Anda di halaman 1dari 6

Kolaborasi dan Aksi Nyata Mahasiswa

dalam Menuntasakan Permasalahan Pendidikan untuk Indonesia Emas 2045

Pemuda memiliki peran dan fungsi yang strategis dalam perubahan suatu
bangsa. Citra yang disematkan pada pemuda adalah sebagai pelopor dalam melakukan
langkah konkret bagi perubahan bangsa kearah yang lebih baik. Pemuda Indonesia
telah menorehkan sejarah penting dalam perjalanan negeri ini dengan menumbangkan
rezim pemerintah. Perubahan besar tersebut dimulai dari semangat juang kaum muda
yaitu mahasiswa, karena melihat realita sosial yang terjadi pada masyarakat. Sebut saja
tragedi Trisakti yang ditulisakan Widowati (2003) dilatarbelakangi oleh kondisi
ekonomi Indonesia yang mulai goyah karena terpengaruh oleh krisis finansial Asia
sepanjang tahun 1997-1999. Para mahasiswa pun melakukan aksi demonstrasi besar-
besaran ke gedung Dewan Perwakilan Rakyat/Majelis Permusyawaratan Rakyat,
termasuk mahasiswa Trisakti. Selain itu banyak lagi contoh peran pemuda yang
membawa perubahan besar.

Mahasiswa sebagai kaum muda yang juga merupakan kaum terdidik dan kaum
intelektual memiliki peran moril sebagai agen perubahan. Sudah menjadi keharusan
bagi seorang atau kelompok mahasiswa untuk aktif dan kritis dalam menyoroti
kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah. Namun aspek kritis saja tidak cukup bagi
mahasiswa untuk membuat perubahan, perlu juga aspek intelektual yang ditonjolkan
dalam membangun gerakan perubahan agar dapat memberikan manfaat secara
langsung.

Aksi nyata yang dilakukan oleh mahasiswa merupakan harapan yang ditunggu
oleh masyarakat dalam menyelesaikan permasalahan yang terjadi. Permasalahan yang
disoroti saat ini di Indonesia satu diantaranya adalah pendidikan. Masalah pendidikan
menjadi penting untuk dituntaskan, karena merupakan sarana dalam upaya
meningkatkan Sumber Daya Manusia (SDM) yang mandiri dan produktif bagi
perkembangan Indonesia. Salah satu tolak ukur kemajuan suatu negara dapat dilihat

1
dari kualitas pendidikannya, karena pendidikan merupakan cerminan dari kualitas
SDM yang ada.

Pendidikan juga merupakan salah satu kunci penting yang dapat mengatasi
berbagai permasalahan di Indonesia. Namun masalah yang terjadi pada pendidikan di
negara ini belum sepenuhnya mendapat perhatian dan solusi konkret dari pemerintah
maupun masyarakat. Padahal pemerintah telah menetapkan peraturan dalam Pasal 31
Uundang-Undang Dasar 1945 yang diamandemen, bahwa “Setiap warga negara berhak
mendapatkan pendidikan dan setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar,
serta pemerintah wajib membiayainya”. Kemudian diatur pula tentang pelaksanaan
pendidikan wajib belajar 9 tahun Undang-Undang Nomor: 20 tahun 2003. Namun
fakta yang terjadi di lapangan tidak sesuai dengan apa yang sudah ditetapkan oleh
pemerintah. Kurangnya pengawasan pihak pemerintah dan rendahnya kesadaran
masyarakat menjadi latar belakang kegagalan tersebut.

Berdasarkan peraturan tersebut, seharusnya anak-anak di Indonesia dapat


menamatkan pendidikannya hingga bangku Sekolah Menengah Atas (SMA). Namun,
sebagian kalangan tidak berkesempatan untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang
lebih tinggi, seperti mereka yang berasal dari keluarga menengah kebawah. Data dari
kerjasama Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak dengan
Badan Pusat Statistik, menunjukkan pada tahun 2009 penduduk berumur 7-12 tahun,
tingkat putus sekolahnya sebesar 0,43 persen artinya setiap 10.000 orang penduduk
berumur 7-12 tahun ada sebanyak 43 orang yang putus sekolah. Angka putus sekolah
semakin tinggi seiring dengan semakin naiknya usia yaitu sebesar 3,19 persen untuk
penduduk berumur 13-15 tahun dan 8,44 persen untuk penduduk berumur 16-18 tahun.
Dari data tersebut menunjukkan bahwa semakin tinggi umur maka semakin tinggi pula
angka putus sekolah. Pada umumnya umur 16-18 tahun merupakan pelajar tingkat
SMA.
Menurut Ajis (2012), Terdapat banyak faktor yang menyebabkan anak putus
sekolah pada tingkat SMA, hal ini disebabkan karena pendapatan kepala keluarga yang
rendah sehingga merasa sulit untuk mencukupi kebutuhan pendidikannya, jumlah anak

2
dalam keluarga yang banyak, timgkat pendidikan orangtua yang rendah, lingkungan
sosial yang kurang baik serta rendahnya minat anak untuk sekolah.

Peran pemerintah saja belum cukup untuk mengatasi banyaknya permasalahan


pendidikan yang ada. Perlu juga peran masyarakat, khususnya peran pemuda dalam
menuntaskan kebodohan di Indonesia. Sejauh ini mulai banyak bermunculan ide dan
aksi nyata yang dicetuskan oleh pemuda, terlebih dari kalangan mahasiswa dalam
menanggulangi masalah pendidikan tersebut. Sebut saja Komunitas Jendela,
Komunitas Peduli Pendidikan (KP3) dan Kelas Inspirasi (KI). Komunitas-komunitas
tersebut memfasilitasi serta memotivasi anak Indonesia dalam hal pendidikan. Pelajar
dari tingkat SD lebih sering menjadi sasaran komunitas tersebut, karena pada usia
tersebut masih mudah menerima motivasi belajar. Namun, sempitnya sasaran tersebut
belum menuntaskan permasalahan yang terjadi. Dikarenakan belum ada diantara
komunitas-komunitas diatas yang menjangkau pelajar tingkat SMA yang mana angka
putus sekolah tertinggi terjadi pada tingkatan tersebut.

Penting bagi mahasiswa sebagai iron stok yang merupakan penerus generasi
sebelumnya, untuk berkolaborasi membentuk suatu wadah yang juga memfasilitasi dan
memotivasi kalangan pelajar tingkat SMA. Karena pelajar tingkat tersebut adalah
tonggak estafet keberlangsungan masa depan Indonesia sehingga terciptalah iron stok
yang baru. Wadah yang dibentuk berupa sebuah komunitas yang konsisten dan dapat
bertahan di berbagai jaman, sehingga komunitas tersebut dapat terus beregenerasi serta
memberikan solusi kongkret yang diaktualisasikan dalam program kerja.

Program kerja utama yang dilakukan dalam komunitas adalah sebagai


fasilitator serta motivator. Fasilitator dalam bentuk pengajaran bagi peserta didik serta
mempersiapkan untuk menghadapi UN (Ujian Nasional) dan SBMPTN (Seleksi
Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri), sekaligus dalam bentuk pendanaan atau
beasiswa bagi pelajar yang tidak mampu. Sedangkan motivator sendiri dimaksudkan
untuk membangun semangat mereka dalam melanjutkan mimpi ke jenjang pendidikan
selanjutnya. Dengan adanya pemberdayaan bagi pelajar dari komunitas tersebut

3
diharapkan akan melahirkan agen-agen baru yang dapat meneruskan misi awal
komunitas, sehingga akan terus beregenerasi.

Langkah awal dalam pembentukan komunitas tersebut ialah mengadakan open


recruitment anggota. Kriteria anggota yang dipilih memiliki komitmen untuk
meluangkan waktu dan tenaganya. Anggota dari kalangan mahasiswa yang ingin
berkolaborasi serta mempunyai tujuan sama dalam memperbaiki kondisi pendidikan di
Indonesia. Berbekal pertemanan, jaringan, dan pengalaman organisasi, mahasiswa
dipandang lebih mampu menjalankan komunitas ini. Setelah mendapatkan anggota
maka disusun program kerja dan staf-staf yang menggerakkan program tersebut.
Diantara staf-staf tersebut adalah:

 Tentor, bertugas sebagai tenaga pengajar bagi peserta sekaligus membantu untuk
mempersiapkan UN dan SBMPTN.
 Motivator, bertugas untuk menanamkan dan membangun mindset peserta tentang
pentingnya melanjutkan pendidikan ke jenjang perkuliahan. Disamping itu juga
memberikan informasi terkait prospek kerja yang dapat diambil ketika lulus dari
suatu program pendidikan.
 Fasilitator intra, bertugas untuk memenuhi kebutuhan selama kegiatan
pembelajaran berlangsung. Selain itu juga memberikan informasi terkait
program beasiswa yang dibuka pemerintah maupun lembaga.
 Fasilitator ekstra, bertugas untuk mencari mitra baik dari perorangan maupun
lembaga yang akan mendonasikan dana sebagai biaya pendidikan peserta didik.

Anggota peserta didik dibuka bagi kalangan pelajar SMA/sederajat, dengan


syarat bersedia meneruskan kepengurusan komunitas di periode berikutnya bagi
mereka yang diterima di Perguruan Tinggi. Hal ini dimaksudkan untuk meregenerasi
keanggotaan pengurus agar komunitas tersebut bisa terus aktif dan eksis. Selain itu,
dengan adanya beasiswa bagi peserta didik diharapkan dapat meningkatkan minat
mereka untuk melanjutkan pendidikan sampai jenjang perkuliahan.

4
Komunitas tersebut akan maksimal jika diterapkan di berbagai daerah,
khususnya daerah terpencil agar semua kalangan dapat mengenyam pendidikan hingga
jenjang yang lebih tinggi. Kontribusi dan aksi nyata dari mahasiswa yang diterapkan
dalam komunitas tersebut akan menjadi solusi konkret dalam menuntaskan
permasalahan angka putus sekolah yang ada di Indonesia. Diharapkan dengan
menurunnya angka putus sekolah akan meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia,
sehingga dapat terwujud Indonesia emas 2045.

5
DAFTAR PUSTAKA

Ajis, O Tenisa. (2012). Faktor-Faktor Penyebab Anak Putus Sekolah pada Tingkat
SMA di Kelurahan Gedong Meneng Kecamatan Rajabasa Kota Bandar
Lampung Tahun 2012.
Depdiknas .2003. Undang-undang RI No.20 tahun 2003.tentang sistem pendidikan
nasional.
Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak & Badan Pusat
Statistik. (2009). Kondisi Perempuan dan Anak di Indonesia 2010. Jakarta:
CV. Asprindo
Republik Indonesia. Undang‐Undang Dasar 1945.
Widowati, Anggie Dwi. (2003). Langit Merah Jakarta. Jakarta: PT. Grasindo

Anda mungkin juga menyukai