SCABIES
Dosen Pengampu:
Tita Nofianti, M. Si., Apt
SCABIES
Seorang pasien berusia 9 tahun mendatangi Apotek anda bersama orang tuanya.
Orang tua pasien berkata pasien mengeluhkan gatal dan terasa panas. Selain itu,
pasien juga sering menggaruk bagian yang gatal tersebut. Pasien telah mengalami
ini selama 5 hari. Ibu pasien mengatakan teman-teman anaknya juga memiliki
penyakit yang sama. Pasien tidak mengeluhkan demam atau gejala lainnya. Berikut
adalah gambaran kulit pasien.
A. Definisi
Scabies/kudis adalah penyakit menular yang disebabkan oleh tungau
Sarcoptes scabiei var hominis. Individu yang terkena biasanya mengeluh
memiliki ruam yang sangat gatal yang terjadi dimalam hari (MIMS, 2019).
Skabies adalah penyakit kulit menular yang disebabkan oleh Sarcoptes
scabei varian hominis, yang penularannya terjadi secara kontak langsung
(Harahap, 2000).
B. Epidemiologi
Skabies pada manusia merupakan masalah kesehatan masyarakat yang
umum terjadi di seluruh dunia dengan estimasi prevalensi sebanyak 300 juta
individu yang terinfeksi. Penyakit ini dapat terlihat pada seluruh kelompok
sosial ekonomi dan komunitas di seluruh dunia, dan prevalensi penyakit ini
beragam dari satu negara ke negara lainnya. Prevalensi penyakit ini di negara
berkembang sekitar 5,8-8,3% di kalangan penduduk pedesaan. Keadaan ini
memburuk pada negara yang kurang maju di Afrika, berkisar antara 2-31%.
Berdasarkan pengumpulan data KSDAI (Kelompok Studi Dermatologi Anak
Indonesia) tahun 2001 dari 9 Rumah Sakit besar di 7 kota besar di Indonesia,
didapatkan sebanyak 892 pasien skabies. Jumlah pasien skabies tertinggi
diperoleh di RS Hasan Sadikin Bandung, tetapi jika berdasarkan wilayah kota,
maka tertinggi di Jakarta sebanyak 335 kasus (37,9%), dan Surabaya
menempati urutan ke 7, yaitu sebanyak 82 kasus (9,2%). Skabies dapat terjadi
pada seluruh usia tanpa kecenderungan jenis kelamin tertentu. Beberapa faktor
dipertimbangkan untuk epidemiologi skabies pada masyarakat miskin,
diantaranya perilaku sosial, pergerakan populasi, malnutrisi, kurangnya akses
ke perawatan kesehatan, terapi yang kurang adekuat, serta kurangnya
kebersihan.
C. Etiologi
Skabies disebabkan oleh infeksi tungau yang dinamakan Acarus scabiei
atau pada manusia disebut Sarcoptes scabiei varian hominis. Infeksi tungau ini
dapat menyebabkan gatal-gatal yang sangat hebat. Skabies ditandai dengan lesi.
Terdapat dua lesi pada skabies yaitu lesi spesifik (liang atau terowongan) dan
lesi nonspesifik (papula, vesikel dan ekskoriasi). Tempat khas dari tubuh yang
biasanya terkena skabies adalah jari-jari, pergelangan tangan, lipatan aksila,
perut, bokong, dan alat kelamin (Dewi & Wathoni, n.d.).
Beberapa faktor yang berkontribusi dalam kejadian skabies yaitu;
kontak dengan penderita skabies, rendahnya tingkat personal hygiene dan
kondisi lingkungan yang mendukung untuk berkembangnya skabies seperti
kepadatan hunian, sanitasi yang tidak baik, dan akses air bersih yang sulit (M,
Gustia, & Anas, 2015).
D. Patofisiologi
Kelainan kulit dapat disebabkan tidak hanya dari tungau scabies, akan
tetapi juga oleh penderita sendiri akibat garukan. Dan karena bersalaman atau
bergandengan sehingga terjadi kontak kulit yang kuat,menyebabkan lesi timbul
pada pergelangan tangan. Gatal yang terjadi disebabkan oleh sensitisasi
terhadap secret dan ekskret tungau yang memerlukan waktu kira-kira sebulan
setelah infestasi. Pada saat itu kelainan kulit menyerupai dermatitis dengan
ditemuannya papul, vesikel, dan urtika. Dengan garukan dapat timbul erosi,
ekskoriasi, krusta, dan infeksi sekunder. Kelainan kulit dan gatal yang terjadi
dapat lebih luas dari lokasi tungau.
Infestasi dimulai saat tungau betina yang telah dibuahi tiba di
permukaan kulit. Dalam waktu satu jam, tungau tersebut akan mulai menggali
terowongan. Setelah tiga puluh hari, terowongan yang awalnya hanya beberapa
millimeter bertambah panjang menjadi beberapa centimeter. Meskipun begitu,
terowongan ini hanya terdapat di stratum korneum dan tidak akan menembus
lapisan kulit di bawah epidermis. Terowongan ini dibuat untuk menyimpan
telur- telur tungau, kadang- kadang juga ditemukan skibala di dalamnya.
Tungau dan produk- produknya inilah yang berperan sebagai iritan yang akan
merangsang sistem imun tubuh untuk mengerahkan komponen- komponennya.
Dalam beberapa hari pertama, antibodi dan sel sistem imun spesifik
lainnya belum memberikan respon. Namun, terjadi perlawanan dari tubuh oleh
sistem imun non spesifik yang disebut inflamasi. Tanda dari terjadinya
inflamasi ini antara lain timbulnya kemerahan pada kulit, panas, nyeri dan
bengkak. Hal ini disebabkan karena peningkatan persediaan darah ke tempat
inflamasi yang terjadi atas pengaruh amin vasoaktif seperti histamine, triptamin
dan mediator lainnya yang berasal dari sel mastosit. Mediator- mediator
inflamasi itu juga menyebabkan rasa gatal di kulit. Molekul- molekul seperti
prostaglandin dan kinin juga ikut meningkatkan permeabilitas dan mengalirkan
plasma dan protein plasma melintasi endotel yang menimbulkan kemerahan dan
panas (Baratawidjaja, 2012).
E. Diagnosis
Diagnosis dapat ditegakkan dengan tanda-tanda berikut :
Prurigo : Biasanya berupa papul, gatal, predileksi bagian ekstensor
ekstremitas, dan biasanya gatal pada malam hari.
Gigitan serangga : Timbul setelah gigitan berupa urtikaria dan Papul.
Folikulitis : Nyeri, pustula miliar dikelilingi eritema (Siregar, 2005).
F. Manifestasi Klinik
a. Pruritus noktural yaitu gatal pada malam hari karena aktifitas tungau yang
lebih tinggi pada suhu yang lembab dan panas.
b. Penyakit ini menyerang manusia secara kelompok, misalnya dalam
keluarga, biasanya seluruh anggota keluarga, begitu pula dalam sebuah
perkampungan yang padat penduduknya, sebagian besar tetangga yang
berdekatan akan diserang oleh tungau tersebut. Dikenal keadaan
hiposensitisasi, yang seluruh anggota keluarganya terkena.
c. Adanya kunikulus (terowongan) pada tempat-tempat yang dicurigai
berwarna putih atau keabu-abuan, berbentuk garis lurus atau berkelok, rata-
rata 1 cm, pada ujung terowongan ditemukan papula (tonjolan padat) atau
vesikel (kantung cairan). Jika ada infeksi sekunder, timbul polimorf
(gelembung leokosit).
d. Menemukan tungau merupakan hal yang paling diagnostik. Dapat
ditemukan satu atau lebih stadium hidup tungau ini. Gatal yang hebat
terutama pada malam sebelum tidur. Adanya tanda : papula (bintil), pustula
(bintil bernanah), ekskoriasi (bekas garukan).
Gejala yang ditunjukkan adalah warna merah, iritasi dan rasa gatal pada
kulit yang umumnya muncul di sela-sela jari, selangkangan dan lipatan
paha, dan muncul gelembung berair pada kulit (Djuanda, 2010).
G. Penatalaksanaan
MENURUT AAFP (2019)
Lini pertama:
Krim Permethrin 5% (Ilimite)
- Diaplikasikan ke semua area tubuh dari leher ke bawah, diamkan selama 8
hingga 14 jam atau semalaman baru dicuci, gunakan kembali setelah 1
minggu.
- Rasa gatal dapat terjadi hingga 2 minggu meskipun perawatan telah tepat
dan efektif. Apabila terdapat gejala pasca perawatan maka segera
dipertimbangkan apakah terdapat kesalahan diagnosis, kegagalan
perawatan, atau perawatan kulit terkait iritasi.
- Pasangan seks lebih dari 2 bulan terakhir seharusnya dirawat.
Lini kedua:
Ivermectin oral (200 mcg per kg, dua dosis 14 hari terpisah)
- Tetapi biaya mahal dan ketersediaannya terbatas.
Langkah-langkah lain:
- Mencuci barang seperti seprai dan pakaian pada suhu tertentu setidaknya
50oC dan pengeringan dalam pengering panas.
- Untuk item yang tidak bias dicuci dengan mesin, isolasi dalam plastic
tertutup untuk setidaknya 1 minggu sudah cukup (Gunning, Kiraly, &
Pippitt, 2019).
Farmakologi:
Cream Permethrin
5% dan Dosis
tunggal Ivermectin
oral pada 200 mcg
per kg dan
diulangi pada hari
ke 14 (AAFP.
2019)
I. Mekanisme Obat
1. Permethrin
Menghambat masuknya ion natrium melalui saluran membran sel saraf pada
parasit yang mengakibatkan repolarisasi tertunda sehingga kelumpuhan dan
kematian hama (Lecy C.F., Armstrong L.L., Goldman M.P., Lance L.L.,
2009).
2. Ivermectin
Ivermectin adalah agen antihelminthic semisintetik; ia mengikat secara
selektif dan dengan afinitas yang kuat terhadap saluran ion klorida glutamat
yang terjadi pada sel-sel saraf dan otot invertebrata. Hal ini menyebabkan
peningkatan permeabilitas membran sel terhadap ion klorida kemudian
hiperpolarisasi saraf atau sel otot, dan kematian parasit (Lecy C.F.,
Armstrong L.L., Goldman M.P., Lance L.L., 2009).
J. Konseling
Krim harus diterapkan ke semua area tubuh dari leher ke bawah, disimpan
semalam atau selama delapan hingga 14 jam, dicuci, dan digunakan kembali
dalam satu minggu. Pasien harus dididik bahwa mereka mungkin terus gatal
sampai dua minggu, bahkan setelah perawatan yang tepat dan efektif (AAFP.
2019).
K. Monitoring
Dilakukan pemantauan terhadap gejala-gejala yang dirasakan:
1. Apakah masih merasakan gatal?
2. Apakah masih merasakan panas pada kulit?
3. Apakah masih ada ruam pada kulit?
DAFTAR PUSTAKA
AAD. (2018). Scabies: Diagnosis and treatment. Retrieved September 19, 2019,
from American Academy of Dermatology website:
https://www.aad.org/public/diseases/contagious-skin-
diseases/scabies#treatment
Dewi, M. K., & Wathoni, N. (n.d.). Artikel Review: Diagnosis dan Regimen
Pengobatan Skabies. Farmaka, 15, 123–133.
Djuanda, A., 2010. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Jakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.
Gunning, K., Kiraly, B., & Pippitt, K. (2019). Lice and scabies: Treatment update.
American Family Physician, 99(10), 635–642.
Lecy C.F., Armstrong L.L., Goldman M.P., Lance L.L. (2009). Drug Information
Handbook, 17th Edition. American Pharmacists Association.
M, S. Y., Gustia, R., & Anas, E. (2015). Artikel Penelitian Faktor-faktor yang
Berhubungan dengan Kejadian Skabies di Wilayah Kerja Puskesmas Lubuk
Buaya Kota Padang Tahun 2015. 7(1), 51–58.
Salavastru, C. M., Chosidow, O., Boffa, M. J., Janier, M., & Tiplica, G. S. (2017).
European guideline for the management of scabies. Journal of the European
Academy of Dermatology and Venereology, 31(8), 1248–1253.
https://doi.org/10.1111/jdv.14351