalam pelarut air
tanpa minyak dan dalam pelarut air dengan minyak koefisen distribusinya adalah
2/3, jadi lebih besar koefisien distribusi pelarut air tanpa minyak.

5.2 Saran
5.2.1 Saran Asisten
Lebih banyak sabar karena menghadapi ketidaktahuan kami selama
praktikum.
5.2.2 Saran Lab
Lebih di perbanyak alat seperti timbangan analitik agar tidak antri dalam
menimbang dan diharapkan untuk mengganti peralatan yang sudah rusak
contohnya gelas ukur yang sudah pecah.
5.2.3 Saran Jurusan
Diharapkan untuk dapat menambah jumlah alat-alat lab agar waktu
praktikum lebih efektif.

19

Anda mungkin juga menyukai

  • Tugas Materi Pengasuhan Nurmagfirah
    Tugas Materi Pengasuhan Nurmagfirah
    Dokumen2 halaman
    Tugas Materi Pengasuhan Nurmagfirah
    Vika Humairah Yahya
    Belum ada peringkat
  • Khairunisa Samarang
    Khairunisa Samarang
    Dokumen20 halaman
    Khairunisa Samarang
    Ain Ismail
    Belum ada peringkat
  • Nurfikah Yahya-D1B123063 RPL
    Nurfikah Yahya-D1B123063 RPL
    Dokumen3 halaman
    Nurfikah Yahya-D1B123063 RPL
    Vika Humairah Yahya
    Belum ada peringkat
  • ANTIHIPERTENSI
    ANTIHIPERTENSI
    Dokumen26 halaman
    ANTIHIPERTENSI
    ilmi hamdin
    Belum ada peringkat
  • Bab I
    Bab I
    Dokumen89 halaman
    Bab I
    Anonymous 5dpjYC
    Belum ada peringkat
  • Materi Termin & Alkes
    Materi Termin & Alkes
    Dokumen33 halaman
    Materi Termin & Alkes
    Andhini Dian Pratiwi
    Belum ada peringkat
  • Bab 2 Fix Skali
    Bab 2 Fix Skali
    Dokumen12 halaman
    Bab 2 Fix Skali
    Vika Humairah Yahya
    Belum ada peringkat
  • Bab 1
    Bab 1
    Dokumen4 halaman
    Bab 1
    Vika Humairah Yahya
    Belum ada peringkat
  • Bab 1
    Bab 1
    Dokumen4 halaman
    Bab 1
    Vika Humairah Yahya
    Belum ada peringkat
  • Teori Behavioristik Rara
    Teori Behavioristik Rara
    Dokumen2 halaman
    Teori Behavioristik Rara
    Vika Humairah Yahya
    Belum ada peringkat
  • Perbaikan Bab 1
    Perbaikan Bab 1
    Dokumen4 halaman
    Perbaikan Bab 1
    Vika Humairah Yahya
    Belum ada peringkat
  • Disolusi Bab 3
    Disolusi Bab 3
    Dokumen2 halaman
    Disolusi Bab 3
    Vika Humairah Yahya
    Belum ada peringkat
  • Mikromeritik Prili
    Mikromeritik Prili
    Dokumen19 halaman
    Mikromeritik Prili
    Vika Humairah Yahya
    Belum ada peringkat
  • Disolusi Bab 3
    Disolusi Bab 3
    Dokumen2 halaman
    Disolusi Bab 3
    Vika Humairah Yahya
    Belum ada peringkat
  • Makalah Biokimia
    Makalah Biokimia
    Dokumen19 halaman
    Makalah Biokimia
    Vika Humairah Yahya
    Belum ada peringkat
  • BAB II Kologi
    BAB II Kologi
    Dokumen8 halaman
    BAB II Kologi
    Vika Humairah Yahya
    Belum ada peringkat
  • Bab 1
    Bab 1
    Dokumen4 halaman
    Bab 1
    Vika Humairah Yahya
    Belum ada peringkat
  • Bab 1
    Bab 1
    Dokumen4 halaman
    Bab 1
    Vika Humairah Yahya
    Belum ada peringkat
  • Bab 1
    Bab 1
    Dokumen4 halaman
    Bab 1
    Vika Humairah Yahya
    Belum ada peringkat
  • Perbaikan Bab 1
    Perbaikan Bab 1
    Dokumen4 halaman
    Perbaikan Bab 1
    Vika Humairah Yahya
    Belum ada peringkat
  • BAB II Kologi
    BAB II Kologi
    Dokumen8 halaman
    BAB II Kologi
    Vika Humairah Yahya
    Belum ada peringkat